BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A.
Likuiditas
1.
Pengertian Likuiditas Likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan dalam ketersediaan sumber
daya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek. Analisis likuiditas diarahkan pada aktivitas operasional perusahaan, kemampuan untuk menghasilkan keuntungan dari penjualan dan ukuran modal kerja. Menurut Wild.dkk (2009:185) “Likuiditas (liquidity) mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas merupakan kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun meskipun jangka waktu itu dikaitkan dengan siklus operasional normal suatu perusahaan (periode waktu yang mencakup siklus pembelian produk-penjualanpenagihan)”. Sedangkan Lukman (2007:41) menjelaskan bahwa: Likuiditas merupakan indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkaitan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Likuiditas Menurut Subramanyam (2011:241) yang dialih bahasakan oleh Dewi yanti, mendefinisikan likuiditas sebagai berikut: “Likuiditas adalah kemampuan 10
11
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya”. Menurut Kasmir (2012:133) likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya adalah Rasio Lancar (Current Ratio). “Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo”. Berdasarkan pengertian diatas, maka likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, perusahaan yang tidak likuid akan kehilangan kepercayaan dari pihak luar terutama dari pihak kreditur dan pemasok, sedangkan dari pihak dalam yaitu karyawannya. Maka menurut Darsono (2006:53) setiap perusahaan harus memiliki likuiditas badan usaha (berhubungan dengan pihak luar) dan likuiditas perusahaan (berhubungan dengan pihak dalam perusahaan). Untuk memperbaiki likuiditas dapat dilakukan dengan cara : 1.
Pemilik menambah modal
2.
Menjual sebagian harta tetap
3.
Utang jangka pendek dijadikan utang jangka panjang
4.
Utang jangka pendek dijadikan modal sendiri Kelangsungan hidup perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satu
faktor yang dapat menjadi indikator dalam menilai kelangsungan hidup berdasarkan kinerja suatu perusahaan adalah tingkat likuiditas dari perusahaan itu sendiri,
12
likuiditas menjadi acuan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Arief, 2009:68).
2.
Rasio Pengukuran Likuiditas Dalam Wild, dkk (2009:188) terdapat beberapa rasio untuk menghitung
likuiditas : 1).
Current ratio Alasan digunakan rasio lancar secara luas sebagai ukuran likuiditas mencakup
kemampuannya untuk mengukur kemampuan
memenuhi kewajiban
lancar,
penyangga kerugian, dan cadangan dana lancar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
2).
Cash to current asset ratio Rasio aktiva serupa kas terhadap aktiva lancar merupakan satu ukuran tingkat
likuiditas aktiva lancar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
3).
Cash to carrent liabilities ratio Rasio ini mengukur ketersediaan kas untuk membayar kewajiban lancar.
Ukuran ini merupakan uji yang paling sederhana. Dengan mengabaikan sifat
13
pendanaan aktiva lancar untuk mengukur ketersediaan kas dari perspektif yang berbeda. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Account receivable turn over ratio
4).
Dalam menilai likuiditas, termasuk likuditas modal kerja dan rasio lancar, penting untuk mengukur kualitas dan likuiditas piutang. Baik kualitas maupun likuiditas dipengaruhi oleh tingkat perputarannya. Kualitas mengacu kemungkinan tertagihnya piutang tanpa menimbulkan kerugian. Ukuran kemungkinan ini merupakan bagian piutang yang tertagih selama jangka waktu yang telah ditetapkan perusahaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Inventory turnover ratio
5).
Persediaan seringkali merupakan bagian aktiva lancar yang cukup besar. Alasan terjadinya hal tersebut seringkali tidak berhubungan dengan kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang likuid. Persediaan merupakan investasi dibuat untuk tujuan memperoleh pengembalian melalui penjualan kepada pelanggan. Rasio perputaran persediaan mengukur kecepatan ratarata persediaan bergerak keluar perusahaan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
14
6).
Days purchase in account payable ratio Ukuran sejauh mana utang usaha mencerminkan kewajiban lancar dan belum
jatuh tempo adalah rasio jumlah hari membayar utang usaha. Rasio ini dapat dirumuskan sebagi berikut:
7).
Acid-test/quick ratio Uji likuiditas yang lebih ketat adalah menggunakan ratio cepat. Rasio ini
menggunakan aktiva yang lebih cepat dikonversi menjadi kas dan dihitung. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
8).
Cash Ratio Rasio yang membandingkan arus kas operasi terhadap kewajiban lancar dapat
mengatasi sifat statis rasio lancar karena pembandingnya mencerminkan variabel yang bergerak. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
15
3.
Tujuan Pengendalian Tingkat Likuiditas Tingkat
likuiditas
merupakan
gambaran
tentang
kesanggupan
atau
kemampuan perusahaan dalam memenuhi setiap kewajibanya yang jatuh tempo, sehingga tingkat likuiditas ini menjadi pusat perhatian para kreditor, karena dengan melihat tingkat likuiditas tersebut dapat memberikan informasi tentang tingkat keamanan akan kembalinya uang yang dipinjamkannya kepada perusahaan. Tingkat likuiditas perusahaan sangat penting bagi kelangsungan perusahaan karena dalam menjalankan usahanya, perusahaan tidak selamanya dapat membelanjai seluruh pengeluaran-pengeluaranya sendiri, dimana pada saat tertentu perusahaan juga memerlukan dana yang hanya dapat dipenuhi dengan meminjam dana tersebut kepada pihak lain, seperti misalnya Bank. Sedangkan untuk mendapatkan pinjaman tersebut diperlukan adanya kepercayaan yang baik dari pihak kreditor, yang biasanya dilihat dari tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dilihat dari uraian diatas, maka perusahaan harus dapat mengendalikan tingkat likuiditasnya pada posisi yang aman, yaitu jangan sampai tingkat likuiditasnya rendah atau terlalu tinggi, karena apabila tingkat likuiditas suatu perusahaan
rendah
berarti
perusahaan
tersebut
tidak
mampu
memenuhi
kewajibannya, sedangkan apabila tingkat likuiditas suatu perusahaan terlalu tinggi maka perusahaan tersebut mencerminkan bahwa adanya dana yang tidak produktif.
16
4.
Hubungan Perputaran Piutang Dengan Tingkat Likuiditas Perusahaan menjual barang atau jasa dengan cara memberikan kemudahan
kepada pelanggan untuk membeli terlebih dahulu barang atau jasa yang kemudian dilunasi, yang biasa disebut dengan penjualan secara kredit. Dengan dilakukannya kebijakan tersebut, perusahaan harus memberikan tagihan kepada pelanggan atau biasa disebut sebagai piutang. Piutang yang ada pada perusahaan, diharapkan akan dilunasi dan berubah menjadi uang tunai yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan termasuk pemenuhan kewajiban lancar. Dengan menghitung tingkat perputaran piutang dapat diketahui berapa kali piutang tertagih selama satu periode dan mengkonfersikannya menjadi kas yang akan digunakan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Kemacetan penerimaan piutang menunjukan rendahnya tingkat perputaran piutang yang terjadi. Hal ini disebabkan debitor mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan dalam usahanya, sehingga tidak mampu melunasi utang-utangnya tersebut. Resiko ini mempengaruhi ketersediaan kas atau aktiva lancar sejenis kas yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan kreditor untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada saat jatuh tempo. Jopey (2008:53) mengemukakan bahwa ”Bila seluruh piutang dagang dapat tertagih tepat waktu dan memiliki jangka waktu yang relatif pendek, maka perusahaan akan lebih likuid”.
17
Pada umumnya perusahaan harus dapat mempertahankan jumlah aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar agar dapat memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek ini dikenal dengan istilah likuiditas. Perputaran piutang rendah maka perusahaan mengalami penumpukan investasi pada piutang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan penagihan piutang sehingga banyak piutang yang tidak tertagih, sedangkan jika perputaran piutang tinggi maka perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhan operasionalnya termasuk kewajiban lancar karena perusahaan mendapatkan sumber daya (piutang) yang dapat berubah menjadi kas (uang tunai). Dengan demikian maka perputaran piutang mempunyai pengaruh terhadap tingkat likuiditas yang dicapai perusahaan.
B.
Piutang Perusahaan dapat menghasilkan uang dengan beberapa cara berbeda, laporan
arus kas dipisahkan menjadi tiga bagian, perputaran piutang dari aktivitas penjualan kredit yang dilakukan oleh koperasi dan dari rata-rata piutang usaha.
1.
Pengertian Piutang Piutang merupakan tagihan kepada pihak lain sebagai akibat adanya penjualan
barang dan jasa secara kredit. Menurut Warren (2012:404) menyatakan bahwa
18
“Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainya, termasuk individu, perusahaan dan organisasi lainnya.” Menurut Hermawan (2008:29) menyatakan bahwa “Piutang adalah hak untuk menagih pembeli barang, jasa, atau dana kepada penerima barang. Jasa atau dana yang membentuk hubungan dimana pihak yang satu berutang dengan pihak lain.” Berdasarkan dari definisi diatas dapat dilihat bahwa piutang merupakan pos penting karena piutang merupakan alat likuid perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan harus memiliki manajemen piutang dan pengolahan piutang yang baik dalam mempergunakan kebijakan sistem piutang yang berlaku untuk dapat menciptakan keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.
2.
Klasifikasi Piutang Piutang meliputi semua tagihan dalam bentuk uang terhadap perorangan,
badan usaha, atau pihak tertagih lainnya sehingga diharapkan akan tertagih menjadi kas dalam waktu satu tahun yang didalam neraca dicatat sebagai aktiva lancar. Sedangkan jumlah piutang yang tagihanya lebih dari satu tahun harus diungkapkan sebagai investasi dan harus diuangkapkan didalam Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan. Piutang usaha dapat diklasifikasikan berdasarkan pandangan yang berbeda. Istilah piutang meliputi seluruh tagihan uang terhadap individu, organisasi, atau pihak lainnya yang memiliki tagihan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007:451) “Piutang digolongkan kedalam dua (2) kategori yaitu: Piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha
19
timbul karena penjualan produk atau jasa dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara piutang yang timbul di luar kegiatan normal usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.”
3.
Jenis-Jenis Piutang Menurut Kieso (2011:348) jenis piutang dibedakan atas tiga (3) jenis, yaitu :
a.
Piutang Usaha (Account Receivable ) Piutang usaha (Account Receivable) adalah jumlah pembelian secara kredit dari pelanggan. Piutang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa. Piutang ini biasanya diperkirakan akan tertagih dalam waktu 30 sampai 60 hari. Secara umum, jenis piutang ini merupakan piutang terbesar yang dimiliki oleh perusahaan.
b.
Wesel Tagih (Notes Receivable) Wesel Tagih (Notes Receivable) adalah surat utang formal yang di terbitkan sebagai bentuk pengakuan utang. Wesel tagih biasanya memiliki waktu tagih antara 60 sampai 90 hari atau lebih lama serta mewajibkan pihak yang berhutang untuk membayarkan bunga. Wesel tagih dan piutang usaha yang disebabkan karena transaksi penjualan biasa disebut dengan piutang dagang (Trade Account).
c.
Piutang Lain-Lain (Other Receivable) Piutang Lain-Lain (Other Receivable) mencakup selain piutang dagang. Secara umum piutang ini bukan berasal dari kegiatan operaisional perusahaan. Oleh sebab itu, piutang jenis ini akan diklasifikasikan dan dilaporkan pada bagian yang terpisah pada neraca. Contohnya adalah piutang karyawan.
4.
Metode Pencatatan Untuk Kerugian Piutang Menurut Kieso (2011:350) pencatatan untuk kerugian piutang dapat
dilakukan dengan dua (2) metode, yaitu :
20
a.
Metode Penghapusan Langsung Pengguanaan metode ini dipergunakan ketika piutang dagang benarbenar di yakini tidak dapat ditagih lagi. Kelebihan dari metode ini perusahaan dapat mengetahui kapan piutang dagang benar-benar tidak dapat ditagih. Kekurangannya adalah apabila jumlah yang dihapus pada periode pengahapusan piutang memiliki nilai yang besar sehingga jumlah laba menjadi tidak stabil dengan periode-periode sebelumnya.
b.
Metode Penyisihan Metode ini dilakukan dengan cara mengestimasi jumlah piutang yang tidak tertagih pada akhir setiap periode. Hal ini akan memberikan kesesuaian pembebanan di laporan laba rugi dan memastikan penilaian piutang berdasarkan nilai realisasi kas (bersih) di neraca. Nilai realisasi kas (bersih) jumlah bersih piutang yang diperkirakan dapat diterima secara tunai. Jumlah tersebut dapat diketahui melalui pengurangan akun piutang tak tertagih dari nilai piutang. Berikut ini ada 3 (tiga) hal yang berkaitan dengan metode penyisihan : 1. Piutang tak tertagih merupakan estimasi. Nilai estimasi ini diperlakukan 2. Sebagai beban dan dibandingkan terhadap pendapatan pada periode yang sama dimana pendapatan dicatat. 3. Piutang yang diperkirakan tidak dapat di tagih akan didebet ke beban Piutang Tak Tertagih dan di kredit ke Penyisihan Piutang Tak Tertagih melalui jurnal penyesuaian pada setiap akhir periode. 4. Jika ada sejuamlah nilai piutang yang dihapuskan karena memang tidak dapat ditagih, maka akan didebet ke Penyisihan Piutang Tak Tertagih dan dikredit ke Piutang Usaha.
5.
Perputaran Piutang Perputaran piutang merupakan indikator untuk melihat kelancaran piutang
usaha dari suatu perusahaan. Piutang yang merupakan efek dari penjualan secara kredit penting untuk mengetahui berapa kali perusahaan melakukan penagihan terhadap piutangnya dan berapa kali perusahaan mengumpulkan piutangnya dalam satu periode tertentu. Semakin pendek umur piutang maka akan semakin cepat pula perputaran piutangnya.
21
Pendapat mengenai perputaran piutang menurut Munawir (2010:75) mengatakan bahwa : “Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang (Turnover Receivable) yaitu, dengan membagi total penjualan kredit neto dengan piutang rata-rata.” Menurut Bambang (2008:90) definisi perputaran piutang adalah: Periode terikatnya modal dalam piutang yang tergantung kepada syarat pembayaranya. Makin lunak atau makin lama syarat pembayaranya berarti makin lama modal terikat pada piutang yang berarti bahwa tingkat perputarannya selama periode tertentu adalah makin rendah.” Perputaran Piutang Menurut Kasmir (2012:176) perputaran
piutang
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Sedangkan menurut Warren (2012:407) perputaran piutang “Usaha (account receivable turnover) untuk mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”.
C.
Modal Kerja
1.
Pengertian Modal Dalam menjalankan aktifitas setiap perusahaan selalu membutuhkan sejumlah
dana tertentu atau biasa disebut modal. Modal dalam suatu perusahaan mempunyai
22
peranan yang sangat vital, karena dibutuhkan dalam pendirian maupun operasional perusahaan, karena itu berhasil atau tidaknya aktifitas suatu perusahaan salah satunya ditentukan oleh modal. Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki perusahaan. Modal yang dimiliki perusahaan berbeda-beda tergantung dari jenis usaha setiap perusahaan. Maka dari itu dibutuhkan pengolahan modal yang tetap, yaitu pengolahan yang dapat menentukan seberapa besar alokasi dana untuk masingmasing modal sesuai dengan bidang usaha dari perusahaan tersebut. Bambang (2008:18) mengemukakan pengertian modal menurut beberapa pendapat ahli, yaitu sebagai berikut: 1.
Lutge mengartikan modal hanya dalam artian uang (geldcapital).
2.
Schwiedland mengartikan modal dalam bentuk luas, dimana modal meliputi baik modal dalam bentuk uang, (geldcapital), maupun dalam bentuk barang (sachcapital), misalnya mesin.
3.
A mounn J. Von dan Polak, memandang modal kerja sebagai kekuasaan menggunakan atas barang-barang modal yang belum digunakan.
4.
Meiji mengartikan modal sebagai kolektifitas dari barang-barang modal.
5.
Bakker mengartikan modal ialah baik yang berupa barang-barang kongkret yang terdapat dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang-barang itu yang tercatat di sebelah kredit. Berdasarkan pendapat tersebut, modal memiliki pengertian yang berbeda-beda
tergantung kepada sudut pandangnya masing-masing. Apakah dilihat dari sudut pandang ekonomi, modal ini lebih bertitik tolak kepada unsur kekayaan perusahaan.
23
Sedangkan dari sudut pandang pengusaha, modal dapat diartikan sebagai surat berharga seperti modal saham, obligasi, hipotek dan sebagainya. Namun dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan modal adalah kekayaan yang dimiliki perusaan yang dipakai untuk proses produksi lebih lanjut.
2.
Jenis-Jenis Modal Menurut Bambang (2008:18) modal dibagi atas 2 yaitu modal aktif dan modal pasif.
1.
Modal Aktif Berdasarkan cara dan lamanya perputaran , modal aktif terdiri dari: a.
Aktiva lancar, aktifa yang habis dalam satu kali berputar dalam proses produksi, dan proses perputaranya dalam jangka waktu yang pendek.
b.
Aktiva tetap, yaitu aktiva yang mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang panjang.
Berdasarkan fungsi bekerjanya, modal aktif terdiri dari dari:
2.
a.
Modal kerja , yaitu jumlah keseluruhan aktiva lancar
b.
Modal tetap
Modal Pasif Berdasarkan aslanya modal pasif terdiri dari: a.
Modal sendiri, yaitu modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri (cadangan, laba) atau berasal dari pengambilan bagian, peserta atau pemilik.
24
b.
Modal asing, yaitu modal yang berasal dari kreditur, yang ini merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan lamanya penggunaannya,modal pasif terdiri dari: a.
Modal jangka panjang
b.
Modal jangka pendek
Berdasarkan pemaparan tersebut, disimpulkan bahwa modal terdiri dari modal aktif dan modal pasif. Modal aktif terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap jika ditinjau dari cara dan lamanya perputaran, dan modal kerja dan modal tetap jika ditinjau daru fungsi bekerjanya, sednagkan modal pasif dapat dibagi berdasarkan asalnya, yaitu modal sendiri dan modal asing , dan jika dibagi berdasarkan lama penggunaannya modal pasif terdiri dari modal jangka panjang dan modal jangka pendek.
3.
Modal Kerja Modal kerja adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mengembangkan
kegiatannya seperti biasa dalam jangka pendek. Modal kerja mengukur keseimbangann ekuitas perusahaan. Ini adalah alat yang sangat penting untuk analisis internal perusahaan, yang mencerminkan hubungan yang erat dengan operasi bisnis sehari-hari. Modal kerja positif berarti perusahaan memiliki uang tunai lebih dari utang jatuh tempo dalam jangka pendek. Modal kerja negatif berarti perusahaan memiliki mengalami ketidakseimbangan antara aset dan hutang. Menurut Jumingan (2009:66), “modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net working
25
capital). Kelebihan ini merupakan jumlah aktiva lancar yang bersala dari utang jangka panjang dan modal sendiri”. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan kemungkinan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari pada utang jangka pendek dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan usaha di masa mendatang.
4.
Konsep Modal Kerja Terdiri tiga konsep modal kerja yang sama menurut Bambang (2008:57),
yaitu: 1.
Konsep kuantitatif Konsep kuantitatif menitikberatkan pada segi kuantitas dan yang tertanam
dalam aktiva yang masa perputarannya kurang satu tahun. Modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan aktiva lancar berupa kas, piutang-piutang, persediaan, persekot biaya. Oleh karena itu elemen aktiva lancar diperhitungkan sebagai modal kerja tanpa memperhatikan kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, maka modal kerja ini sering disebut modal kerja bruto atau Gross Working Capital. Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja, apakah modal kerja dibiayai dari modal para pemilik, hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek, sehingga dengan modal kerja yang besar tidak mencerminkan margin of safety para kreditur jangka pendek yang besar juga, bahkan modal kerja yang besar menurut konsep ini tidak menjamin kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan.
26
2.
Konsep Kualitatif Pada konsep ini, modal kerja bukan semua aktiva lancar tetapi sudah
mempertimbangkan kewajiban-kewajiaban yang segera harus dibayar. Dengan demikian dana yang digunakan benar-benar khusus digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari tanpa khawatir terganggu oleh pembayaran hutanghutang yang segera jatuh tempo, karena menurut konsep ini hutnag lancar telah di keluarkan dari perhitungan, sehingga modal kerja merupakan selisih antara hutang lancar dan aktiva lancar. 3.
Konsep fungsional Konsep ini lebih menitikberatkan pada fungsi dana dalam menghasilkan
penghasilan langsung atau current income. Dan pengertian modal kerja menurut konsep ini adalah dana yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan current income sesuai dengan tujuan didirikannya perusahaan pada satu periode tertentu. Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan current income, atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan yang disebut non working capital, sehingga besarnya modal kerja adalah: a.
Besarnya kas.
b.
Besarnya persediaan.
c.
Besarnya piutang (yang dikurangi besarnya keuntungan).
d.
Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap. Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah tergolong
dalam modal kerja potensial, dan sebagian dana yang tertanam dalam aktiva tetap yang menghasilkan future income termaksud dalam non working capital.
27
5.
Jenis-Jenis Modal Kerja Menurut W. B. Taylor dalam Martono dan Agus (2007:75) menggolongkan
modal kerja menjadi 2 jenis, yaitu: 1.
Modal kerja permanen (Permanen Working Capital), yaitu modal kerja yang tetap harus ada dalam perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha.
2.
Modal kerja primer (Primary Working Capital), yaitu modal kerja minimum yang harus ada untuk menjamin kelangsungan usaha.
3.
Modal kerja normal (Normal Working Capital), yaitu moal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan laus produksi yang normal.
4.
Modal kerja variabel (Variable Working Capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan.
5.
Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital), yaitu modal kerja yang berubah-ubah karena fluktuasi musim.
6.
Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital), yaitu modal kerja yang jumlah berubah-ubah karena fluktuasi konjungtur.
7.
Modal kerja darurat (Emergency Working Capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
6.
Pentingnya Modal Kerja yang Cukup Modal
kerja
sebaiknya
tersedia
dalam
jumlah
yang
cukup
agar
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami
28
kesulitan keuangan, misalkan dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan kritis atau darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan Menurut Jumingan (2009:67) Manfaat lain dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah sebagai berikut: a.
Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot.
b.
Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
c.
Memugkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.
d.
Menjamin perusahaan memiliki kredit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian, dan sebagainya.
e.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.
f.
Memungkinkan
perusahaan
dapat
memberikan
syarat
kredit
yang
menguntungkan kepada pelanggan. g.
Memnungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan.
i.
Memungkainkan perusahaan mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.
29
Diluar kondisi diatas, yakni adanya modal kerja yang berlebih-lebihan atau terjadinya kekurangan modal kerja, keduanya merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Penyebab timbulnya kelebihan ,modal kerja adalah sebagai berikut: a.
Pengeluaran saham dan obligasi yang melebihi dari jumlah yang diperlukan.
b.
Penjualan aktiva tetap tanpa diikuti penempatan kembali.
c.
Pendapatan atau keuntungan yang diperoleh tidak digunakan untuk membayar dividen, membeli aktiva tetap, atau maksud-maksud lainnya.
d.
Konversi operating asset menjadi modal kerja melalui proses penyusutan, tetapi tidak diikuti dengan penempatan kembali.
e.
Akumulasi dana sementara menunggu investasi, ekspansi, dan lain-lain.
7.
Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja Berapa banyaknya modal kerja yang diperlukan oleh suatu perusahaan. Untuk
menentukan jumlah modal kerja yang diperlukan oleh suatu perusahaan terdapat sejumlah faktor yang perlu dianalisis. Menurut Jumingan (2009:69) Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Sifat umum atau tipe perusahaan.
2.
Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan ongkos produksi per unit atau harga beli per unit barang itu.
3.
Syarat pembelian dan penjualan.
4.
Tingkat perputaran persediaan.
5.
Tingkat perputaran piutang.
30
6.
Pengaruh konjungtur (bussines cycle).
7.
Derajat resiko kemungkinan menurunnya harga jual aktiva jangka pendek.
8.
Pengaruh musim.
9.
Credit rating dari perusahaan.
8.
Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) Modal kerja selalu berputar selama perusahaan menjalankan kegiatan usaha.
Setiap perusahaan apabila mengeluarkan dananya akan berharap dana tersebut dapat kembali berserta keuntungannya melalui kegiatan usaha penjualan barang atau produk. Penerimaan kembali dana atau kasnya tidak bersamaan dengan waktu pengeluarannya. Biasanya diantara pengeluaran dan penerimaan tersebut memerlukan beberapa tahap. Menurut Jumingan (2009:132) “Untuk menguji efisiensi penggunaan modal kerja, (working capital turnover), yakni rasio antara penjualan dengan modal kerja. Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan neto yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja”. Dari hubungan antara penjualan neto dengan modal kerja tersebut dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja rendah. Menurut Jumingan (2009:66) modal kerja sebagai berikut : “Modal kerja adalah kelebihan asset lancar terhadap utang jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net working capital). Kelebihan ini merupakan jumlah asset lancar yang berasal dari utang jangka panjang dan modal sendiri”.
31
Perputaran modal kerja yang rendah menunjukan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya turnover persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar.
9.
Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar
adalah sebagai berikut: 1.
Pengeluaran biaya jangka pendek dan pembayaran utang-utang jangka pendek (termasuk utang dividen).
2.
Adanya pemakaian prive yang berasal dari keuntungan (pada
perusahaan
perseorangan dan persekutuan). 3.
Kerugian usaha atau kerugian insidentil yang memerlukan pengeluaran
kas.
4.
Pembentukan dana untuk tujuan tertentu seperti dana pensiun pegawai, pembayaran bunga obligasi yang telah jatuh tempo, penempatan kembali aktiva tidak lancar.
5.
Pembelian tambahan aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan investasi jangka panjang.
6.
Pembayaran utang jangka panjang dan pembelian kembali saham perusahaan.
32
Transaksi-transaksi yang mengakibatkan perubahan bentuk aktiva lancar tetapi tidak mengubah jumlah aktiva lancar adalah: a.
Pembelian tunai surat-surat berharga.
b.
Pembelian tunai barang-barang dagangan.
c.
Perubahan suatu bentuk piutang ke bentuk piutang lainnya, misalnya
dari
piutang dagang menjadi piutang wesel. Apabila didasarkan pada data neraca, perubahan modal kerja (dalam pengertian modal kerja neto) pada prinsipnya karena pengaruh dari perubahan unsurunsur rekening tidak lancar (noncurrent accounts). Perubahan unsur-unsur rekening tidak lancar yang mempunyai pengaruh memperbesar modal kerja (neto) adalah: 1.
Berkurangnya aktiva lancar
2.
Bertambahnya utang jangka panjang
3.
Bertambahnya modal saham
4.
Adanya keuntungan dari operasi perusahaan Adapun perubahan unsur-unsur rekening tidak lancar mempunyai pengaruh
memperkecil modal kerja (neto) adalah: 1.
Bertambahnya aktiva tidak lancar
2.
Berkurangnya utang jangka panjang
3.
Berkurangnya modal saham
4.
Pembayaran dividen tunai
5.
Adanya kerugian dalam operasi perusahaan
33
D.
Penelitian Terdahulu (Studi Empiris)
1.
Penelitian Rahmat Agus (2008) Penelitian Rahmat Agus (2008) menguji Pengaruh Perputaran Piutang dan
Pengumpulan Piutang Terhadap Rasio Kas. Perputaran Piutang, Pengumpulan Piutang, Rasio Kas. Analisis Regresi Sederhana. Perputaran Piutang dan Pengumpulan Piutang secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Rasio Kas perusahaan. 2.
Muhammad Nur (2008) Muhammad Nur (2008) menguji Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap
Likuiditas (Rasio Kas). Perputaran Piutang, Likuiditas (Rasio Kas). Analisis Regresi Sederhana. Perputaran Piutang berpengaruh signifikan terhadap Rasio Kas. 3.
Debora Siahaan (2010) Debora Siahaan (2010) menguji Analisis Penerapan kebijakan piutang serta
pengaruhnya terhadap Cash Rasio. Perputaran Piutang Usaha, Rasio Kas. Analisis Regresi Sederhana. Receivable TurnOver
tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap Cash Rasio. 4.
Penelitian Novitasari (2005) Penelitian Novitasari (2005) menguji Pengaruh tingkat perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas. Unit penelitiannya adalah Unit simpan pinjam KOPTI Kodya Bandung. Dalam penelitiannya hasil koefisien korelasi didapat derajat
34
hubungan yang positif yang kuat antara variabel X (tingkat perputaran piutang) dengan variabel Y (tingklat likuiditas). 5.
Penelitian Widi Sariningsih (2007) Penelitian Widi Sariningsih (2007) menguji Pengaruh perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas. Unit penelitiannya adalah PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) Bandung. Dalam penelitiannya
menunjukan bahwa terdapat
pengaruh antara Perputaran Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas. Tingkat keeratan hubungan (korelasi) kedua variabel sangat erat, yaitu r = 0,783 dengan nilai korelasi positif. Maksudnya adalah bila perputaran piutang semakin cepat, maka tingkat likuiditas meningkat, begitu juga dengan sebaliknya. Tingkat pengaruh yang terjadi adalah sebesar 61,3 % dan sisanya sebesar 38,7% dipengaruhi oleh faktor lain. 6.
Penelitian Debbianita (2012) Penelitian Debbianita (2012) menguji Pengaruh perputaran piutang dan
perputaran modal kerja terhadap tingkat likuiditas. Unit penelitiannya adalah Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdapat di Bursa Efek Jakarta (BEI) tahun 2008-2011. Dalam penelitian ini mengahasilkan kesimpulan bahwa perputaran piutang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat likuiditas serta terdapat pengaruh yang signifikan perputaran modal kerja terhadap likuiditas. Dalam penelitian ini menghasilkan nilai signifikasi untuk perputaran likuiditas yaitu sebesar 0,302 lebih besar daripada taraf signifikansi 0,05, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran piutang dan tingkat likuiditas dan nilai signifikansi untuk perputaran modal kerja yang diperoleh sebesar
35
0,007 lebih kecil daripada taraf signifikansi 0,05, artinya perputaran modal kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap likuiditas. 7.
Penelitian Ahmad Fanny Farhan (2005) Ahmad Fanny Farhan (2005) menguji Pengaruh Perputaran Modal Kerja
Terhadap Tingkat Likuiditas. Perputaran Piutang, Likuiditas. Analisis Regresi Sederhana. Perputaran Modal Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat likuiditas.
Tabel 2.1 Studi Empiris Dengan Penelitian Terdahulu
o
Peneliti
1. Rahmat
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Agus Santoso (2008)
Perputaran Piutang, Perputaran Piutang dan Pengumpulan Pengumpulan Piutang, Piutang secara bersama-sama Rasio Kas berpengaruh signifikan terhadap Rasio Kas perusahaan
2.
Muhammad Nur (2008)
Perputaran Piutang, Likuiditas (Rasio Kas)
3.
Debora Siahaan (2010)
Piutang Receivable TurnOver tidak mempunyai Perputaran Usaha, Rasio Kas pengaruh signifikan terhadap Cash Rasio
4.
Widi Sariningsih (2007)
Tingkat perputaran piutang Dan Tingkat likuiditas
Terdapat pengaruh antara Perputaran Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas.
5.
Novitasari (2005)
Tingkat perputaran piutang dan Tingkat likuiditas
Terdapat hubungan yang postif yang kuat antara tingkat perputaran piutang dengan tingkat likuiditas,
Perputaran Piutang berpengaruh signifikan terhadap Rasio Kas
36
6.
Debbianita (2012)
perputaran Tingkat piutang, perputaran Modal Kerja dan Tingkat likuiditas
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas serta terdapat pengaruh yang signifikan antara modal kerja terhadap likuiditas
7.
Akhmad Fanny Farhan (2005)
Tingkat perputaran kerja dan modal Tingkat likuiditas
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran modal kerja terhadap tingkat likuiditas,
E.
Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis
1.
Kerangka Pemikiran Perkembangan dan pertumbuhan suatu perusahaan dapat dicapai melalui
perluasan volume penjualan. Untuk meningkatkan volume penjualan maka perusahaan melakukan penjualan kredit dalam rangka meraih pelanggan. Penjualan kredit yang diterapkan perusahaan menimbulkan piutang. Dengan adanya piutang, maka aliran kas perusahaan akan tertahan hal ini berarti aliran kas masuk akan tertahan juga hingga piutang dagang dapat tertagih pada saat sebelum atau sesudah jatuh tempo, selain itu piutang dagang mengandung resiko tidak tertagih yang nantinya dapat merugikan perusahaan. Perputaran piutang menurut Martono (2002:75) adalah “Rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang tertanam dalam piutang berputar dalam periode tertentu yaitu dengan membagi total penjualan kredit (netto) dengan piutang rata–rata”. Semakin cepat perputaran piutang, semakin efektif perusahaan dalam mengelola piutangnya. Tingkat perputaran atau
37
receivable turnover dapat diketahui dengan cara membagi penjualan kredit dengan jumlah rata – rata piutang”. Adapun pengertian dari perputaran piutang adalah seperti yang dinyatakan Menurut Lukman (2007 : 254) mendefinisikan perputaran piutang sebagai berikut : “Perputaran piutang merupakan rasio perbandingan antara jumlah penjualan kredit selama periode tertentu dengan piutang rata – rata.’’
Dana yang diinvestasikan dalam piutang diharapkan akan kembali dalam waktu yang cepat sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek. Agar penjualan secara kredit berjalan lancar maka diperlukan suatu aktivitas penagihan yang terencana untuk menjamin kelangsungan operasional perusahaan. Jika perusahaan sanggup mempercepat perputaran piutang, maka waktu terikatnya modal pada piutang akan lebih pendek dan hal ini berarti memperkecil kemungkinan resiko tidak dilunasinya piutang. Dana yang masuk ke kas perusahaan dari penagihan piutang dapat digunakan untuk melunasi kewajiban perusahaan. Oleh karena itu jika perputaran piutang semakin cepat maka perusahaan akan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya termasuk membayar hutang jangka pendeknya (likuiditas), hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh : Jopey (2008:53) bahwa ”Bila seluruh piutang dagang dapat tertagih tepat waktu dan memiliki jangka waktu yang relatif pendek, maka perusahaan akan lebih likuid”.
38
Teori tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2005:60) yaitu : Pengaruh tingkat perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas pada USP KOPTI Kodya Bandung adalah sebesar 53,29% dan memiliki tingkat hubungan kuat sebesar 0,73. Dengan kata lain tingkat perputaran piutang berpengaruh positif terhadap tingkat likuiditas. Berarti hipotesis yang diajukan, yaitu tingkat perputaran piutang berpengaruh positif terhadap tingkat likuiditas terbukti kebenarannya atau dapat diterima. Selain penelitian diatas, didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Widi (2007:94) yaitu : Peningkatan Likuiditas disebabkan oleh kenaikan perputaran piutang. Hal ini dapat diketahui dengan melihat bahwa seberapa cepat perputaran piutang dapat meningkatkan atau menurunkan likuiditas. Hal ini dikarenakan perputaran piutang mencerminkan seberapa cepat piutang dapat dikonversi menjadi kas. Dengan demikian semakin cepat perputaran piutang maka akan meningkatkan likuiditas. Pada umumnya perusahaan harus dapat mempertahankan jumlah aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar agar dapat memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek ini dikenal dengan istilah likuiditas. Sedangkan Lukman (2007:41) menjelaskan bahwa: Likuiditas merupakan indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkaitan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
39
Rasio likuiditas pada dasarnya merupakan perhitungan rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan pada masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya dimasa depan. Jika suatu perusahaan hanya mementingkan laba semata dan mengabaikan tingkat likuiditas maka perusahaan tidak akan mampu memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang pada akhirnya akan menyulitkan perusahaan dalam menyelenggarakan kegiatan operasional perusahaan. Sebaliknya apabila perusahaan terlalu likuid maka hal ini juga akan merugikan perusahaan karena berarti ada dana yang menganggur di dalam perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka piutang sebagai salah satu elemen modal kerja dan unsur aktiva lancar yang likuid dapat mempengaruhi tingkat likuiditas yang dicapai perusahaan. Penambahan dan pengurangan jumlah piutang akan mempengaruhi tingkat likuiditas yang dicapai perusahaan. Likuiditas pada dasarnya merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar, maka jumlah piutang yang besar akan mengakibatkan jumlah aktiva lancar yang besar pula. Jika aktiva lancar bertambah sementara di sisi lain jumlah hutang lancar tetap maka hal ini akan meningkatkan likuiditas perusahaan. Pengendalian atas piutang tersebut sangat penting, untuk mengatasi resikoresiko yang timbul. Resiko yang seringkali timbul diantaranya terlalu besarnya modal kerja yang tertanam dalam piutang, keterlambatan dalam pelunasan piutang, bahkan resiko tidak dibayarnya sebagian atau seluruh piutang yang bisa menyebabkan adanya piutang tidak tertagih dan penghapusan piutang. Untuk mengantisipasi resiko-resiko tersebut diatas maka dilakukan suatu aktivitas penagihan yang berkala
yang dilakukan oleh bagian bendahara dan
40
penagihan apabila pembayaran tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan agar perputaran piutangnya lebih cepat karena dengan adanya resiko-resiko diatas bisa memperlambat perputaran piutang. Karena tingkat perputaran piutang memberikan gambaran mengenai berapa cepat piutang dapat dikonversi menjadi uang kas.
2.
Model Konseptual Berdasarkan uraian kerangka pemikran diatas, maka dapat digambarkan
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Pengaruh Perputaran Piutang, Perputaran modal Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan
3.
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
41
Berdasarkan uraian di atas penulis mengambil kesimpulan sementara dalam memecahkan masalah tersebut di atas. Maka penulis membuat hipotesis bahwa perputaran piutang berpengaruh terhadap tingkat likuditas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode yahun 2010-2013 Rahmat dan Nur (2008) meneliti tentang pengaruh perputaran piutang dan pengumpulan piutang terhadap likuiditas perusahaan. Populasi yang digunakan yaitu neraca, daftar penjualan kredit, laporan laba rugi CV. Bumi Sarana Jaya Gresik. Sampel yang digunakan adalah laporan keuangan CV. Bumi Sarana Jaya Gresik tahun 2001–2005. Variabel dependennya adalah likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan cash ratio
sedangkan variabel independennya menggunakan
perputaran piutang dan pengumpulan piutang. Untuk mengadakan pengolahan data digunakan analisis regresi linier dan untuk menguji hipotesis penelitian adalah dengan menggunakan Uji F dan Uji T. Uji F untuk melihat significant tidaknya pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat, sedangkan uji T untuk menguji tingkat significancy antara variabel bebas dan variabel terikat secara parsial. Adapun hasil dari penelitian tersebut bahwa perputaran piutang dan pengumpulan piutang secara simultan berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan CV. Bumi Sarana Jaya dan perputaran piutang dan pengumpulan piutang secara parsial berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan CV. Bumi Sarana Jaya. Debbianita (2012) meneliti pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas perusahaaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2008-2011. Dimana variabel dependennya adalah likuiditas perusahaan yang dihitung menggunakan rasio lancar, quick ratio dan cash
42
ratio sedangkan variabel independen yang digunakan ada dua yaitu perputaran piutang. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif atau analisis statistik sedangkan pengolahan data menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan pengolahan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang sigifikan antara perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). H1: Perputaran piutang berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan
Nurhafni (2009) meneliti pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap return on equity (ROE) perusahaan consumer goods industry di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 36 perusahaan. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan pendekatan purposive sampling method. Metode analisis data menggunakan uji regresi berganda setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi yang disesuaikan. Hasil penelitian berdasarkan uji hipotesis menunjukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap return on equity (ROE) perusahaan consumer goods industry di Bursa Efek Indonesia. Hasil koefisien determinasi yang disesuaikan tersebut menunjukkan sebesar 25,6% variasi variabel modal kerja dan perputaran modal kerja perusahaan consumer goods industry di Bursa Efek Indonesia memiliki kekuatan dalam mengestimasi return on equity (ROE) sedangkan sisanya 74,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel modal kerja dan perputaran modal kerja.
43
Akhmad Fanny Farhan (2005) meneliti pengaruh perputaran modal kerja terhadap tingkat likuiditas studi survei pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Objek dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan telekomunikasi yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta kurun waktu 2002–2004. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan survei dan teknik pengumpulan data dengan metode pengumpulan data historis. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat likuiditas perusahaan yang diukur menggunakan rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas. Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah perputaran modal kerja. Untuk pengujian hipotesis, uji statistik yang digunakan dalah uji korelasi product moment, uji koefisien determinasi dan uji signifikansi korelasi product moment. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran modal kerja terhadap tingkat likuiditas perusahaan. H2: Perputaran modal kerja berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan.