BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Uraian Teori Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini, tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori – teori yang mendukung yang didalamnya mengkaji tentang sengketa tanah. Adapun uraian teori dalam penulisan skripsi ini adalah:
2.1.1. Pembahasan Teori Hukum Pertanahan yang berlaku di Indonesia Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia. Dalam ajaran agama islam diyakini bahwa manusia sendiri berasal dari tanah dan kembali ke tanah. Dalam kehidupan manusia sehari – hari tidak sedikit terjadi pertumpahan darah yang disebabkan oleh sengketa kepemilikan tanah, bahkan satu keluarga terkadang bisa retak akibat tanah persengketaan tanah. 1 Tanah memang menjadi salah satu sumber utama kehidupan manusia adalah hasil dari tanah, baik itu tanah persawahan maupun perkebunan. Intinya manusia dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari tanah, karena manusia hidup dan beraktifitas di atas tanah. 2 Menurut Soerojo Wignjodipoero ada dua hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, yaitu pertama, karena dimana sifatnya tanah merupakan satu – satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, toh masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan terkadang semakin lama semakin mahal harganya. Kedua karena fakta bahwa tanah merupakan tempat tinggal persekutuan bisa memberikan
1
Tampil anshari siregar, 2011. pendaftaran tanah kepastian Hak, fakultas hukum universitas sumatera utara medan, hlm 1 2 Ibid, hal 5
UNIVERSITAS MEDAN AREA
penghidupan persekutuan- persekutuan, tempat dimana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikebumikan, serta tempat tinggal dayang – dayang pelindung persekutuan dan roh leluhur persekutuan. 3 Dalam sejarah hukum Pertanahan di Indonesia, dikenal adanya teori- teori hukum Pertanahan yang berlaku di Indonesia, penerapan hukum ini dipengaruhi oleh politik hukum Pertanahan dari pemerintah yang pernah berkuasa. Dalam pembahasan teori hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia, bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat” yang demikian bunyi Pasal 33 ayat 3 UU 1945. Berdasarkan bunyi Pasal 33 tersebut dapat dipahami bahwa segala tanah air Indonesia berada dibawah kekuasaan Negara, dan sebagai konskwensinya Negara berkewajiban untuk mempergunakan tanah air tersebut bagi kemakmuran rakyat. 4 Adapun sejarah hukum Pertanahan di Indonesia sejak zaman kesultanan, zaman kolonial, sampai zaman kemerdekaan, dalam prakteknya diperlukan teori penguasa tanah.
2.1.2 Teori Hukum Nasional Teori hukum nasional yang dimaksudkan disini adalah Hak Penguasa Tanah yang didasarkan kepada UUPA No. 5 Tahun 1960. 5 Dalam hal ini Hak penguasa tanah yang berlaku secara yuridis di Indonesia terutang dalam pasal 2 UUPA. 1.
Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang – Undang Dasar dan hal – hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa
3
Soerojo wignjodipoero,1983. Pengantar dan Azas- Azas Hukum Adat, PT. Gunung Agung, jakarta, hlm 197. 4 Urip Santoso , 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Prenada Media Group, hlm, 47. 5 Supriadi, 1997, Hukum Agraria , Sinar Grafika, Jakarta.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu, pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat. 2.
Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberikan wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntuhan, penggunaan, persediaan, dan pemeliaraan bumi, air, ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. 6
3.
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar – besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejateraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
4.
Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah – daerah Swastantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional, menurut ketentuan – ketentuan Peraturan Pemerintah.
2.1.3.
7
Tinjauan Umum Tentang Sengketa Tanah. a.
Pengertian Sengketa Tanah
Pengertian tanah secara yuridis menurut A.P. Parlindungan, telah diberikan batasan dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa “atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam – macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan 6
Abdurahman, 1983, Beberapa Aspek Hukum Agraria, Alumni. bandung. Ibid, hlm. 189
7
UNIVERSITAS MEDAN AREA
kepada dan dipunyai oleh orang – orang, baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain serta badan – badan hukum. 8 Jadi tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sebagai tertentu permukaan bumi, yang berbatas dua dimensi dengan ukuran panjang dan lebar. 9 Akhir – akhir ini kasus Pertanahan muncul kepermukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus - kasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain : -
Harga tanah yang meningkat dengan cepat .
-
Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan/ haknya.
-
Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah. 10 Pada hakikatnya, kasus Pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict
of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum lainnya. 11 Sehubungan dengan hal tersebut diatas, guna kepastian hukum yang diamatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons/ reaksi/ penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah). Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu : -
timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pegaduan suatu pihak (orang atau badan ) yang berisi keberatan – keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan
8
A.P. Parlindungan, 1990, Bunga Rampai Agraria dan Landereform ke 1, Mandar maju. Bandung, hlm. 15. 9 Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Jilid 1, Djambatan, Jakarta. 10 Ibid, hlm 36 11 Ibid, hlm 56
UNIVERSITAS MEDAN AREA
dapat memperoleh penyelesaian secara admistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
b. Penyelesaian Sengketa Tanah Cara penyelesaian sengketa tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat, yaitu: Kasus Pertanahan itu timbul karena adanya klaim/ pengaduan / keberatan masyarakat (Perorangan/Badan Hukum) yang berisi kebenaran tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan yang telah ditetapkan oleh pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan pejabat tersebut dirasa merugikan hak – hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut dirasakan dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapatkan penyelesaian secara admistrasi dengan apa yang disebut serta merta dari pejabat yang berwenang untuk itu. kewenanagan untuk melakuakan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan (sertifikat / surat keputusan pemberi hak atas tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kasus Pertanahan meliputi beberapa macam antara lain : 1. Mengenai masalah status tanah. 2. Masalah kepemilikan. 3. Masalah bukti – bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya. Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut diatas, pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan megadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Bila mana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap
UNIVERSITAS MEDAN AREA
masalah yang diajukan tersebut yang meliputi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. 12 Agar kepentingan masyarakat (Perorangan atau Badan Hukum ) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat Perlindungan Hukum, maka apabila dipandang setelah Kepala Kantor Pertanahan setempat megadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. 13 Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional didaerah yaitu para Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional provinsi dan kepala kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, agar selanjutnya didalam melakukan penetapan status quo atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan, (bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Pasal 126). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan status. Quo terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan (sertifikat/ surat keputusan pemberian Hak Atas Tanah), harusnya bertindak hati – hati dan memperlihatkan asas – asas umum pemerintah yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play) , asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak – pihak yang bersengketa. Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak – pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah, penyelesaian ini sering kali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator 12 13
Ibid, hal 134. Ibid, hal. 156.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
didalam penyelesaian sengketa hak atas tanah. Secara damai saling menghormati pihak – pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang yang bila perlu dibuat di hadapan notaris, sehinggah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi didalam penerbitannya. Yang keputusan tersebut antara lain: 1.
Undang – undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.
2.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3.
Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang kebijakan Nasional Bidang Pertanahan.
4.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999
Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/ badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
c. Kekuatan Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah. Pembuktian, menurut R.Subekti yang dimaksud dengan membuktikan adalah Meyakinkan klaim tentang kebenaran dalil atau dalil – dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 14 Kekuatan pembuktian secara umum kekuatan pembuktian alat bukti tertulis, terutama akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian yaitu : 1. Kekuatan pembuktian formil, membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa saja yang ditulis dalam akta tersebut. 2. Kekuatan pembuktian materil, membuktikan antara pihak, bahwa benar – benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. 3. Kekuatan mengikat, membuktikan antara pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena itu menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian tersebut. 15
Sertifikat Sertifikat adalah buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama – sama dengan suat kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kekuatan pembuktian sertifikat terdiri dari : 1. sistem positif.
14 15
R.Subekti. 2012.Pembuktian dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah, Jakarta,hlm 102. Ibid, hlm, 215.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Menurut sistem positif ini, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu – satunya tanda bukti hak atas tanah. 2. sistem negatif. Menurut sistem negatif ini adalah bahwa segala apa yang tercantum dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang Pengadilan.
d. Hal – Hal Yang Menyebabkan Terjadinya Sengketa Tanah Menurut kepala BPN pusat, setidaknya ada 3 hal utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah : 1. Persoalan administrasi sertifikat tanah yang tidak jelas, akibatnya ada tanah yang dimiliki oleh 2 orang dengan memiliki sertifikat masing – masing. 2. Distiribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah ini, baik untuk pertanian maupun tidak pertanian telah menimbulkan ketimpang baik secara ekonomi, politis, maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya petani/penggarap tanah memikul beban paling berat. Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah – tanah garapan petani atau tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh pemodal dengan harga murah. 3. legalitas kepemilikan tanah yang semata – mata didasarkan pada bukti formil (sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah, akibatnya, secara legal (de jure), boleh jadi banyak tanah bersetifikat dimiliki boleh perusahaan atau para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik
UNIVERSITAS MEDAN AREA
tanah, tetapi tanah sudah lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian orang menganggap remeh dengan persoalan sengketa tanah dan hanya memandang sebelah mata persoalan sengketa tanah ini, padahal kita sebagai masyarakat, persoalan seperti ini harus dicarikan solusinya, karena sifat sengketa tanah ini sangat berpotensi terjadinya konflik antara ras, suku, dan agama. Akibatnya harga diri pun harus dipertaruhkan dan agar permasalahan setiap tentang tanah dapat terselesaikan.
2.1.4. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah A.
Pengertian Jual Beli Tanah Untuk mengetahui pengertian jual beli ada baiknya dilihat Pasal 1457 KUH
Perdata yang menentukan “ jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/ benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga”. Wirjono Prodjodikoro” jual beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain wajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua” 16 Volmar sebagai dikutip oleh suryodiningrat mengatakan “ jual beli adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikat diri kepada pihak lainnya, pembeli (lover) untuk memindah tangankan suatu benda dalam eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu, berwujud uang.” 17
16
Wirjono Prodjodikoro, 1991. Hukum perdata Tentang Persetujuan – Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, hal. 17. 17 R.M. Suryodiningrat,1996. Perikatan – Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, hal, 14.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Sedangkan R.M. Suryodiningrat mengemukakan “ jual beli ialah perjanjian/ persetujuan/ kontrak dimana satu pihak (penjual) mengikat diri untuk menyerahkan hak milik atas benda/barang kepada pihak lainnya (pembeli) yang mengikat dirinya untuk membayar harganya berupa uang kepada penjual. 18 Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUH Perdata diatas, jual beli tanah sekaligus membebankan dua kewajiban : -
kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
-
Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjualan. 19
B. Saat Terjadinya Jual Beli tanah Di dalam Pasal 1458 KUH Perdata dinyatakan bahwa” jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang – orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.” Pasal 1458 KUH Perdata ini menunjukkan bahwa jual beli tanah itu mempunyai sifat konsensual yaitu karena jual beli itu dilahirkan sebagai suatu jual beli tanah yang sah yang mengikat pihak – pihak dan mempunyai kekuatan serta daya hukum pada saat tercapainya kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai unsur – unsur pokoknya yaitu jenis barang dan patokan harga, walaupun jual beli ini mengenai barang yang bergerak atau tidak bergerak. Di dalam terjadinya jual beli tanah, ada syarat – syarat tertentu yang yang ketentuannya dapat dipahami unsur – unsur sebagai berikut:
18 19
Ibid, hal 15. M. Yahya Harahap, 1986. Segi – Segi Hukum Jual Beli, Alumni, bandung, hal. 181.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
a.
Unsur subjek, yaitu penjual dan pembeli kedua – duannya atau salah satunya adalah perusahan perseorangan, atau persekutuan, atau badan hukum.
b.
Unsur objek,
yaitu benda dan harga. Benda adalah barang
dagangan, dibeli untuk dijual lagi. Harga adalah nilai benda dangangan yang diukur dengan uang. c.
Unsur peristiwa, yaitu perbuatan perbuatan menjual barang dan penyerahannya
menggunakan
alat
pengangkut
niaga
yang
digerakan secara mekanik dan perbuatan membeli barang dengan pembayaran tunai atau menggunakan surat berharga melalui jasa bank. d.
Unsur tujuan, yaitu keuntungan atau laba sebagai nilai lebih dari modal perdangan yang sudah diperhitungkan.
Jual beli dapat diadakan secara lisan, dapat pula secara tertulis (pasal 1458 KUH Perdata). Jika diadakan secara lisan, maka selalu didukung oleh sebagai alat bukti tertulis, misalnya faktur penjualan, kwitansi pembayaran. Jika dilakukan secara tertulis, perjanjian dapat dibuat dalam bentuk akta otentik di muka notaris, dapat pula dalam bentuk akta dibawah tangan yang dibuat secara pihak – pihak sendiri. 20 Demikian juga dilakukan cara pembayaran dan penyerahan barang, pembayaran harga dilakukan ditempat dan waktu yang ditetapkan dalam perjanjian ( Pasal 1513 KUH Perdata), secara tunai atau dengan syarat berharga melalui bank. Sedangkan penyerahan barang dilakukan ditempat dimana barang itu berada, kecuali jika diperjanjikan lain, ( Pasal 1477 KUH Perdata). 21
20
Ibid, Hlm 56 Abdulkadir Muhammad, 1999. Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , hal. 317- 318. 21
UNIVERSITAS MEDAN AREA
C. Kewajiban Si Penjual dan Pembeli Dalam pembahasan sub bab ini
tidak akan dibahas tentang hak – hak para
pihak, baik itu penjualan maupun pembeli, karena dari adanya kewajiban masing – masing pihak, maka akan melahirkan hak pula disisi lainnya: 1. Kewajiban Penjual Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1472 KUHPerdata. Penjual wajib menegaskan dengan jelas untuk apa ia mengikat diri dalam persetujuan jual beli. Lantas, lebih lanjut Pasal tersebut memberikan suatu interpetasi segala suatu yang kurang jelas dalam persetujuan jual beli, atau yang mengandung pengertian kembar, harus diartikan sebagai maksud yang merugikan bagi pihak penjual. 22 Memang ketentuan penafsiran yang merugikan penjual seolah – olah bertetanga dengan ketentuan dengan ketentuan umum. Penjual yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari segi ketentuan umum hukum perjanjian, pihak debiturnya yang harus diperlindungi. Akan tetapi, barangkali rasionya terletak pada hakekat jual beli itu sendiri. Jika Pasal 1473 KUH Perdata tidak menyebut apa – apa yang menjadi kewajiban pihak penjual, kewajiban itu baru dapat dijumpai pada Pasal berikutnya. Yakni Pasal 1473 KUH Perdata pada pokok kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua : -
Kewajiban penjual uintuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
22
Boedi Harsono,1971, Undang –Undang pokok Agraria, Djambant, Jakarta, hlm. 153
UNIVERSITAS MEDAN AREA
-
Kewajiban penjual memberi pertanggungan atau jaminan (vrijwaring), bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun, baik yang berupa tuntutan maupun pembebanan. 23 Penyerahan barang dalam jual beli, merupakan tindakan pemindahan barang
yang dijual ke dalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan yuridis (juridische levering), agar pemilikan pembeli menjadi sempurna, pembeli harus menyelesaikan penyerahan tersebut (pasal 1475 KUH Perdata). Misalnya penjual rumah atau tanah. Penjual menyerahkan kepada pembeli, baik secara nyata maupun secara yuridis, dengan jalan melakukan akte balik nama (overschrijving), dari nama penjual kepada nama pembeli. Penyerahan nyata yang dibarengi dengan penyerahan juridis, umumnya terdapat pada penyerahan benda – benda tidak bergerak. Lain halnya dengan benda – benda bergerak. Penyerahannya sudah cukup sempurna dengan penyerahan nyata saja (Pasal 621 KUH Perdata). Namun demikian, jika para pihak keduanya tidak menetapkan tempat penyerahan dalam persetujuan jual beli, maka penyerahan dilakukan di tempat terletak barang yang jual pada saat persetujuan jual beli terlaksana. Ketentuan ini terutama jika barang yang dijual terdiri dari benda tertentu, penyerahan dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2) KUH Perdata, penyerahan dilakukan ditempat tinggal kreditur, dalam hal ini ditempat pembeli. 24 Adapun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana adanya pada saat persetujuan dilakukan. Serta mulia saat terjadinya penjualan, segala hasil dan buah yang timbul dari barang, menjadi kepunyaan pembeli (Pasal 1481 KUH Perdata). Berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala 23
Boedi Harsono II, Op.Cit.hlm.355. Ibid, hlm. 358
24
UNIVERSITAS MEDAN AREA
hasil dan buah yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Hal ini erat sekali hubungannya dengan ketentuannya Pasal 1460 KUH Perdata. Yakni sejak terjadinya persetujuan jual beli, resiko atas barang telah berpindah menjadi tanggungan pembeli, sekalipun barangnya belum diserahkan kepadanya, dan penjual sejak saat itu berhak menuntut pembayaran atas harga kemusnahan barang.
2. Kewajiban Pembeli Adapun kewajiban pembeli adalah: -
Kewajiban membayar harga (Pasal 1513 KUH Perdata), kewajiban membayar harga merupakan kewajiban yang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan barang. Jual beli tidak akan ada artinya tanpa pembayaran harga. Itulah sebabnya Pasal 1513 KUH Perdata sebagai Pasal yang menentukan kewajiban pembeli dicantumkan sebagai pasal pertama, yang mengatur kewajiban pembeli membayar harga barang yang dibeli. Oleh karena itu sangat beralasan sekali bersamaan dalam moment yang sama, sehinggah pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak pada tempat dan saat yang sama. 25
-
Hak menunda pembayaran. Hak menanggughkan / menundah pembayaran terjadi sebagai akibat gangguan (stornis), yang dialami oleh pembeli atas barang yang dibelinya. Gangguan itu berupa gugatan/tuntutan berupa hak hipotik pihak ketiga yang masih melekat pada barang, bisa juga berupa gabungan hak reklame penjual semula oleh karena harganya belum dilunasi. Sehinggah untuk mencari penyelesaiannya
25
Ibid, Hlm.360
UNIVERSITAS MEDAN AREA
atas kasus – kasus seperti itu, paling tepat kita pergunakan analogi aturan yang dirumuskan pada pasal 1500 KUH Perdata. Dengan demikian, jika yang terganggu hanya sebahagian saja pembeli dapat memilih: a. Menuntut pembatalan jual beli. b. Jual beli jalan terus, dan menangguhkan pembayaran hanya untuk sejumlah harga bahagian yang terganggu saja.
26
Atas kebijaksanaan mempergunakan analogi Pasal 1500 KUH Perdata tersebut, dengan sendirinya telah dapat diatasi permasalahan penangguhan pembayaran atas gangguan yang terjadi atas sebagian barang. Menurut Pasal 1517 KUH Perdata, penjual dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata. Sebenarnya Pasal 1517 ini sudah agak berlebihan. Sudah cukup jelas dipergunakan alasan wanprestasi atas dasar modal. Sebab keingkaran melakukan pembayaran telah menempatkan pembeli dalam keadaan lalai (mora). Sedangkan keadaan lalai itu sendiri adalah dasar hukum untuk menempatkan seseorang dalam keadaan wanprestasi. Dengan sendirinya batal menurut hukum tanpa memerlukan teguran lebih dulu dari pihak penjual atau disebut wanprestasi zonder rechtelijke toessennkomst (Pasal 1518 KUH Perdata).
D.
Resiko Dalam Jual Beli Tanah Resiko atas barang objek jual beli tidak saja, tetapi terdapat perbedaan sesuai
dengan sifat keadaan barang yang menjadi objek jual beli yaitu : -
objek jual beli terdiri dari barang tertentu (een zeker en bepaalde zaak).
26
Ibid, Hlm.389.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Jika objek jual beli terdiri dari barang tertentu, risiko atas barang berada pada pihak pembeli terhitung sejak saat terjadinya persetujuan pembeli.Sekalipun penyerahan barang belum terjadi, penjual menuntut pembayaran harga seandainya barang musnah ( Pasal 1460 KUH Perdata). Dari ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata, jual beli mengenai barang tertentu, sekejap setelah penjualanan berlangsung, resiko berpindah kepada pembeli. Seandainya barang yang hendak di levering lenyap, pembeli tetap wajib membayar harga. Hanya saja ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata diatas adalah hukum yang mengatur bukan Hukum yang memaksa, karenanya ketentuan tersebut dapat dikesampingkan oleh persetujuhan. Sebenarnya adalah lebih memenuhi logika, bahwa dalam timbal balik seperti pada jual beli tanah, apabila salah satu prestasi gugur, dengan sendirinya prestasi yang lain pun harus gugur. Dengan demikian lebih masuk akal, jika barang yang dijual musnah sebelum diserahkan pada pembeli, gugurlah kewajiban pembeli untuk membayar harga. Apalagi jika ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata tersebut dihubungkan dengan Pasal 1237 KUH Perdata yang menentukan sejak terjadinya perjanjian, barang yang hendak diserahkan menjadi keuntungan bagi pihak krediturnya. Jika debiturnya melakukan kealpaan, debitur harus menanggung kealpaan tersebut, terhitung sejak debitur melakukan kealapaan tersebut. Akan tetapi oleh karena Pasal 1460 KUH Perdata merupakan lex spesialis ketentuan Pasal 1237 KUH Perdata sebagai lex generalis, dengan sendirinya tersingkir. 27 Namun demikian diyakini, Pasal 1460 KUH Perdata itu sendiri belum dapat memberi jawaban atas semua keadaan. Terutama atas persoalan, jika barang yang menjadi objek jual beli tadi benar – benar tidak dapat diserakan, bukan karena
27
Ibid, hlm, 418.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
barangnya musnah. Misalnya barangnya tidak dapat diserahkan atas alasan impossibilitas objektip, umpamanya karena adanya larangan pemerintah menjual barang tersebut atau barang karena barang itu di cabut (oteingening) oleh pemerintah.
2.1.5
Pengaturan Umum Tentang Jual Beli Tanah. Dalam undang – undang No. 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk
kepentingan umum, maka dalam rumusan Pasal – Pasalnya mengenai pengadaan tanah selain untuk kepentingan Umum sebagaimana adanya dalam PerPres No. 36 Tahun 2005 yang telah diubah dengan PerPres No. 65 Tahun 2006. Dalam kedua PerPres tersebut pengadaan yang dilakukan instansi pemerintah dikategorikan menjadi dua bagian : 1. Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum. 2. Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum dilakukan melalui pembebasan hak atas tanah dengan memberikan ganti rugi, sedangkan Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan jual beli, tukar menukar, atau cara lain berdasarkan kesepakatan para pihak. 28 Kategori pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum yang dilakukan dengan jual beli sebagaimana disebutkan dalam PerPres No. 65 Tahun 2006 tidak lagi ditemukan dan Undang – Undang No. 2 Tahun 2012 dan kemungkinan, pertama sebagai koreksi atas pengaturan pengadaan tanah sebelumnya, dimana dalam pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum terdapat pula ketentuan mengenai pengadaan tanah untuk selain kepentingan umum. Selain itu dalam PerPres No. 36 Tahun 2005, dimaksud tidak ada penjabaran lebih lanjut mengenai prosedur pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum. Kedua, ketentuan pengadaan tanah 28
Bachtiar Effendi, 1983, Pendaftaran di Indonesia dan Peraturan – Peraturan, alumni
bandung.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
selain untuk kepentingan umum dipisahkan atau tidak lagi disebut dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 2012, bisa jadi akan diatur dalam Undang – Undang tersendiri atau nantinya dimuat dalam peraturan pelaksanaan Undang – Undang No. 2 Tahun 2012. ketiga, atau perihal pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum diserahkan pada mekanisme pasar. Apabila nantinya soal pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum, akan diatur bersamaan dengan Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang No. 2 Tahun 2012, maka apa yang terjadi dalam Pengaturan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Tentu saja sudah seharusnya dihindari guna meminimalisasi terjadinya ketidak kepastian hukum. 29 Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan diatas, maka penyusunan peraturan pelaksanaan Undang – Undang
No. 2 Tahun 2012 diharapkan
memperhatikan beberapa persoalan yuridis yang terjadi dalam pegadaan tanah dibawah PerPres No. 36 Tahun 2005 dan PerPres No. 65 beserta peraturan pelaksanaanya yakni peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 terutama adanya pengunaan ukuran, prinsip, dan asas pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum. Bahwa yang terbaik sebenarnya terkait pengadaan tanah yang dilakukan pemerintah selain untuk kepentingan umum diatur dalam peraturan perundang – undangan sendiri.
29
Ibid, hlm.157.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2.1.6. Faktor – faktor Lahirnya Sengketa Pertanahan. Secara umum, sengketa tanah timbul akibatnya adanya beberapa faktor, faktor – faktor ini yang sangat dominan dalam setiap sengketa pertanahan dimanapun, adapun faktor – faktor tersebut antara lain : 30 1. Peraturan yang belum lengkap. 2. Ketidaksesuaian Peraturan. 3. Pejabat Pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia. 4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap. 5. Data yang keliru. 6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah. 7. Transaksi tanah yang keliru. 8. Ulah pemohon hak, atau 9. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehinggah terjadi tumpang tindih kewenangan. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah: 1. Transaksi tanah yang keliru. 2. Ulah pemohon, hak atau. 3.
Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehinggah tumpang tindih kewenangan. Secara umum, sengketa pertanahan yang timbul di indonesia. Jadi masalah sengketa tanah bukan sekedar insiden, tetapi ( lagi – lagi)
tragedi. Celakanya, tragedi semacam ini bukan hanya sekali, maupun berulang 30
Maria S.W. Sumardjono, 2008. Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan. Kompas Gramedia, hlm. 38
UNIVERSITAS MEDAN AREA
kali seakan tak ada bosannya 31. Tragedi ini pun semakin menambah panjang daftar korban dari berbagai kasus yang bersumberkan sengketa tanah (Agraria) di Indonesia. 32
2.2.
Kerangka Pemikiran secara sederhana sengketa tanah adalah hak atas dasar menguasai dari Negara.
Didalam Pasal 1 Undang – Undang No. 3 Tahun 2002 tentang pertanahan Negara, ditentukan macam – macam hak atas tanah permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang – orang, baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain, serta badan hukum privat atau badan hukum publik. Dengan demikian yang dimaksud istilah diatas tanah dalam Pasal diatas ialah permukaan bumi. Oleh karena itu, hak – hak yang timbul diatas tanah permukaan bumi (hak atas tanah) termasuk didalamnya bangunan atau benda – benda yang terdapat diatasnya merupakan suatu persoalan hukum. Dan secara garis besar pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Serta menguraikan tentang pengertian dari sengketa pertanahan. Pada setiap bab – bab yang sudah ditentukan, yang pertama mengenai tinjauan umum tentang sengketa tanah. Kedua pengertian tentang jual beli tanah. Ketiga menegenai pengaturan umum tentang jual beli tanah. Dan yang keempat, mengenai faktor – faktor lahirnya sengketa pertanahan.
2.2.1. Kerangka Teoritis Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan, salah satu di antaranya teori 31 32
Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit. Hlm. 89. Ibid, hlm. 69
UNIVERSITAS MEDAN AREA
tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak di selidiki atau di uji kebenaran serta teori biasanya merupakan ikthsar dari pada hal – hal yang telah di ketaui serta di uji kebenarannya yang menyangkut objek yang di teliti. 33 Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah mempunyai empat ciri yaitu teori hukum, asas hukum, doktrin hukum dan ulusan pakar hukum berdasarkan pembidangan khusus. Ke empat ciri tersebut dan atau salah satu ciri tersebut dapat dituangkan dalam kerangka teoritis 34
2.2.2. Kerangka Konsepsional Suatu kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara kosep-konsep khusus, yang ingin atau akan di teliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan di teliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut. Adapun kerangka konsepsional atau suatu uraian mengenai hubunganhubungan dalam penulisan skripsi ini adalah. Dalam fakta penulisan skripsi ini objek yang di teliti dalam penulisan skripsi ini adalah akibat dari suatu permasalahan yang mengakibatkan terjadi sengketa jual beli tanah.
33
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 20.
Hlm 147. 34
Zainuddin Ali, 2010, metode Pnelitian Hukum, sinar grafika, jakarta, Hlm 79.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2.3.
Hipotesa Hipotesa pada dasarnya adalah penelitian tentang hasil yang akan di dapat.
Tujuan ini dapat diterima apabila ada cukup data untuk membuktikannya. 35Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengemukakan hipotesa sebagai berikut : 1. Proses hukum penyelesaian sengketa jual beli tanah di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, sama dengan permasalahan keperdataan lainnya, yaitu dengan cara mendaftarkan sengketa pertanahan tersebut di pengadilan setempat. -
Pertimbangan hakim berdasarkan putusan PN Lubuk Pakam adalah sebagai
berikut: - Menghukum tergugat untuk membayayar ganti kerugian kepada tergugat, sebesar Rp 96.000.000 juta dan ditambah lagi bunga 5% tiap bulannya kepada dikepaniteraan yang didaftarkannya sebelumnya. - Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000 dan selanjutnya menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan secara serta merta meskipun ada perlawanan, verzet, Banding maupun Kasasi. Bahwa fakta tersebut diatas dan dapat disimpulkan bahwa atas tanah objek sengketa. Dan dari uraian – uraian bukti – bukti yang diajuhkan oleh ke dua belah pihak, diperoleh fakta bahwa tanah yang berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. 36 2. Kendala Dalam Penyelesaian Sengketa Jual Beli Tanah ialah: -
Mengenai pemeriksaan setempat, tidak dilakukannya pemeriksaan dalam waktu persidangan pada objek tanah.
-
Pengunduran sidang disebabkan ketidakhadiran para pihak yang dipanggil untuk persidangan dan kurangnya para pihak yang digugat. 35
Bambang sungguno, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja grafindo persada, jember, hlm. 109. 36 Ibid, Hlm. 120
UNIVERSITAS MEDAN AREA
-
Adanya perlawanan secara hukkum dari pihak atau verzeet.
-
Putusan – putusan yang saling bertentangan sehinggah memerlukan banyak waktu yang cukup panjang.
UNIVERSITAS MEDAN AREA