BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pragmatik Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berkaitan dengan tingkah laku berbahasa atau penggunaan bahasa berdasarkan situasinya baik itu situasi si penutur atau mitra tutur. Pragmatik juga berhubungan dengan bagaimana mitra tutur dapat memahami maksud yang disampaikan oleh si penutur. Seperti yang disampaikan oleh Aitchison (2013:104) pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna yang tidak bisa ditangkap oleh kajian semantik. Leech (1982:1) juga menambahkan bahwa kita tidak akan memahami sifat dasar bahasa jika tidak memahami pragmatik, dengan kata lain dasar dari bahasa adalah konteks yang terdapat dalam bahasa itu sendiri. Seperti yang telah dikatakan tadi bahwa hal tersebut dipelajari dalam pragmatik. Interpretasi semantik tidak bisa membuat makna sebuah tuturan dapat sepenuhnya di mengerti dengan baik, oleh karena itu diperlukan konteks dalam tuturan tersebut. Yule (1996:3) mengatakan “pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by speaker (or writer) and interpreted by a listener (or reader).” Hal ini membuat penutur bahasa dapat menggunakan dan memahami bahasa sesuai dengan konteksnya. Serta memberikan pemahaman lebih dalam hubungan antar konteks terhadap makna pada suatu tuturan.
9
10
Pragmatik berkaitan dengan bagaimana orang menggunakan bahasa dalam konteks, dan situasi kehidupan nyata, sedangkan semantik berkaitan dengan hubungan antara bentuk linguistik dan entri di dunia. Dalam pragmatik, orang belajar tentang bagaimana faktor-faktor seperti waktu, tempat dan hubungan sosial antara pembicara dan pendengar, dimana hal tersebut akan mempengaruhi cara bahasa tersebut digunakan untuk melakukan fungsi yang berbeda. Hal ini jelas bahwa peran pragmatik adalah untuk memahami bagaimana konteks mempengaruhi makna dari ucapan-ucapan tertentu. Jika dilihat dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pragmatic adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan dalam konteks dan bagaimana makna diartikan dalam sebuah konteks. konteks yang berbeda akan menghasilkan arti yang berbeda, Oleh karena itu, penting untuk mengetahui konteks dalam perkataan agar kita bias memahami perkataan tersebut. Pragmatik juga berkaitan dengan ilmu yang mempelajari sebuah interpretasi tuturan dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan konteks yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan latar belakang dari penutur dan mitra tutur untuk dapat memahami makna dan tujuan tuturan secara menyeluruh, Contoh:
(2) John has a knife. Contoh di atas dapat memiliki arti yang berbeda dalam konteks yang berbeda, diantaranya adalah; a. Sebuah Pernyataan
11
Konteksnya adalah ketika beberapa orang sedang berlibur di pantai dan mereka sedang berpikir bagaimana caranya membuka kelapa yang baru saja mereka petik. Tiba-tiba salah satu dari mereka mengatakan “Alek mempunyai sebilah pisau.” Dari ucapan tersebut dapat membuat orang-orang mengerti bahwa itu adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa mereka bisa membuka kelapa tersebut dengan pisau yang Alex punya.
b. Memberikan Peringatan Konteksnya adalah Alex sedang mencoba untuk menggertak dua mahasiswa baru dalam rangka untuk mengambil makan siang dan uang mereka. Salah satu mahasiswa baru hanya berbalik dan mulai pergi. Dia tidak melihat bahwa Alex membawa pisau. Siswa lain kemudian berteriak "Alex memiliki pisau." Orangorang akan memahami bahwa ucapan ini adalah peringatan bahwa Alex bisa saja menyakiti mereka jika tidak memberikan makan siang dan uangnya.
2.2 Tindak Tutur Tindak tutur merupakan salah satu pembahasan yang ada dalam ilmu pragmatik. Teori ini diungkapkan oleh Austin pada tahun 1965 sebagai materi dari perkuliahan yang kemudian dibukukan pada tahun yang sama dan diberi judul “How to do things with words” kemudian teori ini mulai berkembang dan terkenal setelah Searle mengembangkan teori tindak tutur yang dicetuskan oleh Austin tersebut. Austin menyatakaan bahwa pada dasarnya ketika seseorang mengatakan sesuatu maka orang tersebut juga bertindak. Menurut Austin tindak tutur adalah
12
sepenggal tutur yang dihasilkan sebagai sebagian dari interaksi sosial. Mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu, dan bahasa atau tuturan dapat dipakai untuk membuat kejadian. Contohnya, pada saat seseorang mengatakan:
(3) “I must leave now.” Orang tersebut tidak hanya mengucapkan tetapi juga harus benar-benar pergi dari tempat ia mengucapkan perkataan tersebut. Selanjutnya, Searle (1968) menyatakan bahwa unsur paling kecil dalam proses komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pernyataan, member perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat dan lain-lain. Searle (1968) menambahkan bahwa terkandung sebuah tindakan ketika seseorang mengujarkan sesuatu. Contohnya ketika seseorang mengatakan “This room is hot.” Penutur tidak hanya menginformasikan bahwa cuaca dalam ruangan tersebut panas tetapi, bisa saja penutur melakukan tindakan yaitu menginginkan mitra tutur untuk menghidupkan pendingin ruangan atau membukakan jendela agar ruangan tersebut tidak terlalu panas. Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu kegiatan yang diungkapkan melalui tuturan yang mengandung arti tindakan yang menjelaskan maksud penutur terhadap mitra tuturnya. Kemudian, jika penutur mengatakan suatu ujaran, ujaran tersebut tidaklah hanya mengandung sekumpulan kata-kata atau struktur gramatikal tetapi juga mengandung sebuah tindakan.
13
2.3 Jenis Tindak Tutur Austin dalam Leech (1982:199) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan, yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dalam kaitannya dengan tindak tutur ini, Searle (1968) juga mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga bentuk tindakan bahasa yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi.Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga jenis tindak tutur tersebut.
2.3.1
Tindak Tutur Lokusi Austin dalam How to do things with words (1962:100) menyatakan bahwa
tindak ilokusi adalah “the act of saying something” maksudnya tindak lokusi adalah tuturan yang disampaikan oleh penutur sesuai dengan keadaan situasi tanpa ada indikasi untuk mencapai tujuan lain dari tuturannya tersebut. Tuturan diungkapkan sesuai dengan makna yang terdapat di dalam kamus dan sesuai dengan makna sintaksis tanpa bermaksud menyatakan pernyataan lain didalamnya. Menurut Rahardi (2008:35) tindak tutur lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa dan kalimat itu. Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur.
14
Ketika penutur menuturkan tomorrow is a holiday, ia menyatakan bahwa besok adalah hari libur tanpa ada indikasi untuk mengajak mitra tutur untuk berlibur, ataupun maksud dan tujuan lainnya.
2.3.2
Tindak Tutur Ilokusi Tindak tutur ilokusi merupakan tindakan melalui tuturan. Seperti yang
dikemukakan oleh Austin tindak tutur ilokusi adalah “performance of an act in saying something”. Rohmadi (2004:31) menambahkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan digunakan untuk melakukan sesuatu. Tututan pada tindak ilokusi mengandung maksud dan fungsi tertentu. Tindak tutur ilokusi berkaitan dengan siapa bertutur, kepada siapa, kapan, dan dimana terjadinya dan apa maksud dari tuturan tersebut. Menurut Chaer (2010:53) Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat perfomatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan, dan sebagainya. Tindak ilokusi menurut Nababan (1987:18) adalah pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan. Ilokusi menurut Wijana (1996:18) adalah penuturan yang digunakan untuk melakukan sesuatu. Ilokusi menurut Cahyono (1983:213) adalah pernyataan, tawaran, janji dan lain-lain dalam pengujaran. Jadi, yang dimaksud ilokusi adalah tindak bahasa yang dibatasi oleh konvensi sosial, misalnya menyapa, menuduh, mengakui, memberi salam dan sebagainya. Dengan
15
demikian, dapat dikatakan bahwa tindak ilokusi tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu. Ketika sedang di dalam gua, seseorang berkata “mind your head” kepada mitra tutur. Tujuan tuturan ini adalah mengingatkan penutur bahwa atap gua itu rendah dan agar mitra tutur membungkuk atau merunduk ketika melewatinya
2.3.2 Tindak Tutur Perlokusi Austin (1962:114) menyebutkan bahwa tindak perlokusi adalan “the achieving of certain effect by saying something” maksudnya adalah ketika tuturan yang diucapkan penutur member efek atau daya pengaruh perlucotionary force terhadap perasaan, pikiran maupun perilaku mitra tuturnya. Efek yang dihasilkan atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang tujuannya untuk memengaruhi mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi. Contoh pada tindak tutur ilokusi pada pagian sebelumnya pada tuturan “mind your head”, ketika mitra tutur telah diperingatkan untuk berhati-hati karena atap gua yang rendah. Mitra tutur akan secara refleks menundukan kepalanya. Efek tuturan berupa tindak waspada yang dilakukan oleh mitra tutur ini yang disebut dengan tindak perlokusi. Berikut ini merupakan contoh penjelasan mengenai ketiga jenis tindak tutur yang dijelaskan oleh Austin (1962): (3) “shoot her!” Locutionary act
16
He said to me “shoot her” meaning by “shoot” to shoot and reffering by “her” to her Ilocutionary He agrued (or advised, ordered) me to shoot her. Perlocutionary He persuade me to shoot her (Austin, 1962:107) Penjelasan mengenai contoh Austin di atas adalah ketika seorang penutur berkata “shoot her!” kepada mitra tutur maka dapat dijelaskan dari sisi tindak lokusi adalah sesuai dengan makna yang sesungguhnya yaitu penutur meminta mitra tutur untuk “shoot” menembak dan memiliki acuan pasti yaitu “her” dia yang menjadi objek tuturan antara penutur dan mitra tutur. Dari sisi tindak ilokusi “shoot her!” dapat diartikan bahwa penutur ingin mitra tutur melakukan suatu tindakan untuknya baik itu suatu usul, perintah, saran, maupun fungsi direktif lainnya, “shoot.” Bisa berarti menembak, memotret, mengambil gambar hidup, menyuntik tergantung konteks tuturan tersebut terjadi. Dari sisi perlokusi dapat diartikan bahwa ketika penutur bertuturan “shoot her.” Maka mitra tutur akan mecapai efek berupa menuruti perintah tersebut.
2.4
Klasifikasi Tindak Ilokusi Sehubungan dengan pengertian tindak tutur di atas, tindak tutur
digolongkan menjadi lima jenis oleh Searle dalam (Rohmadi, 2004:32; Rustono,
17
1999: 39). Kelima jenis itu adalah tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Berikut penjelasan kelimanya.
2.4.1 Representatif Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis ini juga disebut juga dengan tindak tutur asertif. Tindak tutur representatif termasuk tindak tutur jenis tuturan yang menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan dan berspekulasi. Contoh:
(5) “It’s raining out”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab berisi informasi yang penuturnya terikat oleh kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang diucapkan itu memang fakta dan dapat dibuktikan.
2.4.2 Direktif Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba. Contoh:
18
(5) “There a policeman in the corner.” Contoh tersebut termasuk ke dalam tindak tutur jenis direktif sebab tuturan itu dituturkan dimaksudkan penuturnya agar melakukan tindakan yang sesuai yang disebutkan dalam tuturannya yakni menghindari jalan yang disebutkan, karena mungkin lawan bicara tidak memakai helm dan lain sebagainya. Indikator dari tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan tersebut.
2.4.3 Ekspresif Tuturan ekspresif merupakan bagian dari tindak tutur ilokusi. Menurut Searle (Rahardi, 2003: 73), tuturan ekspresif adalah bentuk tuturan yang dimaksudkan untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan ini diutarakan dengan maksud agar ujaran yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya dapat diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam ujaran itu. Adapun beberapa fungsi tuturan ekspresif yang terkandung dalam sebuah ujaran yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya, yakni dapat berfungsi untuk mengucapkan selamat, terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, memuji, menyindir, dan meminta maaf. Contoh:
(7) “: No, thanks to the kindness of you two.You have freed me from that.”
19
Tuturan tersebut merupakan tindak tutur ekspresif berterima kasih. Dimana penutur ingin mengekspresikan rasa terima kasih atas perlakuan yang dilakukan oleh mitra tutur.
2.4.4 Komisif Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan. Contoh: (8) "I promise to be at home before nine o'clock" (9) "I swear to bring it back" tindak tutur komisif kesanggupan adalah “Saya sanggup melaksanakan amanah ini dengan baik”. Tuturan itu mengikat penuturnya untuk melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Hal ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhi apa yang telah dituturkannya.
2.4.5 Deklarasi Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya utuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga dengan istilah isbati. Yang termasuk ke dalam jenis tuturan ini adalah tuturan dengan maksud mengesankan, memutuskan, membatalkan,
melarang,
mengabulkan,
mengizinkan,
menggolongkan,
mengangkat, mengampuni, memaafkan. Tindak tutur deklarasi dapat dilihat dari contoh berikut ini.
20
(10) “The king forgives the queen.” (11) “I beg you to leave this peaceful room”
2.5 Jenis Tindak Tutur Ilokusi Ekspresif Tindak Tutur Ilokusi Ekspesif dapat dikategorikan menjadi enam jenis antara lain ekspresi untuk berterimakasih, memberi selamat, meminta maaf, memberi
salam, menginginkan sesuatu dan ekspresi untuk mengkritik atau
menyatakan ketidak-setujuan terhadap sesuatu.
2.5.1 Berterima Kasih (Expressive for Thanking) Mengungkapkan
rasa
terima
kasih
dianggap
sebagai
komunikasi
interpersonal, khususnya dalam ranah atau prinsip kesopan santunan. Berterima kasih diklasifikasikan sebagai tindakan ilokusi ekspresif, yang dapat didefinisikan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada bagian dari pembicara ke alamat yang dituju. Searle (1996) mengatakan bahwa tindak tutur ekspresif berterima kasih (Expressive for thanking ) adalah sebuah tuturan atau ujaran yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur yang mengekspresikan rasa terima kasih atas apa yang
dilakukan
oleh
mitra
tutur
kepada
penutur.
Sulistyarini
(2010)
menambahkan bahwa berterima kasih atau gratitude adalah perasaan bahagia yang muncul ketika sesorang menerima suatu pemberian atau bantuan dari pihak lain. Contoh:
21
(12) “Thank you for letting me know.” Tuturan di atas mengandung unsur tindak tutur ilokusi ekspresif. Dari tuturan tersebut juga jelas dikatakan thank you atau berterima kasih karena mitra tutur telah mempercayai penutur untuk mengetahui sesuatu.
2.5.2 Meminta Maaf (Expressive for apologizing) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Permintaan maaf merupakan salah satu tindak tutur yang digunakan manusia ketika berinteraksi dengan sesama. Kata maaf sendiri diartikan pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dsb) karna kesalahan, dan ungkapan permintaan ampun atau penyesalan, dan juga permintaan izin untuk melakukan sesuatu. Searle juga mengemukakan (1996) meminta maaf merupakan sebuah ekspresi penyesalan penutur kepada mitra tutur atau sebaliknya. Contoh:
(13) “I am sorry for coming late” tuturan di atas mengindikasikan sebuah penyesalan penutur karena telah datang terlambat atau membuat mitra tuturnya menunggu.
2.5.3 Memberi Selamat (Expressive for congratulating) Searle (1996) mengemukakan, Memberikan selamat (congratulating), berduka cita (condolence) dan memuji termasuk kedalam kategori expressive for congratulation. Hal tersebut mengekspresikan rasa simpati penutur terhadap apa yang terjadi pada mitra tutur.
22
Memberikan ucapan selamat merupakan sebuah ekspresi atau perasaan senang terhadap keberuntungan yang didapat oleh mitra tutur. Kemudian, memuji merupakan sebuah ekspresi rasa bangga pada kemampuan yang dimiliki oleh mitra tutur. Berduka cita merupakan sebuah ekspresi simpati yang dirasakan oleh penutur terhadap kejadian buruk atau tidak menyenangkan yang dialami oleh penutur.
2.5.4
Memberi Sambutan (Expressive for Greeting) Searle (1996) menjelaskan bahwa memberikan sambutan merupakan sebuah
ekspresi dimana penutur menyambut kedatangan seseorang dengan ramah dan hangat, penutur juga merasa senang dengan kedatangan mitra tutur. Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, menyambut digunakan untuk mengekspresikan ucapan untuk tamu atau pendatang baru tiba. Contoh:
(14) A: “Excuse me Ma’am.” B: “Come in, sweetheart.” Tuturan di atas termasuk kedalam tindak tutur ilokusi ekspresif untuk menyambut. Penutur memberikan sambutan yang ramah dan senang kepada mitra tutur.
23
2.5.5 Berharap (Expressive for Wishing) Wishing jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia merupakan mengharapkan. Mengharapkan sendiri akar katanya adalah harap, dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia harap adalah meminta atau memohon akan sesuatu agar bisa menjadi kenyataan. Menurut Searle (1996) sendiri Expressive for wishing ini merupakan sebuah hasrat atau keinginan penutur akan sesuatu agar sesuatu tersebut bisa menjadi kenyataan.
(15) “I wish she was here.” Tuturan di atas termasuk kedalam Expressive for Wishing, dimana penutur mengharapkan seseorang ada disana.
2.5.6 Menyatakan Suka atau Tidak Suka (Expressive for Attitude) Expressive for Attitude merupakan sebuah ekspresi penutur yang merasa setuju, tidak setuju, suka atau tidak suka terhadap tindakan atau ucapan mitra tuturnya. (Yule:1996). Contoh:
(16) A: “Do you think I will sit here and wait for you? B: “I know it won’t waste your time.” Tuturan di atas merupakann jenis tuturan Expressive for attitude, dimana penutur merasa tidak suka dengan tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur.
24
2.6
Strategi Tindak Tutur Tindak
tutur
tidak
dapat
sepenuhnya
dipahami
jika
tidak
mempertimbangakan penutur (Addresser) serta mitra tutur (Addresse). Begitupun jika dilihat dari strategi penyampainnya. Penutur atau mitra tutur harus memahami agar tindak tutur tersebut dapat berlangsung lancar serta dipahami dengan baik. Strategi tuturan dapat disampaikan dalam dua cara, yaitu secara langsung (direct) atau tidak langsung (indirect). Wijana (1994:4) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pragmatik mengutip Searle bahwa tindak tutur dibagi menjadi dua bagian, yaitu tindak tutur secara langsung ( direct speech act) dan tidak langsung (indirect speech act). Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa didalam tidak tutur langsung atau direct speech act terdapat hubungan langsung antara struktur kalimat dengan fungsinya, sedangkan dalam tindak tutur tidak langsung atau indirect speech act, hubungan antar struktur berhubungan secara tidak langsung dan menggunakan bentuk tindak tutur lain. Yule (1996) mengungkapkan bahwa tindak tutur langsung memiliki hubungan langsung antara struktur dan fungsinya, sedangkan tindak tutur tidak langsung memiliki hubungan antara struktur dan fungsinya secara tidak langsung.
2.6.1 Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung merupakan sebuah tindak tutur dengan bentuk penyampaian yang gamblang dan sesuai dengan modus kalimatnya. Jika dilihat secara formal, berdasarkan tuturannya. Contoh:
25
(17) “Turn on the air conditioner!” atau “where are you going?” Kalimat di atas merupakan contoh tindak tutur secara langsung atau direct speech act, karena diujarkan secara langsung kepada mitra tutur karena penutur tidak mempunyai maksud lain.
2.6.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Tindak tutur tidak langsung atau indirect speech act merupakan jenis tindak tutur yang memiliki bentuk penyampaian secara implisit. Ketika orang berbicara secara tidak langsung, mereka menginginkan sesuatu yang lebih dari apa yang mereka maksud secara langsung dan mereka ingin mitra tutur mengetahui, memahami atau menyimpulkan apa yang mereka maksud dengan tuturan yang dikatan tersebut. Yule mengatakan (1996:56) “Indirect speech acts generally associated with greater politeness in English than direct speech acts. In order to understand why, we have to look a bigger picture than, a single utterance performing a single speech acts.” Tuturan yang diungkapkan secara tidak langsung beriringan dengan kesantunan. Tindak tutur ini diungkapkan berbeda dengan modus kalimatnya, maka untuk dapat mengerti kalimat ini kita harus lebih memahami tindak tutur ini. Tindak tutur tidak langsung umumnya dianggap lebih sopan daripada yang langsung. penggunaan tidak langsung tidak jarang atau marjinal. Dibutuhkan sedikit refleksi, namun, untuk melihat dalam banyak kasus, beberapa gagasan kesopanan memiliki peraturan. Pengenaan langsung dapat diperbaiki dengan menghindari permintaan langsung dan bukannya menanyakan apakah penerima
26
bersedia atau mampu melaksanakan tindakan. Hal ini memberikan pilihan kepada lawan bicara untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu permintaan tersirat tanpa harus menghilangkan prinsip kesantunann. Berikut adalah contoh:
(19) Can you pass the salt? (20) Pass the salt! Tuturan 19 merupakan contoh tindak tutur yang diutarakan secara tidak langsung. Penutur menyiratkan kepada mitra tutur untuk membawakan garam untuknya tanpa menghilangkan prinsip kesantunan dan seperti yang dijelaskan diatas bahwa penutur memberikan pilihan kepada mitra tutur untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan apa yang penutur siratkan dalam tuturannya. Hal ini berbeda dengan contoh 20 yang dikatakan secara langsung dan melanggar prinsip kesantunan karena terkesan memerintah dan memaksa. Seperti yang telah dijelaskan, tuturan tidak langsung beriringan dengan kesantunan,
sehingga
dalam
ppenyampaiannya
tuturan
tidak
langsung
mencerminkan ketidaksesuaian antara tuturan dengan tindakan. Ketika berbicara penutur tidak memberi kesan memerintah kepada mitra tutur atau tidak mengucapkan tujuannya secara langsung.
(21) ”You would get that gift, if I was not here.” Kalimat diatas merupakan kalimat tuturan tidak langsung, penutur mengimplisitkan maksudnya untuk minta maaf. Dari tuturan tersebut penutur
27
ingin mengatakan bahwa ia sangat menyesal dengan apa yang telahh dilakukannya terhadap mitra tutur. Mitra tutur akan tahu bahwa peutur tidak berbicara hanya secara langsung tetapi secara tidak langsung berdasarkan konteks atau situasinya. Mitra tutur juga dapat menggunakan konteks untuk menemukan maksud komunikatif langsung penutur. Setelah pendengar mengidentifikasi mengapa speaker tidak bisa hanya berbicara langsung, mitra tutur mampu menggunakan informasi tersebut untuk membantu dalam mengenali niat tidak langsung nya. Contoh:
(22) The door is over there. Tuturan di atas bisa diidentikasi sebagai tindak tutur langsung dan tidak langsung jika dalam konteks yang berbeda. Jika situasi atau konteksnya penutur mencoba menunjukan jalan kepada mitra tutur yang tidak mengetahui lokasi pintu berada, tuturan tersebut termasuk ke dalam tuturan lansung. Tuturan tesebut akan menjadi tuturan tidak langsung jika situasinya penutur dan mitra tutur sama-sama mengetahui lokasi pintu berada dan penutur sedang mencoba membuat mitra tutur keluar dari ruangan tanpa menghilangkan prinsip kesopanan.
2.7 Implikatur Implikatur merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam ilmu pragmatik. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang disiratkan atau dimaksudkan dan hal tersebut berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Grice dalam Suyono
28
(1990:14) mengatakan implikatur adalah sebuah ilmu yang mempelajari makna implisit yang terdapat dalam suatu ujaran. Dalam teorinya, Grice (1975:45) membedakan dua macam implikatur, yaitu conventional implicature (implikatur konvensional) dan conversational implicature (implikatur non konvensional atau implikatur percakapan). Perbedaan antara implikatur konvensional dan implikatur nonkonvensional adalah bahwa bentuk keduanya tergantung pada kondisi kebenaran dalam penggunaan konvensional, atau makna, bentuk-bentuk tertentu dan ekspresi, sedangkan yang kedua berasal dari seperangkat prinsip yang lebih umum yang mengatur perilaku yang tepat dari sebuah percakapan. Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh dari makna kata yang sebenarnya, sebuah makna yang telah dipahami dan disepakati oleh semua orang. Adapun implikatur non konvensional atau percakapan merupakan suatu implikatur yang diperoleh dari fungsi pragmatis yang tersirat dalam suatu ujaran atau percakapan.
2.7.1 Implikatur Konvensional (Conventional Implicature) Implikatur konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat umum dan konvensional, dengan kata lain semua orang pada umumnya sudah mengetahui dan memahami maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap
implikasi
yang
bersifat
konvensional
mengandaikan
kepada
pendengar/pembaca memiliki pengalaman dan pengetahuan umum. Grice (1975:44) memaparkan contoh sebagai berikut:
29
(23) He is an English man, therefore he is brave. Contoh kalimat di atas memiliki pasangan unsur yang menentukan adanya makna konvensi yang memiliki implikasi tuturan, yakni orang Inggris memiliki keberanian dan dia memiliki keberanian karena dia orang Inggris. Meskipun makna konvensi semacam itu masih dapat diperdebatkan, namun diharapkan pendengar/pembaca dapat memahami dan memaklumi sifat konvensionalnya. Implikatur konvensional bersifat non-temporer, artinya makna itu lebih tahan lama. Suatu leksem tertentu, yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran, dapat dikenali irnplikasinya karena maknanya yang "lama" dan sudah diketahui secara umum.
2.7.2 Implikatur Percakapan (Conversational Implicature) Implikatur nonkonvensional (implikatur percakapan) lebih menekankan pada ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya. Implikatur percakapan memiliki pengertian dan makna yang lebih bervariasi, karena pemahaman terhadap hal yang dimaksudkan bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu tindak percakapan (Speech Act). Maka dari itu, implikatur percakapan tersebut bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan nonkonvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung dengan tuturan yang diucapkan). Selain itu, implikatur percakapan bukan merupakan bagian dari tuturan karena lebih mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama” antara penutur dan
30
mitra tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus berhubungan. Kunjana Rahardi (2008:17) menyatakan bahwa konteks pada hakikatnya adalah latar belakang pengetahuan yang dapat dipahami penutur dan mitra tutur sehingga hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya, maksud keterkaitan ini tidak diungkapkan secara harfiah pada ujaran itu, melainkan berdasarkan kebiasaan atau pengetahuan yang sudah saling dipahami antar kedua belah pihak. Berikut merupakan contoh dari implikatur percakapan:
(24) John Charles
: “The door is over there.” : “I won’t disturb you, promise!”h implikasi
Percakapan antara John dan Charles pada contoh di atas mengandung implikatur yang bermaksud memerintah keluar dari ruangan. Dalam tuturan tersebut tidak ada sama sekali bentuk kalimat perintah. Tuturan yang diucapakn John hanyalah pemberitahuan bahwa pintu ada disebelah sana, namun karena Charles memahami implikatur percakapan yang disampaikan John, ia menjawab dengan janji bahwa ia tidak akan mengganggunya asal tidak disuruh keluar ruangan.
2.8 Konteks Seperti yang telah disampaikan dalam bab sebelumnya, konteks merupakan inti dari kajian pragmatik, mengingat pragmatic merupakan studi yang mempelajari bahasa berdasarkan konteksnya. Leech (1982:13) menyatakan bahwa
31
konteks merupakan segala macam latar ilmu pengetahuan yang diasumsikan dibagi oleh penutur dan mitra tutur dan berkontribusi terhadap interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksud oleh penutur melalui tuturannya. Konteks juga merupakan situasi lingkungan yang memungkinkaan peserta pertuturan untuk dapat berinteraaksi dan yang membuat tuturan mereka dapat dipahami. Konteks adalah cakupan pengetahuan yang dianggap sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan mempengaruhi interpretasi mitra tutur terhadap tuturan yang disampaikan oleh penutur. Konteks juga merupakan salah satu penunjang yang sangat penting untuk memperjelas suatu maksud. Dari pendapat ahli bahasa yang telah dinyatakan, maka dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan sarana untuk memperjelas suatu tuturan untuk mencapai maksud dan tujuan dari tuturan tersebut.