7 BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Belajar Pada hakikatnya belajar merupakan suatu masalah yang dihadapi sepanjang sejarah manusia dan dialami oleh setiap orang. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan, keterampilan, bahkan sikap, dan kebiasaan seseorang berkembang sebagai akibat dari belajar. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan pengetahuan. Sedangkan pendapat yang lebih modern menganggap bahwa didalam proses belajar tentu akan terjadi perubahan sikap dan tingkah laku atau disebut, change in behavior. Menurut W.H. Burton (Uzar Usman, 2001:2) “Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”. Sedangkan Oemar Hamalik (2004:27) berpendapat bahwa “ Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Dari pengertian belajar yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan, belajar merupakan suatu usaha individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang terjadi karena pengalaman yang telah dialami melalui interaksi dengan lingkungan. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, baik dilihat dari aspek pengetahuannya, keterampilan, maupun sikap. Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan ialah, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar, dalam aspek keterampilan ialah, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil. Dalam aspek sikap, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar. Perubahan
8 tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis/proses kematangan. Perubahan terjadi karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan (skill), atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), keterampilan (psikomotor). Dari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli pendidikan dan psikologi, S. Nasution (2000:34) mengemukakan batasan-batasan tentang belajar yaitu: 1. Belajar adalah perubahan-perubahan dalam sistem urat saraf. Belajar adalah pembentukan hubungan-hubungan tertentu dalam sistem urat saraf sebagai hasil respon-respon terhadap stimulus. Belajar adalah pembentukan saluran-saluran yang lancar dalam sistem urat saraf. 2. Belajar adalah penambahan pengetahuan 3. Belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan
2.2 Ciri-ciri Belajar Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar. 1. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya perubahan dalam dirinya. 2. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar selanjutnya.
9 3. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif Dalam belajar terjadi perubahan-perubahan yang tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. 4. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap dan pemanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. 5. Perubahan dalam belajar Bertujuan atau Terarah Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
2.3 Teori Belajar Menurut J. Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sebab itu Bruner berpendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa
10 dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Dalam belajar guru meperhatikan 4 hal berikut ini: 1. mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu. 2. menganalisis struktur materi yang akan diajarkan dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa. 3. menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari 4. memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan jawab”nya.
2.4 Proses Belajar Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah/prosedur yang ditempuh. Proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan.
11 Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Menurut Bruner (S. Nasution 2000:9) “dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase, yakni (1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi”. Dalam setiap pelajaran akan diperoleh sejumlah informasi. Informasi yang diterima bermacam-macam,
ada
informasi
yang
menambah
pengetahuan,
memperhalus
dan
memperdalamnya. Ada pula informasi yang bertentangan dengan informasi yang didapat sebelumnya. Setelah proses penerimaan informasi selesai, maka informasi itu akan dianalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat dimanfaatkan untuk hal-hal lain yang lebih luas. Dalam hal ini peranan guru sangat besar. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh dan sejauh mana transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk gejala-gejala lain, maka harus dilakukan evaluasi. Terjadinya proses belajar dapat dipandang dari sudut pemuasan kebutuhan. Artinya, belajar merupakan salah satu bentuk tingkah laku untuk memperoleh pemuasan kebutuhan tertentu. Jadi, kegiatan belajar dapat terjadi apabila individu menemukan dirinya sendiri dalam situasi ia tidak dapat menyesuaikan respon yang telah dimiliki atau apabila ia harus mengatasi rintangan yang dapat terjadi secara tidak sadar tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang dilakukan. Hal lain antara lain juga bergantung kepada hasil yang diharapkan, motivasi untuk belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. Menurut Pressey yang dikutip oleh Moh. Surya (1979:72) belajar dapat terjadi pada kondisi tertentu yaitu:
12 1.
Harus ada pelajaran potensial yang terdorong karena ada kebutuhan, keinginan dan minat yang tidak terpenuhi
2.
Harus ada situasi yang memungkinkan pelajar dapat melihat keadaan untuk memuaskan dorongannya
3.
Pelajar harus memiliki motivasi yang cukup kuat sehingga ia akan berusaha untuk memanipulasi situasi dalam mencapai tujuan. Oemar Hamalik, (2005:28) menyimpulkan tentang prinsip belajar sebagai berikut:
1.
Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungannya.
2.
Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah dan jelas bagi siswa. Tujuan akan menuntunnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya.
3.
Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri.
4.
Senantiasa ada rintangan dan hambatan dalam belajar, karena itu siswa harus sanggup mengatasinya secara tepat.
5.
Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu baik dari guru atau tuntunan dari buku pelajaran sendiri.
6.
Jenis belajar yang paling utama ialah belajar untuk berpikir kritis, lebih baik dari pada pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis.
7.
Cara belajar yang efektif adalah dalam bentuk pemecahan masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah-masalah tersebut telah disadari bersama.
8.
Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
13 9.
Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai.
10. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan/hasil. 11. Belajar dianggap berhasil apabila si pelajar telah sanggup men-transferkan atau menerapkannya ke dalam bidang praktek se hari-hari. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil pendapat Bruner bahwa proses belajar adalah suatu proses sinambung
yang dimulai dari adanya informasi yang kemudian
ditransformasikan kepada peserta didik sehingga informasi tersebut dapat diserap dan dipahami dengan baik. Pada tahap akhir dari proses belajar dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai setelah proses belajar itu terjadi. Proses belajar merupakan situasi antara berbagai faktor yang berkaitan dalam proses belajar. Faktor pertama dalam proses belajar adalah individu itu sendiri sebagai pelajar, selanjutnya faktor kebutuhan sebagai sumber pendorong situasi belajar yang memberikan berbagai kemungkinan terjadinya kegiatan belajar dan faktor tujuan sebagai unsur yang mengarahkan belajar.
2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Proses Belajar Belajar sebagai proses yang menimbulkan suatu perubahan dalam tingkah laku dan atau kecakapan dapat berhasil dengan baik atau tidak, tergantung pada banyak faktor. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi belajar dalam diri peserta didik yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
14 2.5.1 Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri individu yang sedang belajar. Secara garis besar faktor ini terdiri dari tiga faktor, yaitu: 1. faktor jasmaniah Faktor ini meliputi keadaan fisik. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan fisiknya terganggu, sehingga akan terasa cepat lelah, kurang bersemangat, dan dampak lain akibat kesehatan fisiknya terganggu. Keadaan fisik seseorang akan memengaruhi proses belajar. 2. faktor psikologis a. Inteligensi Slameto (1995:56) menjelaskan bahwa: Intelegensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Intelegensi mempunyai pengaruh besar terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Faktor ini tidak akan berpengaruh banyak karena belajar adalah proses yang dengan banyak faktor yang memengaruhinya. b. Perhatian Menurut Gazali (Slameto, 1995:56) “Perhatian adalah keaktifan yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek”. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka pelajaran itu harus dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian siswa.
15 c. Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi, berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak memiliki daya tarik baginya. Ia malas untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. d. Bakat Bakat atau aptitude menurut Hilgard (Slameto 1995:57) adalah the capacity to learn. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. e. Motif Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dalam menentukan tujuan itu dapat di dasari atau tidak, akan tetapi di dalam mencapai tujuan tersebut kita haruslah berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat itu adalah motivasi dalam diri yang menjadi sumber pendorong atau penggeraknya. Jika seseorang
16 memiliki motivasi yang kuat di dalam belajar dan ia memiliki minat yang besar, maka akan berdampak pada sikap belajar yang baik. Motivasi
ada
dua,
yaitu
motivasi
Intrinsik
dan
motivasi
ektrinsik.
Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. f. Kematangan “Kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru” (slameto, 1995:58). Suatu proses belajar akan berjalan dengan baik apabila siswa sudah siap. g. Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Jika pada diri siswa sudah ada kesiapan untuk belajar maka hasil belajarnya akan lebih baik. h. Kebiasaan belajar Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa (i) belajar pada akhir semester, (ii) belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan belajar. Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri. i. Sikap terhadap belajar
17 Sikap terhadap belajar merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian. 2.5.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar diri individu yang sedang belajar, salah satunya adalah faktor sekolah, termasuk di dalamnya yaitu, metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, lingkungan sosial siswa di sekolah dan sarana pembelajaran. a. Metode Mengajar Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui dalam mengajar, metode mengajar mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin. b. Hubungan Guru dengan Siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa, proses tersebut dipengaruhi oleh relasi. Di dalam hubungan (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaikbaiknya. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajarmengajar itu kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. c. Hubungan Siswa dengan Siswa
18 Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan menggangu belajarnya. Menciptakan hubungan yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa. d. Prasarana dan Sarana pembelajaran Prasana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. e. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Tiap siswa memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut: (i) pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar, (ii) lingkungan sosial mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun dan damai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar, (iii) lingkungan sosial siswa di sekolah atau juga kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar di kelas.
19 2.6 Kesulitan Belajar Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap siswa jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Namun, sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami oleh siswa tertentu. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Di setiap sekolah, dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki siswa yang berkesulitan belajar. Adalah suatu pendapat yang keliru dengan mengatakan bahwa kesulitan belajar siswa disebabkan rendahnya inteligensi. Selain faktor inteligensi, banyak faktor non inteligensi yang juga diakui dapat menjadi penyebab kesulitan belajar bagi siswa dalam belajar. Kesulitan belajar yang dirasakan oleh siswa bermacam-macam, yang dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut a. Dilihat dari jenis kesulitan belajar: - ada yang berat, - ada yang sedang. b. Dilihat dari mata pelajaran yang dipelajari: - ada yang sebagian mata pelajaran, - ada yang sifatnya sementara. c. Dilihat dari sifat kesulitannya: - ada yang sifatnya menetap, - ada yang sifatnya sementara. d. Dilihat dari segi faktor penyebabnya: - ada yang karena faktor inteligensi, - ada yang karena faktor non-inteligensi.
20
2.7 Kegagalan Belajar Burton (Abin Syamsuddin M, 2000: 307-308) mendefinisikan kegagalan belajar sebagai berikut: 1.
Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu.
2.
Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, yaitu intelegensi, dan bakat).
3.
Siswa dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu.
4.
Siswa dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dari keempat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa “Seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu” (Abin Syamsuddin M, 2000:308).
2.8 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kesulitan Belajar Belajar dimanapun tempatnya tidak selalu berhasil, tetapi sering kali ada hal-hal yang dapat mengakibatkan kegagalan atau setidak-tidaknya menjadikan gangguan yang bisa
21 menghambat kemajuan belajar. Menurut Burton dan Loree (Abin Syamsuddin M, 2000:235) faktor penyebab kesulitan belajar dibagi kedalam dua kategori, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa dan faktor-faktor di luar siswa. a. Faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa antara lain: 1. Kelemahan-kelemahan secara fisik 2. Kelemahan-kelemahan secara mental/ Inteligensi yang kurang baik 3. Kelemahan-kelemahan secara emosional 4. Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap belajar yang salah 5. Penyesuaian sosial yang sulit. Cepatnya penyerapan bahan pelajaran oleh siswa lain menyebabkan siswa sulit menyesuaikan diri untuk mengimbanginya dalam belajar. 6. Pengetahuan dan keterampilan dasar yang kurang memadai atas bahan yang dipelajari b. Faktor-faktor yang terletak di luar diri siswa (situasi sekolah dan masyarakat), antara lain: 1. Kurikulum yang seragam, bahan dan buku-buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat-tingkat kematangan dan perbedaan-perbedaan individu 2. Ketidaksesuaian
standar
administratif,
penilaian,
pengelolaan
kegiatan
dan
pengalaman belajar mengajar 3. Terlalu berat beban belajar 4. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas 5. Terlalu sering pindah sekolah atau program, tinggal kelas 6. Kelemahan dari sistem belajar mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan 7. Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga 8. Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler
22 9. Kekurangan makan (gizi, kalori) Menurut Oemar Hamalik (1990:117), faktor-faktor yang dapat menimbulkan kesulitan belajar yang dialami siswa dapat digolongkan menjadi: 1.
Faktor yang bersumber dari diri sendiri atau disebut sebagai faktor intern. Faktor ini sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar seorang siswa. Gangguan yang berasal dari diri sendiri ini bisa berupa tidak mempunyai tujuan belajar yang jelas, kurangnya minat terhadap bahan pelajaran, kesehatan yang sering terganggu, kecakapan mengikuti kegiatan belajar dikelas dan kebiasaan belajar dirumah.
2.
Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah dapat juga menimbulkan gangguan serta kegagalan belajar siswa, adapun yang termasuk ke dalam faktor-faktor ini adalah: a. Cara atau metode pengajaran yang disampaikan oleh guru tidak disukai oleh siswa b. Hubungan guru dengan siswa kurang harmonis. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh siswa. Misalnya, guru bersikap kasar, suka marah, tak suka membantu anak, suka membentak, dan sebagainya. c. Kurangnya bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan bacaan yang dibutuhkan seringkali tidak terdapat diperpustakaan, hal ini akan menyebabkan kesulitan dan mengganggu kelancaran belajar, sehingga siswa hanya mempercayakan dirinya kepada bahanbahan pelajaran yang didapat didalam kelas d. Bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan. Ketidaksesuaian ini dapat berarti kurang sesuai dengan taraf pengetahuan mereka (siswa) e. Penyelenggaraan pelajaran didalam kelas terlalu padat. Hal ini akan menyebabkan siswa merasa kelelahan sehingga semangat belajar akan menurun
23 3.
Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga. Sebagian besar waktu siswa dihabiskan dirumah, karena itu aspek-aspek kehidupan keluarga turut mempengaruhi kemajuan belajar. Bahkan dapat dikatakan sebagai faktor dominan untuk meraih sukses belajar disekolah. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar pada mata diklat
Statika Bangunan sangat banyak. Dalam penelitian ini penulis bermaksud mengungkap faktorfaktor penyebab kesulitan belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar berdasarkan indikatorindikator yang muncul pada siswa sebagai responden penelitian melalui instrumen penelitian.
2.9 Cara Mendiagnosis Kesulitan Belajar Beberapa gejala dari seseorang yang mengalami kesulitan dalam belajar akan menampakkan perilaku sebagai berikut: 1. menunjukan hasil belajar yang rendah 2. lambat dalam melakukan tugas 3. menunjukan sikap yang kurang wajar seperti berpura-pura dan banyak alasan 4. menunjukan tingkah laku yang kurang baik contohnya tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah 5. sering tidak masuk pada saat pelajaran berlangsung Untuk menganalisis kesulitan belajar siswa, Suharsimi Arikunto (2002:23) mengemukakan dua cara menganalisis kesulitan siswa, yaitu evaluasi dengan tes, ini dimaksudkan untuk mengukur data kuantitatif dan evaluasi nontes, untuk mengukur aspek afektif dan psikomotor terhadap pelajaran tertentu.
2.10 Manfaat Analisis Kesulitan Belajar
24 Diagnosis secara umum dapat diartikan mengetahui. Dalam banyak hal proses diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menangani masalah dari seseorang yang mengalami penyimpangan sikap. Setelah menganalisis gejala-gejala yang dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar, diharapkan hasil analisis ini dapat memperbaiki proses belajar siswa terutama kegiatan belajar mengajar yang dilakukan didalam kelas, sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Menurut Oemar Hamalik (1990:129) manfaat yang dapat diambil dari analisis kesulitan belajar, dalam hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan siswa dalam mengikuti kebiasaan belajarnya. Adapun manfaat analisis kesulitan belajar, yaitu: 1. menyadari bahwa kegagalan adalah persoalan biasa, bukan sesuatu yang aneh oleh karena itu bertindaklah wajar dan bersikap hati-hati dalam menghadapi kegiatan belajar selanjutnya dan senantiasa berusaha agar tidak gagal lagi 2. menyadari bahwa tiap kegagalan tentu ada penyebabnya 3. mempunyai tujuan dan cita-cita dalam kegiatan belajar 4. menyadari dan menerima keberadaan diri sendiri secara psikologis 5. yakin akan kemampuan diri 6. mengubah cara belajar menjadi lebih sistematis, lebih terstruktur dan
selalu
mengkomunikasikan kesulitan-kesulitan belajar kepada guru 7. mempelajari kembali teknik-teknik belajar yang dipergunakan 8. meninjau kembali kepribadian diri (siswa itu sendiri) Manfaat analisis kesulitan belajar pada mata diklat Statika Bangunan adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa dan diharapkan dapat
25 mengatasi kesulitan tersebut melalui proses kegiatan belajar- mengajar yang nantinya akan memperbaiki prestasi siswa pada mata diklat Statika Bangunan.
2.11 Tinjauan Materi Statika Bangunan Mata diklat Statika Bangunan merupakan mata diklat Produktif pada Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan. Mata diklat Statika Bangunan diberikan kepada siswa kelas X Jurusan Teknik Gambar Bangunan. Pada mata diklat Statika Bangunan termuat beberapa kompetensi yang harus dipelajari oleh siswa, kompetensi yang dimaksud yaitu : 1. menyusun dan menguraikan gaya serta menghitung resultante dan momen gaya. 2. mengidentifikasi muatan/beban sebagai gaya pada perhitungan Statika Bangunan 3. menerapkan perhitungan aksi reaksi gaya pada tumpuan statika 4. menerapkan perhitungan momen statis, penentuan titik berat penampang dan momen inersia 5. menghitung gaya luar dan gaya dalam pada konstruksi gelagar statis tertentu 6. menghitung gaya luar dan gaya dalam pada konstruksi rangka batang statis tertentu 7. menghitung tegangan/kekuatan pada konstruksi statis tertentu.
Metode pembelajaran yang di pakai: 1. ceramah 2. latihan Evaluasi pembelajaran yang di pakai: 1. kuis 2. tugas ruma