BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bank Syariah adalah bank yang tidak menggunakan bunga pada operasinya. Bank syariah bisa diartikan sebagai lembaga perbankan yang dalam operasional produknya dikembangkan berdasar prinsip Al-Qur’an. Syafii (2011) membedakan bank syariah menjadi 2 pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam yang tata cara pada operasinya bedasar pada ketentuan Al-Qur”an dan Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara ber-muamalat secara Islam. Ihsana (2015) menyebutkan dalam setiap transaksi, perusahaan perbankan tidak selalu mengalami keuntungan seperti yang diinginkan, pastilah terdapat risiko yang menyertainya. Nasabah yang melakukan kontrak dengan perbankan tidak selalu memberikan imbal hasil seperti yang diharapkan bank. Risiko yang berhubungan dengan kontrak yang dimaksudkan ini adalah risiko kredit atau credit risk. Berdasarkan risiko yang dimiliki tersebut, bank umum syariah harus dapat mengambil tindakan lebih lanjut terhadap evaluasi pinjaman yang memiliki kemungkinan tidak dapat kembali dengan evaluasi akuntansi mengenai risiko kredit.
1
2
Terkait dengan risiko kredit, terdapat dua pilihan metode dalam akuntansi untuk mengakui risiko kerugian. Pertama dengan cara write off atau penghapusan secara langsung. Kedua dengan cara pembentukan provisi atau penyisihan kerugian. Kedua metode ini dapat pergunakan salah satu, tetapi standar IFRS lebih cenderung kepada penggunaan pembentukan penyisihan kerugian (Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2011). The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions mewajibkan adanya penyisihan yang dapat digunakan secara dinamis, yang dengan prinsip kehati-hatian dapat digunakan untuk mengurangi siklus perputaran penyisihan dan keuntungan bank serta kemungkinan gagal bayar yang dapat berbentuk sebuah provisi untuk mengurangi resiko (Wezel, Jorge, Lau, dan Columba, 2012). Selain itu, AAOIFI juga mengatur bahwa perusahaan harus membentuk provisi sebagai expenses untuk merevaluasi piutang, pembiayaan, serta aset investasi apabila jumlah yang tidak dapat kembali atau penyisihan aset terjadi dalam bentuk penyisihan. Maka dari itu, loan loss provision diperlukan bagi bank untuk mengantisipasi risiko kredit dengan lebih baik (Taktak, Zouari, dan Boudriga, 2010). Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan impian yang mustahil karena potensi Indonesia untuk menjadi leading global player keuangan syariah sangat besar.Indonesia dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011 menduduki urutan ke empat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan
3
industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia (Lihat Gambar 2.1). Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan (Alamsyah, 2015). Namun faktanya pada saat ini, kinerja efisiensi bank umum syariah di Indonesia belum termasuk dalam kategori kondisi yang dapat dikatakan baik mengingat dalam beberapa tahun terakhir memiliki tingkat non performing finance, BOPO, dan risiko likuiditas yang relatif tinggi. Namun, pada saat yang bersamaan juga memiliki peningkatan transaksi serta penambahan dana pihak ketiga (DPK) yang terus meningkat sehingga menimbulkan pertambahan aset yang signifikan pada setiap tahun. Hal ini menimbulkan asumsi terkait adanya perataan laba pada bank umum syariah di Indonesia. Tabel 1.1. Nilai FDR, BOPO BUS dan UUS di Indonesia Tahun 2010 2011 2012 2013
2014
FDR
89.67
88.94
100
100.32
95.5
BOPO
80.54
78.41
74.97
78.21
84.5
Risiko Likuiditas
6,45
6,37
6,73
7,65
7,6
(Sumber: Statistik OJK, 2014 dalam Islamic Finance Outlook, 2015)
4
Tahun
Tabel 1.2. Nilai DPK, Aset BUS dan UUS di Indonesia 2010 2011 2012 2013
2014
DPK
77
117
147.5
183
185
Aset
97.5
145.5
195
242.3
244.2
(Sumber: Statistik OJK, 2014 dalam Islamic Finance Outlook,2015)
Praktik perataan laba merupakan suatu fenomena
umum yang terjadi
sebagai usaha dari manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba. Namun, ketika praktik perataan laba ini dilakukan dengan sengaja dan dibuat-buat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan, akibatnya investor tidak memperoleh informasi akurat yang memadai mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dan risiko dari portofolio mereka (Jin dan Machfoedz, 1998). Meskipun hal ini relatif umum terjadi di perbankan maupun perusahaan umum namun hal ini tidak diperkenankan untuk dilakukan dalam perbankan maupun perusahaan yang berbasis syariah. Salah satu penyebab yang dapat mendorong perusahaan untuk melakukan praktik income smoothing adalah adanya perhatian investor yang selama ini cenderung terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai tingkat laba tersebut. Oleh karena itu, perusahaan memanfaatkan hal tersebut untuk melakukan income smoothing yang bertujuan untuk menstabilkan laba sesuai kepentingannya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian investor, dengan harapan investor memliki rasa aman sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk berinvestasi dalam perusahaan yang memiliki laba relatif stabil tersebut (Mursalim, 2015). Selain itu, perataan laba yang diproksikan
5
dengan loans loss provisions dapat dilakukan
karena didasari fakta yang
dikemukakan oleh Tobing dan Nur (2009) yang menyebutkan bahwa penggunaan loans loss provisions untuk perataan laba melalui loans loss porovisions tidak menimbulkan dampak terhadap arus kas sehingga arus kas tidak terpengaruh Masyarakat ekonomi ASEAN adalah hal yang pasti dihadapi Indonesia pada saat ini, dimana hal ini akan memberikan persaingan antar negara yang kian ketat temasuk dalam bidang ekonomi, termasuk juga perbankan syariah. Di wilayah regional Asia Tenggara, bank umum syariah di Indonesia bukanlah pemimpin dimana pada saat ini, bank umum syariah di Indonesia saat ini masih berada di tahapan berkembang, dimana tahapan maju dan memimpin dipegang oleh bank umum syariah Malaysia pada level di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi pacuan khususnya bagi bank umum syariah di Indonesia untuk bercermin serta belajar terhadap sistem serta metode yang dipakai oleh perbankan Malaysia agar dapat berkembang pesat dam masuk ke tahapan maju seperti halnya bank umum syariah di Malaysia. Maka dari itu perbandingan sistem antara bank umum syariah di Indonesia dengan Malaysia saat ini menjadi suatu hal yang relevan dimana dari hal ini akan memberikan pengetahuan baru pada praktik perbankan khususnya pada praktik peratan laba. Pada tahun 2010, bank syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga dapat dikatakan belum ada bank umum syariah Indonesia yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga bank umum syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa skala ekonomi bank
6
umum syariah di Indonngesia masih kalah dengan bank umum syariah di wilayah Malaysia yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi tersebut membuat operasional bank umum syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang cukup signifikan (Alamsyah, 2015). Topik perataan laba yang membandingkan perbankan umum syariah di wilayah Indonesia dengan Malaysia dipilih didasari ketertarikan penulis pada kondisi perbedaan tingkat tata kelola perbankan syariah di kedua negara. Indonesia yang merupakan negara dengan umat Islam terbesar di dunia namun tingkat kemajuan tata kelola perbankan syariahnya masih relatif tertinggal dibandingkan negara Malaysia yang bukan merupakan salah satu negara dengan umat muslim terbesar di dunia. Penelitian yang berkaitan pada perataan laba dan loans loss provisions sebenarnya telah relatif banyak dilakukan namun kebanyakan berfokus pada bank komersial seperti yang dilakukan oleh Ismail dan Lay (2002), Eng dan Nabar (2007) dan Angklomkliew, George dan Packer (2009) dalam Misman dan Ahmad (2010) yang mempelajari penggunaan ketentuan kerugian pinjaman di bank-bank konvensional di kawasan Asia. Begitu pula dengan perataan laba dan loans loss provisions pada perbankan syariah di Malaysia, penelitian mengenai loans loss provisons mengeni perbankan syariah telah dilakukan oleh Ismail dan Shahimi (2013), serta Misman dan Ahmad (2010) yang mendokumentasikan penggunaan ketentuan kerugian pinjaman di bank-bank Islam Malaysia. Selain itu, ada Ali
7
Kabir, dan Abul (2011) yang menbandingkan regulasi antara GAAP dan IFRS dalam pembentukan LLP pada perbankan syariah di satu negara. Ashour (2011) di Palestina yang berfokus pada tingkat kepatuhan manajer terhadap perataan laba. Penelitian dengan lingkup wilayah yang besar juga pernah dilakukan oleh Othman dan Mersni (2012) serta Zoubi dan Al Khazali (2004) yang membandingkan LLP perbankan syariah beberapa negara di kawasan Persia. Penelitian yang mencakup mengenai perataan laba yang mebandingkan antara koefisien Eckel dan Bieldman juga telah dilakukan oleh Taktak Zouari dan Boudriga (2013). Abdullah Ismail Bujang (2014) yang menbandingkan pembentukan LLP pada bank syariah sebelum, pada saat dan sesudah krisis ekonomi Asia pada perbankan syariah Malaysia. Sementara di Indonesia hanya ada beberapa penelitian yang berfokus pada loans loss provisions dalam perataan laba pada bank syariah seperti Syafhandi (2012) yang terfokus pada bank syariah dan Ihsana (2015) yang mellingkupi bank komersial dan syariah di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada praktik perbandingan perbankan syariah dalam penggunaan loan loss loss provisions dalam melakukan perataan laba pada bank umum syariah baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada perbedaan populasi sampel yaitu dengan membandingkan perbankan syariah di dunia negara, Indonesia dengan Malaysia. Selain itu, penelitian yang berfokus pada perataan laba yang diproksikan melalui loans loss provisions pada bank umum syariah dengan perbandingan antar negara di kawasan Asia Tenggara masih belum banyak dilakukan.
8
Penelitian ini menggunakan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di Indonesia dan Malaysia Tahun 2011-2014)” Penelitian berfokus pada praktik perataan laba atau income smoothing pada perbankan syariah di wilayah Indonesia dan Malaysia yang diproksikan dengan loans loss provisions, menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhinya dan memperbandingkan antara keduanya. Faktorfaktor yang diteliti yaitu earnings before tax and provisions sebagai pengukur financial perform, dividen payout ratio, financing to deposit ratio sebagai pengukur risiko likuiditas, bank size yang diproksikan dengan logaritma dari total asset, rasio modal yang dikukur dengan capital adequacy ratio serta tingkat perataaan laba berdasar asal perbedaan negara yang diukur dengan variabel dummy.
1.2. Perumusan Masalah Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam terbesar di dunia yang saat ini sedang memasuki tahapan berkembang dalam dunia perbankan syariah, sedangkan Malaysia adalah negara yang berada pada satu kawasan regional dimana memiliki perbankan syariah yang termasuk salah satu paling maju di dunia meskipun penduduk muslimnya tidak sebesar di Indonesia. Perataan laba adalah salah satu tindakan yang biasa di gunakan dalam dunia perbankan namun tidak dibenarkan untuk dilakukan dalam perbankan
9
syariah karena bertentangan dengan prinsip syariah Islam yang digunakan sebagai pedoman dalam bank syariah. Praktik perataan laba ini terindikasi disejumlah perbankan umum syariah di Indonesia mengingat tingkat risiko likuiditas perbankan syariah yang termasuk tinggi serta tingkat efisiensi perbankan yang masih belum dianggap bagus namun secara bertahap terus mengalami peningkatan aset yang signifikan tiap tahunya yang salah satunya berasal dari transaksi dana yang di supply dari dana pihak ketiga. Permasalahan ini menimbulkan asumsi apakah praktik ini juga terjadi di perbankan syariah di negara Malaysia yang merupakan salah satu pemimpin dalam dunia perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah yang hendak diteliti sebagai berikut ini. 1. Apakah bank syariah di Indonesia dan Malaysia melakukan praktik perataan laba (income smoothing) ? 2. Adakah pengaruh faktor risiko likuiditas (FDR), dividend payout ratio (DPR), bank size, modal capital (CAR), financial perform (EBTP) terhadap perataan laba yang diproksikan dengan loans loss provisions (LLP) pada bank umum syariah di Indonesia dan Malaysia ? 3. Bagaimana perbandingan perataan laba pada bank umum syariah di wilayah Indonesia dengan Malaysia ? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini seperti yang telah tergambar dari rumusan masalah yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor–faktor yang mempengaruhi praktik
10
perataan laba yang diproksikan dengan loans loss provisioins pada perbankan syariah yang ada di Malaysia dan Indonesia, serta memperbandingkan praktik perataan laba perbankan syariah yang ada di Indonesia dengan perbankan syariah yang ada di Malaysia.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah di Indonesia dan Malaysia Tahun 2011-2014)” adalah sebagai berikut ini. 1. Bagi Penulis Penelitian ini dapat memperdalam ilmu penulis mengenai keuangan perbankan, khususnya manajemen laba. 2. Bagi Akademisi dan Dunia Akutansi Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur dalam penelitian yang berkaitan dengan perataan laba, dan diharapkan mampu menjadi acuan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan kajian yang lebih lanjut. 3. Bagi Perbankan Syariah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap perataan laba, sehingga dapat menjadi masukan dalam memperbaiki sistem keuangan perbankan syariah di Indonesia khusunya perataan laba. 4. Bagi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
11
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mendukung perkembangan praktik bank syariah maupu transaksi syariah di Indonesia dengan berbagai pertimbangan antara kelebihan dan kekuranganya.
1.5. Sistematika Penulisan Selanjutnya, penulisan ini menggunakan sistematika sebagai berikut ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas landasan teori, kerangka pemikiran, dan kerangka hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini meliputi variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metodeanalisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan. BAB V PENUTUP Penutup terdiri atas simpulan dan saran mengenai penelitian yang telah dilakukan.