BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Tipe kepribadian Menurut Friedman dan Rosenman (1974) Tipe kepribadian ialah suatu pengelompokan individu yang memiliki sejumlah pola perilaku, baik yang nampak maupun yang tidak nampak dalam diri individu yang berasal dari lingkungan serta berkembang melalui interaksi fungsional yang bisa dibedakan dari orang lain. Pengelompokan individu tersebut di bagi menjadi dua kelompok yaitu tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B yang memiliki sejumlah pola perilaku yang nampak seperti makan, berbicara dan berjalan dengan cepat, untuk yang tidak nampak seperti ambisius, kompetitif dan agresif (perilaku tipe A), sedangkan perilaku tipe B yang nampak seperti makan, berjalan dan berbicara dengan lambat dan untuk yang tidak nampak seperti sabar, santai dan tenang yang berasal dari lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat melalui sebuah hubungan yang berarti dan bisa dibedakan dari orang lain. Istilah Tipe A datang kepada kita dari karya kardiolog Amerika bernama Friedman dan Rosenman (1974). Gambaran khas perilaku Tipe A adalah gambaran tentang orang yang giat dan suka sekali bekerja dan menuntut, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, ia ambisius, khususnya dalam pengertian materi, sangat kompetitif, bekerja dalam beberapa tugas yang berbeda sekaligus dan terus menerus memandang ke depan, bekerja di bawah
20
tekanan waktu dan selalu tampak tergesa-gesa. Ia mungkin agresif, kritis, bermusuhan, tidak demonstratif, kurang berminat akan keluarga dibandingkan dengan kerja, lebih mungkin menyalahkan orang lain atau keadaan luar ketika segala sesuatunya berjalan keliru atau tujuan tidak tercapai. Ini bukan sketsa karakter yang paling menarik yang dapat kita buat, tetapi mungkin saja ada aspek positif untuk perilaku Tipe A. Orang-orang seperti ini sering mempunyai tingkat kesiagaan mental atau fisik yang tinggi dan dapat mencapai banyak hal, membawa orang lain bersama dengan antusiasme dan dorongan mereka. Banyak eksekutif muda yang berusaha keras mencapai puncak tangga karier percaya bahwa mereka harus berperilaku seperti ini jika mereka ingin mecapai sesuatu dan maju. Banyak laporan tentang Tipe A yang meyebabkan kita melihatnya (biasanya digambarkan sebagai laki-laki, yang ternyata menyesatkan) sebagai “tipe eksekutif,” yang sedang mencapai puncak. Ini memudahkan kita mengasumsikan bahwa kita bukan tipe A jika kita tidak pas ke dalam cetakan eksekutif perusahaan dan tidak berusaha untuk mendapatkan keberhasilan materi, tetapi adalah mungkin untuk berperilaku dengan cara perilaku Tipe A di dalam latar yang lain. Adalah keliru untuk percaya bahwa hanya orang yang giat dan suka sekali bekerja keras, yang sangat kompetitif, terburu-buru, dan agresif yang dapat menyelesaikan segala sesuatunya. Orang Tipe B sering dapat mencapai sama banyaknya, hanya mereka menjalaninya dengan cara yang berbeda. Apakah mengukur keberhasilan dengan apa yang dimiliki, apa yang dikerjakan.
21
Namun, apapun yang diinginkan lebih banyak, dan juga lebih sedikit, cara-cara yang sehat untuk mencapainya. Kepribadian tipe A adalah orang yang senantiasa berjuang untuk mencapai atau memperoleh yang lebih tinggi dalam waktu yang makin singkat. Seringkali mereka tampil sebagai oposisi, dalam kenyataan maupun khayalan dari orang lain. Tipe A ini digerakkan oleh suatu kebutuhan bersaing dan mendominasi yang agresif dan mereka mengukur kesuksesan dan status dengan penghargaan secara fisik yang senantiasa mereka bandingkan dengan milik orang lain. Karakteristik orang tipe A memperlihatkan kepribadian yang dikuasai waktu. Semua ciri ini dilacak oleh Friedman dan Rosenman (1974) sampai ke akar rasa aman di mana kepribadian Tipe A ini mencoba melakukan kompensasi dengan mendominasi dunia di luar mereka.
2.2 Perilaku Tipe A dan Tipe B Secara lebih detail Friedman dan Rosenman (1974) menyebutkan perilaku tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B adalah sebagai berikut: 2.2.1 Perilaku Tipe A 1. Berada di Bawah Tekanan Waktu Berada di bawah tekanan waktu berarti bahwa perilaku Tipe A biasanya merasa terburu-buru atau tergesa-gesa dan tidak pernah mempunyai cukup untuk hal-hal yang harus dikerjakan, apalagi hal-hal yang ingin dikerjakan. Keadaan ini menyebabkan merasa jengkel dan tidak sabar, khususnya dengan orang lain atau hal-hal yang berada di sekelilingnya. Akhirnya orang dengan perilaku Tipe A mendesak orang
22
lain agar bergegas dalam perilakunya yang dapat bekisar dari menyela kalimat seseorang dan menyelesaikan kalimatnya untuknya. Dalam usaha mengerjakan lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit, akhirnya mengerjakan dua hal sekaligus seperti: (1) bercukur sambil mengemudi, (2) membaca sambil menonton televisi, (3) berbicara lewat telepon sambil memasukkan angka-angka ke dalam komputer, (4) membaca sambil makan, (5) bebicara soal bisnis sambil beramain golf. Kadang kita semua berfikir tentang satu hal sambil mengerjakan hal yang lain, tetapi untuk orang tipe A ini merupakan cara hidup. 2. Egoisme Orang dengan perilaku Tipe A biasanya egois, berfokus kepada keinginan, kebutuhan dan kehendak mereka sendiri. Mereka hanya mempunyai sedikit waktu untuk orang lain, khususnya masalah dan kesulitan orang lain, dan tidak sabar jika segala sesuatunya tidak berjalan sebagaimana mereka kehendaki, mereka mungkin mengekspresikan keprihatinan semu, tetapi tidak mengubah perilakunya. Mereka benarbenar tidak mau diganggu jika kolega atau bawahan mengeluh tentang beban kerja mereka terlalu banyak, kurang disiapkan, batas waktu yang tidak mungkin, atau apa saja. Orang Tipe A akan memperlihatkan keheranan, mungkin keprihatinan, mungkin juga melontarkan beberapa klise usang tentang nilai diri orang yang mengeluh, menawarkan seikat kembang atau minum sesudah jam kantor, tetapi tidak menaruh perhatian.
23
3. Daya Saing Banyak orang tipe A tidak merasa hidup, apalagi bahagia jika mereka tidak terlibat dalam persaingan dengan seseorang atau sesuatu. Seolah mereka merasa terpaksa menantang satu sama lain, hampir tanpa memperlihatkan keadaan. Menang adalah salah satu tanda keberhasilan, dan ini kerap merupakan motivator yang lebih kuat daripada apapuan yang lain. 4. Ambisi Seperti halnya kita perlu menilai kembali apa yang dimaksud menjadi kompetitif, mereka pun harus memeriksa apa yang dimaksudkan dengan menjadi ambisius. Ambisi orang Tipe A secara tradisional didefinisikan dengan cara-cara ini dengan jenis aspirasi lain diabaikan atau secara implisit disetujui. Mungkin ada sesuatu di dalamnya sebagai ambisi mungkin lebih berharga daripada yang lain, mempunyai dampak sosial yang lebih besar, dalam beberapa hal lebih baik. Meskipun begitu, tampak mungkin bahwa ambisi yang paling altruistis dapat dikejar dengan cara yang jelas rentan stres. 5. Nilai Diri Orang Tipe A tampaknya mengatakan “Saya hanya bernilai sesuai dengan apa yang saya capai,” atau “ Saya hanya bernilai berdasarkan apa yang saya miliki,” atau “Menang sering disamakan dengan memegang kekuasaan” dan orang Tipe A memang ingin berkuasa.
24
Kepercayaan dan perilaku seperti ini dapat menimbulkan keraguan diri dan tekanan yang meningkat. Hal ini juga dapat menyebabkan usaha melemparkan kesalahan kepada hal-hal yang berjalan keliru di luar diri anda. Apakah logis untuk percaya bahwa jika segalanya berjalan benar, maka itu disebabkan oleh mereka. Beberapa orang Tipe A tampaknya percaya hal ini secara implisit, selain agak tidak logis menyalahkan orang lain dapat menimbulkan kemacetan dalam hubungan kerja yang kooperatif karena orang lain membiarkan memanajemeni sendiri. Jika apa yang mereka sumbangkan tidak dievaluasi secara realistis (yaitu mengambil semua penghargaan yang diperoleh dan melemparkan semua kesalahan, tidak peduli dari mana gagasan berasal). 2.2.2 Perilaku Tipe B 1. Sabar Seorang dengan periku Tipe B akan menghadapi segala sesuatunya dengan sabar baik itu di lingkungan pekerjaan atau pun di lingkungan keluarga. Sering kali kata sabar itu sulit dilakukan dalam kehidupan sehari-hari ketika seseorang sedang medapat cobaan, tetapi mereka yang mempunyai kepribadian Tipe B ketika mendapat cobaan apapun bisa mengatasinya kerena memiliki perilaku yang sabar. 2. Pendengar yang baik Orang yang mempunyai perilaku Tipe B mencoba menjadi pendengar yang baik, apalagi jika melihat teman atau saudaranya sedang terkena masalah mereka mencoba selalu ada untuk membantunya
25
walaupun hanya menjadi seorang pendengar. Menjadi pendengar yang baik, barangkali perlu jam terbang tersendiri, terutama bagi yang suka ngomong, menahan diri untuk menunggu selesainya teman kita bercakap, sungguh, berat apalagi jika ada kalimatnya yang sedikit janggal atau kurang mengenakkan di dengar. Menjadi pendengar yang baik, banyak hal yang bisa kita dapatkan. Belajar mengekang emosi, belajar menjadi orang sabar yang bersedia mendengarkan orang lain, memberi rasa senang kepada orang lain, karena kita telah bersedia mendengarkan apa yang dia bicarakan. 3. Bersifat gampangan atau easy going Orang yang bersikap ”easy going”
biasanya ditunjukkan oleh
orang yang mempunyai perilaku Tipe B mereka adalah orang yang tidak suka membesar-besarkan masalah kecil dalam hidupnya. Bahkan ia berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Ia juga tidak mau memusingkan hal-hal di luar kendalinya. Orang seperti itu biasanya enjoy menjalani hidupnya, sehingga mudah mencapai kesuksesannya. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tipe Kepribadian a. Faktor keturunan Faktor keturunan (biologis) berpengaruh langsung dalam pembentukan kepribadian seseorang misalnya bila orang tuanya memiliki tipe kepribadian A bisa jadi anak atau keturunannya juga memiliki tipe kepribadian A dan sebaliknya jika orang tuanya memiliki tipe kepribadian B maka anaknya juga bisa bertipe kepribadian B.
26
b. Faktor lingkungan fisik (geografis) Meliputi iklim yaitu ketika di lingkungannya memiliki iklim atau cuaca yang panas biasanya orang cenderung emosi, mudah marah dan ini bisa tercermin oleh orang yang memiliki kepribadian A, dan sebaliknya dengan iklim atau cuaca yang sejuk dan dingin maka orang akan cenderung santai, sabar, tidak tergesa-gesa sesuai dengan tipe kepribadian B. Lingkungan geografis menimbulkan pengalaman yang berbeda bagi setiap individu dalam membentuk kepribadian mereka, mereka yang tinggal dan berkembang di dalam perkotaan akan cenderung lebih berani menonjolkan dirinya, tingkat persaingan tinggi, maka hal ini cenderung dikaitkan oleh orang yang memiliki tipe kepribadian A, dibandingkan mereka yang tinggal dan berkembang di daerah pedesaan. Individu yang berkembang dan hidup di lingkungan pedesaan bisanya lebih tenang, sabar, dan tidak suka adanya persaingan maka dari itu dikaitkan dengan individu yang memiliki tipe kepribadian B. c. Faktor lingkungan sosial Lingkungan
sosial
dengan
berbagai
ciri
khusus
yang
menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran perilaku tipe kepribadian seseorang. Pengaruh kepribadian seseorang terhadap kepribadian orang lain di rumah, di kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan mempengaruhi orang tersebut mempunyai tipe kepribadian A atau
27
B contohnya ketika orang tersebut tinggal atau hidup bersama orangorang yang mempunyai perilaku tipe A bisa jadi akan membentuk perilaku tipe A juga sebaliknya jika lingkungan sosialnya banyak hidup orang-orang yang berperilaku tipe kepribadian B maka juga akan membentuk perilaku tipe kepribadian B. d. Faktor kebudayaan yang berbeda-beda Perkembangan dan pembentukan tipe kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan
masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan
yang
sangat
mempengaruhi
perkembangan
dan
pembentukan kepribadian antara lain: 1. Nilai-nilai Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu. 2. Adat dan Tradisi Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggotaanggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan
28
bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang. 3. Pengetahuan dan Keterampilan Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya. 4. Bahasa Di samping
faktor-faktor
kebudayaan yang
telah
diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain. 2.4 Mengurangi Perilaku Tipe A Untuk Beranjak Menuju Tipe B Jadi kesan populer tentang individu perilaku tipe A yang ambisius, sangat kompetitif, agresif, pengemudi yang keras kepala, berprestasi tinggi dan karenanya sukses besar semua itu tidak benar. Semakin rileks, tenang, tidak tergesa-gesa tetapi masih ambisius individu tipe B terbukti berhasil, atau semakin maju lagi, dalam jangka panjang. Perbedaanya ialah orang-orang tipe
29
B itu mencapai tujuan-tujuan yang sama tetapi tidak mengalami gangguan kesehatan. Untuk faktor keturunan hal ini tidak dapat berpengaruh karena sudah melekat dalam ndividu tersebut bagaimana beranjak dari perilaku A menuju perilaku B dan (1) Pelan-pelan, jangan tergesa, (2) tangani satu tugas saat ini dan nikmatilah, (3) belajarlah memanfaatkan waktu sambil menunggu, (4) Organisasikan kegiatan-kegiatan harian anda untuk menghindari penumpukan, (5) Terimalah kesalahan dan kekhilafan anda dan orang-ornag lain, (6) hindari kemarahan atas hal-hal yang tidak bisa anda ubah, (7) senyum dan berikanlah cinta dan kasih sayang, (8) berlatihlah menjadi pendengar yang baik, (9) belajar untuk rileks, (10) mainkan games untuk bersenang-senang dan tidak hanya untuk menang semata-mata. 2.5 Gejala Stres Kerja Beehr dan Newman (1978) membagi gejala stres menjadi tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku. 1. Gejala Psikologis Gejala psikologis berupa segala masalah emosi dan kognitif selama karyawan berada dalam kondisi stres kerja. Beehr dan Newman (1978) menyebutkan bahwa karyawan yang mengalami stres kerja menunjukkan ketidakpuasan terhadap pekerjaannya dan karyawan tersebut tidak mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Seperti: kecemasan, mudah marah dan sensitive, masalah komunikasi, frustrasi, sulit konsentrasi, kehilangan krearivitas kehilangan semangat hidup.
30
2. Gejala Fisik Gejala
fisik
mengemukakan
bahwa
gejala
fisik
sulit
didefinisikan karena selain faktor pekerjaan, sangat berkemungkinan faktor-faktor lain mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Seperti : meningkatnay detak jantung, mudah lelah, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, sakit kepala. 3. Gejala Perilaku Gejala perilaku terbagi menjadi dua kategori, yaitu gejala yang dialami karyawan yang mengalami stres kerja dan gejala yang berdampak di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Gejala perilaku yang dialami karyawan yang mengalami stres kerja seperti, menolak pekerjaan, meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang yang digunakan oleh karyawan, terlalu banyak makan atau terlalu sedikit makan, perilaku agresif pada rekan kerja atau anggota keluarga dan masalah hubungan interpersonal lainnya. Gejala yang berdampak di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja misalnya, banyaknya angka absen karyawan dari pekerjaannya, karyawan keluar dari perusahaan dan berkurangnya produktivitas perusahaan Gejala stres kerja ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya yang mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-
31
pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Dalam hubungannya dengan pekerjaan, setiap orang pasti pernah mengalami stres. Adakalanya stres yang dialami seseorang itu adalah kecil dan hampir tak berarti, namun bagi yang lainnya dianggap sangat mengganggu dan berlanjut dalam waktu yang relatif lama. Faktor yang berpotensi menimbulkan stress adalah: pertama, karena tuntutan kerja; dan kedua, tanggung jawab bagi kehidupan manusia. Semakin tinggi gejala stres yang dirasakan karyawan di tempat kerja, semakin hilang kualitas diri si karyawan untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Harga yang harus ditanggung perusahaan terhadap stres di tempat kerja adalah sangat besar dan menimbulkan ketidakefisienan terhadap rencana perusahaan. Di samping itu, gejala stres juga akan menjadi sumber utama dari ketidak bahagian karyawan di tempat kerja. Saat karyawan merasa tidak bahagia bersama perusahaan, mereka tidak akan memiliki motivasi dan antusiasme yang besar untuk membantu menjalankan rencana-rencana perusahaan secara bijak dan profesional. Gejala stres sangat berpotensi menyerang karyawan saat karyawan tidak mampu memenuhi target kerja; saat karyawan tidak mampu mengendalikan
32
emosi dari tantangan dan tekanan kerja; saat karyawan belum mampu berpikir positif terhadap semua persoalan dengan tempat kerjanya; saat karyawan terlibat konflik dengan kolega, pimpinan, keluarga, atau dengan yang lainnya; serta saat perusahaan memberikan beban kerja yang terlalu besar kepada karyawan. Stres akan merusak tubuh, emosi dan mental sukses karyawan, yang mana semua ini secara otomatis akan menurunkan produktivitas dan keuntungan perusahaan. Saatnya pimpinan dan karyawan bersatupadu memfokuskan diri untuk mencapai kinerja optimal melalui tubuh, jiwa, pikiran yang sehat dan penuh semangat. Gejala stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah pada ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiiiki kepercayaan diri, rasa tak berguna, rasa harga diri menurun, depresi, motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi, dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan.. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya.
33
Segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu dapat merupakan sumber gejala stres kerja. Masalah keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi. 2.6 Sumber Gejala Stres Kerja 1.Kondisi Pekerjaan Lingkungan Kerja, Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab
karyawan
mudah
jatuh
sakit,
mudah
stress,
sulit
berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerjatidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerjaterlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. 2. Konflik Peran Stres karena ketidak jelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu yang diharapkan oleh manajemen. Akibatnya sering muncul ketidak puasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga ahirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Para wanita yang bekerja mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya
34
wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumahtangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres. 3. Pengembangan Karir Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karir yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacammacam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah mentok alias tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan. 4 Struktur Organisasi Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnyas truktur organisasi yang jelas. Gambaran perusahaan yang diwarnai dengan struktur organisasi yang tidak jelas, kurangnya kejelasan mengenai jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab, aturan main yang terlalu kaku atau tidak jelas, iklim politik perusahaan
35
yang tidak jelas serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan menjadi stres. 5. Hubungan Dalam Pekerjaan Harus hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. 2.7 Faktor Penyebab Gejala Stres Kerja a. Adanya tugas yang terlalu banyak Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadisumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan. b.Supervisor yang kurang pandai Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor.Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akanmembimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
36
c. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan Karyawan
biasanya
mempunyai
kemampuan
normal
menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan. d.Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Karenanya, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan. e. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yangmempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi. f. Frustrasi Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalahterhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan
37
wewenang serta penilaian/ evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima. g. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahliandan jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipundalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya. 2.8 Strategi Individu untuk Mengatasi Gejala Stres Kerja Saat ini, obat-obatan untuk menolong diri-sendiri, pendekatan dengan melakukan semua hal sendiri, klinik untuk menurunkan berat badan dan diet, makanan sehat,dan olahraga banyak dibahas dimedia massa. Orang bertanggung jawab atau tahu bahwa mereka seharusanya bertanggung jawab atas kesehatan diri-sendiri. Strategi individu untuk mengatasi stres kerja semakin masuk akal. Dengan kata laian, orang tidak perlu diyakinkan mengenai nilai tanggung jawab dan membuat berubahan dalam kehidupan mereka. Saat ini tanggung jawab mengatasi stres kerja melebihi kesehatan fisik, tetapi juga mencakup kesehatan psikologis. Beberapa teknik khusus yang digunakan individu untuk menghilangkan atau lebih efektif mengelola gejala stres kerja adalah sebagi berikut:
38
1. Olahraga Ini bukan masalah kalah atau menng, tetapi mengnai apakah anda berolah raga dengan baik. Orang dari segala usia berolahraga seperti jalan kaki, jogging, berenang, bersepeda atau bermain bola raket untuk melawan stres kerja. Meskipun hal ini sepertinya masuk akal dan dipercaya banyak orang dan dokter, tetapi ada keraguan bahwa olahraga dapat membantu mengatasi stres dengan lebih baik, sekalipun ada pengaruh sampingan seperti relaksasi, baiknya harga diri, dan membuat orang melupakan pekerjaan untuk sementara hingga bisa bekerja lebih baik di tempat kerja. 2. Relaksasi Baik dilakukan dengan sederhana atau menggunakan tehnik khusus seperti meditasi, tujuannya adalah menghilangkan situsi yang menekan atau mengelola situasi stres kerja jangka pangjang secara lebih efektif. 3. Mengendalikan Perilaku Dengan secara sengaja mengelola perilaku diri seseorang dapat mencakup kontrol terhadap situasi, bukanya membiarakan situasi mengontrol mereka maka hal itu akan bisa menghindari stres kerja. 4. Terapi Kognitif Selain teknik kontrol perilaku diri, sejumlah psikolog klinis memasuki bidang stres kerja seseorang dengan tehnk terapi kognitif.
39
Teknik emotif rasional dan modifikasi perilaku kognitif digunakan sebagai strategi individu untuk mengurangi stres kerja. 5. Jaringan Salah satu cara yang muncul dari penelitian psikologi sosial selama bertahun-tahun adalah orang perlu dan akan diuntungkan dari dukungan sosial. Diterapkan sebagai strategi untuk mengurangi stres kerja, hal ini akan membentuk hubungan dekat dengan rekan kerja dan kolega yang berempati dan percaya yang merupakan pendengar yang baik dan membangun kepercayaan diri. Teman tersebut ada saat diperlukan dan memberikan dukungan agar orang dapat melewati situasi stres kerja.
2.9 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Kartina (2009) ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan gejala stres kerja antara karyawan yang memiliki kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B pada karyawan PT Adiyasa Abadi Bekasi yang bergerak di bidang Industrial Manufacturing Equipment pada bagian sizing. Variabel yang diukur menggunakan angket gejala sters kerja dengan subjek penelitian 50 orang, angket tersebut menggunakan skala Likert dengan lima alternatif
jawaban yaitu sangat sering (ss), sering (s),
kadang-kadang (kd), jarang (j) dan tidak pernah atau (tp). Sementara itu angket kepribadian diadaptasikan dari angket tipe krpribadian A dan B Friedman dan Rosenman (1978) terdiri dari 14 item yang digunakan untuk menggolongkan
40
individu termasuk tipe A atau tipe B. Data ini diolah dengan program komputer SPSS for windows versi 11.0, menggunakan perhitungan satistik uji-t. Diperoleh ‘t’ hitung 5,365 dan ‘t’ tabel 1,980. Karena ‘t’ hitung > dari ‘t’ tabel atau 5,365 > 1,980, maka diartikan H1 diterima Ho ditolak pada taraf signifikansi 0,041 atau di bawah kelas maksimal alpha sebesar 0,05 dengan kata lain terdapat perbedaan gejala stres kerja antara karyawan berkepribadian A dan karyawan yang berkepribadian tipe B. Karyawan yang memiliki kepribadian tipe A memiliki tingkat stres lebih tinggi dari pada karyawan yang memiliki kepribadain tipe B atau 171,14 > 139,76 Farial (2010) karyawan merupakan salah satu profesi yang sangat rentan terkena stres saat bekerja dan tipe kepribadian yang dimiliki karyawan dapat menjadi indikator tingkat stres kerja yang dialaminya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan gejala stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 56 karyawan yang bekerja di PT Putra Laerdi Gresik bagian kontrol kualitas. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik accidental sampling. Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Untuk mengukur gejala stres kerja karyawan digunakan skala stres kerja yang disusun berdasarkan gejala-gejala stres kerja menurut Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999). Sedangkan untuk mengukur tipe kepribadian karyawan digunakan skala kepribadian A dan B yang disusun oleh Suyono (2001) berdasarkan tiga faktor karakteristik TABP (Type A Behavior Pattern). Adapun analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik
41
t-test. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai t -1,510 dan sig 0,135 (≥ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan gejala stres kerja ditinjau dari tipe kepribadian A dan B pada karyawan. Rahmat (2005) gejala stres kerja merupakan suatu kondisi yang muncul dari interaksi individu dengan lingkungan pekerjaan dan terjadi perubahan karakteristik individu yang memaksa melakukan penyimpangan dari fungsi normal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan stres kerja pada karyawan yang bertipe kepribadian A dengan tipe kepribadian B Sampel penelitian ini adalah 70 orang karyawan di PT Kemang Food Industries bagian packing. Dalam penelitian ini alat ukur stres kerja yang digunakan adalah job stres survey (JSS) yang disusun oleh (Vagg & Spielberger, 1998), dan untuk mengukur tipe kepribadian A dan B menggunakan koisioner dari Gibson (1996) Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan statistika parametrik uji beda Independent Sample Test Berdasarkan nilai mean empirik diketahui bahwa mean empirik untuk gejala stres kerja pada karyawan yang berkepribadian A sebesar 65,17 dan mean empirik untuk gejala stres kerja pada karyawan yang berkepribadian B sebesar 66,91 Berdasarkan hasil uji Independent Sample Test didapat hasil signifikansi sebesar 0,441 Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan gejala stres kerja pada karyawan berkepribadian A dengan karyawan berkepribadian B.
42
2.10. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah; Ada perbedaan gejala stres kerja karyawan bagian sizing P.T Timatex Salatiga berdasarkan tipe kepribadian A dan B.
43