BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan jasa. Menurut Kotler & Keller (2012 : 27) : Marketing is about identifying and meeting human and social needs. (Pemasaran adalah tentang bagaimana mengidentifikasi dan memenuhi keinginan manusia).
2.2
Konsep Pemasaran Holistik
Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) : The holistic marketing concept is based on the development, design, and implementation of marketing programs, processes, and activities that recognizetheir breadth interdependencies. Holistic marketing acknowledges that everything matters in marketing—and that a broad, integrated perspective is often necessary.(Konsep pemasaran holistik didasarkan pada pengembangan, desain, dan implementasi program pemasaran, proses, dan aktivitas yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan. Pemasaran holistik menjelaskan bahwa semua hal penting dalam pemasaran—dan perspektif yang luas dan terpadu sering diperlukan).
8
9
Gambar 2.1 Holistic Marketing Dimensions 2.2.1 Orientasi Pemasaran Holistik dan Nilai Pelanggan Menurut Kotler & Keller (2012 : 58) : One view of holistic marketing sees it as “integrating the value exploration, value creation, and value delivery activities with the purpose of building long-term, mutually satisfying relationships coprosperity among key stakeholder”. Holistic marketers thus succeed by managing a superior value chain that delivers a high level of product quality, service, and speed. They achieve profitable growth by expanding customer share, building customer loyalty, and capturing customer lifetime value. Holistic marketers address three key management questions:(Salah satu pandangan pemasaran holistik yaitu "mengintegrasikan eksplorasi nilai, penciptaan nilai, dan aktivitas nilai pengiriman dengan tujuan membangunjangka panjang, hubungan kemitraan saling menguntungkan di antara stakeholder utama". Pemasar holistik dapat berhasil dengan mengelola rangkaian nilai unggul yang memberikan kualitas produk tingkat tinggi, pelayanan, dan kecepatan. Pemasar holistik mencapai pertumbuhan keuntungan dengan memperluas customer share, membangun loyalitas pelanggan, dan menangkapseumur hidup nilai pelanggan. Pemasar holistik mengatasi tiga pertanyaan kunci): 1.
Value exploration—How a company identifies new value opportunities. (Bagaimana sebuah perusahaan mengidentifikasi suatu peluang nilai baru).
10
2.
3.
Value creation—How a company efficiently creates more promising new value offerings. (Bagaimana sebuah perusahaan efisien dalam menciptakan penawaran nilai baru yang lebih menjanjikan). Value delivery—How a company uses its capabilities and infrastructure to deliver the new value offerings more efficiently. (Bagaimana sebuah perusahaan menggunakan kemampuan dan infrastruktur untuk memberikan penawaran nilai baru yang lebih efisien).
2.2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan yang ditujukan untuk mengatur proses pertukaran. Menurut Kotler & Keller (2012 :27) : Marketing Management as the art and science of choosing target markets and getting, keeping, and growing customers trough creating, delivering, and communicating superior customer value. (Manajemen Pemasaran adalah seni dan ilmu di dalam memilih pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan melalui penciptaan, penghantaran, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul). Menurut The American Marketing Association: Marketing management sebagai “the activity, set of institutions, and process for creating, communicating, delivering, and exchanging offerins that have value for customers, clients, partners, and society at large”. (aktifitas, seluruh bagian perusahaan, dan proses untuk membuat, mengkomunikasikan, memberikan, dan menciptakan pertukaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat luas).
11
2.3
Bauran Pemasaran Tugas pemasar adalah merencanakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan membentuk program pemasaran yang terintegrasi penuh untuk menciptakan,
mengkomunikasikan,
dan
menghantarkan
nilai
kepada
pelanggan. Menurut Kotler & Keller (2012:47–48) : The Four Ps Components of the Marketing Mix (Komponen 4 P Bauran Pemasaran): a. Product : Product variety, Quality, Design, Features, Brand name, Packaging, Sizes, Services, Warranties, and Returns.(Variasi produk, Kualitas, Desain, Fitur, Nama merek, Kemasan, Ukuran, Pelayanan, Jaminan, dan Pengembalian). b. Price : List price, Discounts, Allowances, Payment period, and Credit terms.(Daftar harga, Diskon, Tunjangan, Periode pembayaran, dan Ketentuan kredit). c. Place : Channels, Coverage, Assortments, Locations, Inventory, and Transport.(Saluran distribusi, Sebaran pelanggan dalam suatu wilayah, Aneka pelanggan, Lokasi, Persediaan, dan Pengiriman). d. Promotion : Sales promotion, Advertising, Sales force, Public relations, and Direct marketing. (Promosi penjualan, Periklanan, Tenaga penjual, Hubungan masyarakat, dan Pemasaran langsung). Updating The Four Ps of Modern Marketing Management : a. People : reflects, in part, internal marketing and the fact that employees are critical to marketing success. Marketing will only be as good as the people inside the organization. It also reflects the fact that marketers must view consumers as people to understand their lives more broadly, and not just as they shop for and consume products and service.(menggambarkan, sebagian,
12
pemasaran internal dan fakta bahwa karyawan adalah penentu bagi keberhasilan pemasaran. Pemasaran hanya akan berjalan baik dengan orang di dalam organisasi. Ini sebenarnya juga mencerminkan bahwa pemasar harus melihat konsumen sebagai orang untuk memahami kehidupan mereka secara lebih luas, dan bukan hanya saat mereka berbelanja dan mengkonsumsi produk dan jasa). b. Performance : We difine performance as in holistic marketing, to capture the range of possible outcome measures that have financial and non financial implications (profitability as well as brand and customer equity), and implications beyond the company itself (social responsibility, legal, ethical, and community related). (Kami mengartikan performance seperti pada pemasaran holistik, untuk menangkap berbagai hasil pengukuran yang mungkin memiliki implikasi keuangan dan non keuangan (profitabilitas serta ekuitas merek dan pelanggan), dan implikasinya di luar perusahaan itu sendiri (tanggung jawab sosial, hukum, etika, dan masyarakat terkait). c. Process : reflects all the creativity, discipline, and structure brought to marketing management. Marketers must avoid ad hoc planning and decision making and ensure that state-of-the-art marketing ideas and concepts play and appropriate role in all they do, in mutually beneficial long-term relationships. Another important set of processes guides the firm in imaginatively generating insights and breakthrough products, services, and marketing activities. (menggambarkan semua kreatifitas, disiplin, dan struktur di dalam manajemen pemasaran. Pemasar harus menghindari perencanaan yang tidak pasti dan pengambilan keputusan dan memastikan bahwa suatu seni ide-ide pemasaran dan konsep yang berjalan dan peran yang tepat semua yang mereka lakukan, saling menguntungkan dalam hubungan jangka panjang. Seluruh rangkaian proses penting dalam menjalankan perusahaan untuk menghasilkan wawasan imajinatif dan produk baru, jasa, dan kegiatan pemasaran). d. Programs : reflects all the firm’s consumer-directed activities. It encompasses the old four Ps as well as a range of other marketing activities that might not fit as neatly into the old view of marketing. Regardless of whether they are online or offline, traditional or nontraditional, these activities must be integrated such that their whole is greater than the sum of their parts and they accomplish multiple objectives for the firm. (menggambarkan seluruh kegiatan perusahaan dalam mengelola konsumen. Ini meliputi 4P lama serta berbagai kegiatan pemasaran lainnya yang mungkin tidak
13
cocok lagi dengan pemasaran lama. Terlepas dari apakah mereka sedang online atau offline, tradisional atau non tradisional, kegiatan ini harus terintegrasi sehingga secara keseluruhan konsumen mendapat lebih besar dari jumlah bagian-bagian mereka dan mencapai tujuan bagi perusahaan).
2.4
Pengertian Relationship Marketing Kotler dan Amstrong (2001:228) mengemukakan relationship marketing adalah proses mencipta, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat berdasarkan nilai dengan pelanggan dan pemegang saham. Gaffar (2007:171) memberikan pendapat bahwa: Relationship marketing adalah hubungan yang lebih menekankan pada interaksi antara perusahaan dengan berbagai jaringan hubungan, tidak hanya dengan konsumen tetapi dengan semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan atau yang disebut dengan stakeholders. Menurut Chan (2003.6) relationship marketing adalah pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan. Sedangkan Gronross (Tjiptono, (2007:413) memandang relationship marketing sebagai upaya untuk mengembangkan, mempertahankan, meningkatkan, dan mengomersialisasikan relasi pelanggan dalam rangka mewujudkan semua pihak yang terlibat.
14
Tjiptono (2007:415) mengemukakan sebagai berikut: Relationship marketing merupakan orientasi strategis atau filosofi menjalankan bisnis yang lebih berfokus pada upaya mempertahankan dan menindaklanjuti relasi dengan pelanggan pada saat ini (terutama profitable customer atau selected customer) dibandingkan merebut pelanggan baru. Berdasarkan pengertian tersebut dapat di artikan bahwa relationship marketing mengenal nilai dari pelanggan yang sudah ada dan kebutuhannya agar badan usaha dapat menyediakan layanan yang berkesinambungan untuk mempertahankan pelanggan agar mereka tetap loyal. Banyak konsumen, baik konsumen akhir maupun konsumen bisnis, yang lebih suka menjalin relasi berkelanjutan dengan satu organisasi dari pada harus terus-menerus berganti pemasok dalam rangka mendapatkan nilai yang diharapkan. Berdasarkan pemahaman tersebut biaya mempertahankan pelanggan lebih murah dari pada biasa yang digunakan untuk mendapatkan pelanggan baru, maka banyak organisasi yang mulai menerakan strategi Relationship Marketing ini. Dalam konteks itu, Kotler (2002:13) mengemukakan bahwa: Relationship marketing selain membangun hubungan dengan konsumennya juga dibangun berdasarkan hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci lain seperti :pemasok, penyalur, dan lain-lain dalam upayanya untuk mempertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang mereka. Fungsi utama relationship marketing adalah mencangkup semua langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk mengenal dan melayani konsumen mereka yang baik. Kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas adalah usaha untuk menjalin relasi jangka panjang dengan para konsumen. Asumsinya adalah bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan menciptakan loyalitas konsumen.
15
Lebih lanjut Kotler (2002:194-198) mengemukakan relationship marketing mengandung tiga manfaat, yaltu: a. Manfaat ekonomls (financial benefits); Financial benefits yang diterima oleh konsumen dapat meningkatkan hubungan dengan penyedla layanan, dan penyedia layanan berpendapat bahwa Financial benefits merupakan motivasl dasar dalam membangun hubungan dengan penyedla layanan tersebut. Financial benefits yang dapat diperoleh konsumen tidak hanya berupa harga khusus, diskon, dan pemberian voucher, tetapi juga dapat berupa program "Buy one get one free' atau "Pay one for two'. b. Manfaat sosial (Social benefits); Karyawan suatu perusahaan meningkatkan ikatan sosial mereka dengan pelanggan dengan jalan meneliti kebutuhan dan keinginan individual pelanggan kemudlan menyesuaikan produk dan jasa dengan kebutuhan dan keinginan ltu. Hal ini menunjukan bahwa social benefits merupakan hasil dari membangun hubungan dengan perusahaan secara khusus c. Ikatan struktural (Structural ties); Pendekatan ketiga untuk membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan adalah menambah ikatan struktural. Maksudnya bahwa badan usaha - badan usaha memberikan pendekatan atau program yang terstruktur yang dapat menarik minat konsumen untuk mau terlibat menjadi member.
Selain itu, Relationship Marketing juga menawarkan sejumlah manfaat potensial bagi pelanggan dan penyedia jasa. Bagi pelanggan, manfaat Relationship Marketing menurut Gwinner, Gremler, dan Bitner (Tjiptono, 2007:420) meliputi: a. Confidence Benefits; Merupakan manfaat berupa keyakinan atau trust terhadap penyedia jasa dan berkurangnya ketidakpastian menyangkut kinerja yang akan diterima. Dengan mempertahankan relasi dengan penyedia jasa tertentu yang telah dikenal balk, pelanggan bisa terbebas dari biaya pencarian (search costs) setiap waktu membutuhkan jasa bersangkutan
16
b. Social Benefits; Berkaitan dengan familiaritas dan relasi soslal antara pelanggan dan penyedia jasa. Dalam berbagai kasus, pelanggan dan penyedia jasa bisa menjadi sahabat karib, misalnya antara penata rambut dan pelanggan; pelatih renang dan perenang; dan sebagainya. Bahkan, ketika mendapati bahwa ada penyedia jasa lain yang menawarkan kualitas lebih baik atau harga lebih murah c. Special treatment benefits; Berwujud harga khusus, penawaran spesial dan perlakuan istimewa kepada pelanggan special.
Hasil akhir dari relationship marketing adalah membangun sebuah aset perusahaan yang unik yang disebut jaringan pemasaran. Sebuah jaringan pemasaran terdiri dari perusahaan dan stakeholder (pelanggan, karyawan, pemasok, distributor, pengecer, dan lain-lain). Menurut Kotler (2006:17) menjelaskan prinsip yang sederhana yaitu membangun jaringan yang efektif dari hubungan dengan stakeholder maka keuntungan akan mengikuti. Langkah-langkah dalam relationship marketing : a. Mengidentifikasi pelanggan utama, memilih lima sampai sepuluh pelanggan utama sebagai target dalam relationship marketing, penambahan pelanggan dapat disisipkan sehingga memperlihatkan kinerja dan pertumbuhan yang luar biasa, atau merupakan pelopor pengembangan industri baru. b. Mengoleksi dan menggunakan informasi pelanggan, berupa penunjukan manajer relationship marketing yang terlatih dan berpengalaman, manajer ini berkewajiban dalam mempersiapkan
17
orang-orang penjualan yang melayani pelanggan sesuai dengan karakteristik dari pelanggan. c. Mengukur nilai relasi dan program relationship marketing d. Memanajemen dan memotivasi organisasi bagi relationship marketing, membangkitkan dan mengkomunikasikan organisasi akan kekuatan pelanggan jangka panjang. Dukungan organisasi dalam mendukung relationship marketing menjadikan organisasi lebih sebagai kumpulan pikiran, dibandingkan dengan fungsi organisasi. e. Marketing sebagai himpunan pikiran terhadap fungsi, perpaduan dan kerjasama antar bagian dalam organisasi dalam mendukung relationship marketing menjadikan organisasi lebih sebagai kumpulan pikiran, dibandingkan dengan fungsi organisasi. f. Meningkatkan dan memantapkan keterkaitan dengan pelanggan, meliputi perencanaan dan penetapan tujuan, strategi, tindakan spesifik, dan sumber daya yang dibutuhkan.
Dari pendapat di atas, dapat ditarik pokok pemahaman bahwa pada dasarnya Relationship marketing adalah hubungan jangka panjang, dimana kedua belah pihak seiring waktu saling belajar bagaimana cara terbaik untuk berinteraksi satu sama lain untuk menyebabkan penurunan biaya hubungan pelanggan, dan juga untuk pemasok atau penyedia jasa.
18
Model Effective relationship marketing dari Evans dan Laskin (1994) terdiri dari relationship marketing inputs yang mencakup Understanding Customer Expectation (UCE), Building Service Partnership (BSP), Total Quality Management (TQM), Empowering Employees (EE), dan Relationship marketing outcomes yang mencakup Customer Satisfaction (CS), Customer Loyalty (CL), Quality of Product (QP), Increased Profitability (IP). Model Effective relationship marketing dari Evans dan Laskin (1994) tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Relationship Marketing Inputs 1) Understanding Customer Expectation Understanding Customer Expectation merupakan kegiatan yang melibatkan kemampuan perusahaan untuk melakuan identifikasi apa yang diinginkan oleh konsumen dan memasarkan barang dan jasa diatas
tingkat
yang
mereka
harapkan.
Tidak
mudah
untuk
mengidentifikasi apa yang diharapkan oleh seorang pelanggan, pelanggan ingin pemasar mengetahui keinginan-keinginan mereka. Pelanggan juga ingin pemasar memahami prefensi, gaya hidup dan hobinya. Untuk memenuhi keinginan pelanggan yang semakin kompleks itu, sebuah perusahaan harus bias mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang pelanggan dan
menggunakanya pada
saat yang tepat. Dengan demikian, seorang pelanggan merasa membeli
19
sesuatu produk atau jasa yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan. (Chan, 2003) 2) Building Service partnership Building Service Partnership merupakan kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan dengan konsumen dalam menambahkan pelayanan yang diinginkan oleh konsumen atas suatu produk perusahaan. Pengalaman kemitraan ada ketika suatu perusahaan bekerja sama secara erat dengan konsumen dan menambahkan pelayanan yang diinginkan oleh konsumen atas suatu produk perusahaan. Beberapa pertimbangan dalam membangun pelayanan kemitraan menurut Evans dan Laskin (Wibowo, 2006) adalah : (1) kedua pihak yaitu pembeli dan penjual memiliki fokus yang sama mengenai kebutuhan spesifik yang ingin dicapai masing-masing harus merasa dalam posisi “win-win”, (2) kedua pihak merupakan kolaboratif yang harus bekerjasama mencapai tujuan yang sama, dan (3) kedua pihak harus melakukan antisipasi adanya masalah. 3) Total Quality Management Total Quality Management atau manajemen mutu terpadu dapat dilihat sebagai pendekatan utama untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan keuntungan perusahaan. Industri atau perusahaan harus memahami bagaimana pelangganya memandang mutu dan tingkat mutu yang diharapkan pelanggan dengan mendefinisikan hubungan
20
antara keinginan konsumen kedalam atribut-atribut barang atau jasa secara tepat. Dalam industri jasa, peranan manusia menjadi sangat vital dalam membangun kualitas. Seorang manajer operasi dapat menciptakan produk dan proses sesuai dengan yang diinginkan konsumen, karena dukungan dan kerjasama dari semua unit kerja. Perusahaan harus berusaha menawarkan mutu lebih baik daripada saingannya.
Hal
ini
melibatkan
komitmen
manajemen
dan
karyawannya secara total dalam usaha mencapai mutu yang lebih tinggi. Definisi total quality management ada bermacam-macam, total quality management diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan kedalam falsafah holistic yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktifitas dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Tjiptono, 2001). Definisi lainya menyatakan bahwa total quality management menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai pada konsumen (Render dan Heizer dalam Wibowo, 2006). Total quality management melibatkan kondisi secara penuh untuk mendapatkan
keunggulan
kompetitif
dengan
terus
menerus
mengadakan perbaikan pada setiap perusahaan. Fokus dari total quality management adalah meningkatkan kepuasan konsumen, mengutamakan pendekatan kualitas, menggunakan banyak dimensi kualitas, melibatkan dan memperdayakan pegawai untuk mencari cara
21
melakukan tindakan yang lebih baik dan memiliki orientasi proses (Evans dan Laskin dalam Wibowo, 2006). 4) Empowering Employees Empowering
Employees
atau
pemberdayaan
karyawan
dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada karyawan untuk mempraktekkan kreativitas mereka dalam menyelesaikan masalah konsumen, dengan memberikan otoritas lebih kepada pegawai berarti mengurangi
birokrasi
internal.
Disamping
itu
pegawai
yang
diperbedayakan dapat mengubah hubungan yang singkat dengan konsumen menjadi hubungan jangka panjang. Kemampuan karyawan dalam
mengambil
keputusan
yang
cepat
dalam
mengatasi
permasalahan konsumen harus dilatih oleh perusahaan. Peran karyawan sangat penting bagi keberhasilan setiap organisasi jasa, mereka memainkan peran didalam penyajian jasa serta mempengaruhi persepsi pelanggan (Evans dan Laskin dalam Wibowo, 2006). b. Relationship Marketing Outcomes 1) Customer Satisfaction Customer satisfaction merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif
yang
dipilih
sekurang-kurangnya
memberikan
hasil
(outcomes) sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan (Tjiptono, F 2002). Pada dasarnya tujuan bisnis
22
adalah untuk menciptakan para pelanggan agar merasa puas (Tjiptono F, 1997). Kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan
nilai
dan
kepuasan
kepada
konsumen
melalui
penyampaian produk dan jasa yang berkualitas dengan harga bersaing. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik pada pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut kemulut (word of mounth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Menurut Kotler (2005) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapan sebelum membeli atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa. 2) Customer Loyalty Customer loyalty merupakan perilaku konsumen yang akan dapat diketahui jika konsumen telah melakukan pembelian kepada produk yang ditawarkan di pasar, konsumen yang loyal adalah suatu komitmen yang mendalam untuk membeli kembali dan berlangganan suatu produk atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang, sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian merek yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran
23
yang berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan merek (Swastha, 2000). Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu loyalitas merek (Brand Loyalty) dan loyalitas toko (Store Loyalty). Loyalitas merek adalah sikap komitmen yang dilakukan oleh seorang konsumen untuk membeli kembali suatu produk tanpa ada lagi pertimbangan untuk membeli produk lain. Loyalitas toko adalah seperti Brand Loyalty, Store Loyalty ditunjukkan oleh perilaku konsisten, tetapi dalam store loyalty perilaku konsisten adalah dengan mengunjungi toko dimana di situ konsumen bisa membeli merek produk yang diinginkan, oleh karena hal itu konsumen yang loyal terhadap merek akan juga loyal terhadap toko, jika konsumen menjadi loyal terhadap merek tertentu karena kualitas produk yang memuaskan dalam store loyalty. Penyebabnya adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola dan karyawan toko (Sutisna, 2001) 3) Quality of Product Quality of Product dipandang sebagai suatu bentuk evaluasi keseluruhan
terhadap
produk,
sama
halnya
dengan
sikap
(Pasaruraman,et.al, 1999). Kualitas produk itu sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus-menerus. Kualitas produk sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk yang
24
terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan (Tjiptono, F dan Diana, A, 2002).
4) Increased Profitability Relationship
marketing
akan
meningkatkan
kepuasan
konsumen, mendapatkan loyalitas konsumen yang lebih besar dan memperbaiki kualitas produk dan jasa. Apabila kondisi ini tercapai maka
akan
mempengaruhi
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba perusahaan secara positif. (Tjiptono, 2002) Berdasarkan pendapat Evans dan Laskin (1994) disusun definisi kontestual relationship marketing adalah upaya mempertahankan dan menindaklanjuti relasi dengan nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Serang-Banten pada saat ini yang terungkap dari Understanding Customer Expectation (UCE), Building Service Partnership (BSP), Total Quality Management (TQM), Empowering Employees (EE).
2.5
Pengertian Strategi Komunikasi Salah satu aktivitas perusahaan yang menghubungkan individu dengan individu, menghubungkan individu dengan lingkungan perusahaan adalah
25
aktivitas komunikasi. Dengan demikian fungsi komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan menjadi sangat penting; terutama pelaksanaan kegiatan bisnis yang mengandalkan kegiatan komunikasi. Menurut Rogers (Sutarto, 1991:8) "We define communication as the process by which an idea is transferred from a source to a receiver with the intention of changing his or her behavior". Dengan pendapatnya ini Rogers menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses yang didalamnya suatu gagasan dipindahkan dari sumber ke penerima dengan tujuan merubah perilakunya. Dalam konteks itu, Wilbur Schram (Sutarto, 1991:9) mengatakan “Communication as an act of establishing contact between a sender and receiver, with the help of a message; the sender and receiver some common experience which meaning to the message encode and sent by the sender, and received and decoded by the receiver.” Pendapat Schram menunjukkan bahwa komunikasi dimengerti sebagai tindakan mengadakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan; pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman umum yang memberi arti pada pesan sandi dan dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Dalam konteks ini pertanyaannya adalah apakah seluruh kontak dapat dikatakan sebagai suau proses komunikasi, dan apakah yang membedakan antara kontak yang disebut komunikasi atau bukan. Suatu debat pada definisidefinisi yang muncul dalam awal 1990-an diantara beberapa ahli teori
26
komunikasi membantu memperjelas beberapa pembeda-pembeda penting. Debat itu tidak menempatkan isu, tapi ia menyarankan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal bagi pendefinisian istilah komunikasi. Debat ini berpusat sekitar sembilan kelas perilaku yang menurut Littlejhon (1997:9), mungkin diperlakukan sebagai komunikasi. Sembilan kelas perilaku yang dimaksud dikemukakan oleh Littlejhon berikut :
27
PERILAKU PENERIMA Tidak Diterima
Diterima secara insendental
Ditujukan
Tabel 2.1 Perilaku Komunikasi PERILAKU SUMBER Perilaku Tidak Perilaku Disengaja Disengaja (Gejala-gejala) Nonverbal Verbal 1A 2A 3A Perilaku Pesan-pesan Pesan-pesan Gejala nonverbal verbal Tidak dirasakan tidak dirasakan Tidak dirasakan 1B 2B 3B Gejala-gejala Pesan-pesan Pesan-pesan dirasakan nonverbal insidental verbal secara incidental Insidental 1C 2C 3C Gejala-gejala Pesan-pesan Pesan-pesan Ditujukan nonverbal ditujukan Verbal Ditujukan
Sumber : Littlejhon, 1997:9
Kolom pada tabel di atas menunjukkan perilaku sumber disengaja dan tidak disengaja dan berisi berhubungan dengan apakah perilaku sumber diterima atau tidak. Kolom pertama mengandung perilaku sumber yang tidak disengaja. Perilaku ini adalah simtomatis karena mereka dapat dibaca sebagai suatu tanda dari beberapa keadaan sumber seperti kelelahan, kekhawatiran atau marah. Kolom kedua mengandung perilaku nonverbal yang secara disengaja dikirim kepada orang lain, seperti melambai
pada seorang teman
atau menggelengkan kepala jika anda tidak tahu jawaban dari suatu pertanyaan. Kolom ketiga menyertakan verbal yang disengaja, atau berorientasi bahasa, aksi-aksi, seperti menulis surat, melangsungkan suatu percakapan, atau memberikan suatu pidato. Menurut Littlejhon (1997: 10), terdapat sembilan hal yang mungkin dapat dianggap komunikasi yaitu :
28
1A. Perilaku simtornatis yang tidak dirasakan - Anda rnenguap tetapi tidak ada yang melihatnya. (Banyak orang setuju bahwa ini bukan komunikasi. Sekurang-kurangnya itu bukan komunikasi interpersonal, tetapi beberapa mungkin menyebutnya komunikasi intrapersonal). 1B. Gejala-gejala yang dirasakan secara insidental - Anda rnenguap, dan teman anda kemudian rnenyadari bahwa anda lelah bahkan walau dia tidak mernperhatikannya pada saat itu. 1C. Gejala-gejala yang dirujukan - Anda menguap dan ternan anda berkata "Apakah saya mernbosankan ?" 2A. Pesan-pesan nonverbal yang tidak diterima - Anda melambai pada seorang ternan, tetapi dia tidak melihat anda. 2B. Pesan-pesan insidental nonverbal - Teman anda kemudian berkata, "Maaf saya tidak melambai kembali tetapi saya sedang berpikir sesuatu yang lain dan tidak menyadari anda telah rnelambai pada saya sampai setelah saya belok di sudut". 2C. Pesan-pesan nonverbal yang ditujukan - Anda melambai pada seorang terman dan dia rnelambai kembali. 3A Pesan-pesan verbal yang tidak diterima - Anda mengirimkan satu surat pada teman, namun surat itu rnenyasar. 3B. Pesan-pesan verbal insidental - Anda menegur saudara anda karena rnemiliki ruangan yang berantakan, dan walaupun dia mengetahui anda sedang bicara padanya, dia betul-betul tidak banyak memberlkan perhatian. 3C. Pesan-pesan verbal ditujukan - Anda memberikan suatu pidato pada suatu kelompok yang ingin sekali rnendengar apa yang anda katakan. Dengan tabel yang disajikannya, Littlejhon (1997: 10), mempertanyakan yang manakah aksi-aksi di atas yang merupakan komunikasi yang manakah yang bukan? Menurutnya, hanya pesan-pesan yang dikirimkan secara sengaja yang diterima hendaknya digolongkan sebagai komunikasi tapi kesengajaan itu sulit ditentukan. Littlejhon menyarankan bahwa "perilaku komunikasi" hendaklah menyertakan
pengiriman sengaja dan penerimaan sengaja, yang
29
akan menyertakan lebih banyak sel, seperti dikemukakan dengan gambar berikut. Gambar 2.1 Model Komunikasi
Sumber : Littlejhon, 1997: 10
Menurut Pace and Faules (2006:26). bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi, kita menemukan bahwa terdapat dua bentuk umum tindakan yang terjadi : (1) penciptaan pesan atau, lebih tepatnya, penciptaan pertunjukan (display); dan (2) penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan. Bila penciptaan pesan dan penafsiran pesan yang dimaksud bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan kemauan yang kuat di kalangan warga masyarakat untuk mengurus akta kelahiran, maka pesan tersebut harus merupakan suatu kemasan informasi yang lengkap mengenai manfaat akta kelahiran serta prosedur dan tata cara pengurusan akta kelahiran.
30
Menunjukkan (to display) berarti bahwa anda membawa sesuatu untuk diperhatikan atau orang lain. Agar pertunjukan menjadi suatu bentuk perilaku komunikasi, ia harus mereprentasikan atau mewakili atau melambangkan sesuatu lainnya. Ketika anda menciptakan suatu pertunjukan pesan, anda terlibat dalam suatu aspek komunikasi mengundang perhatian atas sesuatu. (Pace and Faules, 2006:27) Bentuk kedua perilaku yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi adalah menafsirkan pertunjukan-pesan (Redding, 1972, dalam Pace and Faules, 2006:28) Menurut Random House Dictionary, menafsirkan (to interpret) berarti menguraikan atau memahami sesuatu dengan suatu cara tertentu. Komunikasi dapat dibedakan dengan semua perilaku manusia dan organisasi lainnya karena ia melibatkan proses mental memahami orang, objek, dan peristiwa, yang kita sebut pertunjukan-pesan. Satu-satunya pesan yang penting dalam berkomunikasi adalah pesan yang berasal dari proses penafsiran (Rendding & Sanborn, 1964, dalam Pace and Faules, 2006:28) Kita mungkin secara sadar atau untuk melukiskan suatu makna yang kita miliki, namun satu-satunya makna yang mempunyai pengaruh terhadap orang-orang adalah makna yang diberikan orang-orang itu pada pertunjukan tersebut. Apa yang ada dalam pikiran kita tidaklah menjadi soal; bagaimana orang lain menafsirkan apa yang kita lakukan atau katakan adalah apa yang mempengaruhi perasaan dan tindakannya.
31
Dalam konteks yang demikian itu, suatu pesan yang disampaikan mungkin akan menimbulkan efek komunikasi yang diharapkan. Namun sebaliknya, suatu pesan mungkin akan menimbulkan efek komunikasi yang tidak diharapkan. Sementara itu, bagaimana pertunjukkan dan penafsiran pesan itu menjadi proses komunikasi dikemukakan Pace and Faules (2006:27) dengan gambar berikut : Gambar 2.2 Suatu unit komunikasi
Posisi ORANG ORANG Menciptakan Pertunjukkan Pesan
Menafsirkan Pertunjukkan Pesan
Sumber : Pace and Faules, 2006:27
Berangkat dari pemahaman gambar di atas, maka persoalan kejelasan dan keakuratan pesan menjadi sangat penting dalam berkomunikasi. Tujuannya adalah agar komunikasi yang dibangun menjadi efektif untuk
32
mencapai tujuan tertentu. Kejelasan dan keakuratan pesan atau informasi yang disampaikan jelas sangat diperlukan dalam membangun kinerja organisasi yang efektif dalam melaksanakan fungsi pelayanan. Dalam konteks ini Martin J. Gannon (Sutarto, 1991:5) mengemukakan : Jay Galbraith believes communication is so important that he has define an organization as an information processing system. When organization can not process its information efficiently, communication becomes distorted or breakdown and members begin to misunderstanding one another. In extreme circumstansis a breakdown in communication make it impossible for individuals to work with one another. Jay Galbraith percaya bahwa komunikasi sangat penting sehingga dia mendefinisikan organisasi sebagai sistem pemprosesan informasi. Apabila organisasi tidak dapat memproses informasinya secara efisien, komunikasi menjadi menyimpang atau macet dan para anggota mulai salah paham satu sama lain. Dalam keadaan ekstrem kemacetan dalam komunikasi membuat tidak mungkinnya individu-individu untuk bekerja satu sarna lain. Karena itu, pelaksanaan fungsi komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Menurut Lasswell (Rivai, 2004:375), komunikasi harus meliputi communicator, source, sender;
massage; channel, media; communicant,
communicate, receiver, recipient;
dan effect, impact, influence. Dengan
demikian menjadi
proses komunikasi dapat dideskripsikan
jelas bahwa
menurut unsur-unsur komunikasi yang meliputi pihak yang menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain disebut komunikator; materi yang
33
disampaikan disebut isi sampaian; alat yang digunakan dalam proses penggunaan isi sampaian disebut saluran komunikasi (dengan media atau tanpa media); dan manusia yang menerima isi sampaian disebut komunikan. Salah satu model komunikasi yang menjelaskan proses komunikasi adalah model komunikasi Laswell dalam Onong (1993:12) yang mengatakan bahwa cara untuk menggambarkan dengan tepat tindakan komunikasi adalah dengan
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
Who
(siapa),
Says
What
(Mengatakan apa), In Which Channel (Melalui saluran apa), To Whom (Kepada siapa) dan With What Effect (Dengan akibat apa)? Untuk melihat lebih jelas model komunikasi Laswell secara sederhana, dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
34
Gambar 2.3 Model komunikasi Laswell Who Says What
In Which Channel
To Whom
With What
Effect
M
C
R
E
Dari model komunikasi Laswell di atas diperoleh konsep pemahaman bahwa pihak komunikator mempunyai suatu tujuan atau motivasi untuk mendapatkan efek dari komunikan, sehingga komunikasi dipandang sebagai suatu usaha persuasif. Dari komunikasi tersebut juga diperoleh konsep pamahaman bahwa komunikasi terdiri dari lima unsur, yaitu Source (Sumber komunikasi atau Komunikator), Message (Pesan atau Informasi), Channel (Saluran atau Media Komunikasi), Receiver (Penerima pesan atau komunikan) dan Effect (efek atau Hasil). Dengan demikian menjadi jelas bahwa proses komunikasi dapat dideskripsikan menurut unsur-unsur komunikasi yang meliputi 1) pihak yang menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain disebut komunikator; 2) materi yang disampaikan disebut isi sampaian; 3) alat yang digunakan dalam proses penggunaan isi sampaian disebut saluran komunikasi (dengan media atau tanpa media); dan 4) manusia yang menerima isi sampaian disebut komunikan. Dengan beberapa pendapat tentang komunikasi yang
diuraikan
maka komunikasi dapat dipahami sebagai suatu aktivitas hubungan satu orang atau lebih yang disebut sebagai pihak penyampai informasi atau komunikator
35
dengan orang-orang lain yang disebut sebagai pihak yang menerima informasi atau komunikan yang berlangsung dengan menggunakan media dan cara-cara tertentu sehingga informasi tersebut menimbulkan efek atau penafsiran tertentu pada pihak penerima informasi. Dengan pemahaman ini ini maka dengan sendirinya fungsi komunikasi menjadi sangat penting. Dikatakan penting karena tidak hanya terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi manajemen divisi tersebut; tapi terkait pula dengan kepentingan nasabah. Sendjaja dkk (1999 : 22) mengatakan bahwa berdasarkan konteks atau tingkatan analisisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat dibagi dalam lima konteks atau tingkatan yakni : Intrapersonal communications (komunikasi intra-pribadi); Interpersonal communication (komunikasi antar pribadi); Group communication (komunikasi kelompok); Organizational comminication
(komunikasi
organisasi);
dan
Mass
communication
(komunikasi masa). Intrapersonal communication adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang jadi pusat perhatian disini adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem saraf dan inderanya. Teori-teori komunikasi intrapribadi umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interprestasi terhadap simbolsimbol yang ditangkap melalui panca indra. atau
komunikasi
antar
Interpersonal communication
pribadi adalah komunikasi antar perorangan dan
36
bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka (face to face communication), percakapan melalui telepon, surat menyurat pribadi, merupakan contoh-contoh komunikasi antar pribadi. Teoriteori komunikasi antar pribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan (relation ships), percakapan (discourse), interaksi, dan karakteristik komunikator. Komunikasi kelompok (group communication) memfokuskan pembahasannya pada interaksi diantara orangorang dalam kelompok-kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi teori-teori komunikasi kelompok antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan
keputusan.
Komunikasi
organisasi
(organizational
communication) menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komuniksi organisasi melibatkan bentuk-bentuk organisasi
formal
dan
informal,
serta
bentuk-bentuk
komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan teori-teori komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, Komunikasi dan proses pengorganisasian, serta kebudayaan organisasi. Komunikasi masa (mass communications) adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan kepada sejumlah kalayak yang besar. Proses komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi
37
intra pribadi, komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi.
Teori-teori
komunikasi
masa
umumnya
memfokuskan
perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi masa, serta dampak atau hasil komunikasi masa terhadap individu. Berdasarkan pendapat Sendjaja dkk (1999 : 22) disusun definisi konseptual bahwa strategi komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Serang-Banten kepada nasabah yang
terungkap
dari
intrapersonal
communications,
interpersonal
communication, group communication organizational comminication, dan mass communication
2.6
Pengertian Customer Loyalty Menurut Hasan (2008:83) mengemukakan customer loyalty atau loyalitas pelanggan sebagai berikut Loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai orang yang membeli, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Pelanggan merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.
38
Sementara itu Palilati (2004:67) mengatakan bahwa loyalitas terhadap produk atau jasa perusahaan (merek) didefinisikan sebagai sikap menyenagi (favorable) terhadap sesuatu merek, yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten atau yang berulang-ulang. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahwa loyalitas adalah suatu komitmen yang kuat untuk membeli kembali barang atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang walaupun pengaruh dan dorongan pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perubahan
perilaku.
Dengan
demikian
loyalitas
pelanggan
adalah
kecenderungan prilaku pelanggan akibat perasaan ketertarikan dan keterikatan terhadap produk atau jasa pada suatu kondisi yang penuh dengan persaingan dan pilihan yang ditandai dengan mengkonsumsi suatu produk secara teratur. Griffiin (Setiawan, 2011;24) memberikan pendapat bahwa loyalitas pelanggan adalah merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan, dibandingkan dengan kepuasan pelanggan. Lebih lanjut menurut Griffin (Setiawan, 2011;35) tahap pertumbuhan loyalitas pelanggan tersbeut terdiri dari sebagai berikut: a. Suspect, meliputi orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. b. Prospect, adalah orang – orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. c. Disqulified Prospect, adalah prospect yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsi. d. First Time Customers, adalah konsumen yang membeli untuk pertama kalinya.
39
e. Repeat Customers, adalah konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk. f. Clients, adalah pembeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. g. Advocates, membeli seluruh barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhannya serta melakukan pembelian secara teratur sebagai tambahan mereka mendorong orang lain untuk membeli barang atau jasa tersebut. Hampir sependapat dengan di atas, Kotler (2006;148) mengemukakan tahapan pembentukan costumer loyalty adalah sebagai berikut: a. Suspect Setiap orang mempunyai kemungkinan untuk membeli produk atau jasa yang kita hasilkan disebut suspect karena dipercaya mereka ada kemungkinan untuk membeli tetapi belum dapat diketahui secara pasti b. Prospect Merupakan seseorang yang telah memiliki kebutuhan akan produk kita dan mempunyai kemampuan untuk membelinya walaupun seseorang prospect belum tentu membeli ari kita, tetapi telah ada seseorang yang merekomendasikan tentang kita, prospect mungkin tahu siapa kita dan apa yang kita jual, tetap belum mau membeli dari kita c. Disqualified prospect Adalah prospect yang cukup kita pelajari dan mereka tidak membutuhkan atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk atau jasa dari kita d. First time customer Adalah mereka yang baru pertama kali membeli dari kita, mereka ini mungkin termasuk pelanggan tetapi masih menjadi pelanggan pesaing e. Repeat customer Adalah yang telah melakukan pembelian dua kali atau bahkan lebih. Mereka ini sudah dapat diklasifikasikan sebagai pelanggan f. Client Seseorang klien membeli semua produk yang kita tawarkan yang mungkin dapat dipergunakan atau sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka membeli secara regular, sehingga kita dituntut untuk terus berusaha menciptakan hubungan yang baik agar mereka tidak tertarik kepada pesaing
40
g. Members Biasanya dimulai dengan adanya penawaran program keanggotaan, dimana dengan menjadi anggota akan lebih mudah memperoleh seluruh keuntungan atau manfaat yang akan didapat dibandingkan bila tidak menjadi anggota h. Advocate Seseorang advokat memiliki semua produk atau jasa dan membeli secara regular. Sorang advokat akan selalu berusaha untuk menarik orang lain untuk membeli dari kita dan juga akan melakukan pemasaran untuk kita dan akan membawa pelanggan baru kepada kita i. Partner suatu tahapan terakhir dimana perusahaan bersama dengan pelanggan secara aktif melakukan kerja sama yang saling menguntungkan. Dalam menjalankan bisnis, perusahaan besar sekalipun dapat melakukan kesalahan kecil yang mungkin merupakan tanggung jawab pelanggan. Setiap masalah serupa yang terjadi akan membangun hubungan dengan pelanggan. Jika perusahaan dapat menangani masalah dengan tepat maka
pelanggan
akan
lebih
setia
karena
perusahaan
menunjukan
keseriusannya dalam hal kepuasan pelanggan. Dan juga sebaliknya jika perusahaan tidak menangani masalah dengan tepat, akan menimbulkan akibat yang lebih buruk. Kaitannya dengan pengalaman pelanggan, Smith (Hurriyati, 2008:.130) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa tercipta begitu saa, tetapi harus dirancang oleh perusahaan, adapun tahap-tahap perancangan loyalitas tersebut adalah sebagai berikut: a. Define customer value 1) Identifikasi segmen pelanggan sasaran 2) Definisi nilai pelanggan sasaran dan tentukan nilai pelanggan mana yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas
41
3) Ciptakan diferensiasi brand promise b. Design the branded customer experience 1) Mengembangkan pemahaman customer experience 2) Merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan brand promise 3) Merancang perubahan strategi secara keseluruhan untuk merealisasikan pengalaman pelanggan yang baru c. Equip people and deliver consistently 1) Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan 2) Melengkapi pengetahuan dan keahlian karyawan untuk mengembangkan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan dalam setiap interaksi yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan 3) Memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan kepemimpinan d. Sustain and enhance performance 1) Gunakan respon timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memelihara pelanggan secara berkesinambungan dan mempertahankan pengalaman pelanggan 2) Membentuk kerja sama antara system HRD (human resource development) dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam memberikan dan menciptakan pengalaman pelanggan 3) Secara terus-menerus mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil untuk menanamkan brand customer experience yang telah dijalankan Berdasarkan pendapat Smith (Hurriyati, 2008:.130) disusun definisi konseptual bahwa costumer loyalty adalah komitmen nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Serang-Banten yang kuat untuk membeli kembali barang atau jasa secara konsisten dimasa depan yang terungkap dari Define customer value, Design the branded customer experience, Equip people and deliver consistently, dan Sustain and enhance performance.