BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Sementara bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinnya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.1
1
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta:EKONISIA, 2004), hlm. 1
26
27
2. Dasar Hukum Bank Syariah Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (atau peniadaan bunga sekaligus). Sungguhpun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil.2 Dengan terbitnya PP No 77 tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berasaskan prinsip bagi hasil sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” (pasal 6), maka jalan bagi operasional perbankan syariah semakin luas. Kini titik kulminasi telah tercapai dengan disahkanya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem syariah.
2
Ibid, hlm. 4
28
UU No. 10 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No. 72/1992 yang melarang dual sistem banking. Pasal 6 UU No. 10/1998 membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui: a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau b. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sungguhpun demikian bank syariah yang berada di tanah air tanpa harus tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlaku pada umumnya antara lain: a. Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan cabang dan kegiatan devisa. b. Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia. c. Pengawasan Intern. d. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan faktor yang lainya. e. Mengenakan sanksi atas pelanggaran.3 Di samping ketentuan-ketentuan di atas, Bank Syariah di Indonesia juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa setiap produk
3
Ibid, hlm. 5
29
bank syariah mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat. Adanya tuntutan perkembangan maka UU Perbankan No. 7 tahun 1992 kemudian direvisi menjadi UU Perbankan No. 10 tahun 1998. UU ini melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap penting, dan merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil.4 3. Filosofi Bank Syariah Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari. a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya: 1) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha, 2) Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang
mengandung unsur
melipatgandakan
secara
otomatis
hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalanya waktu, 3) Menghindari penggunaan sistem perdaganga/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas,
4
Ibid, hlm. 5-6
30
4) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela, b. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan Dengan mengacu pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan AnNisa ayat 29, yaitu:
Artinya: “Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (sependapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan darii tuhanya lalu terus berhenti (dari mengambil riba) , maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusanya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah 275)
31
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu. Dan sesungguhnya kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa 29) Dari ayat di atas, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara barang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.5 4. Produk-Produk Bank Syariah Dengan prosedur yang didasarkan Hukum Islam, maka bentukbentuk usaha dan pinjam-meminjam uang harus mengikuti ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadist yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
5
Ibid, hlm. 2-3
32
a. Prinsip Simpanan Dalam prinsip simpanan ini dikenal dengan istilah Al-Wadiah, yang maknanya adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan
barang
yang
dititipkan
kepadanya.
Prinsip
ini
dikembangkan dalam bentuk simpanan, yaitu Giro Wadi’ah dan Tabungan Wadi’ah. b. Prinsip Bagi Hasil Dalam prinsip ini dikenal tiga istilah yaitu: (i) Musyarakah, perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan perjanjian antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing (ii) Mudharabah, perjanjian antar pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha. Dalam perjanjian ini pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang diawasi mengalami kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung pemilik modal, kecuali kerugian itu terjadi karena penyelewengan atau peyalahgunaan penguasa.
33
(iii) Muzara’ah, yaitu memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (prosentase) dari hasil panen. Prinsip mudharabah dijadikan dasar pengembangan produk tabungan dan deposito. Sementara prinsip musyarakah
dan
muzara’ah
digunakan
sebagai
dasar
pengembangan produk pembiayaan. c. Prinsip Pengembalian Keuntungan, Yang dapat disederhanakan jual beli, yaitu hak proses pemindahan hak milik barang atau aset dengan menggunakan uang sebagai media. Macam-macam dari jual beli ini adalah: (i) Al Musawamah, yaitu jual beli biasa dimana penjual memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang berapa margin keuntungan yang diambilnya. (ii) At Tauliah, yaitu menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan sedikitpun, seolah si penjual menjadikan pembeli sebagai walinya (Tauliah) atas barang atau aset. (iii) Al Murabahah, yaitu menjual dengan harga asal ditambah margin keuntungan yang telah disepakati. (iv) Al Muwadhaah, yaitu menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli, atau dengan kata lain Al Muwadhaah merupakan bentuk kebalikan dari Al Murabaah. (v) Al Muqayadhah, merupakan bentuk awal dari transaksi dimana barang ditukar dengan barang (barter).
34
(vi) Al Mutlaq, yaitu jua beli biasa dimana barang ditukar dengan uang. (vii) Ash Sharf, adalah jual beli valuta asing dimana uang dtukar dengan uang (Money Exchange). (viii) Ba’i Bithaman Ajil, menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan dibayar secara kredit. (ix) Ba’i As-Salam, yaitu proses jual beli dimana pembayaran dilakukan
dengan
advance
manakala
penyerahan
barang
dilakukan kemudian. (x) Ba’i Al- Istishna, yaitu kontrak order yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu. d. Prinsip Sewa (Ijarah) Yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang memperbolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua pihak. Setelah masa sewa berakhir maka barang akan dikembalikan kepada pemilik. Ada tiga jenis dari ijarah ini, yaitu: (i) Ijarah Mutlaqah (Leasing), proses sewa-menyewa yang biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari. (ii) Ba’i Ut Ta’jiri, suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.
Dalam
kontrak
ini
pembayaran
sewa
telah
35
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian dari padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur. (iii) Musyarakah Mutanaqisah, kombinasi antara musyarakah dengan ijarah / Per-kongsian dengan sewa. e. Prinsip Pengembalian Fee Prinsip ini dapat dibagi menjadi empat, yaitu: a) Al Kafalah, yakni suatu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggungnya. b) Al Wakalah, perjanjian pemberian kuasa kepada pihak lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dalam melaksanakan suatu tugas /kerja atas nama pemberi kuasa. c) Hiwalah, pengalihan kewajiban, dari suatu pihak yang mempunyai kewajiban kepada pihak lain. d) Al
Ju’alah, suatu kontrak pihak pertama menjanjikan imbalan
tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan usaha atau tugas. f. Prinsip Biaya Administrasi Yakni perjanjian pinjam meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima pinjaman wajib mengembalikan hutangnya dengan jumlah yang sama dan apabila peminjam tidak mampu mengembalikan pada waktunya maka
36
peminjam tidak boleh dikenai sanksi. Atas kerelaanya peminjam diperbolehkan memberikan imbalan kepada pemilik barang/uang.6 Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Pembiayaan dalam perbankan syariah tidak bersifat menjual uang yang mengandalkan pendapatan bunga atas pokok pinjaman yang diinvestasikan, tetapi dari pembagian laba yang diperoleh pengusaha. Pendekatan bank syariah mirip dengan investment banking, di mana secara garis besar produk adalah mudharabah dan musyarakah, sedangkan yang bersifat investasi diimplementasikan dalam bentuk murabahah (jual beli). Pola konsumsi dan pola simpanan yang diajarkan oleh Islam memungkinkan umat Islam mempunyai kelebihan pendapatan yang harus diproduktifkan dalam bentuk investasi. Maka bank Islam menawarkan tabungan investasi yang disebut simpanan mudharabah (simpanan bagi hasil atas usaha bank).7
6
Ibid, hlm. 8-11 Amir Machmud dan H. Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta:Erlangga, 2010), hlm. 28 7
37
B. Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah 1. Pengertian dan Tujuan Pembiayaan Murabahah a. Pengerian Murabahah Secara linguistik, murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. Perniagaan yang dilakukan mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Menjual barang secara murabahah berarti menjual barang dengan adanya tingkat keuntungan tertentu, misalnya mendapatkan keuntungan 1 dirham atas harga pokok pembelian 10 dirham. Secara istilah, terdapat definisi yang diberikan ulama. Di antaranya, Ibnu Rusyd al Maliki mengatakan, murabahah adalah jual beli komoditas dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang harga pokok pembelian barang dan tingkat keuntungan yang diberikan. Al-Mawardi asy-Syafi’i menyatakan murabahah adalah seorang penjual mengatakan, saya menjual pakaian ini secara murabahah, di mana saya membeli pakaian ini dengan 100 dirham, dan saya menginginkan keuntungan sebesar 1 dirham atas setiap 10 dirham harga beli. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual terkait dengan harga pokok pembelian dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Murabahah merupakan satu bentuk jual beli amanah (atas dasar
38
kepercayaan), sehingga harga pokok pembelian dan tingkat keuntungan harus diketahui secara jelas. Murabahah menekankan adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan nasabah, dan adanya proses penjualan kepada nasabah dengan harga jual yang merupakan akumulasi dari biaya beli dan tambahan profit yang diinginkan, pihak bank diwajibkan untuk menerangkan tentang harga beli dan tambahan keuntungan yang diinginkan
kepada
nasabah.
Dalam
konteks
ini
bank
tidak
meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli komoditas tertentu, akan tetapi seharusnya pihak banklah yang berkewajiban untuk membelikan komoditas pesanan nasabah dari pihak ketiga, dan kemudian baru dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang disepakati kedua pihak. Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah) di mana dalam jual beli musawamah terdapat proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli untuk menentukan harga jual, di mana penjual juga tidak
menyebutkan harga beli dan keuntungan yang diinginkan.
Berbeda dengan murabahah, harga beli dan margin yang diinginkan harus dijelaskan kembali kepada pembeli.8 b. Tujuan Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah harus digunakan untuk barang-barang yang halal, biaya aktual dari barang yang akan diperjualbelikan harus 8
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.103-105
39
diketahui oleh pembeli, harus ada kesepakatan kedua belah pihak (pembeli dan penjual) atas harga jual yang termasuk di dalamnya harga pokok penjualan (cost of goods sold) dan margin keuntungan, jika ada perselisihan atas harga pokok penjualan, pembeli mempunyai hak untuk menghentikan dan membatalkan perjanjian. Jika barang yag akan dijual tersebut dibeli dari pihak ketiga, maka perjanjian jual beli yang dengan pihak pertama tersebut harus sah menurut syariat Islam. Murabahah memegang kedudukan kunci nomor dua setelah prinsip bagi hasil dalam bank Islam, ia dapat diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang, pembiayaan pengeluaran Letter of Credit (L/C). Murabahah akan sangat berguna sekali bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana pada saat itu ia kekurangan likuiditas. Ia meminta kepada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat diterima. Harga jual pada pemesan adalah harga beli pokok plus margin keuntungan yang telah disepakati. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan kedua belah pihak harus memenuhi ketentuanketentuan yang telah disepakati bersama dimana bank harus mendatangkan barang yang benar-benar memenuhi pesanan nasabah baik jenis, kualitas atau sifat-sifat yang lainya dan Pemesan apabila barang telah memenuhi ketentuan dan ia menolak untuk menebusnya maka bank berhak untuk menuntutnya secara hukum. Hal ini
40
merupakan konsensus para muslim karena peranan telah dianalogikan dengan dhimmah (hutang) yang harus ditunaikan. Bank syariah dengan menggunakan fasilitas murabahah dapat membiayaai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan. Tujuan pembiayaan: 1) Bank dapat membiayaai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli: bahan mentah, bahan setengah jadi, barang jadi, stok dan persediaan, suku cadang dan penggantian. 2) Bank dapat pula membiayaai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabahnya. Termasuk di dalamnya biaya produksi barang baik untuk pasar domestik maupun di ekspor. Pembiayaan akan meliputi: biaya bahan mentah, tenaga kerja, overheads cost, margin keuntungan. 3) Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan mereka. Keperluan pembiayaan mereka ditentukan pada dasarnya stok dan persediaanya (re-ordering level). Pembiayaan juga meliputi biaya bahan menah, tenaga kerja dan overhead. 4) Dalam hak di mana nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah jadi, suku cadang dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of credit, bank dapat membiayaai permintaan akan letter of credit tersebut dengan menggunakan prinsip murabahah.
41
5) Nasabah yang telah mendapatkan kontrak, baik kontrak kerja, maupun kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah dan untuk itu bank dapat meminta surat perintah kerja (SPK) dari nasabah yang bersangkutan.9 2. Syarat dan Rukun Murabahah Agar murabahah ini bisa dikatakan sah, maka harus diiringi dengan beberapa persyaratan khusus, selain berbagai syarat umum jual beli lainya: a. Modal dan keuntungan harus sama-sama diketahui secara pasti. Karena pengetahuan tentang harga merupakan syarat sahnya seluruh jual beli. b. Hendaknya modal harus berupa barang-barang yang ada pendanaanya. Kalau berupa barang-barang yang tidak ada pendanaanya, tidak sah dalam jual beli murabahah menurut pendapat ulama yang lebih benar. Karena dasar jual beli ini adalah sikap amanah dan menghindari keraguraguan. Bila urusannya diserahkan kepada penjual untuk mengukur nilai barang jualan dan membatasi harga, hal itu membuka pintu untuk melakukan sikap pengurangan dan melebihi batas, atau paling tidak melakukan kekeliruan. c. Sahnya akad jual beli semenjak awal. Bila akad tidak sah, maka sistem ini juga tidak bisa diberlakukan. 10
9
Muhammad, Sistem & Prosedur Operasioal Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 24-25 10 Adiwaman A. Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2001), hlm. 196
42
Al- Kasani menyatakan bahwa akad ba’i murabahah akan dikatakan sah, jika memenuhi beberapa syarat berikut ini: a) Mengetahui harga pokok (harga beli). b) Adanya kejelasan margin (keuntungan) yang diinginkan penjual kedua. c) Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi harus merupakan barang mitsli, dalam arti terdapat padanannya di pasaran, alangkah baiknya jika menggunakan uang. d) Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa barang ribawi. e) Akad jual beli pertama harus sah adanya. f) Informasi yang wajib diberitahukan dalam bai’ murabahah. Menurut jumhur ulama, rukun dan syarat yang terdapat dalam bai’ murabahah sama dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli, dan hal itu identik dengan rukun dan syarat yang harus ada dalam akad. Menurut Hanafiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanya satu, yaitu sighat (ijab dan qabul), adapun rukun-rukun lainya merupakan derivasi dari sighat.11 3. Landasan Syariah Murabahah Murabahah merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al- Qur’an, Al Hadist maupun
ijma
ulama.
Di
antara
dalil
(landasan
syariah)
yang
memperbolehkan praktik akad jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
11
Dimyauddin Djuwaini, Op Cit., hlm. 108-111
43
a.
“Hai orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu” QS. An Nisa (4): 29.12 Ayat ini melarang segala bentuk transaksi yang batil. Di antara transaksi yang dikategorikan batil adalah yang mengandung bunga (riba) sebagaimana terdapat pada sistem kredit konvensional. Berbeda dengan murabahah dalam akad ini tidak ditemukan unsur bunga, namun hanya menggunakan margin. Di samping itu, ayat ini mewajibkan untuk keabsahan setiap transaksi murabahah harus berdasarkan prinsip kesepakatan antar para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang menjelaskan dan dipahami segala hal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing
b.
“...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” QS. Al- Baqarah 275, merujuk pada kehalalan jual beli dan keharaman riba. Dalam ayat ini, Mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum, serta menolak dan melarang konsep ribawi. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syara’ dan sah untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung unsur ribawi.
12
Departemen Agama R. I., Al-Qur’an dan Terjemahanya (dalam berbagai edisi)
44
c.
Dari Abu Said al Khudri bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”.13 Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Majah ini merupakan dalil atas keabsahan jual beli secara umum. Hadist ini memberikan prasyarat bahwa akad jual beli murabahah harus dilakukan dengan adanya kerelaan masing-masing pihak ketika melakukan transaksi. Segala ketentuan yang terdapat dalam jual beli murabahah, seperti penentuan harga jual, margin yang diinginkan, mekanisme pembayaran dan lainya, harus terdapat persetujuan dan kerelaan antara pihak nasabah dan bank, tidak bisa ditentukan secara sepihak.
d.
Nabi bersabda: “ada tiga hal yang mengandung berkah, jual beli secara tidak tunai, muqaradlah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jawawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual”.14
C. Jual Beli Emas di Bank Syariah 1. Pengertian Jual Beli Emas Dalam dunia ekspor-impor, perdagangan valuta asing merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini bisa dipahami dari fenomena sebagai berikut. Jika sebuah perusahaan Indonesia mengekspor barang, misalnya ke Saudi Arab, maka pertukaran valuta asing sangat diperlukan. Perusahaan Indonesia membutuhkan mata uang rupiah untuk menggaji karyawan atau melakukan proses produksi. Adapun masyarakat yang mengkonsumsi 13
Ruhallah Musawi Humaini, Kitab Al-Bai’: Ta’lif Imam Humaini, voL. 3(Mu’assasa Matbu’at Iliya,1974) 14 Dimyauddin Djuwaini, Op Cit., hlm. 106-107
45
barang dan jasa di Saudi Arabia, hanya memiliki mata uang lokal, yakni real. Dalam term ulama fiqh, perdagangan valuta asing ini dianalogikan dengan pertukaran emas dengan perak, yang lazim di sebut dengan akad sharf. Secara linguistik, ash-sharf bermakna ziyadah (tambahan). Hal ini berdasarkan Hadis Rasulullah yang menyebut ibadah nafilah (sunnah, tambahan) dengan istilah sharf. Secara istilah, sharf adalah perdagangan valuta asing, baik dilakukan atas valuta yag sejenis ataupun berbeda jenis, dan dilakukan secara tunai (spot). Keabsahan praktik perdagangan valuta asing dapat dilihat dari hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah SAW bersabda: “menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, (apabila sejenis), maka harus sama (kualitas dan kuantitas) dan harus dilakukan secara tunai (cash, spot)”. (HR Al Jama’ah-mayoritas ahli hadits-kecuali Imam Bukhari).15 Ulama fiqh menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad sharf. Aktivitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir (spekulasi, gambling) dan gharar (uncertainty). Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa batasan sebagai berikut:
15
Dimyauddin Djuwaini, Op Cit., hlm. 142
46
1) Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pada saat bersamaan sebelum keduanya terpisah. 2) At tamatsul. Jika akad sharf dilakukan atas mata uang sejenis, maka nilai yang dipertukarkan harus sama (seimbang). Walaupun keduanya terdapat perbedaan kualitas dan model cetaknya. Mata uang yang sejenis, harus dijual kongruen dengan nilainya, bukan sifat dan kualitasnya. 3) Khiyar syarat tidak berlaku dalam akad sharf, karena di dalamnya dipersyaratkan adanya at-taqabul (serah terima). Khiyar syarat mengindikasikan jual beli tidak secara tunai, dan bisa mencegah tetapnya kepemilikan objek bagi pihak yang bertransaksi. 4) Waktu penyerahan valuta (value date, tanggal valuta) tidak boleh diserahkan pada suatu tanggal tertentu di masa mendatang (future delivery), karena hal ini akan mengakhirkan kepemilikan barang dan menafikan syarat at-taqabul. Jika transaksi jual beli valas dilakukan via telepon, tanpa diikuti adanya penyerahan mata uang, maka akad tersebut hukumnya batal. Dengan alasan, valas merupakan barang ribawi, dan wajib adanya serah terima dalam majlis akad. Serah terima tersebut harus bersifat hakiki, tidak hanya sekadar dengan janji akan diserahkan di kemudian hari. Delay waktu penyerahan valuta akan berpengaruh terhadap nilai yang ada. Selain itu, pembelian emas perhiasan tidak boleh dilakukan secara kredit. Karena tidak ada prosesi serah terima secara sempurna, nilai yang
47
diterima penjual tidak akan sama dengan nilai emas yang dijuanya di awal kontrak. Namun demikian, jika pembelian emas itu dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, maka hal itu diperbolehkan. Karena secara hukum sudah ada serah terima. Harga perhiasan tersebut telah dibayar secara tunai oleh pihak perbankan.16 Jual beli emas di bank syariah biasanya berupa pembiayaan, bank membiayai nasabah yang ingin membeli emas misal untuk investasi, dan di bank syariah di sebut Pembiayaan Kepemilikan Emas yang selanjutnya disebut PKE. PKE adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah. Objek pembiayaan kepemilikan emas di bank syariah
adalah emas dalam bentuk lantakan (batangan) atau
perhiasan. Jumlah pembiayaan kepemilikan emas adalah harga perolehan pembelian
emas
yang
dibiayai
oleh
Bank
Syariah
setelah
memperhitungkan uang muka (down payment). Dan agunan pembiayaan kepemilikan emas adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah. 2. Dasar Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Mengenai hukum jual beli emas secara angsuran, ulama berbeda pendapat sebagai berikut: a. Dilarang, ini pendapat mayoritas fuqaha, dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali; b. Boleh, ini pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama kontemporer yang sependapat.
16
Ibid., hlm. 146
48
Ulama yang melarang mengemukakan dalil dengan keumuman hadishadis tentang riba, yang antara lain menegaskan: “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, dan perak dengan perak, kecuali secara tunai.” Mereka menyatakan, emas dan perak adalah tsaman (harga, alat pembayaran, uang), yang tidak boleh dipertukarkan secara angsuran maupun tangguh, karena hal itu menyebabkan riba. Sementara itu, ulama yang mengatakan boleh mengemukakan dalil sebagai berikut: a. Bahwa emas dan perak adalah barang (sil'ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat pembayaran, uang). b.
Manusia sangat membutuhkan untuk melakukan jual beli emas. Apabila tidak diperbolehkan jual beli emas secara anggsuran, maka rusaklah kemaslahatan manusia dan mereka akan mengalami kesulitan.
c. Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan berubah menjadi seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan tsaman (harga, alat pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama.
49
d. Sekiranya pintu (jual beli emas secara angsuran) ini ditutup, maka tertutuplah pintu utang piutang, masyarakat akan mengalami kesulitan yang tidak terkira.17 3. Regulasi BI Terkait Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Mengenai jual beli emas secara tidak tunai, BI mengeluarkan Surat Edaran yang ditunjukan kepada semua bank syariah dan unit usaha syariah di Indonesia Nomor 10/31/DPbS perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010. Isi dari Surat Edaran tersebut antara lain: 1. Bank Syariah wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai, termasuk prosedur analisis yang mendasarkan antara lain pada tingkat kemampuan membayar dari nasabah. 2. Agunan PKE ditetapkan sebagai berikut: a. diikat secara gadai; b. disimpan secara fisik di Bank Syariah; dan c. tidak dapat ditukar dengan agunan lain. 3. Jumlah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 4. Nasabah dimungkinkan untuk memperoleh pembiayaan Qardh Beragun Emas dan PKE secara bersamaan, dengan ketentuan sebagai berikut:
17
Fatwa DSN MUI, 2006, hlm. 8-9
50
a. jumlah saldo pembiayaan secara keseluruhan adalah paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); dan b. jumlah saldo PKE adalah paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 5. Uang muka (down payment) PKE ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga perolehan emas yang dibiayai oleh Bank Syariah dengan ketentuan sebagai berikut: a. paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen), untuk emas dalam bentuk lantakan (batangan); dan/atau b. paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen), untuk emas dalam bentuk perhiasan. Uang muka PKE dibayar secara tunai oleh nasabah kepada Bank Syariah. Sumber dana uang muka PKE harus berasal dari dana nasabah sendiri (self financing) dan bukan berasal dari pinjaman. 6. Jangka waktu PKE ditetapkan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. Dalam hal terdapat perpanjangan jangka waktu pembiayaan maka: a. harga jual yang telah disepakati pada akad awal tidak boleh bertambah; dan b. mengacu ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai restrukturisasi pembiayaan.
51
7. Bank Syariah dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas yang digunakan sebagai agunan PKE. 8. Tata cara pembayaran pelunasan PKE ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pembayaran dilakukan dengan cara angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan; b. pelunasan dipercepat dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) paling singkat 1 (satu) tahun setelah akad pembiayaan berjalan; 2) nasabah wajib membayar seluruh pokok dan margin (total piutang) dengan menggunakan dana yang bukan berasal dari penjualan agunan emas; dan 3) nasabah dapat diberikan potongan atas pelunasan dipercepat namun tidak boleh diperjanjikan dalam akad. 9. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh tempo dan/atau PKE digolongkan macet maka agunan dapat dieksekusi oleh Bank Syariah setelah melampaui 1 (satu) tahun sejak tanggal akad PKE. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan dengan sisa kewajiban nasabah dengan ketentuan sebagai berikut: a. apabila hasil eksekusi agunan lebih besar dari sisa kewajiban nasabah maka selisih lebih tersebut dikembalikan kepada nasabah; atau
52
b. apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari sisa kewajiban nasabah maka selisih kurang tersebut tetap menjadi kewajiban nasabah. 10. Bank Syariah harus menjelaskan secara lisan dan tertulis karakteristik produk yang mencakup paling kurang: a. persyaratan calon nasabah; b. biaya-biaya yang akan dikenakan; c. besarnya uang muka yang harus dibayar nasabah; d. tata cara pelunasan dipercepat; e. tata cara penyelesaian apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah tidak mampu membayar; f. konsekuensi apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah yang tidak mampu membayar; dan g. hak dan kewajiban nasabah apabila terjadi eksekusi agunan emas.18 D. Manajemen Pemasaran 1. Konsep Dasar Manajemen Pemasaran Perkembangan ekonomi syariah mampu mengembalikan nilai-nilai Islam di tengah-tengah kehidupan perekonomian masyarakat. Dalam dunia bisnis telah muncul kesadaran akan pentingnya etika, kejujuran dan prinsip-prinsip Islam lainnya. Rasulullah SAW. sendiri telah memberikan contoh kepada manusia tentang cara-cara berbisnis yang berpegang teguh
18
Handout Bank Syariah Mandiri Cabang Pekalongan.
53
pada kebenaran, kejujuran, sikap amanah, serta tetap memperoleh keuntungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan hukum dalam menjalankan bisnis. Rasulullah adalah prototipe sukses dalam melakukan spiritualisasi marketing. Oleh karena itu, mencontoh cara Rasulullah SAW. dengan mengutamakan nilai-nilai spiritual (Islam) adalah tindakan yang sangat terpuji yag direkomendasikan oleh banyak ayat Allah dalam Al-Qur’an. Memasarkan dihargai oleh Islam karena sebagai bagian dari kerja untuk menciptakan transaksi, mempromosikan melalui iklan misalnya, ada hal-hal yang harus dijaga agar tidak terjerumus menjadi aktor pamer aurat, demikian juga dalam hal produk yang boleh dan dilarang dipromosikan untuk menciptakan transaksi. Marketing menganjuran agar setiap orang dalam bisnis selayaknya memiliki perilaku sebagai marketer sehingga mampu menggerakkan perusahaan, melihat, merespon, dan membuat pelanggan puas dalam pasar yang terus menerus berubah. Aktivitas bisnis yang secara tegas dilarang oleh Islam, yaitu jangan melakukan transaksi bisnis yang diharamkan oleh Islam, jangan mencari dan menggunakan harta dengan cara yang tidak halal, jangan bersaing dengan cara batil, jangan memasarkan produk yang dilarang syariah, jangan menjelek-jelekan produk orang lain, jangan menjadi aktor pamer aurat, serta jangan menipu untuk meningkatkan transaksi.19
19
Ali Hasan, Marketing Bank Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 22
54
a. Pengertian Pemasaran Pada dasarnya manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. Hal ini berarti dalam manajemen pemasaran tercakup serangkaian
kegiatan
analisis,
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan atas barang, jasa dan gagasan dengan tujuan utama kepuasan pihak-pihak yang terlibat. Pada kenyataannya dalam pemasaran masyarakat akan terlibat sepuluh macam entitas yaitu: 1) Barang-barang (goods), 2) Jasa-jasa (services), 3) Pengalaman-pengalaman (experiences), 4) Kegiatan-kegiatan (events), 5) Orang-perorang (persons), 6) Tempat-tempat (places), 7) Harta-kekayaan (properties), 8) Banyak organisasi (organizations), 9) Informasi (information), 10) Banyak ide (ideas). Sementara itu pengertian pemasaran (marketing) saat ini bukan sekedar menjual (to sales) dengan dimensi jangka pendek (jual-beli
55
putus) tetapi memasarkan (to marketing) dengan dimensi jangka panjang.20 Philip Kotler mendefinisikan pengertian pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.21 Pemasaran (marketing) bagi bank merupakan hal yang sangat penting
dalam
memperkenalkan
dan
menjual
sarana-sarana
pengumpulan dana (input) dan penyaluran pembiayaan. Pemasaran jasa-jasa bank sulit, kompleks dan unik karena: a) Jasa-jasa yang akan dipasarkan terdiri dari dua sisi, yaitu saranasarana penarikan dari masyarakat Surplus Spending Unit (SSU) dan jenis-jenis pembiayaan yang dapat diberikan bank kepada Defisit Spending Unit (DSU). b) Dana-dana pihak ketiga yang telah dikumpulkan sifatnya sementara, artinya harus dikembalikan kepada penabungnya. c) Pembiayaan yang telah disalurkan kepada masyarakat DSU sifatnya juga sementara artinya harus ditarik kembali oleh bank. d) Dana yang ditarik (dibeli) dari SSU dan yang dberikan pembiayaan (dijual) kepada DSU, nilai dan kualitasnya tetap sama. Walaupun pemasaran produk bank kompleks dan unik, manajer bank harus melakukanya dengan kiat-kiat yang jitu untuk mendorong 20
Sentot Imam Wahjono, Manajemen Pemasaran Bank, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013),
21
Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 55
hlm. 2
56
SSU da DSU menjadi nasabahnya. Kalau pemasaran berhasil menarik masyarakat SSU dan DSU menjadi nasabahnya, bank akan maju.22 b. Tujuan Pemasaran Secara umum tujuan pemasaran bank adalah untuk: 1) Memaksimumkan konsumsi atau dengan kata lain memudahkan dan merangsang konsumsi, sehingga dapat menarik nasabah untuk membeli produk yang ditawarkan bank secara berulang-ulang. 2) Memaksimumkan kepuasan pelanggan melalui berbagai pelayanan yang diinginkan nasabah. Nasabah yang puas akan menjadi ujung tombak pemasaran selanjutnya, karena kepuasan ini akan ditularkan kepada nasabah lainya melalui cerita (word of mouth) 3) Memaksimumkan pilihan (ragam produk) dalam arti bank menyediakan berbaga jenis produk bank sehingga nasabah memiliki beragam pilihan pula. 4) Memaksimumkan mutu hidup dengan memberikan berbagai kemudahan kepada nasabah dan menciptakan iklim yang efesien.23 c. Konsep Pemasaran Konsep pemasaran berdiri di atas 4 pilar: pasar sasaran (target market), kebutuhan pelanggan (consumers needs), pemasaran terpadu (integrated
marketing),
dan
kemampuan
menghasilkan
laba
(profitability). Konsep pemasaran mempunyai perspektif dari luar ke
22
Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 148-149 23 M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 12
57
dalam. Titik tumpu dan titik awal pemikiran konsep pemasaran adalah mengerti
konsumen,
kemudian
bagaimana
memenuhi
kebutuhan/keinginan itu dengan upaya pemasaran terpadu agar konsumen puas dalam jangka panjang yang memungkinkan pembelian berulang (repeat buying). Jadi dalam konsep pemasaran berawal dari “dia” bukan “aku”.24 Hal ini sesuai dengan tabel berikut: Gambar 2.1 Konsep Pemasaran Titik awal
Fokus
sasaran
Pasar Sasaran
kebutuhan pelanggan
pemasaran terintegrasi
Hasil laba melalui kepuasan pelanggan
Konsep dasar pemasaran dan konsep penjualan sering sulit dibedakan. Dasar pemikiran konsep pemasaran adalah: 1) Pemuasan keinginan kelompok pembeli tertentu menjadi tugas perusahaan; 2) Untuk itulah diperlukan program riset pemasaran agar dapat diketahui pada keinginan pembeli; 3) Semua kegiatan untuk mempengaruhi pembeli harus di tempatkan di bawah kontrol pemasaran yang terintegrasi; 4) Kepuasan konsumen akan dapat menimbulkan loyalitas, kesan baik dari pembeli.
24
Sentot Imam Wahjono, Op Cit., hlm. 3-4
58
Apabila bank menganut konsep pemasaran, semua kegiatan diarahkan kepada konsumen (consumer service). Bagian pemasaran berperan aktif sejak dimulainya proses produksi (jasa) sebab konsumenlah yang akan menjadi tujuan utama, yaitu kepuasan, jadi tidak hanya peningkatan volume penjualan saja. Tujuan utama konsep pemasaran adalah memaksimalkan kepuasan konsumen yang merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan sehingga semua kegiatan perusahaan, baik produksi, teknik, keuangan, maupun pemasaran (termasuk variabel-variabel 4P dari marketing mix) selalu diarahkan pada upaya untuk memenuhi selera konsumen dan memuaskan kebutuan mereka agar diperoleh keuntungan yang layak dalam jangka panjang. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.25 Adapun konsep inti dari pemasaran tersebut antara lain: a) Kebutuhan, keinginan dan permintaan Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan secara umum terbagi atas kebutuhan primer,
25
M. Nur Rianto Al Arif, Op Cit., hlm. 7
59
sekunder dan tersier. Semua ini termasuk kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan; kebutuhan sosial akan rasa memiliki dan kasih sayang; dan kebutuhan individual akan pengetahuan dan mengekspresikan diri. Semua kebutuhan ini tidak diciptakan oleh pemasar, semuanya merupakan bagian mendasar manusia. Sifat dari kebutuhan adalah sunatullah, artinya sudah built-in dalam setiap diri manusia.26 Keinginan adalah bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual. Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas tetapi sumber daya yang dimilikinya terbatas. Jadi, mereka ingin memilih produk yang memberi nilai dan kepuasan paling tinggi untuk sumber daya yang mereka miliki, manusia menciptakan permintaan akan produk dengan manfaat yang mampu memberikan kepuasan paling tinggi. Sehingga setiap orang mempunyai keinginan yang dapat berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Masalah yang muncul dalam ilmu ekonomi adalah keinginan yang tak terbatas namun dibatasi oleh sumber daya yang terbatas, sehingga timbulah masalah kelangkaan dari akibat yang terjadi antara keinginan dan sumber daya. Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh daya beli. Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana disertai
26
Ibid.,
60
dengan daya beli. Konsumen memandang produk sebagai kumpulan manfaat dan memilih produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang yang mereka keluarkan.27 b) Produk (jasa dan barang) Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginan dengan produk. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Istilah produk mencakup barang fisik, jasa dan berbagai sarana lainnya yang dapat memuaskan
kebutuhan
dan
keinginan
konsumen.
Proses
pendefinisian produk ini akan mempengaruhi strategi pemasaran yang akan digunakan, sebab pemasaran barang akan berbeda dengan pemasaran jasa. Dalam pembahasan mengenai pemasaran bank, strategi pemasaran produk yang digunakan adalah strategi pemasaran jasa.28 Perusahaan harus mampu menciptakan suatu produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan kosumen serta yang mampu memberikan kepuasan yang paling tinggi terhadap konsumen. Produk yang berkualitas tinggi akan mampu memberikan kepuasan lebih tinggi kepada konsumen. Produk yang dijual pada industri perbankan adalah produk yang sifatnya jasa, sehingga
27 28
Ibid., hlm. 8 Ibid.,
61
pemasar harus mampu melakukan inovasi pemasaran yang cocok untuk pemasaran jasa. c) Nilai, biaya, dan kepuasan Setelah mengetahui keinginan dan kebutuhan akan barang dan jasa, konsumen akan dihadapkan pada jajaran produk dan jasa yang beraneka ragam. Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan nilai kegunaan. Nilai kegunaan mempunyai dampak langsung pada prestasi produk dan kepuasan pelanggan. Nilai dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut. Nilai di sini ada yang diartikan sebagai nilai nominal, yaitu harga dari produk tersebut. Sementara kepuasan pelanggan adalah apa yang di dapat oleh konsumen dibandingkan dengan persepsi konsumen atas produk tersebut. d) Pertukaran, transaksi, dan hubungan Pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan lewat pertukaran. Pertukaran yang merupakan konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Sifat pertukaran merupakan sifat yang sunatullah dari manusia, terlihat dari bentuk pertukaran yang dilakukan mulai dari barter –pertukaran barang dengan barang- sampai dengan pertukaran barang dengan uang yang kita lakukan saat ini dalam transaksi
62
sehari-hari. Pertukaran di sini dapat pula bermakna pertukaran manfaat produk yang dimiliki perusahaaan kepada konsumen.29 e) Pasar Konsep pertukaran mengarah ke konsep suatu pasar, dimana pasar adalah perangkat pembeli yang aktual dan potensial dari sebuah produk. Ukuran suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukan kebutuhan, mempunyai sumber daya untuk terlibat dalam pertukaran dan bersedia menawarkan sumber daya. Untuk mencapai pasar sasaran ada tiga jenis saluran pemasaran yang dapat digunakan, yaitu saluran komunikasi, saluran distribusi, dan saluran jasa. Saluran komunikasi digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi meliputi surat kabar, radio, reklame dan berbagai media lainya. Saluran distribusi digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna termasuk distributor, sub distributor, grosir, agen, dan pengecer. Saluran jasa digunakan untuk melakukan transaksi dengan pembeli potensial, mencakup pergudangan, perusahaan akuntan, perbankan, dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi. f) Pemasaran, pemasar, dan prospek Pemasaran
berarti
mengolah
pasar
untuk
menghasilkan
pertukaran dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan
29
Ibid., hlm. 9
63
manusia. Dalam situasi biasa pemasaran mencakup melayani pasar pengguna akhir bersama pesaing. Perusahaaan dan pesaing mengirimkan produk dan pesan mereka langsung kepada konsumen atau lewat perantara pemasaran kepada pengguna akhir. Sehingga pemasaran titik kuncinya adalah proses pertukaran yang terjadi antara dua pihak atau lebih suatu proses pemasaran tidak dapat berjalan apabila adanya kehadiran seorang tenaga pemasar. Jika suatu pihak lebih aktif dapat mengusahakan terjadinya pertukaran dibandingkan dengan pihak lain, kita namakan pihak pertama sebagai pemasar dan pihak kedua sebaga prospek atau calon pembeli.30 2. Strategi Pemasaran a. Pengertian Strategi Pemasaran Strategi dirancang untuk memenangkan customer mind (mind share), alat untuk memenangkan itu, marketer harus mampu melakukan segmentasi, menetapkan target pasar (targeting), dan memposisikan produk secara tepat di benak konsumen (positioning) yang lebih baik dari kompetitor.31 Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang memberikan arah kepada semua fungsi manajemen suatu organisasi
bisnis.
Dengan
adanya
strategi
implementasi program dalam mencapai 30 31
Ibid., hlm.10 Ali Hasan, Op Cit., hlm. 10
pemasaran,
maka
tujuan organisasi dapat
64
dilakukan secara aktif, sadar dan rasional tentang bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya dalam lingkungan bisnis. Strategi pemasaran bagi setiap perusahaan dapat berfungsi sebagai berikut: 1) Sebagai respons organisasi untuk menanggapi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sepanjang siklus bisnis. 2) Sebagai upaya untuk membedakan dirinya dari pesaing dengan menggunakan kekuatan korporat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih baik dalam lingkungan tertentu. 3) Sebagai
kunci
keberhasilan
dalam
menghadapi
perubahan
lingkungan bisnis, memberikan kesatuan arah bagi semua mitra internal perusahaan. 4) Sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya dan usaha organisasi.
Setiap
organisasi
membutuhkan
strategi
untuk
menghadapi situasi: keterbatasan sumber daya yang dimiliki, ketidakpastian kekuatan bersaing perusahaan, mengkoordinasikan keputusan-keputusan
antar
bagian
sepanjang
waktu,
dan
ketidakpastian pengendalian inisiatif. 5) Sebagai alat fundamental untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan dalam melayani pasar sasaran.32
32
Ibid., hlm. 119
65
b. Faktor Strategi Pemasaran Pada dasarnya strategi pemasaran memiliki dua faktor yang terpisah namun saling berhubungan erat. Kedua faktor tersebut yaitu, pasar sasaran dan bauran pemasaran. Kedua faktor ini berhubungan erat. Pasar sasaran merupakan suatu sasaran yang akan dituju, sedangkan bauran pemasaran merupakan alat untuk menuju sasaran tersebut.33 Untuk lebih jelasnya berikut merupakan penjabaran mengenai kedua faktor tersebut: a) Pasar Sasaran (Target Market) Kotler (2001), mengartikan pasar sasaran sebagai suatu pembeli yang memiliki kebutuhan atau karakteristik yang sama yang ditetapkan perusahaan untuk dilayani. Anoraga (2000), mengartikan bahwa pasar sasaran adalah suatu kelompok konsumen yang homogen, yang merupakan sasaran perusahaan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar sasaran (target market) merupakan kegiatan yang berisi dan menilai serta memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki oleh perusahaan. b) Bauran Pemasaran (Marketing mix) Salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu adalah bauran pemasaran, yang merupakan strategi yang dijalankan 33
Philip Koter, AB Susanto, Manjemen Pemasaran di Indonesia, Buku 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm.119
66
perusahaan,
yang
berkaitan
dengan
penentuan
bagaimana
perusahaan menyajikan penawaran produk pada satu segmen pasar tertentu, yang merupakan sasaran pasaranya. Marketing mix merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel mana dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasaranya. Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin, dalam melakukan kegiatan pemasaranya.34 Marketing mix meliputi: 1) Product (produk) 2) Price (harga) 3) Promotion (promosi) 4) Place (saluran distribus) Sedangkan Boom dan Bitner menambah dalam bisnis jasa, bauran pemasaran di samping 4P seperti yang dikemukakan di atas, ada tambahan dengan 3P, yaitu: 1. People (orang), yaitu semua orang yang terlibat aktif dalam pelayanan dan mempengaruhi persepsi pembeli, nama, pribadi pelanggan, dan pelanggan-pelanggan lain yang ada dalam ligkungan pelayanan. People meliputi kegiatan untuk karyawan, seperti kegiatan rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, motivasi,
34
Ibid., hlm.120
67
balas jasa, dan kerjasama, serta pelanggan yang menjadi nasabah atau calon nasabah. 2. Physical evidence (bukti fisik), adalah terdiri dari adanya logo atau simbol perusahaan, moto, fasilitas yang dimiliki, seragam karyaan, laporan, kartu nama, dan jaminan perusahaan. 3. Process (proses) merupakan keterlibatan pelanggan dalam pelayanan
jasa,
proses
aktivitas,
standar
pelayanan,
kesederhanaan atau kompleksitas prosedur kerja yang ada di bank yang bersangkutan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penggunaan konsep bauran pemasaran untuk produk jasa jika di gabungkan menjadi 7P, yaitu: 1. Product (produk) 2. Price (harga) 3. Place (tempat/saluran distribusi) 4. Promotion (promosi) 5. People (orang) 6. Physical evidence (bukti fisik) 7. Process (proses).35 Dalam rangka memenangkan persaingan antara bank dalam menjalankan bauran pemasarannya dapat dilakukan berbagai strategi. Akan tetapi, ketepatan penggunaan strategi bauran
35
Kasmir, Op Cit., hlm.120
68
pemasaran jasa suatu bank ditentukan oleh antara lain melalui kualitas jasa yang ditawarkan (perceived service quality).