BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pasar Modal
2.1.1 Definisi Pasar Modal Menurut Suad Husnan (2001: 3) Pasar Modal adalah: “Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal menyatakan bahwa: “Pasar modal adalah suatu kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga-lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Sedangkan, Sunariyah (2000: 4-5) mendefinisikan pasar modal sebagai berikut: · Pasar modal secara umum yaitu suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan suratsurat berharga yang beredar. · Pasar modal secara sempit, yaitu suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasiobligasi dan jenis-jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa perantara pedagang efek. 2.1.2 Fungsi Pasar Modal Menurut Marzuki Usman (1990:129), pasar modal memiliki fungsi berikut:
1. 2. 3. 4. 5.
Memberikan likuiditas pada efek yang menjadi instrumen perdagangan. Memungkinkan pembentukan harga yang wajar. Memungkinkan investor melakukan diversifikasi investasi dengan jumlah dana yang terbatas. Secara makro dapat mengurangi “Country risk” dari penanaman modal asing yang bersifat langsung. Secara makro pula dapat dijadikan salah satu leading indicator dalam memahami arah perkembangan perekonomian.
2.1.3 Manfaat dan Peran Pasar Modal Manfaat pasar modal menurut Fakhruddin dan Sopian Hadianto (2001) dalam Luana Nogita (2007) adalah: 1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. 3. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara. 4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim berusaha yang sehat. 6. Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik. 7. Memberi kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek. Sunariyah (2000:7) menyatakan bahwa terdapat beberapa peranan pasar modal secara mikro, sebagai berikut: 1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan. 2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil (return) yang diharapkan. 3) Pasar modal memberi kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. 4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. 5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga
2.2
Sekuritas
2.2.1 Pengertian Sekuritas Dalam Keputusan Presiden RI No. 152 tahun 1976, pasal 1 ayat 3, sekuritas atau efek didefinisikan sebagai berikut: “Efek adalah setiap saham, obligasi atau bukti lainnya termasuk sertifikat atau surat pengganti serta surat bukti sementara dari surat jaminan, opsi atau hak lainnya untuk memesan atau membeli saham, obligasi atau bukti penyerahan dalam modal atau pinjaman lainnya”.
Sementara itu, efek yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal adalah surat berharga, yaitu surat hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivate dari efek. Menurut Suad Husnan (2001), sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.
Pemodal memiliki hak untuk menerima laba setiap
tahunnya dan sekaligus hak kepemilikan atas organisasi yang menerbitkan saham tersebut.
2.3
Saham
2.3.1 Pengertian Saham
Saham merupakan tanda bukti keikutsertaan atau partisipasi dalam permodalan suatu perusahaan serta menunjukkan hak untuk memperoleh sebagian dari kekayaan perusahaan yang menerbitkan saham-saham tersebut, sedangkan besar kepemilikannya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Uraian yang dikatakan oleh Known & Cheung (2005: 261) mengenai saham yaitu, “Common stock represents ownership in the corporation, common stock doesn’t have a maturity date, but exists as long as the firm does”.
Karakteristik Saham Brealy & Myers (1991:332) menjelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari saham yang dapat kita ketahui diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Saham termasuk financial asset. Investor membeli saham karena mengharapkan akan diperolehnya pendapatan atau keuntungan, baik berupa deviden maupun capital gain. 2) Saham mengandung risiko. Risiko yang melekat pada saham pada umumnya dapat dibagi atas risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang akan dialami oleh semua saham dan tidak dapat dihindari, sedangkan risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihindari dan tidak semua perusahaan mengalaminya, risiko ini tidak sama besarnya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. 3) Saham mengandung unsur ketidakpastian. Harga saham terkadang naik, terkadang turun. Tingkat keuntungan yang berbentuk deviden juga tidak tetap dan selalu berfluktuasi bahkan bisa saja terjadi perusahaan tidak membagikan devidennya. 4) Meskipun terlihat sama, pada kenyataannya, saham antara satu perusahaan dengan yang lain berbeda, baik dari segi harga maupun kualitasnya. 5) Transaksi penjualan dan pembelian saham hanya dapat dilakukan di tempat tertentu, melalui pialang dan lantai bursa. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor, yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Fanny Medina (1999) dalam Marchia Penny Tarina
(2003) membuat ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, yang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu: A. Pengaruh dari luar B. Perilaku Investor C. Kinerja Keuangan Emiten Faktor pengaruh dari luar memiliki peranan yang cukup mendasar di dalam mempengaruhi harga saham. Fanny medina (1999) menjabarkan variabelvariabel yang termasuk ke dalam faktor pengaruh dari luar, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5.
Penawaran dan permintaan Tingkat Efisiensi Pasar Modal Tingkat Risiko Tingkat inflasi suatu negara Tingkat Pajak
Menurut Medina (1999) harga pasar saham akan terbentuk melalui jumlah penawaran dan permintaan terhadap suatu saham. Jumlah penawaran dan permintaan akan mencerminkan kekuatan pasar. Jika jumlah penawaran lebih besar daripada permintaan, maka pada umumnya harga saham akan turun. Begitu juga sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih kecil dari jumlah permintaan maka harga saham akan cenderung naik. begitupun tingkat efisiensi pasar modal merupakan faktor pengaruh dari luar (external) yang mempengaruhi harga suatu saham. Brealy & Myers, (1991:357) menjelaskan bahwa Pasar modal dikatakan efisien jika informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pemodal, sehingga semua informasi yang relevan dan terpercaya telah tercermin dalam harga-harga saham. Jadi, pasar modal yang efisien adalah bahwa harga saham secara lengkap menggambarkan semua informasi yang tersedia. Investor akan menginterpretasikan dengan benar informasi yang tersedia dan pialang tidak dapat beroperasi pada skala yang cukup untuk mempengaruhi harga. Suad Husnan (2001:269) menjelaskan tentang Pasar modal yang efisien sebagai pasar modal yang harga sekuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Tetapi apa yang dimaksud dengan informasi yang relevan? Fama (1970) mengklasifikasikan informasi menjadi tiga tipe, yaitu: ·
Informasi mengenai perubahan harga di waktu yang lalu (past price changes).
·
Informasi yang tersedia kepada publik (Public information).
·
Informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak (public and private information).
Suad Husnan (2001: 270) menjelaskan terdapat tiga bentuk di dalam menyatakan tingkat efisiensi pasar modal, yaitu: a.
Weak form efficiency
b.
Semi-strong efficiency
c.
Strong form efficiency
Ketiga bentuk efisiensi pasar modal tersebut menjelaskan tentang suatu form harga yang mencerminkan suatu kondisi perusahaan berdasarkan tingkatan informasi yang diberikan kepada pemodal.
Weak form efficiency merupakan
suatu keadaan dimana harga-harga mencerminkan informasi harga di waktu yang lalu. Semi strong efficiency adalah keadaan dimana harga-harga bukan hanya mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi semua informasi yang dipublikasikan. Dengan kata lain, para pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan public information. Sedangkan Strong form efficiency merupakan suatu keadaan dimana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi relevan yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam keadaan semacam ini pasar modal akan seperti rumah lelang yang ideal; harga selalu wajar dan tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang harga saham. Tingkat resiko, inflasi dan pajak suatu negara merupakan faktor luar (external) yang ikut mempengaruhi terhadap harga saham. Semakin besar pajak, tingkat inflasi dan resiko suatu negara akan memperkecil harga suatu saham, begitupun sebaliknya semakin kecil tingkat pajak, resiko dan inflasi suatu negara akan mempengaruhi harga saham menjadi tinggi.
Perilaku investor merupakan variabel kedua yang berperan besar di dalam mempengaruhi terhadap harga suatu saham. Para investor yang masuk ke pasar modal berasal dari bermacam-macam kalangan masyarakat dan dengan berbagai tujuan. Jika ditinjau dari segi tujuannya, Marzuki Usman (1990:320) mengklasifikasikan investor ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Investor yang bertujuan memperoleh deviden Investor yang bertujuan berdagang Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan saham perusahaan Kelompok spekulator.
Investor yang bertujuan memperoleh deviden merupakan sekelompok investor yang berjuang dan mengincar perusahaan-perusahaan yang sudah stabil. Harapan utama kelompok ini adalah untuk memperoleh deviden yang cukup dan terjamin setiap tahun. Pembagian deviden lebih penting daripada keuntungan untuk memperoleh capital gain.
Sedangkan investor yang bertujuan untuk
berdagang membeli saham dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dari selisih positif harga beli dan harga jual. Pendapatan mereka bersumber dari jual beli saham tersebut. Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan saham memiliki karakteristik berusaha untuk mencari perusahaan-perusahaan yang sudah baik dan merupakan salah satu investor yang tidak terlalu aktif. Sedangkan kelompok terakhir yaitu kelompok spekulator merupakan kelompok yang lebih menyukai saham-saham perusahaan yang belum berkembang dengan baik. Pada umumnya pada setiap kegiatan pasar modal, spekulator mempunyai peranan untuk menentukan aktivitas pasar modal sekaligus meningkatkan likuiditas saham
Sedangkan perilaku investor berdasarkan tingkat kecanggihannya dalam menerima dan memanfaatkan informasi yang tersedia, Marzuki Usman (1990: 321 mengklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu: 1. Naive investor Yaitu kelompok investor yang lugu dan buta informasi. Kelompok ini tidak mampu menafsirkan dan memanfaatkan informasi yang tersedia untuk membantu dalam pengambilan keputusan invetasinya. 2. Sophisticated Investor Yaitu kelompok investor yang telah canggih dalam memanfaatkan informasi yang tersedia. Kelompok ini telah mengetahui berbagai jenis informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan investasinya. Kinerja keuangan emiten selama ini dianggap sebagai faktor terpenting dalam penentuan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan karena kinerja keuangan emiten merupakan faktor yang paling objektif dan cukup representatif untuk menggambarkan harga saham (Medinna: 1999). Kinerja keuangan emiten sering diukur dengan menggunakan informasi keuangan yang dihasilkan selama suatu periode tertentu yang tercermin pada laporan keuangannya. Informasi keuangan inilah yang sering digunakan investor untuk menilai harga saham dan membantu di dalam pengambilan keputusan investasi
2.4
Pasar Perdana
2.4.1 Pengertian Pasar Perdana
Menurut Kane (1995:54), pasar perdana didefinisikan sebagai berikut: “Market for new issues of securities”. Sedangkan Fischer & Jordan (1996:19) menyatakan bahwa “securities available for the first time are offered through the primary security market”. Scott (1999:862) mendefinisikan pasar perdana sebagai berikut: “Transaction in securities offered for the first time to potential investor”. Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan menjual sekuritasnya kepada investor untuk pertama kalinya. Dalam menjual sekuritasnya, umumnya perusahaan menggunakan jasa profesional dan lembaga pendukung pasar modal, untuk membantu menyiapkan berbagai dokumen serta persyaratan yang diperlukan untuk go public. Penjamin emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan akan membantu dalam penentuan harga perdana saham serta membantu memasarkan sekuritas tersebut kepada calon investor. 2.5
Pasar Sekunder
2.5.1 Pengertian Pasar Sekunder Setelah sekuritas emiten dijual di pasar perdana, selanjutnya sekuritas tersebut kemudian bisa diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Fischer & Jordan (1996:19) : “in the secondary market existing securities are simply being transferred between parties and the issuer is not receiving new funds”.
Menurut Tandelilin (2000) dalam Marchia Penny Tarina (2003), perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dalam dua jenis pasar: 1. Pasar lelang (auction market) Pasar lelang adalah pasar sekuritas yang melibatkan proses pelelangan (penawaran) pada sebuah lokasi fisik. Investor tidak dapat secara langsung melakukan transaksi melainkan melalui perantaraan broker. 2. Pasar negosiasi Pasar negosiasi terdiri dari jaringan berbagai dealer yang menciptakan berbagai pasar tersendiri di luar lantai bursa bagi sekuritas, dengan cara membeli dari dan menjual kepada investor. Pasar negosiasi juga sering disebut dengan istilah over the counter market (otc) atau di Indonesia dikenal dengan bursa paralel. Di pasar sekunder yang melakukan perdagangan saham adalah para pemegang saham serta investor lainnya sebagai calon pemegang saham yang baru. Pada pasar sekunder, saham mulai dicatat dan diperdagangkan di bursa. Jumlah uang yang berputar dalam pasar sekunder tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, akan tetapi berpindah dari pemegang saham yang satu ke pemegang saham yang lain. Pada saat itulah harga dari saham-saham atau sekuritas tersebut mengalami perubahan atau fluktuasi sesuai dengan permintaan dan penawaran saham atau sekuritas tersebut. 2.6
Initial Public Offering Menurut Jeff Madura (2001:234) Initial Public Offering didefinisikan
sebagai berikut:“First time offering of shares by a specific firm to the public”. Jika perusahaan ingin menambah jumlah kepemilikan saham dengan penerbitan saham baru, maka salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menawarkan saham tersebut kepada publik (go-public).
Pada saat perusahaan melakukan penawaran perdana maka proses tersebut dinamakan Initial Public Offering. Perusahaan yang belum go-public, awalnya saham-sahamnya dimiliki oleh para manajer, pegawai kunci dan sejumlah kecil investor. Dalam usaha mendapat modal, perusahaan menjual sahamnya kepada publik. Pada saat perusahaan melakukan IPO, tidak ada harga pasar saham sampai dimulainya penjualan di pasar sekunder. Pada saat tersebut umumnya investor memiliki informasi terbatas seperti yang diungkapkan dalam prospektus. Biasanya perusahaan yang merencanakan IPO akan menggunakan jasa perusahaan sekuritas untuk memberikan rekomendasi menangani jumlah saham yang diterbitkan dan harga saham. Penjamin emisi (underwriter) berperan sangat penting dalam proses penawaran umum saham. Dalam menghadapi IPO, publik selalu mengetahui terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter. Menurut Asril Sitompul (2000) perjanjian emisi efek antara emiten dengan underwriter terdiri dari dua bentuk, yaitu: 1. Full commitment Yaitu, underwriter berjanji untuk membeli semua saham yang dikeluarkan dalam penawaran umum perdana dan menjualnya kembali kepada investor. 2. Best effort Yaitu, underwriter menggunakan kemampuan terbaiknya dalam menjual saham tanpa adanya kewajiban untuk membeli saham yang tidak terjual. Ada beberapa faktor yang termasuk keuntungan dan kerugian dalam melaksanakan go public yang perlu dipertimbangkan. Keuntungan dari go public menurut Jogiyanto Hartono (2000) antara lain: a. Kemudahan mendapatkan modal di masa mendatang. b. Meningkatkan likuiditas pemegang saham.
c. Nilai pasar perusahaan dapat diketahui. Sedangkan kerugian yang patut dipertimbangkan adalah: a. Meningkatnya biaya pelaporan b. Pengungkapan (disclosure) c. Ketakutan untuk diambil alih. Dengan go public, maka perusahaan dapat menghimpun dana dari masyarakat yang relatif besar. Dana yang diperoleh tersebut diharapkan dapat digunakan untuk keperluan pendanaan, membiayai kegiatan operasi perusahaan, ekspansi serta memperbaiki stuktur modal perusahaan. Perusahaan yang akan melakukan go public harus melakukan persiapan yang matang agar penawaran umum yang dilakukannya dapat berjalan dengan baik. Persiapan meliputi penunjukkan underwriter, profesi dan lembaga penunjang, persiapan dokumen-dokumen yang diperlukan, melakukan kontrak pendahuluan dengan BEI serta public expose (Anindita Poetri, 2004).
Gambar 2.1 Tahapan dalam rangka Penawaran Umum
Sebelum emisi
Intern perusahaan
Rencana Go Public
2.
RUPS
3.
Penunjukan underwriter
4.
Pasar primer
BAPEPAM
1.
sesudah emisi
Emisi
1.
Pasar sekunder
pelaporan
Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjualan
2.
profesi penunjang
5.
lembaga penunjang
pemodal oleh penjamin
6.
Mempersiapkan dokumen
emisi dan agen penjualan.
7.
Konfirmasi sebagai agen
3.
·
Penjatahan kepada
berkala,
misal:
Laporan tahunan & tengah tahunan ·
Penyerahan efek kepada
Laporan kejadian penting & relevan, misalnya akuisisi dan
pemodal secara elektronik
penjual oleh penjamin emisi
Laporan
pergantian direksi, dll.
8.
Kontrak pendahuluan
9.
Penandatanganan perjanjian
10. Public expose
1.
Emiten menyampaikan pernyataan pendaftaran
1.
Emiten mencatatkan efeknya di bursa.
2.
Ekspor terbatas di BAPEPAM
2.
Perdagangan efek di bursa
3.
Tanggapan atas: ·
kelengkapan dokumen,
·
kecukupan & kejelasan informasi
·
keterbukaan (aspek hukum, akuntansi, keuangan & manajemen)
4.
Komentar tertulis dalam waktu 45 hari
5.
Pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif
Sumber: Klinik Go Public & Investasi Divisi Komunikasi BEJ
2.6.1 Prospektus
Ketika perusahaan yang memutuskan akan melakukan IPO tidak terlalu dikenal oleh investor, mereka harus menyediakan informasi yang detail mengenai kondisi operasi dan finansial mereka. Prospektus mengandung laporan keuangan yang detail dan penjelasan mengenai resiko yang terkandung di dalamnya. Prospektus disediakan untuk investor potensial yang berkeinginan untuk berinvestasi pada IPO. Setelah perusahaan memperoleh izin dari BAPEPAM, maka perusahaan akan mengumumkan prospektusnya. “Prospektus adalah suatu dokumen yang berisikan keterangan yang dianggap penting dari suatu penawaran efek yang pasti akan terjadi”. (M. Fakhruddin, 2001: 328). Dokumen tersebut digunakan oleh emiten dan para penjamin emisi untuk menarik minat pemodal terhadap penawaran efek. M. Fakhruddin (2001: 329) menjabarkan hal-hal yang perlu dicantumkan dalam prospektus sebagai berikut: a.
Berapa banyak jumlah lembar saham yang ditawarkan, dan pada harga berapa penawaran perdana tersebut. b. Jadwal kegiatan IPO tersebut c. Tujuan IPO d. Penggunaan dana hasil IPO e. Pernyataan hutang dan kewajiban f. Analisis dan pembahasan oleh manajemen g. Risiko usaha h. Kejadian penting setelah tanggal laporan keuangan i. Keterangan tentang perseroan j. Kegiatan dan prospek usaha. k. Ikhtisar data keuangan penting l. Modal sendiri m. Kebijakan deviden n. Perpajakan o. Penjaminan emisi efek p. Profesi penunjang pasar modal q. Persyaratan pemesanan pembelian saham r. Penyebarluasan prospektus
Informasi yang diungkapkan dalam prospektus akan membantu investor untuk membuat keputusan yang rasional mengenai risiko dan nilai saham yang sesungguhnya ditawarkan emiten.
2.7
Analisis Laporan Keuangan Para pengguna laporan keuangan akan mendapatkan manfaat dari
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan apabila mereka selain memahami laporan keuangan tersebut, juga mampu mengolah dan menganalisis semua informasi yang ada agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang efektif.
Kieso (2002: 12) menjelaskan mengenai perlunya
analisis laporan keuangan. “Communication in accounting means more than just preparing the reports; communication also presumes understanding. To promote understanding, accountants, as well as other interested parties, analyze and interpret financial statement.” Laporan keuangan membantu pengguna mendapatkan informasi di dalam pengambilan keputusan ekonomi yang lebih baik. .
2.7.1 Definisi Analisis Laporan Keuangan Menurut Dorms (1990: 81), analisis laporan keuangan dapat diartikan suatu seni dalam menganalisis dan menginterpretasikan laporan keuangan. “The general terms financial statement analysis reflects to the art of analyzing and interpreting financial statement. Effective application of this art requires the establishment of a systematic and logical procedure that may be used as a basis for informed decision making. In the final analysis, informed decision making is the overriding goal of financial statement analysis.”
Analisis laporan keuangan menurut Bowlin (1990: 13) dalam Luana (2007) adalah: “In general, financial analysis provides a method for assessing the financial strengths and weaknesses of the firm using information found in its financial statements.” Menurut Bernstein dalam Usman Sastradipraja (2007) mengenai definisi Analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut : “Financial statement analysis is the judgemental process that aims to evaluate the current and past financial positions and results of operation of an enterprise with primary objective of determining the best possible estimates and predictions about future conditions and performance”. Sedangkan Usman Sastradipradja (2007) menjabarkan Analisis laporan keuangan sebagai suatu proses penguraian laporan keuangan ke dalam komponen laporan keuangan dan penelaahan masing-masing komponen laporan keuangan tersebut serta hubungan antar komponen, dengan menggunakan teknik-teknik analisis yang ada agar diperoleh pengertian yang tepat dan gambaran yang komprehensif tentang laporan keuangan tersebut. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis keuangan digunakan sebagai alat untuk membantu pengambilan keputusan dan analisis ini memakai laporan keuangan sebagai sumber informasi. Analisis laporan keuangan ini membantu mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang keadaan keuangan perusahaan. Para pengambil keputusan membutuhkan informasi-informasi yang tepat dan relevan sebelum suatu keputusan diambil, maka hasil analisis laporan harus disajikan dengan jelas dan dapat dimengerti.
2.7.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan Dorms (1990: 81) menjelaskan tujuan analisis laporan keuangan sebagai berikut: “Two intermediate goals or objectives of financial statements analysis are also of interest to intelligent analyst: 1) to understand the numbers or get behind the figures, 2) to develop reasonable basis for forecasting the future.” Tujuan dari analisis laporan keuangan juga diungkapkan oleh Gibson (1992: 120) sebagai berikut: “The judgment process, one of the primary objectives is identification of major change (turning points) in trends, a relationship and investigation of the reason underlying those change.” Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1) Untuk memahami arti dari angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan. 2) Menginterpretasikan angka-angka ke dalam rasio yang dapat menunjukkan prestasi perusahaan. 3) Sebagai dasar dalam melakukan peramalan mengenai keadaan perusahaan di masa depan. 4) Untuk membantu manajemen dalam mengidentifikasikan perubahanperubahan pada perusahaan baik dalam jumlah, tren dan hubungan diantaranya, serta untuk menganalisis alasan yang mendasarinya.
2.8
Analisis Rasio Keuangan
2.8.1 Definisi Analisis Rasio Keuangan Salah satu cara analisis laporan keuangan yang umum digunakan oleh para analis adalah analisis rasio keuangan. Munawir (1993: 37) memberikan penjelasan analisis rasio keuangan: “Analisis rasio keuangan merupakan suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.” \
Sedangkan Dorms (1990: 82) dalam Luana (2007) mengungkapkan penjelasan mengenai analisis rasio keuangan: “Ratio analysis is one common used tool of financial statement analysis. In general terms these uses of ratio allows the analyst to develop a set of statistics that reveal key financial characteristics of the organization under scrutiny.” Van Horne (1992: 140) menjelaskan mengenai pengertian analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan melibatkan dua jenis perbandingan, yakni pertama analisis tersebut dapat membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dalam perusahaan yang sama. Kedua, analisis rasio ini dapat menghubungkan satu pos dengan pos lainnya dalam laporan keuangan dan memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan antar pos-pos tersebut. Rasio keuangan juga dapat dihitung untuk laporan proyeksi dibandingkan dengan rasio sekarang dan masa lalu.
2.8.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan Jenis-jenis rasio keuangan menurut Sartono (1994: 113) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan financial leverage ratio, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset, maupun bagi modal sendiri.
Sedangkan Horne (1992: 162) mengelompokkan rasio keuangan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Rasio Neraca karena pembilang dan penyebut dari masing-masing rasio berasal dari neraca. Rasio ini meliputi 2 sub divisi rasio, yaitu: 1)
Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
2)
Rasio Hutang, yaitu rasio yang menunjukkan batasan dimana perusahaan didanai oleh hutangnya.
2. Rasio Laporan Laba Rugi yang membandingkan satu perkiraan dengan perkiraan lain pada laporan laba rugi. Rasio ini meliputi 3 sub divisi rasio, yaitu: 1) Rasio
pencakupan
menghubungkan
(Coverage biaya
Ratio)
keuangan
yaitu
rasio
perusahaan
kemampuan untuk membayar biaya tersebut.
yang dengan
2) Rasio Aktivitas, yaitu rasio yang mengukur keefektifan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. 3) Rasio laba yaitu rasio yang menghubungkan laba dengan penjualan dan investasi. 2.8.3 Metode Pembandingan Rasio Keuangan Menurut Syamsudin (2004), pada pokoknya ada 2 cara yang dapat dilakukan didalam membandingkan rasio finansial perusahaan, yaitu: 1.
Cross sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan. Jadi dengan pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa baik atau buruk suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya. Pembandingan dengan cara ini juga dapat dilakukan dengan jalan membandingkan rasio rata-rata industri (the firm’s ratio to industry average).
2.
Time series analysis dilakukan dengan cara membandingkan rasiorasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Pembandingan antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio pada masa lalu akan memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran. Perkembangan perusahaan akan dapat dilihat pada trend dari tahun ke tahun, sehingga dengan melihat perkembangan ini perusahaan dapat membuat rencana-rencana untuk masa depannya. Tersirat dalam pengertian ini bahwa perkembangan suatu perusahaan haruslah dibandingkan dengan masa lalunya. Setiap perkembangan-perkembangan yang tidak diingini haruslah segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
Time series analysis juga sangat membantu dalam menilai kewajaran (reasonableness) dari laporan-laporan keuangan yang diproyeksikan. 2.8.4 Kelebihan dan Kekurangan Analisis Rasio Analisis rasio mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenisjenis analisa laporan keuangan lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut menurut Sofyan (2001: 298) antara lain: 1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. 3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. 4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi. 5. Menstandarisir ukuran perusahaan. 6. Lebih mudah membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik/ time series. 7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Di samping kelebihan yang telah disebutkan, analisa jenis rasio pun tetap memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk menggunakannya sebagai alat pengukuran dalam laporan keuangan. Kekurangankekurangan tersebut menurut Sofyan (2001: 298) antara lain: 1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya. 2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi kekurangan teknik ini seperti: 3. jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio. 4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron. 5. Jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama, sehingga jika dilakukan perbandingan dapat menimbulkan kesalahan. Menurut Bowlin & carter (1990: 39) terdapat keterbatasan pada analisis rasio, yaitu:
Limitation on Ratio Analysis: 1. firms frequently engage in multiple line of business, 2. industry norms or average ratios reflect a conglomeration of varied accounting, 3. published industry norms are not representative samples, 4. is the average industry ratio a desirable target? 5. reasonability can influence a firm’s computed ratio. 2.9
Return on Assets (ROA) Analisis Return on Assets (ROA) dalam analisis keuangan mempunyai arti
yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Analisa Return on Assets (ROA) ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan dan juga investor untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan (Marchia Penny, 2003). Pengertian ROA menurut Munawir (1993: 91) adalah sebagai berikut: “ROA itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.” Return on Assets (ROA) dihitung dengan menggunakan rumus:
ROA
=
Net Income Total assets
Rasio ini menghubungkan laba bersih yang diperoleh dari operasi perusahaan (net income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (munawir, 1993:91).
Gitman (2000: 321) dalam bukunya principles of Managerial Finance, menyatakan: Return on Assets, measures the overall effectiveness of management in generation profits with its available assets; also called the return on investment.” Kegunaan ROA menurut Munawir (1993: 91) adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu kegunaannya yang paling prinsipal ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa Return on Assets (ROA) dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi, dan efisiensi bagian penjualan. 2. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio industri, maka dengan analisa Return on Assets (ROA) ini
dapat
dibandingkan
efisiensi
penggunaan
modal
pada
perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama atau diatas rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui kelemahannya dan apa yang sudah kuat dalam perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. 3. Analisis ROA dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi/ bagian yaitu dengan mengalokasikan biaya dan modal kedalam bagian yang bersangkutan. Arti pentingnya adalah membandingkan efisiensi suatu bagian dengan bagian lain di dalam perusahaan yang bersangkutan.
4. Analisa ROA dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. 5. ROA selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROA dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi. Penelitian yang dilakukan oleh Imam Ghozali (2002) dengan periode penelitian 1997-2000 menemukan bahwa Return on Assets (ROA) mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap tingkat underpricing. Semakin tinggi ROA maka mengakibatkan semakin rendah tingkat underpricing nya begitu juga sebaliknya. Sehingga investor dalam menanamkan modalnya di BEI khususnya dalam membeli saham di pasar perdana dapat mempertimbangkan faktor Return on Assets (ROA). ROA yang tinggi juga bisa berarti terjaminnya kebutuhan dana bagi perusahaan dalam beroperasi di masa yang akan datang.
2.10
Leverage dan Financial Leverage
2.10.1 Leverage Menurut Lawrence J. Gitman leverage is results from the use of fixed-cost assets of funds to magnify returns to the firm’s owners (2000: 488). Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa leverage digunakan oleh suatu perusahaan bukan hanya untuk membiayai aktiva serta menanggung biaya tetap, melainkan juga untuk memperbesar penghasilan seperti yang diungkapkan oleh James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, Jr. (1998: 425) dalam Helmi (2004): “Leverage is the used of fixed cost in any attempt to increase (lever up) profitability.
2.10.2 Financial Leverage Menurut Lawrence J. Gitman (2000: 489): “Financial leverage is concerned with the relationship between the firms EBIT and its common stock Earnings Per Share (EPS).” Financial leverage merupakan penggunaan dana permanen atau jangka panjang yang disertai dengan beban tetap, dengan harapan agar penghasilan serta nilai saham perusahaan dapat ditingkatkan. Dengan menerapkan kebijakan financial leverage, perusahaan memutuskan untuk mengikutsertakan modal pinjaman dengan disertai kewajiban membayar beban yang bersifat tetap di dalam struktur modal perusahaan, disebut juga trading on equity, sebagai jaminan penarikan pinjaman dari kreditur, karena tidak satu pun dari pihak kreditur yang bersedia memberikan pinjaman tanpa adanya jaminan keamanan dan pembayaran kembali dari dana yang berasal dari para pemegang saham. Rasio financial leverage dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Fin Lev =
Total debt Total assets
Helmi (2004) menyatakan bahwa penerapan kebijakan financial leverage memiliki dampak positif dan negatif sebagai berikut: Dampak positif: 1.
Meningkatkan volume produksi.
2.
Mengikatkan pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT).
3.
Meningkatkan Return on Equity
Dampak negatif: 1.
Meningkatkan biaya penggunaan modal (cost of capital).
2.
Meningkatkan resiko keuangan (financial risk).
Setiap perusahaan yang menerapkan kebijakan financial leverage harus benar-benar memperhatikan imbangan resiko dan hasil (risk-return trade off) dari kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya efek negatif dari penggunaan financial leverage. Oleh karena itu, proporsi antara modal pinjaman dan modal sendiri merupakan yang paling penting dalam menentukan profitabilitas dari penggunaan financial leverage tersebut, seperti yang diungkapkan oleh J. F. Weston & Eugene F. Brigham (terjemahan, 1990: 301) dalam Helmi (2004): “Rasio total utang terhadap total aktiva, yang umumnya disebut rasio utang, menghitung persentase total dana yang disediakan oleh para kreditor. Perbandingan antara modal pinjaman dan modal sendiri diukur dengan leverage factor, yaitu rasio perbandingan antara total utang (modal pinjaman) dan total aktiva.” Diterapkannya
kebijakan
financial
leverage
akan
menghadapkan
perusahaan pada resiko keuangan. Adanya pembesaran dari efek EBIT-EPS perusahaan akan meningkatkan nilai EPS (jika EBIT naik), tetapi jika EBIT turun, maka perusahaan akan mengalami penurunan nilai EPS yang drastis. Dengan demikian, penerapan kebijakan financial leverage bukan saja akan meningkatkan kemungkinan perusahaan mengalami kerugian, tetapi juga akan meningkatkan nilai kerugian.
2.11
Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan,
yang dapat ditunjukkan melalui total aktiva, jumlah karyawan, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva (Ferri & Jones, 1979 dalam
Tantri, 2007). Menurut Ronal Clapham (1996) dalam Tantri (2007), ukuran perusahaan yang biasa dipakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah: 1. 2. 3. 4.
Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun. Total hutang ditambah dengan nilai pasar saham biasa perusahaan yang merupakan jumlah hutang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau suatu tanggal tertentu. Total aktiva (assets), yang merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada suatu saat tertentu.
Ukuran untuk size perusahaan dalam penelitian ini akan menggunakan total aktiva. Indikator ukuran perusahaan adalah total aktiva karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suripto dalam Tantri (2007), total aktiva merupakan salah satu komponen dalam pengukuran size yang paling berpengaruh terhadap hasil penelitian. Total aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tidak lancar setelah dikurangi depresiasi. Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Total aktiva perusahaan merupakan tolak ukur besaran atau ukuran perusahaan. Biasanya perusahaan besar mempunyai total aktiva yang besar pula nilainya. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing menjadi lebih kecil (Chastina Yolana & Dwi Martani, 2005). Ritter (1987) & Hanley (1993) seperti yang dikutip oleh Tantri (2007) membuktikan bahwa perusahaan berukuran kecil cenderung
mengalami
underpricing dibandingkan dengan perusahaan besar. Penemuan tersebut semakin dikuatkan dengan hasil penelitian Kooli & Suret (2001) yang menegaskan bahwa
IPO yang dilakukan oleh perusahaan kecil lebih beresiko dibandingkan dengan perusahaan besar sehingga perusahaan kecil sering mengalami underpricing dibandingkan dengan perusahaan besar.
2.12
Underpricing Fenomena underpricing yang terjadi pada saat perusahaan (emiten)
melakukan IPO atau penawaran umum dikarenakan adanya mispriced di pasar perdana sebagai akibat adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak penjamin emisi dengan emiten. Dalam literatur keuangan masalah tersebut disebut adanya asymetry information. Di Indonesia, fungsi penjaminan hanya ada satu tipe yaitu tipe full commitment, sehingga pihak penjamin emisi berusaha untuk mengurangi risiko dengan jalan menekan harga di pasar perdana agar terhindar dari kerugian. Underpricing pada harga perdana akan diikuti oleh kenaikan harga pada hari-hari perdagangan berikutnya. Menurut Wiley & Sons (1999) underpriced bermula dari harga perdana yang menarik atau undervalued bagi investor yang menyebabkan terjadinya. Menurut Ainina & Mohan (1991) dalam Tantri (2007), definisi tentang tingkat underpricing adalah: “Underpriced level was calculated as the present change in the offering price to the first day ending bid or closing price depending on trading location.” Bahwa tingkat underpricing merupakan persentase perubahan harga saham yang ditawarkan pada penawaran umum perdana atau pasar primer dengan
harga penutupan hari pertama di pasar sekunder. Sedangkan menurut Carter & Manaster (1990) dalam Yuwendhy (2004), definisi underpriced adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder. Manaster (1990) dalam Ghozali (2002), mendefinisikan underpriced sebagai hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder. Beatty & Ritter (1996) dalam Yuwendhy (2004) menemukan bahwa semakin besar tingkat ketidakpastian mengenai nilai yang sesungguhnya dari harga saham, maka semakin tinggi pula tingkat underpricing, dengan kata lain berkorelasi positif dengan tingkat underpricing pasar perdana. Menurut Wiley & Sons (1999) dalam Tantri (2007), tingkat underpricing bermula dari harga perdana yang menarik atau undervalued bagi investor yang menyebabkan oversubscribed saham, yaitu jumlah yang memesan lebih banyak daripada yang ditawarkan. Oversubscription berarti ketika saham pertama kali diperdagangkan di pasar sekunder, harga pembukaan atau harga pasar akan bergerak meninggi daripada harga yang diterbitkan atau harga perdana (Ghozali: 2002).