BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan Menurut Suad Husnan (2005:4). Manajemen keuangan adalah : Dalam suatu perusahaan memerlukan berbagai kekayaan mesin, gedung, kendaraan bermotor, persediaan bahan baku dan lain sebagainya, untuk menjalankan operasinya. Untuk itu perusahaan perlu mencari sumber dana untuk membiayai kebutuhan operasi tersebut. Dalam suatu organisasi, pengaturan keuangan sering disebut manajemen keuangan.
Sedangkan Menurut Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga (2005:1). Pengantar manajemen keuangan .Mendefinisikan manajemen keuangan sebagai berikut: Manajemen keuangan adalah bagaimana mengelola segala unsur dari segi keuangan. Hal ini wajib dilakukan karena keuangan merupakan satu fungsi penting dalam mencapai tujuan perusahaan. 2.2 Fungsi Manajeman Keuangan Untuk mencapai tujuan suatu perusahaan, manajer keuangan harus dapat melakukan fungsi-fungsinya. Ada tiga fungsi utama manajemen keuangan yaitu investasi, pendanaan dan pengelolaan. Menurut Martono dan Agus Sarjito (2001: 4) adalah:
6
a. Keputusan Investasi (Investing decision ) Keputusan investasi adalah
bisa diartikan sebagai penanaman modal
perusahaan. Penanaman ini dapat dilakukan pada aktiva riil ataupun aktiva finansial keputusan investasi
merupakan keputusan terhadap aktiva apa yang
akan di kelola oleh perusahaan keputusan investasi ini merupakan keputusan paling penting Karena keputusan investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktuwaktu yang akan datang.
b. Keputusan pendanaan (Financing Decision) Keputusan pandanaan adalah menyangkut beberapa hal diantaranya mengenai penetapan sumber dana bisa berupa hutang atau modal sendiri selanjutnya penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik
atau
sering disebut struktur modal yang optimum. Kekeliruan dalam pengambilan keputusan pendanaan ini akan berakibat biaya yang ditanggung tidak minimal.
c. Keputusan pengelolahan aktiva (Asset management decision) Keputusan pengelolahan adalah ada ungkapan yang berbunyi “lebih mudah membangun dari pada memelihara”apabila aset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat maka aset–aset tersebut memerlukan pengelolahan secara effisien. Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan dananya sesuai dengan jangka waktu asset yang didanai. Hal ini untuk mengurangi resiko kegagalan dalam pengembalian hutang perusahaan.
7
Sedangkan
tujuan
manajemen
keuangan
adalah
”memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai saham perusahaan .”(Keown et al,2001:1). Memaksimumkan pemegang saham artinya bahwa pemegang saham memperoleh keuntungan yang layak sesuai investasi yang mereka lakukan. Hal ini dapat tercapai apabila adanya penetapan yang tepat atas kombinasi asset yang terbaik
beserta komposisinya dan perhitungan resiko yang akurat, pemilihan
sumber dana yang sesuai dan keputusan yang tepat mengenai dividen.
2.3 Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Menurut J. Fred Weston & Thomas E. Copeland (1994: 24), dalam bukunya menyatakan: Laporan keuangan adalah laporan yang memuat hasil-hasil perhitungan dari proses akuntansi yang menunjukkan kinerja keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Laporan Keuangan juga melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan memberikan dasar, bersama dengan analisis bisnis dan ekonomi, untuk membuat proyeksi dan peramalan untuk masa depan. Dalam prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta 2004) dikatakan bahwa laporan keuangan ialah neraca dan perhitungan rugi laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat dalam lampiranlampirannya antara lain laporan sumber dan penggunaan dana-dana. Untuk
8
perusahaan besar yang banyak pemegang sahamnya, maka disamping laporan keuangan (finansiil) diatas sebaiknya ditambah keterangan-keterangan tentang : 1 2 3 4 5 6 7 8
2.3.1
Kondisi dan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi Usaha-usaha yang lalu, sekarang maupun yang akan datang Luasnya produksi Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan Penelitian dan pengembangan Marketing dan advertising Rencana-rencana dalam belanja modal dan pembelanjaan di masa-masa yang akan datang Kebijakan mengenai deviden dan sebagainya.
Sifat Laporan Keuangan
Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara : 1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact) 2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate) 3. Pendapat Pribadi (personal judgment) Fakta-fakta yang telah dicatat berarti bahwa laporan keuangan ini dibuat atas dasar fakta dari catatan akuntansi. Pencatatan dari pos-pos ini berdasarkan catatan historis dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi masa lampau, dan jumlahjumlah uang yang tercatat dalam pos-pos itu dinyatakan dalam harga-harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut (at original cost). Kita tidak mencoba
9
menaksir berapa jumlah yang harus dikorbankan jika kita akan menggantikan aktiva tersebut atau dengan kata lain kita tidak mencoba untuk menaksir nilai realisasi atau nilai ganti aktiva tersebut (current market value or replacement value). Dengan sifat yang demikian itu maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan
posisi
keuangan
dari
suatu
perusahaan
dalam
kondisi
perekonomian yang paling akhir, karena segala sesuatunya sifatnya historis. Sehingga mungkin terdapat beberapa hal yang dapat membawa akibat terhadap posisi keuangan perusahaan tidak dicatat dalam pencatatan akuntansi atau tidak nampak dalam laporan keuangan.
Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam Akuntansi : berarti data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prisnsip-prisnsip akuntansi yang lazim (General Accepted Accounting Principles); hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan (expediensi) atau untuk keseragaman.
Pendapat pribadi (personal judgment) berarti bahwa : walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi-konvensi atau dalil-dalil dasar yang sudah ditetapkan yang sudah terjadi standard praktek pembukukan, namun pengunaan dari konvensi-konvensi dan dalil dasar tersebut tergantung daripada akuntan atau manajemen perusahaan yang bersangkutan.
10
2.3.2
Keterbatasan Laporan Keuangan Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan
tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan itu mempunyai beberapa keterbatasan antara lain : 1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan yang final. Karena itu semua jumlah-jumlah atau hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak menunjukan nilai likwidasi atau realisasi di mana dalam interm report ini terdapat/terkandung pendapat-pendapat pribadi (personal judgment) yang dilakukan oleh Akuntan atau Manajemen yang bersangkutan.
2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan standard nilai yang mungkin berbeda atau berubah-berubah. Laporan keuangan dibuat berdasarkan konsep going concern atau anggapan bahwa perusahaan akan berjalan terus sehingga aktiva tetap dinilai berdasarkan nilainilai historis atau harga perolehannya dan pengurangannya dilakukan terhadap aktiva tetap tersebut sebesar akumulasi depresiasinya. Karena itu angka yang tercantum dalam laporan keuangan hanya merupakan nilai buku (book value) yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun nilai gantinya.
11
3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu, di mana daya beli (purchsing power) uang tersebut semakin menurun, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan tingkat harga-harga. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang
2.3.3
Bentuk Laporan Keuangan Pada umumnya lapran keuangan itu terdiri dari neraca dan perhitungan
rugi
laba
serta
Laboran
Perubahan
Modal,
dimana
neraca
menunjukkan/menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, sedangkan perhitungan (laporan) Rugi Laba memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu, dan Laporan Perubahan Modal (Laporan Perubahan Ekuitas) menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan. Tetapi dalam prakteknya sering diikut sertakan kelompok lain yang sifatnya membantu untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut, misalnya laporan perubahan modal kerja, laporan sumber
12
dan penggunaan kas atau laporan arus kas, laporan sebab-sebab perubahan laba kotor, laporan biaya produksi serta daftar-daftar lainnya. 1
Neraca Menurut Munawir (2002:13) dalam bukunya yang berjudul Analisa
Laporan Keuangan menyatakan : Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu di mana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut dengan balance sheet. Dengan demikian neraca terdiri dari tiga bagian utama yaitu aktiva, hutang dan modal. Dalam pengertiannya, aktiva tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang berwujud saja. Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau di konsumer dalam peride berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal). Aktiva tidak lancar adalah aktiva yang tidak mempunyai umur kegunaan relatip permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan). Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dibedakan ke dalam hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang.
13
Hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka waktu pendek (satu tahun setelah tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilki oleh perusahaan. Hutang jangka panjang, adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca. Sedangkan modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan, atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya. Bentuk atau susunan dari Neraca tidak ada keseragaman di antara perusahaan-perusahaan tergantung pada tujuan-tujuan yang akan dicapai, tetapi bentuk neraca yang umum digunakan adalah sebagai berikut : a. Bentuk skontro (Account Form) di mana semua aktiva tercantum sebelah kiri/debet dan hutang serta modal tercantum sebelah kanan/kredit. b. Bentuk Vertikal (Report Form), dalam bentuk ini semua aktiva nampak di bagian atas yang selanjutnya diikuti dengan hutang jangka pendek, hutang jangka panjang serta modal.
2
Laporan rugi laba Seperti diketahui Laporan Rugi Laba merupakan suatu laporan yang
sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selam periode tertentu. Walaupun belum ada keseragaman tentang
14
susunan laporan rugi-laba bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut : a. Bagian yang paling atas menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan service) diikuti dengan harga pokok dari barang/service yang dijual sehingga diperoleh laba kotor. b. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum/administrasi (operating expenses). c. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan, yang diikuti dengan biaya-biaya yang terjadi di luar usaha pokok perusahan (non operating/financial income dan expenses). d. Bagian ke empat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil (extra ordinary gain or loss) sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan. Bentuk laporan rugi laba yang biasa digunakan adalah : a. Bentuk single step (bentuk langsung), yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk menghitung rugi/laba bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan. Keunggulan bentuk ini terletak pada kesederhanaan penyajian dan tidak adanya implikasi bahwa satu jenis pos pendapatan atau beban lebih diprioritaskan dari yang lainnya. Dengan demikian format langsung menghilangkan masalah klasifikasi yang bisa muncul.
15
b. Bentuk multiple step (bentuk bertahap), dalam bentuk ini dilakukan pengelompokan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum. Klasifikasi ini meliputi : pemisahan aktivitas operasi dan non operasi; dan klasifikasi beban menurut fungsinya.
3
Laporan Perubahan Ekuitas Perubahan
ekuitas
perusahaan
menggambarkan
peningkatan
atau
penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran dividen, menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan perusahaan selama periode yang bersangkutan.
4. Laporan Arus Kas Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama suatu periode. Untuk meraih tujuan ini, laporan arus kas melaporkan (1) kas yang mempengaruhi operasi selama periode, (2) transaksi investasi, (3) transaksi pembiayaan, dan (4) kenaikan atau penurunan bersih selama suatu periode. Penerimaan
kas
dan
pembayaran
kas
selama
suatu
periode
diklasifikasikan dalam laporan arus kas menjadi tiga aktivitas berbeda – aktivitas
16
operasi, aktivitas investasi dan pembiayaan. Klasifikasi ini didefinisikan sebagai berikut : a. Aktivitas operasi (operating activities) meliputi pengaruh kas dari transaksi, yang digunakan untuk menentukan laba bersih. b. Aktivitas investasi (investing activities) meliputi pemberian dan penagihan pinjaman serta perolehan dan pelepasan investasi (baik hutang maupun ekuitas) serta properti, pabrik dan peralatan. c. Aktivitas pembiayaan (financing activities) melibatkan pos-pos kewajiban dan ekuitas pemilik. Aktivitas ini meliputi: (a) perolehan sumber daya dan pemilik dan komposisinya kepada mereka dengan pengembalian atas dan dari investasinya, dan (b) peminjaman uang dari kreditor serta pelunasannya.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (2004) tentang Penyajian Laporan Keuangan menyimpulkan : Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan lain seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diiharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pernyataaan Standar Akuntansi Keuangan serta pengungkapanpengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Dalam rangka membantu pengguna laporan memahami laporan keuangan dan membandingkannya dengan laporan keuangan perusahaan yang lain, maka catatan atas laporan keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut :
17
a. Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. b. Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan dan urutan penyajian komponen laporan keuangan. c. Pengungkapan lain termasuk kontinjensi, komitmen dan pengungkapan keuangan lainnya serta pengungkapan yang bersifar non-keuangan. 2.4
Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Analisis Rasio Keuangan
Untuk menilai kinerja dan prestasi perusahaan, diperlukan analisis dengan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan bagi para analis yang ahli dan berpengalaman dibandingkan analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio. Ratio dapat dihitung berdasarkan financial statement yang telah tersedia, yang terdiri dari: neraca (balance sheet), yang menunjukkan posisi financial perusahaan pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba (income statement) yang merupakan laporan operasi perusahaan selama periode tertentu. Analisis rasio keuangan, yang menghubungkan unsur-unsur neraca dan perhitungan laba rugi satu dengan lainnya, dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian posisinya pada saat ini.
18
Untuk mengetahui sejauh mana kondisi finansial perusahaan saat ini, diperlukan suatu cara evaluasi. Dalam hal ini ada dua tipe evaluasi finansial yang dapat memberikan gambaran tentang sejauh mana kondisi perusahaan saat ini. Apakah dalam keadaan baik atau buruk, yaitu : 1. Analisis Trend Analisis trend adalah analisis perkembangan ratio financial perusahaan dalam beberapa tahun yaitu perbandingan antara suatu ratio saat sekarang dengan ratio yang sama pada waktu yang lampau. Analisis ini sering disebut sebagai analisis historis (historical analysis). 2. Norma Industri Norma industri adalah rata-rata ratio yang dihasilkan dari beberapa perusahaan yang sejenis yang apat dijadikan pembanding bagi perusahaan yang bersangkutan. Ratio ini disebut sebagai ratio industri. Perbandingan antara ratio perusahaan dengan ratio industri akan menunjukkan sejauh mana kondisi financial perusahaan saat ini. Kedua tipe evaluasi ini akan memberikan gambaran yang lebih akurat jika digunakan secara bersama-sama. Sebab bisa terjadi rasio financial perusahaan berada dalam keadaan cukup jelek jika dibandingkan dengan rasio industri, tetapi dilihat dari analisis historis menunjukkan perkembangan yang baik karena dari tahun ke tahun rasio financial perusahaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan ratio industri tetapi bila dilihat dari analisis historis menunjukkan penurunan terus menerus dari tahun ke tahun.
Namun demikian pada umumnya sukar untuk
mengetahui berapa besarnya ratio industri karena lembaga yang menyediakan data
19
tentang ini terutama di indonesia boleh dikatakan belum ada. Dalam keadaan ini rasio historis tetap dapat dijadikan acuan pertimbangan dalam mengambil keputusan. a. Kegunaan Analisis Ratio Bagi manajer keuangan, dengan menghitung ratio-ratio tertentu akan memperoleh suatu informasi tentang kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh perusahaan dibidang financial, sehingga dapat membuat keputusan-keputusan yang penting bagi kepentingan perusahaan untuk masa yang akan datang. Sedangkan bagi investor, atau calon pembeli saham merupakan bahan pertimbangan apakah menguntungkan untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan atau tidak.
b. Penggolongan Angka Ratio Pada dasarnya macam atau jumlah angka-angka rasio itu banyak sekali karena ratio dapat dibuat berdasarkan kebutuhan penganalisa, namun demikian angka-angka ratio yang ada pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan atau dua kelompok. Golongan yang pertama adalah berdasarkan sumber data keuangan yang merupakan unsur atau elemen dari angka ratio tersebut dan penggolongan yang kedua adalah didasarkan pada tujuan dari penganalisa. Munawir dalam bukunya yang berjudul ”Analisa Laporan Keuangan” (2002:68) memberikan penggolongan angka ratio berdasarkan sumber datanya, antara lain: 1. Ratio-ratio neraca (balance sheets ratios) yang tergolong dalam kategori ini adalah semua ratio yang datanya diambil atau bersumber pada neraca.
20
2. Ratio-ratio Laporan Laba Rugi (income statmenet ratios) yaitu angka-angka ratio yang dalam penyusunanya semua datanya diambil dari Laporan rugi laba. 3. Ratio-ratio antar laporan (interstatement ratios) ialah semua angka ratio yang penyusunannya datanya berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan rugi laba. Drs. Bambang Riyanto dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan (2001: 332-336) menggolongkan ratio keuangan sebagai berikut : 1. Ratio Likuiditas a. b. c. d.
Current Ratio Cash Ratio Acid Test Ratio Working Capital To Total Assets Ratio
a. b. c. d. e.
Total Debt To Equity Ratio Total Debt To Total Capital Assets Long-Term Debt To Equity Ratio Tangible Assets Debt Coverage Time Interest Earned Ratio
a. b. c. d. e. f.
Total Assets Turnover Receivable Turnover Average Collection Period Inventory Turn Over Average Day’s Inventory Working Capital Turnover
a. b. c. d. e. f. g.
Gross Profit Margin Operating Income Ratio Operating Ratio Net Profit Margin ( Sales Margin ) Earning Power Of Total Investment Net Earning Power Ratio Rate Of Return For The Owners
2. Ratio Leverage
3. Ratio Aktivitas
4. Ratio Keuntungan
Dari uraian diatas jelas bahwa penggolongan angka ratio yang paling baik adalah yang disesuaikan dengan tujuan analisa yaitu untuk menilai likuiditas,
21
solvabilitas, rentabilitas dan informasi-informasi lain yang diperlukan, oleh karena itu berikut akan diuraikan jenis-jenis ratio yang bersangkutan.
2.4.1
Ratio Pengukuran Likuiditas Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan “kekuatan membayar” dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai “kekuatan membayar” belun tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai “kemampuan membayar”. “Kemampuan membayar” baru terdapat pada perusahaan apabila “kekuatan membayar”-nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu baru dapat diketahui setelah kita membandingkan “kekuatan membayar”-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak. Suatu perusahaan yang mempunyai “kekuatan membayar” sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah “likuid”. Apabila kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban kepada pihak luar (kreditur) dinamakan “likuiditas badan usaha”.
22
Dengan demikian maka likuiditas badan usaha berarti kemampuan perusahaan untuk dapat menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban kepada finansiilnya pada saat ditagih. Apabila kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban finansiil untuk menyelenggarakan proses produksi, maka dinamakan ”likuiditas perusahaan”. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) dapat digunakan beberapa ratio sebagai berikut : Tabel 2.1 Rasio-Rasio Likuiditas Jenis Rasio
Metode Perhitungan
a. Current Ratio Aktiva Lancar Hutang Lancar b. Cash Ratio (Ratio Of Immediate Solvency) Kas + Efek Hutang Lancar
c. Quick (Acid Test) Ratio Aktiva lancar - Persediaan Hutang Lancar
d. Working Capital to Total Assets Ratio
Aktiva Lancar – Hutang Lancar Jumlah Aktiva
Interpretasi Kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus di penuhi dengan aktiva lancar. Kemampuan untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan. Kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick assets).
Likuiditas dan total aktiva dan posisi modal kerja (neto).
Sumber : Riyanto, Bambang (2001). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, halaman 322-326, data diolah.
2.4.2
Rasio Pengukuran Solvabilitas Solvabilitas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut dilikuidasikan. Disini persoalannya ialah apabila suatu perusahaan itu
23
dilikuidasikan, apakah kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut cukup untuk memenuhi semua utang-utangnya? Dengan
demikian
pengertian
solvabilitas
dimaksudkan
sebagai
kemampuan suatu perusahan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang).
Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar utang-utangnya, tetapi tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan tersebut likuid. Sebaliknya perusahaan yang insovabel (tidak solvabel) tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan tersebut adalah juga likuid. Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas ada 4 kemungkinan yang dapat dialami oleh perusahaan, yaitu : a. Perusahaan yang likuid tetapi insovabel. b. Perusahaan yang likuid dan solvabel. c. Perusahaan yang solvabel tetapi illikuid. d. Perusahaan yang insovabel dan illikuid. Baik perusahaan yang insovabel maupun yang illikuid, kedua-duanya pada suatu waktu akan menghadapi kesukaran finansial, yaitu pada waktu tiba saatnya untuk memenuhi kewajibannya.
Perusahaan yang insovabel tetapi likuid tidak segera dalam keadaan kesukaran fiansial, tetapi perusahaan yang illikuid akan segera dalam kesukaran
24
karena segera menghadapi tagihan-tagihan dari krediturnya. Perusahaan yang insovabel tetapi likuid masih dapat bekerja baik, dan sementara itu masih mempunyai kesempatan atau waktu untuk memperbaiki solvabilitasnya. Tetapi bila usahanya tidak berhasil, maka pada akhir perusahaan tersebut akan menghadapi kesukaran juga. Solvabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio berikut :
Tabel 2.2 Rasio-Rasio Solvabilitas Jenis Rasio a. Total Debt to Equity Ratio
Metode Perhitungan Hutang Lancar + Hutang Jangka Panjang Jumlah Modal Sendiri
b. Total Debt to Total Assets
Hutang Lancar + Hutang Jangka Panjang Jumlah Aktiva
c. Long Term debt To Equity Ratio
d. Tangible Assets Debt Coverage
e. Times Interest Earned Ratio
Hutang Jangka Panjang Modal Sendiri Jumlah Aktiva- IntangiblesHutang Lancar Hutang Jangka Panjang
EBIT Bunga Hutang Jangka Panjang
Interpretasi Merupakan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan hutang. Atau berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin aktiva. Bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Besarnya aktiva tetap tangible yang digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang. Besarnya jaminan keuntungan untuk membayar bunga hutang jangka panjang.
Sumber : Riyanto, Bambang (2001). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, halaman 322-326, data diolah.
25
2.4.3
Rasio Pengukuran Rentabilitas Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya. Apakah yang akan diperbandingkan itu laba yang berasal dari operasi atau usaha, atau laba neto sesudah pajak dengan aktiva operasi, atau laba neto sesudah pajak dibandingkan dengan keseluruhan aktiva, ataukah yang akan diperbandingkan itu laba neto sesudah pajak dengan jumlah modal sendiri. Dengan adanya bermacam-macam cara dalam penilaian rentabilitas suatu perusahaan, maka tidak mengherankan kalau ada beberapa perusahaan yang berbeda-beda dalam cara menghitung rentabilitasnya. Yang penting ialah rentabilitas mana yang akan digunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan. Tabel 2.3 Rasio – Rasio Rentabilitas Jenis Rasio a. Gross Profit Margin
b. Operating Income Ratio (Operating Profit Margin)
c. Operating Ratio
Metode Perhitungan Penjualan Neto – Harga Pokok Penjualan Penjualan Neto Penjualan Neto – Harga Pokok Penjualan - Biaya Administarasi, penjualan, umum Penjualan Neto Harga Pokok Penjualan + Biaya Administarasi,
26
Interpretasi Laba bruto yang dihasilkan per rupiah penjualan. Laba operasi sebelum bunga dan pajak (neto operating income) yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan. Biaya operasi per rupiah penjualan. Makin besar
d. Net Profit Margin (Sales Margin) e. Earning Power Of Total Investment (Rate Of Return An Total Assets)
f. Net Earning Power Ratio (Rate Of Return Of Investment/ROI)
g. Rate Of Return For The Owners (Rate Of Return on Net Worth)
penjualan, umum Penjualan Neto Keuntungan Neto Sesudah Pajak Penjualan Neto
EBIT Jumlah Aktiva
Keuntungan Neto Sesudah Pajak Jumlah Aktiva
Keuntungan Neto Sesudah Pajak Jumlah Modal Sendiri
ratio ini berarti makin buruk. Keuntungan neto per rupiah penjualan. Kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan kuantungan bagi semua investor (pemegang oblig.asi dan saham) Kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa.
Sumber : Riyanto, Bambang(2001). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, halaman 322-326, data diolah.
2.4.4
Rasio Aktivitas Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan
semua dumber daya yang ada pada pengedaliannya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dengan berbagai unsur aktiva yaitu persediaan, piutang, aktiva tetap, dan aktiva lain. Rasio-rasio yag pada umunya digunakan :
27
Tabel 2.4 Rasio – Rasio Aktivitas Jenis Rasio a. Total Turnover
Metode Perhitungan
Assets Penjualan Neto Jumlah Aktiva
b. Receivable Turnover
Penjualan Kredit Piutang Rata-Rata
c. Average Collection Periode
Piutang Rata-Rata X 360 Penjualan Kredit atau 365 hari / Receivable Turnover
d. Inventory Turnover Harga Pokok Penjualan Inventory Rata-Rata
e.
Average
Day’s
Inventory
f. Working Capital Turnover
Inventory Rata-Rata X 365 Harga Pokok Penjualan atau 365 hari / Inventory Turnover
Penjualan Neto Aktiva Lancar – Utang Lancar
Interpretasi Kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau kemampuan modal yang di investasikan untuk menghasilkan ”revenue”. Kemampuan dana yang tertanam dalam piutang berputar dalam suatu periode tertentu. Periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang.
Kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan tendensi untuk adanya ”over stock”. Periode menahan persediaan ratarata atau periode rata-rata persediaan barang berada digudang. Kemampuan modal kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari perusahaan.
Sumber : Riyanto, Bambang (2001). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, halaman 322-326, data diolah.
2.5 Pengukuran Kebangkrutan Perusahaan dengan Analisis Diskriminan Altman
(Z-Score)
Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para analisi keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio maka perlu dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi model
28
prediksi yang berarti. Untuk tujuan tersebut digunakan dua teknik statistik yaitu analisis regresi dan analisis diskriminan. Analisis regresi menggunakan data masa lampau untuk memprediksi nilai yang akan datang dari suatu variabel dependent, sedangkan
analisis
diskriminan
menghasilkan
suatu
data
indeks
yang
memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. Masalah umum dari klasifikasi timbul jika seorang analis mempunyai ciriciri pengamatan tertentu dan mengharapakan klasifikasi tersebut menjadi satu dari beberapa yang ditentukan sebelumnya berdasarkan ciri-ciri tersebut. Sebagai contoh, seorang analisis keuangan memiliki berbagai rasio keuangan dari suatu perusahaan dan ingin menggunakan rasio tersebut untuk mengklasifikasikan apakah suatu perusahaan bangkrut atau tidak bangkrut. Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan untuk pengklasifikasian yang demikian. Edward I Altman di New York University pada pertengahan tahun 1960 menggunakan analisa diskriminan dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dalam studinya, setelah menyelesaikan 22 rasio keuangan, Altman menemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Fungsi Diskriminan yang ditemukannya adalah :
Z = 1,2 X 1 + 1,4 X 2 + 3,3 X 3 + 0,6 X 4 + 1,0 X 5
29
Dimana : X 1 = Net Working Capital / Total Asset X 2 = Retained Earnings / Total Asset X 3 = EBIT / Total Asset X 4 = Market Value Of Equity / Book Value Of Debt X 5 = Sales / Total Asset Bentuk dari fungsi diskriminan adalah V1X 1 + V2X 2 +…+VnX n . Fungsi diskriminan merubah bentuk rasio keuangan yang berdiri sendiri kedalam suatu skor diskriminan tunggal Z-score. Z-Score ini kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan perusahaan kedalam kategori “bangkrut” atau “tidak bangkrut”. Pada persamaan selanjutnya V1, V2 adalah koefisien diskriminan dan X 1 , X 2 dan seterusnya adalah rasio keuangan. Rasio X 1 = Net Working to Capital Assets, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
Modal kerja bersih yang negatif
kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi hutang jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menetupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.
30
Rasio X 2 = Retained Earnings to Total Assets, rasio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menahan laba dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan perusahaan merupakan terjadi dikarenakan pemegang saham biasa mengizinkan untuk menginvestasikan kembali laba yang yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian laba ditahan yang dilaporkan kedalam neraca bukam merupakan kas dan “tidak tersedia” untuk pembayaran dividen atau yang lain. Rasio X 3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. Rasio X 4 = Market Value Of Equity to Book Value Of Debt, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar
31
per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Rasio X 5 = Sales to Total Assets, rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan dengan investasi total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa, apabila perusahaan memperoleh nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan berisiko tinggi. Untuk nilai Z-Score 1,81 sampai dengan 2,99 perusahaan berada dalam wilayah abu-abu (Grey Area). Pada kondisi ini, perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan manajemen yang tepat, kalau terlambat dan tidak tepat penanganannya maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Untuk nilai ZScore lebih dari 2,99 dinilai bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sehat dan kemungkinan kebangkrutan sangat kecil. Hal yang menarik mengenai Z-Score adalah keandalannya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun seandainya perusahaan sangat makmur, bila Z-Score mulai turun dengan tajam, lonceng peringatan harus berdering. Atau, bila perusahaan baru saja survive, ZScore bisa digunakan untuk membantu mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan.
32
Tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah
keuangan
yang
mungkin
membutuhkan
perhatian
serius
dan
menyediakan petunjuk untuk bertindak. Bila Z-Score perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangannya untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu. Pengamatan dimulai dengan menghitung Z-Score dari periode-periode sebelumnya
dan
dibandingkan
dengan
dengan
score
sekarang.
Bila
kecenderungannya turun, coba pahami apa yang telah berubah sehingga menghasilkan rasio-rasio yang menyebabkan score perusahaan menjadi jatuh. Memantau kecenderungan Z-Score juga akan membantu mengevaluasi kekuatan perubahan (turnaround) perusahaan. Cara lain menganalisis Z-Score adalah membandingkan hasil suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau rata-rata industrinya dan temukan apakah ada penyimpangan. Model-model klasifikasi kebangkrutan yang ada, termasuk Z-Score tidaklah mutlak bisa digunakan. Kenyataannya antara model yang satu dan lainnya ada yang seringkali bertentangan. Model-model ini dapat memberikan peringatan-peringatan yang berharga akan adanya kesulitan dan petunjuk-petunjuk yang berguna untuk menghindari kesulitan dimasa depan. Disamping itu, modelmodel ini dapat digunakan untuk melengkapi laporan-laporan dan analisis-analisis lain dalam perusahaan. Sedangkan pada rasio produktifitas terdapat rasio penjualan atas pegawai, rasio biaya per karyawan, dan rasio rugi bersih terhadap karyawan. Rasio penjualan atas pegawai menunjukkan kemampuan setiap karyawan dalam
33
menghasilkan penjualan, rasio ini dihitung dengan membagi jumlah penjualan dengan total karyawan. Rasio biaya per karyawan digunakan untuk mengukur biaya yang dikeluarkan oleh rata-rata karyawan, semakin kecil biaya yang dikeluarkan maka semakin baik karena sudah efisien. Rasio ini dihitung dengan cara membagi total biaya dengan jumlah kayawan. Terakhir dari rasio produktifitas adalah rasio rugi bersih per karyawan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menempatkan laba per tiap-tiap karyawan. Rasio ini dihitung dengan cara membagi laba bersih dengan jumlah karyawan.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah perusahaan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Walaupun perusahaan mengalami masih kerugian bersih akibat krisis moneter, akan tetapi dilihat dari operating ratio, biaya operasional perusahaan semakin menurun menunjukkan perusahaan semakin efisien dalam pengelolaan biaya. Penurunan biaya juga menyebabkan rugi bersih perusahaan secara searah mengalami penurunan yang menunjukkan posisi keuangan semakin sehat. Sedangkan dari sisi produktifitas, rasio penjualan atas pegawai menunjukkan adanya peningkatan penjualan per karyawan bila dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya.
34