BAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Definisi dan Teori Perpipaan
2.1.1
Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik
ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan suatu media berupa pipa. Gabungan dari pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif panjang dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu plant ke plant lainnya disebut pipeline.
2.1.2
Teori Dasar Tegangan Pipa Dalam menerapkan kode standar desain, perancangan sistem perpipaan
harus memenuhi prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Sebuah pipa dinyatakan rusak atau gagal jika tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan batas material yang diijinkan. Tegangan dalam yang terjadi pada pipa di sebabkan oleh tekanan dari dalam pipa, beban luar seperti berat mati dan pemuaian thermal, dan bergantung pada bentuk geometri pipa serta jenis material pipa. Sedangkan tegangan batas lebih banyak di tentukan oleh jenis material dan metode produksinya. Tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki nilai, juga memiliki arah. Nilai dari tegangan di definisikan sebagai gaya (F) per satuan luas (A). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah sumbu prinsipal pipa dibuat saling tegak lurus seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini: II-1
BAB II LANDASAN TEORI
2.2
Prinsip Tegangan pada Pipa Dalam menerapkan kode standar disain di sistem perpipaan harus
memahami prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Sebagai contoh, sebuah pipa dinyatakan rusak apabila tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan batas material pipa yang di ijinkan. Dari contoh yang sederhana ini ada dua istilah yang wajib di pahami dengan benar, yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan batas yang diizinkan.
Tegangan dalam pada pipa di karenakan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa. Untuk tegangan batas/ijin, lebih di tentukan oleh jenis material dan metode produksinya. Dalam pembahasan kode standar ini kita harus membedakan pengertian tegangan pipa menjadi: •
Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan strain gauge atau perhitungan analisis secara manual maupun dengan piranti lunak komputer.
•
Tegangan
pipa kode,
yaitu
tegangan hasil
perhitungan
dengan
menggunakan persaman tegangan yang tertera dalam kode standar tertentu. Tegangan termasuk besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memerlukan arah. Nilai dari tegangan di definisikan sebagai gaya (F) per satuan luas (A). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah
II-2
BAB II LANDASAN TEORI
sumbu prinsip pipa di buat saling tegak lurus seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Arah tegangan pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.5)
Sumbu ini terletak di bidang tengah dinding pipa dan salah satu arahnya yang sejajar dengan panjang pipa disebut sumbu longitudinal. Sumbu yang tegak lurus terhadap dinding pipa dengan arah bergerak dari pusat menuju luar pipa di sebut sumbu radial. Sumbu yang sejajar dengan dinding pipa tapi tegak lurus dengan sumbu aksial disebut sumbu tangensial atau circumferensial
2.2.1
Tegangan Dalam Prinsipal Pada Pipa
Tegangan dalam pipa dapat di uraikan berdasarkan arahnya sesuai dengan arah sumbu sebagai berikut :
II-3
BAB II LANDASAN TEORI
1. Tegangan Longitudinal Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu longitudinal disebut tegangan longitudinal (SL) atau tegangan aksial. Nilai tegangan ini di nyatakan positif jika tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik dan negatif jika tegangannya berupa tegangan tekan (kompresi). Tegangan longitudinal pada sistem pipa di sebabkan oleh gaya-gaya aksial, tekanan dalam pipa, dan momen lentur.
1.1
Akibat Gaya Dalam Arah Aksial SL =
Fax Am
dengan : Fax
= gaya dalam aksial (N/mm2)
Am
= luas penampang pipa (mm2) =
dm
Π . d
.t
= diameter rata-rata pipa (mm) = (d i + d 0 ) / 2
di
= diameter dalam pipa (mm)
do
= diameter luar pipa (mm)
II-4
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.2 Arah gaya dalam pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.5)
1.2
Akibat Tekanan Dalam Pipa (Pressure gauge): SL =
P. Ai Am
Dengan : P
= tekanan dalam pipa (N/mm2)
Ai
= luas penampang dalam pipa (mm2) =
Π.d i2 / 4
Jadi tegangan longitudinal karena tekanan dalam pipa adalah : Sl =
P.d 0 4.t
Gambar 2.3 Arah tegangan longitudinal pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.6)
II-5
BAB II LANDASAN TEORI
1.3
Akibat Momen Lendutan (Bending Moment): Sl =
M b .c I
Dengan : Mb
= momen lentur (N/mm2)
C
= jarak dari sumbu netral ke suatu titik pada pipa (mm)
I
= momen inersia penampang pipa = Π (d 02 + d i2 ) / 64
Tegangan ini di sebut sebagai tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini paling besar pada permukaan terluar pipa, yaitu pada y = Ro, sehingga :
Sl =
M b . R0 M b = I Z
Dengan : Ro
= jari-jari luar pipa (mm)
Z
= Modulus penampang (section modulus)
=
I R0
II-6
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.4 Arah momen lentur pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.7)
1.4
Tegangan Longitudinal keseluruhan menjadi :
Sl =
Fax P.d 0 M b + + Am Z 4.t
Sl =
Fax P.d 0 M b + + + SB ≤ SH Am 4.t Z
Gambar 2.5 Arah tegangan longitudinal keseluruhan pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.7)
II-7
BAB II LANDASAN TEORI
2.
Tegangan Circumferencial (Hoop) Tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu circumferensial di sebut
tegangan circumferensial atau tegangan tangensial atau tegangan hoop (SH). Tegangan ini di sebabkan oleh tekanan dalam pipa dan besarnya bervariasi tergantung pada tebal dinding pipa. Untuk pipa berdinding tipis di gunakan rumus sebagai berikut :
SH =
P.d 0 2.t
Gambar 2.6 Arah tegangan hoop (circumferensial) pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.8)
3.
Tegangan Radial Besar tegangan ini bervariasi dari permukaan dalam pipa ke permukaan
luarnya. Oleh tekanan internal tegangan radial maksimum terjadi pada permukaan dalam pipa dan tegangan minimum terjadi pada permukaan luarnya. Oleh karena itu tegangan ini biasanya diabaikan.
S R = P.
1 2 ro − ri 2
⎛ r 2 .r 2 .⎜⎜ ri 2 − i 2 o r ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
II-8
BAB II LANDASAN TEORI
Karena jika r = ro yang artinya tegangan
maka SR = 0 dan jika r = ri
radial
maka SR = -P
= 0 pada titik di mana tegangan lentur
maksimal, sehingga tegangan ini biasanya di abaikan.
Gambar 2.7 Tegangan radial pada pipa Referensi : (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.8)
4.
Tegangan Geser Tegangan geser adalah tegangan yang arahnya paralel dengan penampang
pipa. Tegangan ini terjadi jika dua atau lebih tegangan normal yang diuraikan di atas bekerja pada satu titik. Tegangan geser pada sistem pipa antara lain akibat gaya dari tumpuan pipa (pipe support) dikombinasikan dengan momen bending. 4.1 Akibat Gaya Geser
τ max =
V .Q Am Dengan : Q
= faktor bentuk tegangan geser
II-9
BAB II LANDASAN TEORI
= 1,33 untuk silinder solid V
= gaya geser / gaya lintang
Tegangan ini maksimum di sumbu netral dan nol pada titik dimana tegangan lentur maksimum yaitu pada permukaan luar dinding pipa. Maka tegangan ini biasanya sangat kecil dan biasanya di abaikan.
Gambar 2.8 Arah tegangan akibat gaya geser pada pipa (Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.8)
4.2 Akibat Momen Puntir (MT = Torsional Moment)
τ =
MT 2.Z
Tegangan ini maksimum pada titik yang sama di mana tegangan lentur mencapai maksimal.
Gambar 2.9 Arah momen puntir pada pipa Referensi : Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.9
II-10
BAB II LANDASAN TEORI
Rangkuman formulasi tegangan pipa
5.
Sl =
Fax P.d 0 M b + + Am Z 4.t
-
Tegangan longitudinal
-
Tegangan hoop
=
SH =
-
Tegangan geser
=
τ =
P.d 0 2.t
MT 2.Z
Kombinasi Tegangan Pada Dinding Pipa
Gambar 2.10 Arah kombinasi tegangan pada dinding pipa Referensi : Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.10
Dari teori mekanika tegangan dalam tiga di mensi berlaku prinsip tegangan orthogonal yang menyatakan: S L+ S H + S R = S 1 + S 2 + S 3 Dengan S1 > S2 > S3 Dan juga berlaku τ max =
1 ( S1 − S 3) 2
Nilai dari S1 dan S3 dapat di tentukan dengan bantuan lingkaran Mohr. Dalam sistem tegangan 2 dimensi di mana salah satu komponen tegangan
II-11
BAB II LANDASAN TEORI
[( S L − S H ) / 2]
S1 = ( S L + S H ) / 2 +
2
+τ 2
prinsip di abaikan (dalam kasus tegangan pipa SR =0) maka berlaku lingkaran Mohr sebagai berikut :
S1 = ( S L + S H ) / 2 −
τ max =
[( S L − S H ) / 2]2 + τ 2
[( S L − S H ) / 2]2 + τ 2
Gambar 2.11. Lingkaran Mohr Referensi : Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.11
2.3
Analisa Kegagalan Dalam suatu rekayasa teknik, hal yang mendasar adalah menentukan batasan
tegangan yang
menyebabkan kegagalan dari
material tersebut.
Dalam
menggunakan teori kegagalan yang terpenting adalah menentukan tegangan utama (principal stress). Tegangan yang telah di hitung di bandingkan dengan tegangan
II-12
BAB II LANDASAN TEORI
yang di ijinkan oleh kekuatan material yang di dapat dari hasil pengujian. Jika tegangan yang dihitung melebihi tegangan yang di ijinkan oleh material, kegagalan dari material akan terjadi. Ada beberapa macam mode kegagalan yang bisa terjadi pada suatu sistem perpipaan. Untuk melawan mode kegagalan tersebut dengan melaksanakan stress analysis berdasarkan ketentuan dan aturan dalam dunia perpipaan. Dua macam mode kegagalan yang biasa terjadi pada pipa adalah sebagai berikut: •
Kegagalan karena tegangan yield (material melebihi deformasi plastis)
•
Kegalalan karena fracture (material patah atau fails sebelum sampai batas tegangan yieldnya): -
Brittle Fracture: Terjadi pada material yang getas (mudah pecah atau patah)
-
Fatigue (kelelahan): Disebabkan oleh adanya beban yang berulang.
Teori maximum principal stress adalah yang di gunakan dalam ASME B31.3 sebagai dasar teori untuk analisa pipa. Nilai maksimum atau minimum dari normal stress bisa di sebut sebagai principal stress. Selanjutnya tegangan (stress) dapat di kelompokkan menjadi 3 kategori yaitu: •
Primary Stresses Terjadi karena respon dari pembebaban (statis dan dinamis) untuk memenuhi persamaan antara gaya keluar dan gaya ke dalam, serta
II-13
BAB II LANDASAN TEORI
gaya momen dari sebuah sistem pipa. Primary stresses are not selflimiting. •
Secondary Stresses Terjadi karena perubahan displacement dari struktur yang terjadi karena thermal expansion dan atau karena perpindahan posisi tumpuan. Secondary stresses are self-limiting.
•
Peak Stresses Tidak seperti kondisi pembebanan pada secondary stress yang menyebabkan distorsi, peak stresses tidak menyebabkan distorsi yang signifikan. Peak stresses adalah tegangan tertinggi yang bisa menyebabkan terjadinya kegagalan kelelahan (fatigue failure).
2.4
Tegangan Izin (Allowable Stress) Tegangan izin ini di buat untuk menanggulangi kegagalan yang terjadi
pada sistem perpipaan. Berdasarkan ASME B31.8, paragraf 84.1.1.(a) allowable stress untuk pipeline adalah sebagai berikut : Allowable Code
Load
Stress
Operating
90% SMYS
Occasional
90% SMYS
Hydrotest
100% SMYS
Sustained
90% SMYS
Tabel 2.1 Allowable Stresses Referensi ASME B31.8, paragraf 84.1.1.(a)
II-14
BAB II LANDASAN TEORI
2.5
Macam – Macam Beban Dalam Sistem Perpipaan Secara umum, dalam sistem perpipaan terdapat bermacam-macam beban, yaitu: - Beban Operasi (OPE) adalah beban yang terjadi pada system perpipaan selama operasi meliputi beban sustaine dan termal. - Beban sustain atau sustain load (SUS) Beban sustain merupakan beban yang terjadi secara terus-menerus selama sistem perpipaan beroperasi secara normal. Contoh beban sustain adalah beban berat dan beban tekanan. - Beban occasional (OCC) Beban occasional merupakan beban yang kadang-kadang terjadi selama sistem perpipaan beroperasi secara normal. Yang termasuk beban occasional adalah angin, gempa bumi, pengoperasian relief valve, dan getaran.
Kombinasi pembebanan dapat di tunjukkan seperti berikut ini :
Load Case Condition
Load Combination
Hydrotest (HYD)
WW + HP
Operating (OPE)
W + T1 + P1
Operating (OPE)
W + T1 + P1+U1
Sustained (SUS)
W + P1
Occasional (OCS)
W + T1+U1
II-15
BAB II LANDASAN TEORI
Dengan : WW : Water-filled Pipe Weight HP : Hydrotest Pressure
2.6
W
: Fully Liquid Content Pipe Weight
T1
: Operating Temperature
P1
: Design Pressure
Standarisasi dalam Sistem Perpipaan Layak atau tidaknya suatu rancangan sistem perpipaan harus di perhatikan secara seksama. Kelayakan suatu rancangan sistem perpipaan dari segi mekanikal di ketahui dengan melakukan analisa yang telah di tetapkan dalam suatu standar yang di pakai dalam sistem perpipaan. Standarisasi dalam sistem perpipaan ada untuk menjamin keamanan sistem itu. Standar ataupun kode yang di gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah: • B31.3 Process Piping, standar dalam sistem perpipaan yang umum di gunakan pada kilang-kilang minyak, bahan-bahan kimia, tekstil dan pabrik proses yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. • B31.8 Gas Transportation and Distribution Piping System, standar sistem perpipaan yang di gunakan dalam sistem perpipaan yang memiliki fungsi untuk mengalirkan produk gas antara sumber gas dan terminal-terminal, atau stasiun- stasiun.
II-16
BAB II LANDASAN TEORI
• API 5L Specification for Line pipe. • Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.pe/1997 Tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi Pada sistem perpipaan, struktur perpipaan harus di tumpu sedemikian rupa sehingga beberapa tujuan dapat tercapai, yaitu: 1.
Tidak terjadi tegangan dalam pipa yang melebihi batas tegangan yang di izinkan.
2.
Tidak terjadi kebocoran pada sambungan-sambungan.
3.
Tidak terjadi gaya dorong atau momen yang terlalu besar pada equipment (seperti turbin dan bejana tekan) yang tersambung pada pipa.
4.
Tidak terjadi tegangan yang terlalu besar pada tumpuan.
5.
Tidak terjadi lendutan pipa yang terlalu besar di perpipaan yang memerlukan kemiringan untuk drainase.
Support atau penyangga ada beberapa tipe, antara lain adalah tipe restrain dan variable support. Restrain
biasa di pakai untuk mengatasi beban sustain
yang berlebih, sedangkan variable support
pada umumnya di pakai untuk
mengatasi beban termal, occasional maupun kombinasi dari dua beban itu.
II-17
BAB II LANDASAN TEORI
Jenis- jenis
support
yang di sediakan oleh perangkat lunak (program)
antara lain :
Gambar 2.12. Tipe pipe support Referensi : Analisa Tegangan Pipa PT Tijara Pratama hal.11
II-18
BAB II LANDASAN TEORI
2.7
Perangkat Bantu Program CAESAR II .5.10 Untuk Analisa Tegangan Pipa. Caesar merupakan sebuah program komputer yang memiliki fungsi
untuk menganalisa tegangan pipa. Program ini juga merupakan alat teknik yang umum di gunakan untuk disain mekanik dan analisa sistem perpipaan, khususnya analisa tegangan.
Dalam pemakaiannya, pengguna program Caesar membuat sebuah model sistem perpipaan yang menggunakan elemen balok sederhana dan menjelaskan kondisi beban yang di berikan oleh sistem perpipaan. Dengan masukan
ini,
program Caesar memberikan hasil dalam bentuk perpindahaan beban-beban dan tegangan yang melalui sistem. Sebagai tambahan, program Caesar juga dapat membandingkan hasil tersebut dengan kode maupun standar yang di pakai dalam sistem perpipaan itu.
2.7.1 Aplikasi CAESAR II Program Caesar sering di gunakan untuk disain mekanis pada sistemsistem perpipaan. Sistem perpipaan dengan media bertemperatur tinggi (panas) memberikan sebuah tantangan unik bagi seorang pipe stress engineer, struktur yang tak beraturan mengalami regangan (strain) yang besar sehingga harus di bebani oleh sistem perpipaan, penyangga (support) dan perlengkapan lainnya. Struktur harus memenuhi syarat yaitu cukup kaku untuk menopang beratnya sendiri dan cukup fleksibel untuk menerima perubahan suhu.
II-19
BAB II LANDASAN TEORI
Beban-beban perpindahan maupun tegangan-tegangan ini dapat di perkirakan atau di hitung melalui analisa model perpipaan Caesar. Untuk menambah maupun memperbaiki disain analisa, program Caesar bekerjasama dengan banyak batasan-batasan pada sistem ini dan perlengkapan yang di ikut sertakan. Batasan-batasan ini pada dasarnya di rumuskan oleh badan-badan engineering seperti DIN, ASME B31 Comittees, ASME Section VIII, dan Welding Research council, oleh pembuat peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pipa (API, NEMA). Program Caesar tidak hanya terbatas pada analisa suhu tetapi juga memiliki kemampuan dalam pemodelan dan analisa beban statis dan dinamik, oleh karena itu Caesar bukan hanya sebuah alat untuk mendisain sistem perpipaan baru tapi juga dapat di gunakan untuk mengatasi troubleshooting dan mendisain ulang sistem perpipaan yang sudah ada. Di sini kita dapat menentukan alasan kegagalan dan mengevaluasi kelangkaan kondisi operasi yang tak terantisipasi seperti fluida atau getaran mekanik yang di sebabkan oleh peralatan.
2.7.2
Pemodelan Sistem Perpipaan Pada
umumnya,
tahap-tahap
di
bawah
ini
di gunakan
dalam
permodelan sistem perpipaan yaitu: 2.7.2.1 Pendefinisian sistem unit Sistem unit harus ditentukan terlebih dahulu sebelum model sistem perpipaan dibuat. Tujuan dari ini adalah agar program mengetahui sistem unit yang akan digunakan dalam permodelan. Di bawah ini adalah gambar
II-20
BAB II LANDASAN TEORI
tampilan layar Input dengan sistem unit yang telah di definisikan sebelumnya.
Gambar 2.13. Tampilan Layar Input Units System Referensi : Program CAESAR II.5.10
2.7.2.2 Identifikasi Pipa Identitas, macam, atau jenis pipa yang digunakan dalam suatu sistem perpipaan seringkali bervariasi. Maka dari itu setiap identitas pipa wajib untuk di definisikan secara jelas dalam setiap membuat model sistem perpipaan agar tidak terjadi kekeliruan di masa mendatang. Dalam membuat model sistem perpipaan, program akan meminta Input identitas tersebut dengan munculnya layer Input identitas seperti gambar di bawah
II-21
BAB II LANDASAN TEORI
ini:
Gambar 2.14. Tampilan Layar Input Identifikasi Pipa Referensi : Program CAESAR II
2.7.2.3 Data beban operasi Dalam memasukan data beban operasi, ada acuan-acuan yang harus di ikuti. Cara memasukan data beban operasi dapat di lakukan melalui dialog box seperti terlihat pada gambar berikut :
II-22
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.15. Layar Input Data Beban Operasi Referensi : Program CAESAR II
2.7.2.4
Membuat Model. Setelah data-data utama selesai di masukkan, maka kita dapat memulai
untuk membuat model sistem perpipaan. Pembuatan model sistem perpipaan dalam program di lakukan dengan memasukkan angka koordinat-koordinat point. Point acuan pada segmen yang pertama, secara default akan di beri nama poin node 10. Jika di kehendaki oleh user, nama point tersebut dapat di ubah.
II-23
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.16. Tampilan Pemodelan Pipa Referensi : Program CAESAR II
2.7.2.5
Pemeriksaan Kesalahan pada Model Jika semau model sistem perpipaan telah selesai di buat, maka perlu di lakukan pengecekan sebelum di lanjutkan ke tahap analisa. Pengecekan ini wajib di lakukan dan menggunakan salah satu menu yang tersedia pada program. Jika model yang dibuat sudah benar maka tidak ada error messages dan warning messages yang tampil setelah pengecekan, jika ada kegagalan dalam model, pada kolom error dan warning akan berwarna merah dan ada tanda centang, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
II-24
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.17. Layar Input Pemeriksaan Model Referensi : Program CAESAR II .5.10
2.7.2.6
Analisis Statik Model Setelah pada model di pastikan tidak terdapat error message dan warning message, maka model siap untuk di analisa (run). Dengan memakai perintah static analysis pada menu, maka pada layar akan muncul tampilan seperti pada gambar di bawah ini:
II-25
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.18. Tampilan Pemilihan Kombinasi Beban Referensi : Program CAESAR II .5.10
2.7.2.7
Menganalisa hasil Hasil dari analisa statis akan di tampilkan dalam bentuk summary seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Dengan menu ini dapat di tentukan jenis output report yang ingin di tampilkan.
II-26
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.19. Tampilan Output Operating Report Referensi : Program CAESAR II .5.10
II-27