BAB II METODE PEMBIASAAN DAN AKHLAK
A. Metode Pembiasaan 1. Pengertian Metode Pembiasaan Metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Pengertian metode secara etimologi berasal dari dua kata, yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.2 Metode mengandung pengertian yang fleksibel (lentur) sesuai situasi dan kondisi dan mengandung implikasi mempengaruhi serta saling ketergantungan antara pendidik dan anak didik. Dalam pengertian ini, antara pendidik dan anak didik berada dalam proses kebersamaan yang menuju ke arah tujuan tertentu.3 Ahmad Tafsir, sebagaimana dipaparkan kembali oleh Zaenal Mustakim mendefinisikan metode dalam interaksi pendidikan adalah cara yang tepat dan cepat melakukan sesuatu.4 Jadi, metode adalah sebuah jalan atau cara yang hendak ditempuh oleh seseorang untuk mencapai tujuan dengan mudah. 1
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 129. 3 Moh. Slamet Untung, Menelusuri Metode Pendidikan ala Rasulullah (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 9. 4 Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran I (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009), hlm. 112. 2
19
20
Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah “biasa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “biasa” adalah lazim atau umum, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa.5 Secara terminologi, Pembiasaan diartikan sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Karena yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan. Karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam rangka pembinaan dan penanaman nilainilai karakter dan kepribadian anak. Misalnya orangtua membiasakan anak-anaknya untuk bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.6 Pembiasaan dinilai sangat efektif jika penerapannya dilakukan terhadap anak didik yang masih kecil. Karena memiliki ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah
5
WJs. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 481. 6 Mahmud, dkk, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), hlm. 162.
21
terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai awal proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. nilai-nilai
yang
tertanam
dalam
dirinya
ini
kemudian
akan
termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke usia remaja dan dewasa.7 Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berfikir, bersikap, bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, dan merupakan metode yang sangat efektif dalam mendidik sikap dan perilaku (akhlak) sejak usia dini. Oleh karena itu, orangtua dan para pendidik harus melatih dan membiasakan anak melakukan perbuatan yang baik sejak usia dini. Membiasakan anak melakukan perbuatan yang baik harus dilakukan orangtua secara terus menerus. Meskipun pada awalnya anak merasa berat, akan tetapi orangtua tetap harus melatih anak untuk melakukan suatu perbuatan baik agar perbuatan tersebut dapat menjadi kebiasaan anak. Menurut Ahmad Amin, yang dipaparkan kembali oleh Imam Suraji bahwa suatu perbuatan dapat menjadi kebiasaan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya kecenderungan hati kepada perbuatan tersebut dan merasa senang melakukannya 7
Armai Arief, Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2007), hlm. 110.
22
b. Kecenderungan hati tersebut direalisir dalam perbuatan c. Perbuatan diulang-ulang sehingga menjadi mudah dan biasa8 2. Dasar Metode Pembiasaan Dalam teori perkembangan anak, dikenal ada teori konvergensi, di mana
Pribadi
dapat
dibentuk
oleh
lingkungannya
dan
dengan
mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut melalui kebiasaan yang baik.9 Imam Suraji dalam bukunya Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits menjelaskan bahwa perlunya waktu
kesabaran dalam menanamkan suatu kebiasaan kepada anak tergambar dalam sabda Rasulullah saw yang memerintahkan kepada setiap orangtua untuk
melatih
anak-anaknya
melakukan
shalat.
Orangtua
harus
membiasakan anak melakukan shalat selama tiga tahun terus menerus yaitu sejak umur tujuh tahun sampai sepuluh tahun. Apabila sudah tiga tahun dilatih, tetapi anak belum mau mengerjakan shalat, orangtua boleh menghukumnya dengan cara mendidik. Perintah ini terdapat dalam sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Hakim sebagai berikut:
8
Imam Suraji, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits (Pekalonga: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 201. 9 Armai Arief, Op.Cit., hlm. 111.
23
ِاالص ََلةِ وىم اَب نَاء سبع ِسن ِ ِ اء ن ب ا م ى و ا ه لي ع م ى و ب ر اض و ْي َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ ْ َ ُ َ ْ َ َ ْ ْ ُ َ َّ ُمُروا اَْوالَ َد ُك ْم ب ْ ْ َ ُ ْ َ ِ عشر ِسنِْي وفَ ِرقُوا ب ي ن هم ِِف الْمض )اج ِع (رواه أمحد أبو داود وحاكم َ َ ْ ُ َ َْ ْ َ َ ْ َ َ َ Artinya: “Didiklah (biasakanlah) anakmu shalat apabila sudah berumur tujuh tahun dan pukullah (jika menolak) apabila sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah antar mereka tempat tidurnya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Hakim). Dari
hadits
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
orangtua
berkewajiban melatih dan membiasakan anak-anaknya untuk melakukan perbuatan baik dengan sabar. Kesabaran perlu ditekankan karena membiasakan perbuatan yang baik memerlukan waktu yang cukup lama dan cukup sulit. Setelah perbuatan tersebut menjadi kebiasaan perlu dijaga dengan baik, sebab perbuatan yang baik meskipun telah menjadi kebiasaan apabila terlena sedikit, maka perbuatan tersebut mudah berubah. Sebaliknya, perbuatan buruk sangat mudah menjadi kebiasaan dan apabila perbuatan tersebut sudah menjadi kebiasaan sangat sulit diubah.10 Oleh karena itu, pendekatan pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik, baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu, pendekatan pembiasaan juga dinilai sangat efesien dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi positif. Namun demikian pendekatan ini akan jauh dari keberhasilan jika tidak diiringi dengan contoh tauladan yang baik dari si pendidik.11
10 11
Imam Suraji, Op.Cit., hlm. 202-203. Arief Permai, Op.Cit., hlm. 114.
24
3. Syarat-syarat Menggunakan Metode Pembiasaan Ditinjau dari segi ilmu psikologi, kebiasaan seseorang kaitannya dengan figur yang menjadi panutan dalam perilakunya. Seorang anak terbiasa shalat karena orangtua yang menjadi figurnya selalu mengajak dan memberi contoh kepada anak tersebut tentang shalat yang mereka laksanakan setiap waktu shalat. Demikian pula kebiasaan-kebiasaan lainnya.
Adapun
syarat-syarat
yang
harus
dilakukan
dalam
mengaplikasikan pendekatan pembiasaan dalam pendidikan, yaitu : a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Sejak usia bayi dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian seorang anak. kebiasaan positif maupun negatif
itu
akan
muncul
sesuai
dengan
lingkungan
yang
membentuknya. b. Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontiniu, teratur dan berprogram. Sehingga pada akhirnya akan membentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh karena itu faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan dari proses ini. c. Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
25
d. Pembiasaan yang pada mula hanya bersifat mekanistis, hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang sisertai dengan kata hati anak didik itu sendiri.12
B. Akhlak 1. Pengertian Akhlak Secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-tabi‟ah (kelakuan, tabiat atau watak dasar), al-„adat (kebiasaan, kelaziman), almuru‟ah (peradaban yang baik) dan ad-din (agama).13 Selanjutnya pengertian akhlak mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khalqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya dengan khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan ada hubungan baik antara khaliq dan makhluq. Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum
dalam
Alquran,
“Wainnaka
la‟ala
khuluqin
„adziim”
(sesungguhnya engkau [ya Muhammad] mempunyai budi pekerti yang luhur).14 Adapun pengertian akhlak menurut terminologis, pendapat beberapa ahli, di antaranya:
12
Armai Arief, Op.Cit, hlm. 114. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 1. 14 Mahmud, dkk. Op.Cit. hlm. 185. 13
26
a. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam (terpatri) dalam jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan-perbuatan yang gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (perenungan) terlebih dahulu. b. Ibnu Maskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah perbuatan dengan tidak menghajatkan pemikiran. c. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. d. Muhammad bin Ali Asy-Syarif al-Jurjani mengatakan bahwa akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.15 Berdasarkan pada beberapa penjelasan dan definisi akhlak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak adalah segala sesuatu yang telah tertanam kuat atau terpatri dalam diri seseorang, yang akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang tanpa melalui pemikiran atau perenungan terlebih dahulu.
15
Ibid., hlm. 186.
27
2. Dasar pendidikan akhlak Akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sumber ajaran akhlak ialah Alquran dan hadis. Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri tauladan bagi semua umat manusia. Dasar akhlak yang dijelaskan dalam Alquran adalah sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banya menyebut Allah”. (QS.Al-Ahzab [33]: 21).16
Artinya: “Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlak mulia”. (Q.S Al-Qalam [68]: 4).17 Pujian Allah ini bersifat individual dan khusus hanya kepada nabi Muhammad saw karena kemuliaan akhlaknya. Dengan tegas, Allah memberikan penjelasan secara transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak untuk dijadikan idola yang diteladani sebagai uswah hasanah. Kemudian, Nur Hidayat dalam bukunya Akhlak Tasawuf menjelaskan dasar akhlak dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ahmad, Rasulullah saw bersabda : 16
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: Bayan Qur‟an, 2009), hlm.
17
Ibid., 564.
550.
28
)اَِّّا بُ ِْ ُ ِ ََتِّ َم َم َكا ِر َم اَ َ ْخَلَ ِق (رواه امحد Artinya: “Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).18 Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Ibn „Abbas, Rasulullah saw, memerintahkan kepada setiap Muslim sebagai berikut :
ِِ ٍ ََّّم ْش ِق ُّي َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن َعي يد ُ ِ اش َحدَّثَنَا َس َ اس بْ ُن الْ َوليد الد ُ ََّحدَّثَنَا الْ َب ِ ث بن النُّ م ٍ ِان ََِس أَنَس بن مال ِ ْ َخبَ رِِن ِّث ُ ك ُُيَد َ َْ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ اْلَار َ ْ بْ ُن عُ َم َارَة أ ِ ِ َح ِسنُوا َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق ْ ال أَ ْك ِرُموا أ َْوَال َد ُك ْم َوأ َ َع ْن َر ُسول اللَّو .)(رواه ابن ماجو.أ ََدبَ ُه ْم Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al 'Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi telah menceritakan kepada kami Ali bin 'Ayyasy telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Umarah telah mengabarkan kepadaku Al Harits bin An Nu'man saya mendengar Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik (akhlak mulia).” (HR.Ibn Majah).19 Hadis tersebut menunjukkan bahwa karena akhlak menempati posisi kunci dalam kehidupan manusia, maka substansi misi rasulullah itu sendiri adalah untuk menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia agar dapat mencapai akhlak rasulullah.
19
Nur hidayat, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm.24-26.
29
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa pendidikan akhlak merupakan tanggung jawab dan sekaligus menjadi kewajiban bagi orang tua kepada anak-anaknya. pendidikan akhlak yang baik juga menjadi hak anak untuk mendapatkannya. Dalam agama Islam, akhlak, perilaku dan sikap yang baik merupakan buah dari pendidikan iman pada anak. Jika orang tua sudah mampu menanamkan pendidikan iman pada anak, maka akan tumbuh menjadi manusia yang senantiasa menjaga kemaslahatan agamanya. Tanggung jawab orang tua di dalam memberikan pendidikan akhlak, bukan hanya mengajarkan satu dari beberapa akhlak yang ada di dalam ajaran agama. Lebih dari itu, kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memberikan pendidikan akhlak pada anak mencakup keseluruhan akhlak, sikap, dan perilaku yang mampu memperbaiki dirinya sendiri, dan ketika ada kesalahan maupun dosa yang diperbuatnya, ia mampu menanganinya dengan baik. selain itu orang tua juga mengajarkan akhlak atau perilaku yang mampu membuat anak mengangkat kehormatan agama, dan mengajarkan bagaimana ia dapat bersikap baik dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.20 Menurut perspektif Islam, seorang muslim dapat dikatakan sempurna agamanya bila mempunyai akhlak yang mulia, demikian pula sebaliknya. Pendidikan akhlak dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan dalam
20
Mahmud dkk, Op.Cit.,hlm.188.
30
berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, dan jujur. Pendidikan akhlak dalam Islam dimulai sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandugan dan dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangan, serta proses yang alami.21 Menurut Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya yang berjudul Akhlak Mulia, menjelaskan bahwa dasar dari pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah. Akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran darinya. Akidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah juga lurus dan benar. Karena jika mengetahui Penciptanya dengan benar, meyakini wujud-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya dengan benar, maka ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya.22 Adapun yang dapat menyempurnakan akidah yang benar terhadap Allah adalah berakidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang diturunkan-Nya, dan kepada rasul-rasul utusan-Nya. Keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab, dan para rasul beserta syariat yang mereka bawa tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan akan adanya hari akhir dan kejadian-kejadian yang
21
Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, Cet.Ke-1 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm.173-174. 22 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm.84.
31
mengiringinya seperti hari kebangkitan, pengumpulan, perhitungan amal dan pembalasan. Pendidikan akhlak yang bersumber dari akidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus ditaati oleh manusia. Mereka harus mempraktikannya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang akan mengantarkan mereka mendapat ridha Allah dan akan mengantarkan mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.23 Melihat pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari manusia, maka tidak mengherankan apabila pakar pendidikan Islam sepakat bahwa terwujudnya akhlak yang mulia merupakan salah satu tujuan utama pendidikan anak dalam Islam. Dalam hal ini Atiyah al-Abrashi menyatakan bahwa sebagai berikut: “Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa pendidikan dan pengajaran tidak hanya bertujuan untuk memenuhi otak anak dan segala macam ilmu, tetapi untuk membersihkan akhlak dan jiwa mereka, dengan mengajarkan keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan dan mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang penuh dengan kesucian dan kejujuran. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, anak harus dididik dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi untuk mewujudkan akhlak yang baik tidaklah mudah, karena memerlukan kesabaran dan kerja keras orangtua dan para pendidik. Oleh karena itu, sejak dini harus sudah dilatih dan dibiasakan melakukan hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal yang buruk.
23
Ibid., hlm. 85.
32
Dalam hal ini, Al-Ghazali menyatakan bahwa hati anak kecil masih suci dan dapat diibaratkan sebagai permata. Apabila ia dibiasakan pada kebaikan, maka ia akan tumbuh dan berkembang dengan sifat yang baik, sehingga kebahagiaan akan selalu bersamanya. Sebaliknya apabila dibiasakan dengan akhlak yang buruk, maka hidupnya akan suram dan rusak.24 3. Tujuan pendidikan akhlak Menurut Mahmud Yunus, tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, kemauan keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatan, suci murni hatinya.25 Kemudian menurut Mahmud, dkk Tujuan pendidikan akhlak, yaitu: a. Mempersiapkan manusia-manusia beriman agar selalu beramal shaleh b. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh agar menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam c. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh agar bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya d. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar makruf nahi mungkar, dan berjuan di jalan Allah e. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh agar merasa bangga dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraannya tersebut f. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh yang merasa bangga bahwa dia merupakan bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai, wilayah, suku dan bahasa g. Mempersiapkan manusia beriman dan beramal shaleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya pada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya agama Islam di muka bumi26
24
Imam Suraji, Op.Cit., hlm. 17. Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), hlm. 22. 26 Mahmud, dkk, Op.Cit. hlm 193. 25
33
4. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak Ahmad Azhar Basyir, yang dikutip oleh Nur Hidayat
dalam
bukunya Akhlak Tasawuf menyebutkan bahwa cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk penghuni, dan yang memperoleh bahan kehidupannya dari alam, serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan kata lain, akhlak meliputi akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial, akhlak politik, akhlak jabatan, akhlak terhdap Allah dan akhlak terhadap alam. Dalam Islam akhlak (perilaku) manusia tidak dibatasi pada perilaku sosial, namun juga menyangkut kepada seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep akhlak dalam Islam mengatur pola kehidupan manusia meliputi: a. Hubungan antara manusia dengan Allah seperti akhlak terhadap Tuhan. b. Hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap
keluargannya
maupun
hubungan
seseorang
terhadap
masyarakat. 1) Akhlak terhadap keluarga yang meliputi: akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap istri, akhlak terhadap suami, akhlak terhadap anak, dan akhlak terhadap sanak keluarga. 2) Akhlak terhadap masyarakat yang meliputi: akhlak terhadap tetangga, dan akhlak terhadap tamu.
34
c. Hubungan manusia dengan lingkungannya. Akhlak terhadap makhluk lain seperti akhlak terhadap binatang, akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan, dan akhlak terhadap alam sekitar. d. Akhlak terhadap diri sendiri.27 Adapun ruang lingkup pendidikan Akhlak menurut Muhammad Daud Ali, sebagai berikut: a. Akhlak terhadap Allah Manusia sebagai hamba Allah sepantasnyalah mempunyai akhlak yang baik kepada Allah. Hanya Allah-lah yang patut disembah. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia diberikan oleh Allah kesempurnaan dalam penciptaan-Nya dan mempunyai kelebihan daripada makhluk ciptaan-Nya yang lain. Diberi akal untuk berpikir, perasaan dan nafsu. Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut : 1) Mencintai Allah 2) Melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya 3) Mengharap dan berusaha memperoleh keridhoan Allah 4) Mensyukuri nikmat dan karunia Allah
27
Nur Hidayat, Op.cit.,hlm.23-24.
35
5) Menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar Allah 6) Mohon Ampun kepada Allah 7) Tawakkal (berserah diri) kepada Allah b. Akhlak terhadap sesama makhluk 1) Akhlak terhadap manusia a) Akhlak terhadap Rasulullah, meliputi: mencintai Rasulullah, menjadikan Rasulullah sebagai teladan dan menjalankan apa yang disuruh Rasulullah b) Akhlak terhadap orangtua, meliputi: mencintai orangtua, merendahkan diri kepada keduanya, bertutur kata lembut, berbuat baik kepada keduanya, dan mendoakan keselamatan keduanya c) Akhlak terhadap diri sendiri, meliputi: memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, bertanggung jawab, malu melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi dendam, berlaku adil, dan menjauhi perkataan yang sia-sia. d) Akhlak terhadap keluarga, meliputi: saling membina kasih sayang, saling membina hubungan silaturahmi e) Akhlak terhadap tetangga, meliputi: saling mengunjungi, saling membantu, saling menghormati, dan saling menghindari permusuhan
36
f)
Akhlak terhadap masyarakat, meliputi: memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, saling tolong menolong.
c. Akhlak terhadap lingkungan hidup Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu, manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik, meliputi: 1) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup 2) Menjaga dan memanfaatkan alam 3) Sayang kepada sesama makhluk28
28
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998), hlm. 356-359.