BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Organisasi Organisasi merupakan alat bantu dalam manajemen untuk memperlancar usaha yang
dijalankan. Organisasi akan merancang satuan organisasi dan jabatan yang akan menentukan fungsi mereka dan memperinci hubungan – hubungan diantara satuan – satuan dan personil – personilnya. Oleh sebab itu, menyusun struktur organisasi merupakan langkah pertama sebelum kegiatan lainnya dilaksanakan karena adanya struktur organisasi makan akan tercermin pembagian tugas dan tanggung jawab serta akan memudahkan dalam menuntun, mengarahkan, dan pengawasan dari suatu perusahaan. Kata organisasi berasal dari kata Yunani “Organon” yang berarti alat, bagian atau komponen – komponennya. Menurut Oliver Sheldon dalam Sutarto (1993), organisasi merupakan suatu proses penggabungan pekerjaan yang para individu atau kelompok – kelompok harus melakukan dengan bakat – bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas – tugas sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia. Sutriasih (2007) merangkum beberapa pendapat para ahli mengenai definisi organisasi: 1. Chester I Bernard “Organisasi adalah suatu sistem kegiatan kerja sama dari dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak terwujud dan tidak bersifat perseorangan sebagian besar mengenai hubungan – hubungan”
9 Universitas Sumatera Utara
2. G. R. Terry “Organisasi berasal dari perkataan “organisme”, yaitu suatu struktur dengan bagian – bagian yang dimiliki diintegrasi hingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan. Jadi sebuah organisasi terdiri dari dua bagian pokok yaitu bagian – bagian dan hubungan – hubungan” 3. John Pfiffner & S. Owen Lane “Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh orang – orang, atau kelompok – kelompok dengan kekuasaan yang diperlukan untuk pelaksanaan itu, sehingga kewajiban yang dilaksanakan demikian itu memberikan saluran – saluran yang terbaik bagi penyelenggaraan usaha yang efisien, teratur, positif dan terkoordinasi” 4. John M Gaus “Organisasi adalah tata hubungan antara orang – orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab” Dari beberapa definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa unsur – unsur organisasi adalah : a) Adanya dua orang atau lebih sebagai kelompok b) Adanya maksud untuk bekerja sama c) Adanya proses pembagian kerja d) Adanya pengatura hubungan e) Adanya tujuan yang hendak dicapai Berdasarkan unsur – unsur tersebut, maka dapat disusun definisi yang lebih mendekati praktek sehari – hari di Indonesia adalah “ Organisasi sebagai struktur tata pembagian kerja dan
10 Universitas Sumatera Utara
struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama – sama mencapai tujuan yang teratur”. (Sutriasih, 2007) 2.1.1 Struktur Organisasi Dalam membahas struktur organisasi, maka akan disinggung pula pengorganisasian. Karena kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat. Beberapa defenisi dari pengorganisasian adalah : a. Proses pengorganisasian dapat dipandang sebagai proses penyesuaian struktur organisasi dengan tujuan, sumber daya dan lingkupnya. Struktur organisasi dapat diartikan sebagai susunan dan hubungan antara bagian – bagian atau komponen dan posisi dalam suatu perusahaan b. Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas pekerjaan diantara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien Dari kedua pengertian di atas dapat dilihat bahwa struktur organisasi adalah produk dari pengorganisasian tersebut. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan diantara fungsi – fungsi, bagian – bagian atau posisi maupun orang – orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda – beda dalam suatu organisasi Menurut Robbins (2003), struktur organisasi adalah suatu cara pembagian tugas pekerjaan yang kemudian dikelompokkan serta dikoordinasikan secara formal. Robbins juga mengemukakan ada 6 (enam) unsur yang perlu diperhatikan dalam pembentukan suatu struktur organisasi, yaitu:
11 Universitas Sumatera Utara
1. Spesialisasi atau pembagian tenaga kerja. Merupakan pemecahan suatu alur penyelesaian pekerjaan menjadi sejumlah langkah penyelesaian yang diselesaikan dengan kualifikasi tertentu. 2. Departementalisasi, dapat didasarkan pada kesamaan kelompok pekerjaan maupun berdasarkan teritori agar tugas dapat dikoordinasikan. 3. Rantai komando, merupakan alur perintah dan kewenangan berkaitan dengan tanggung jawab dari tingkatan – tingkatan dalam suatu organisasi 4. Rentang kendali, menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki oleh suatu organisasi 5. Sentralisasi dan desentralisasi, merupakan suatu cara pengambilan keputusan berdasarkan kewenangan manajerial 6. Formalisasi, merupakan suatu tingkatan pekerjaan dalam suatu organisasi yang dibakukan berdasarkan aturan. Hall (1996), menyebutkan bahwa struktur organisasi memiliki tiga fungsi dasar. Yang pertama adalah struktur organisasi harus menghasilkan output organisasi dan untuk meraih tujuan organisasi. Yang kedua, struktur organisasi didesain untuk meminimalisir atau paling tidak untuk mengatur pengaruh dari variasi individu dalam organisasi. Yang ketiga, struktur organisasi haruslah mengatur bagian mana yang memiliki kekuasaan, bagian mana yang mengatur kebijakan atau peraturan dan bagian mana yang menjalankan kegiatan, karena struktur adalah tempat untuk organisasi bekerja. Karakteristik dari organisasi menurut Hage dalam Hall (1996), terbagi atas tiga hal yaitu, kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi.
12 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Ambonowati (2002), struktur organisasi sering menggambarkan keadaan susunan atau hierarki organisasi mulai dari tingkat bawah ke atas. Ada tiga aspek penting dari variabel strutur organisasi, yaitu ukuran organisasi, kompleksitas dan formalisasi. a.
Ukuran Organisasi Ukuran organisasi menentukan besarnya jumlah anggota yang berhubungan dengan
pemilihan cara pengendalian kegiatan dalam usaha mencapai tujuan (Torang, 2013). Menurut Scott (dalam Torang 2013), ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. Beberapa hal yang berkaitan dengan ukuran suatu organisasi adalah: 1)
Semakin besar jumlah anggota dan semakin besar cakupan tugasnya maka organisasi tersebut semakin kompleks. Ukuran ini menciptakan dilema bagi organisasi dimana ukuran yang kecil dinilai kurang, sedangkan ukuran yang besar akan menyulitkan.
2)
Semakin besar ukuran organisasi maka semakin kompleks dan semakin impersonal (tidak bisa menghubungkan satu orang dengan orang lain), semakin lugas dan semakin sulit diarahkan dan dipadukan.
b.
Kompleksitas Torang (2013) menunjukkan kompleksitas merujuk pada tingkat diferensiasi yang ada di
dalam sebuah organisasi. Diferensiasi berarti bahwa sebuah organisasi tersusun dari banyak unit yang berbeda yang mengerjakan pekerjaan yang berbeda dan menggunakan metode yang berbeda pula. Ada tiga elemen kompleksitas yang diketahui, yaitu : 1) Diferensiasi horizontal mempertimbangkan tingkat pemisahan horizontal di antara unitunit. Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit 13 Universitas Sumatera Utara
berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang ada dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut 2) Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman hirarki struktur. Diferensiasi meningkat, demikian pula kompleksitasnya, karena jumlah tingkatan hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara top management dan tingkat hierarki yang paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk mengawasi kegiatan bawahannya. 3) Diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh mana lokasi fasilitas dan para pegawai organisasi tersebar secara geografis. Yang merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik, dan personalia sebuah organisasi tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak. Peningkatan pada salah satu dari ketiga faktor tersebut akan meningkatkan kompleksitas sebuah organisasi. c.
Formalisasi Menurut Torang (2013), formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di
dalam organisasi itu distandardisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus 14 Universitas Sumatera Utara
dikerjakan, bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia harus melakukannya. Formalisasi merupakan suatu ukuran tentang standardisasi. Karena kebijakan dari seseorang di dalam pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang diprogramkan lebih dahulu oleh organisasi, maka makin besar standardisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan oleh seorang pegawai. Standardisasi ini bukan saja melenyapkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secara lain, tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan alternatif Organisasi menggunakan formalisasi karena keuntungan yang diperoleh dari pengaturan perilaku para pegawai. Standardisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman. Standardisasi juga mendorong koordinasi. Penghematan yang diperoleh dari formalisasi juga tidak boleh diabaikan. Makin besar formalisasi tersebut, makin sedikit pula kebijaksanaan yang diminta dari pemegang jabatan. Hal ini relevan, karena kebijaksanaan memerlukan biaya. 2.1.2 Faktor – Faktor-Faktor yang mempengaruhi struktur organisasi Dalam setiap badan usaha maupun organisasi, pastilah banyak kendala maupun faktorfaktor yang mempengaruhi badan usaha maupun organisasi tersebut. Selain aspek struktural seperti ukuran organisasi, kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi dll yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pula aspek tujuan organisasi. Aspek tujuan ini merepresentasikan status organisasi dan pengaruh dari aspek struktural (Sarani dkk, 2013). Menurut Robbin (2003) dan Pennings (1992) ada beberapa faktor aspek tujuan yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut, diantaranya adalah : 1. Strategi organisasi Strategi organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai sasaran maupun tujuannya. Oleh karena sasaran diturunkan dari strategi organisasi secara 15 Universitas Sumatera Utara
keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus terkait erat. Tepatnya, struktur harus mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan yang signifikan dalam strategi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung perubahannya. Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada tiga dimensi, yaitu strategi inovasi, strategi minimalisasi biaya, dan strategi imitasi. Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya suatu produk dan jasa baru yang menjadi andalan. Sedangkan strategi minimalisasi biaya adalah strategi yang menekankan pada pengendalian biaya secara ketat, menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak dibutuhkan, dan pemotongan harga. Dan strategi imitasi adalah strategi yang mencoba masuk ke produk-produk atau pasar-pasar baru, hanya setelah viabilitas terbukti. 2. Skala organisasi Terdapat banyak bukti yang mendukung ide, bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Jumlah anggota dalam suatu organisasi pasti menjadi faktor yang berpengaruh. Sebagai contoh, Memimpin 10 orang pasti berbeda dengan memimpin 100 orang. Dan organisasi-organisasi besar, yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih, cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Akan tetapi, hubungan itu tidak bersifat linier. Ukuran mempengaruhi struktur dengan kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting saat organisasi meluas. 3. Teknologi Dengan adanya teknologi, tingkat efektivitas dan efesiensi suatu organisasi pasti berbeda. Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input menjadi output.
16 Universitas Sumatera Utara
Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisiknya. Contohnya, dengan adanya web cam, suatu organisasi dapat mengadakan net meeting meski jarak memisahkan peserta rapat organisasi tersebut. 4. Lingkungan Struktur organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya karena lingkungan selalu berubah. Lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh karena daya saing dari pihak luar pasti akan mendorong semangat suatu organisasi untuk bisa lebih maju. Beberapa organisasi menghadapi lingkungan yang relatif statis. Yaitu tak banyak kekuatan di lingkungan mereka yang berubah. Misalnya, tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan teknologi baru oleh pesaing saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari kelompok-kelompok tekanan publik yang mungkin dapaat mempengaruhi organisasi. Adapun organisasi-organisasi lain menghadapi lingkungannya yang sangat dinamis, yaitu peraturan pemerintah cepat berubah dan mempengaruhi bisnis mereka, adanya pesaing baru, dan kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus berubah terhadap produk, dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan yang statis memberi lebih sedikit ketidakpastian bagi para manajer dibanding lingkungan yang dinamis. Karena ketidakpastian adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah organisasi, manajemen akan menocba meminimalkan dampak tersebut 2.1.3
Perubahan Organisasi Etzioni (dalam Torang 2012) berpendapat bahwa perubahan organisasi dapat
diorientasikan pada perubahan struktur atau tujuan organisasi. Menurut Gibson (dalam Torang 2012), perubahan organisasi adalah usaha yang direncanakan oleh manajemen untuk
17 Universitas Sumatera Utara
menghasilkan prestasi keseluruhan individu, kelompok dan organisasi, dengan mengubah struktur, perilaku dan proses. Jika perubahan itu ditetapkan secara benar, individu atau kelompok tentunya bergerak menuju prestasi yang lebih efektif. Oleh karena itu, perubahan menduduki tempat yang signifikan dalam studi tentang ketahanan keorganisasian. Perubahan yang tepat memungkinkan sebuah organisasi mempertahankan kelanggengannya di dalam lingkungannya yang berubah. Di lain pihak perubahan yang salah dapat menghancurkan sebuah organisasi, misalnya : kematian, destruksi, deteriorisasi, kesemuanya merupakan perubahan tetapi agak sulit untuk menyatakannya sebagai hal yang bersifat konstruktif (Winardi, 2003) Torang (2013) menyatakan banyak penelitian tentang organisasi yang mengindikasikan bahwa organisasi yang merencanakan perubahan secara matang selalu berakhir dengan kemajuan. Salah satu dimensi yang menjadi target perubahan adalah tujuan serta orientasi organisasi. Haerani (2012), menuliskan bahwa ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya perubahan organisasi, salah satunya adalah gangguan (turbulance). Gangguan yang dimaksud adalah kekuatan lingkungan yang mendorong timbulnya perubahan dramatis pada organisasi dan manajernya. Yang dikarakteristikan secara spesifik oleh lingkungan ekonomi seperti persaingan global, integrasi operasi global, perputaran karyawan secara cepat, pengurangan level hirarki organisasi dan kebutuhan untuk memperbaharui karyawan yang dapat memberi kontribusi pada kesuksesan organisasi. Menurut Kleiman (dalam Haerani 2012) perubahan organisasi disebabkan oleh tiga pergeseran utama dalam tempat kerja yang meliputi: 1. Perubahan struktur organisasi karena terjadi merger, akuisisi, pertumbuhan cepat dan downsizing
18 Universitas Sumatera Utara
2. Perubahan teknologi dan cara pekerjaan dilaksanakan sebagai dampak komputerisasi 3. Perubahan pada profil angkatan kerja misalnya usia angkatan kerja yang semakin tua, serta meningkatnya angkatan kerja wanita, dll Perubahan organisasi sangat terkait dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal organisasi. Perubahan yang terjadi di dalam organisasi (internal) dapat dicontohkan seperti; perubahan struktur organisai, penggantian pimpinan, peningkatan kualitas pekerjaan dan penambahan staf. Perubahan struktur organisasi yang disebabkan oleh faktor eksternal (dari luar organisasi) merupakan implementasi atas tuntutan socio-economic-political role organisasi terhadap lingkungannya. Struktur organisasi merupakan salah satu sumber terjadinya perubahan organisasi atau dapat dikatakan bahwa strutktur organisasi adalah salah satu objek yang terkena perubahan. Oleh karena tujuan ditetapkan dalam organisasi dan agar terjadi perubahan dalam organisasi dengan maksud mempermudah pencapaian tujuan, maka sangat beralasan apabila perubahan organisasi dimulai dengan perubahan struktur organisasinya (Scott dalam Torang, 2013).
2.2
Kepuasan Kerja Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tidak hanya berupa materi tetapi juga bersifat
non materi seperti kebanggaan dan kepuasan kerja yang akan mempengaruhi kepuasaan hidupnya. Kepuasan kerja ini bersifat abstrak, tidak terlihat dan hanya dapat ditentukan sampai sejauh mana hasil kerja memenuhi atau melebihi harapan seseorang. Kepuasan kerja merupakan cerminan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan yang dihadapinya dan terhadap
19 Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Sebaliknya pegawai yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya dalam bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. 2.2.1
Pengertian Kepuasan Kerja Pengertian tentang kepuasan kerja menurut para pakar memiliki pengertian dengan
penekanan pada sudut pandang masing – masing. Namun, di antara pandangan tersebut tidak bertentangan, tetapi dapat saling melengkapi. Wibowo (2013), merangkum beberapa pengertian yang diterjemahkan oleh para pakar sumber daya manusia. Berikut beberapa diantaranya: 1. Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita 2. Menurut Robbins dan Judge, kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasiona, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal dan semacamnya 3. McShane dan Von Glinow memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan. Yang merupakan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan 4. Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki, kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang. Defenisi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal, melainkan orang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau lebih
20 Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai pandangan tersebut Wibowo (2013) menyimpulkan bahwa pada hakikatnya kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat kerjanya. Menurut Sunyoto (2012), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para SDM memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. 2.2.2
Teori – Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yukl dalam Sunyoto (2012), ada tiga macam teori kepuasan kerja,
yaitu: a) Teori Discrepancy Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961). Ia mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, atau nilai – nilai) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh, atau dicapai melalui pekerjaannya. Seorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya. Jika terdapat lebih banyak jumlah factor pekerjaannya yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya: upah ekstra, jam kerja yang lebih lama), orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.
21 Universitas Sumatera Utara
Maka dapat dikatakan seseorang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaaan antara yang diinginkan dengan persepsinya terhadap kenyataan yang ada, karena batas minimum yang diinginkan telah dipenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy. Perbedaan yang terjadi disini adalah perbedaan yang positif. Sebaliknya, makin jauh kenyataan yang dirasakannya itu di bawah standar minimum (negative discrepancy), maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya. b) Teori Equity Teori ini dikembangkan oleh Adams pada tahu 1963, pendahulu dari teori ini adalah Zalzanerik tahun 1958 yang dikutip dari Locke. Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas dan tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity). Perasaan equity dan unequity atas situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Dasar kepuasan kerja adalah derajat keadilan yang diterima pegawai dalam situasi kerjanya, semakin tinggi derajat keadilan yang diterima, semakin puas pegawai yang bersangkutan. Faktor-faktor dari teori ”equity” adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah segala sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Outcome adalah suatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah atau gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan waktu berhasil atau
22 Universitas Sumatera Utara
ekspresi diri. Comparison person ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di masa lampau. c) Teori Dua Faktor Prinsip teori ini bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan merupakan variabel yang kontinyu. Teori ini pertama kali ditemukan oleh Frederick Herzberg tahun 1959. Beliau membagi situasi yang memengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu: - Satidfiers atau motivator adalah situasi yang membuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari achievment, recognition, work itself, responsibility dan advencement - Dissatisfiers (Hygiene Factors) adalah faktor – faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision, technical, salary, interpersonal, relation, working condition, job security and status Menurut teori ini perbaikan gaji dan kondisi kerja tidak akan mengurangi ketidakpuasan kerja. Selanjutnya Herzberg mengemukakan bahwa yang dapat memacu orang bekerja dengan baik adalah kelompok satisfiers 2.2.3
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kepuasan kerja Menurut Mangkunegara dalam Prawirodirjo (2007), menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun dengan kondisi kerjanya. Lebih lanjut Mangkunegara menyatakan bahwa faktor yang ada pada diri pegawai itu sendiri dan faktor yang ada pada pekerjaannya yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
23 Universitas Sumatera Utara
1. Faktor dari pegawai, meliputi: kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman, kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. 2. Faktor dari pekerjaan, meliputi: jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat / golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Menurut Harold E Burt dalam Sunyoto (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1. Faktor hubungan antar SDM, yang terbagi atas: a. Hubungan antara manajer dengan SDM b. Faktor fisik dan kondisi kerja c. Hubungan sosial di antara SDM d. Sugesti dari teman sekerja 2. Faktor individual, yang berhubungan dengan a. Sikap seseorang terhadap pekerjaan b. Usia seseorang dengan pekerjaan c. Jenis kelamin 3. Faktor keadaaan keluarga SDM 4. Rekreasi, meliputi pendidikan Menurut Ghiselli dan Brown dalam Sunyoto (2012), faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
24 Universitas Sumatera Utara
1. Kedudukan Orang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang berkedudukan lebih rendah 2. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasar pada perbedaan tingkat golongan, sehingga pekrjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah maka ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat 3. Umur Dinyatakan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan umur SDM. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 tahun sampai 45 tahun adalah umur yang biasa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya 4. Mutu Pengawasan Kepuasan SDM dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan bawahan sehingga SDM akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut. Menurut Weiss dalam Felman dan Arnold dalam Prawirodirjo (2007) ada 20 (dua puluh) dimensi atau faktor yang dapat dijadikan unsur untuk menilai perasaan puas atau tidak puasnya seorang pegawai terhadap pekerjaannya, yaitu: 1. Ability Utilization (penggunaan kemampuan), yaitu kesempatan yang diperoleh pegawai untuk menggunakan seluruh kemampuannya di tempat kerjanya. Apabila pegawai berkesempatan menggunakan seluruh kemampuannya dalam bekerja, maka hal tersebut akan menjadi sumber kepuasannya dalam bekerja.
25 Universitas Sumatera Utara
2. Achivement (prestasi), yaitu kemampuan dari seorang pegawai untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat menantang. Keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan akan menjadi sumber kepuasan pegawai dalam bekerja. 3. Activity (aktivitas), yaitu kesibukan yang dilakukan pegawai setiap waktu sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya dengan mengunakan akal, pikiran, panca indra, anggota badan, dan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Jika kesibukan yang dirasakan memadai maka hal tersebut akan menjadi sumber kepuasannya dalam bekerja 4. Advancement (kemajuan), kemajuan yang diperoleh seseorang dalam bekerja akan menjadi sumber kepuasannya dalam bekerja karena dengan kemajuan yang dicapai tersebut memungkinkan seorang pegawai dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi, yang selanjutnya akan meningkatkan status sosial dan kompensasi yang diterimanya. 5. Authority (kewenangan), yaitu hak yang dimiliki untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada seorang pegawai. 6. Company policies and practice (kebijakan dan peraturan perusahaan), yaitu berbagai kebijakan dan peraturan yang diberlakukan. Untuk dapat melakukan suatu kebijakan dan peraturan dengan baik perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu kesejahteraan, ancaman, ketegasan dalam pelaksanaan, sosialisasi, dan kemampuan. Apabila pegawai merasa bahwa kebijakan dan peraturan yang ada memadai maka hal ini akan menjadi sumber kepuasan kerja. 7. Compensation
(kompensasi),
kompensasi
mempunyai
peranan
penting
dalam
menentukan kepuasan kerja karena dapat digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan, symbol dari prestasi, dan pengakuan karena mencerminkan penghargaan atas peran sertanya.
26 Universitas Sumatera Utara
8. Coworkers (rekan kerja), yaitu kesempatan yang dimiliki pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai lainnya sehingga memiliki kesempatan bertukar pikiran dan mendiskusikan masalah pekerjaan, sehingga masalah yang ada dalam pekerjaan bukan menjadi penyebeb kebosanan dan menjadi tantangan yang harus dicarikan solusinya. 9. Creativity (kreativitas), yaitu kemampuan pegawai untuk mengembangkan ide atau gagasan baru yang menunjang pencapaian hasil kerja. 10. Independence
(kebebasan),
yaitu
kesempatan
yang
diperoleh
pegawai
untuk
menggunakan pertimbangannya sendiri untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Secara psikologis hal ini akan menjadi sumber kepuasan kerja karena adanya kesempatan untuk menggunakan minat dan kemampuan yang ada pada dirinya dalam menyelesaikan pekerjaan. 11. Moral value (nilai moral), merupakan cara yang ditempuh pegawai untuk melengkapi dirinya sendiri sehingga menjadi pegawai yang cakap dan berprestasi. Misalnya mengikuti pendidikan dan latihan yang berkaitan dengan pekerjaan akan menjadi sumber kepuasan kerja karena dengan nilai moral ini mereka akan mengembangkan wawasan dan kemampuan kerja. 12. Recognition (pengakuan), pengakuan yang diperoleh seorang pegawai meliputi pengahargaan, pujian, dan perhatian baik dari atasan, teman seprofesi, klien, maupun dari masyarakat umum dalam lingkup pekerjaan yang dilakukannya. Hal tersebut akan menjadi sumber kepuasan kerja pegawai yang bersangkutan karena pegawai tersebut merasa bahwa apa yang terbaik yang dicapainya dihargai. 13. Responsibility (tanggung jawab), mencakup kewajiban dan otorita dari seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan tertentu atau melakukan pekerjaannya sendiri. Tanggung
27 Universitas Sumatera Utara
jawab yang didapat seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan akan menjadi sumber kepuasan kerjanya karena dengan tanggung jawab tersebut berarti pegawai diberi kepercayaan dan dianggap mampu untuk melakukan pekerjaan tersebut. 14. Job Security (keamanan kerja), yaitu indikasi – indikasi objektif yang menunjang rasa aman pegawai dalam melaksanakan pekerjaanya misalnya kestabilan perusahaan dan jaminan hari tua. Rasa aman dalam bekerja tersebut akan menjadi sumber kepuasan kerja karena pegawai merasa terlindungi masa depannya. 15. Social Service (pelayanan sosial), yaitu pelayanan sosial yang disediakan di tempat kerja yang menyangkut fisik maupun mental, misalnya pelayanan kesehatan dan bimbingan karir. Jika pelayanan sosial tersebut dirasa memadai maka hal itu akan menjadi sumber kepuasan kerja. 16. Social Status (status sosial), status sosial ini bersumber dari pendidikan, jabatan, kemampuan, jenis pekerjaan, usia, metode pembayaran gaji, dan kondisi kerja. Status sosial yang dimiliki pegawai akan menjadi sumber kepuasan kerja karena dengan status sosial ini seorang pegawai akan memperoleh gaji, jabatan, fasilitas, dan pelayanan yang lebih baik. 17. Supervision Human Relation (hubungan atasan dan bawahan), yaitu bagaimana hubungan antara atasan dengan bawahannya, adanya kerjasama yang baik akan menjadi sumber kepuasan kerja bagi pegawai secara individual. 18. Technical Supervision (teknik pengawasan), yaitu teknik pengawasan yang digunakan oleh seorang atasan untuk mengawasi pekerjaan bawahannya.
28 Universitas Sumatera Utara
19. Variety (variasi kerja), melakukan pekerjaan dengan variasi yang memadai akan menjadi kepuasan kerja, sebaliknya pekerjaan yang monoton atau terlalu variatif akan menyebabkan tekanan psikologis yang menurunkan kepuasan kerja. 20. Working Condition (kondisi kerja), yaitu semua kondisi fisik , psikologis, dan segala peraturan yang ada ditempat kerja. Sedangkan menurut Luthan dalam Prawirodirjo (2007), berapa indikator dari kepuasan kerja adalah: 1. Pembayaran gaji atau upah; pegawai menginginkan sistem upah yang dipersepsikan adil, tidak meragukan dan segaris dengan harapannya. 2. Pekerjaan itu sendiri; pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan yang member kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilan, kebebasan serta umpan balik. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang akan menciptakan kebosanan. Namun pekerjaan yang terlalu menantang dapat menyebabkan frustasi dan perasaan gagal. 3. Rekan kerja; bagi kebanyakan pegawai, kerja merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Oleh karena itu mempunyai rekan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja. 4. Promosi; pada saat dipromosikan pegawai pada umumnya menghadapi peningkatan tuntutan keahlian, kemampuan serta tanggung jawab. Sebagian besar pegawai merasa positif
jika
dipromosikan.
Dengan
promosi
memungkinkan
organisasi
untuk
mendayagunakan kemampuan dan keahlian pegawai setinggi mungkin. 5. Penyelia (supervisi); supervisi mempunyai peran yang penting dalam suatu organisasi karena berhubungan dengan pegawai secara langsung dan mempengaruhi pegawai dalam
29 Universitas Sumatera Utara
melakukan pekerjaannya. Pada umumnya pegawai lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerja sama dengan bawahan. Meadows dalam Kessler (2007), menemukan dalam penelitiannya struktur organis secara positif berhubungan dalam meningkatkan kepuasan kerja diantara para pekerja pada kelompok yang kecil. Ia juga menemukan variabel personal pada individu seperti kebutuhan untuk mendominasi (need for dominance), kebutuhan untuk berprestasi/penghargaan (need for achievement) dan kebutuhan untuk mandiri/otonomi (need for autonomy), menunjukkan korelasi yang kuat antara struktur organisasi dan kepuasan kerja
2.3
Hubungan Antara Struktur Organisasi, Perubahan Organisasi dan Kepuasan Kerja Herbert G Hicks dalam Winardi (2012) menyatakan bahwa dalam organisasi, perubahan
– perubahan prinsipil terjadi berupa perubahan dalam : 1. Efisiensi 2. Sofistikasi 3. Kompleksitas Widodo (2000), menunjukkan bahwa pembagian kerja yang merupakan unsur terbentuknya struktur organisasi sangat mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini diperlihatkan dengan meningkatnya kinerja SDM. Semakin baik pengaturan struktur organisasi perusahaan maka akan semakin baik juga kinerja SDM di perusahaan tersebut. Dan sebaliknya semakin buruk pengaturan struktur organisasi di suatu perusahaan maka akan berdampak pula terhadap kinerja dan kepuasan SDM pada perusahaan yang bersangkutan. Sebelumnya Mangkunegaran dalam Prawirodirjo (2007) menunjukkan bahwa struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Struktur organisasi
30 Universitas Sumatera Utara
merupakan bagian dari faktor pekerjaan. Struktur organisasi tidak hanya berkenaan kepada bentuk fisik dari bangunan atau layout pekerjaan, tetapi juga terhadap aturan dan sumber daya manusia yang ditarik dari bawah ke atas. Hal ini akan mengikat praktek – praktek organisasi, membagi seluruh aktivitas organisasi dan mengalokasikan mereka kepada departemen, grup atau individual yang tepat. Karenanya menurut Senyucel (2009), struktur organisasi bukan merupakan kekuatan yang menghambat, tetapi adalah kekuatan yang membangun. Struktur organisasi bukan merupakan produk, tetapi dilihat sebagai sebuah proses yang bisa beradaptasi jika terjadi perubahan. Hasibuan (2000), menjelaskan bahwa besar-kecilnya organisasi mempengaruhi kepuasan kerja SDM. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja akan semakin menurun karena peranan mereka akan semakin kecil dalam mewujudkan tujuan. Pada organisasi yang kecil kepuasan kerja SDM akan semakin besar karena peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan. Penelitian Prawirodirjo (2007), menyatakan bahwa perubahan organisasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Organisasi yang baik dapat memberikan kepuasan kerja bagi para SDM yang bernaung di dalamnya Menurut Haerani (2012) perubahan organisasi akan selalu menimbulkan dampak psikologis maupun fisik bagi karyawan. Dampak psikologis tersebut antara lain adalah kepuasan kerja karyawan. Sebagai mana pernyataan Decker, Hurley dan Allen (dalam Haerani 2012) bahwa karyawan membangun harapan – harapan psikologis tertentu terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Ketika organisasi berubah, karyawan akan mengalami situasi yang secara riel berbeda dengan situasi yang dialami sebelumnya mennyangkut kepemimpinan, budaya dan iklim organisasi. Dengan berubahnya organisasi maka karyawan akan membangun pula harapan –
31 Universitas Sumatera Utara
harapan baru terhadap aspek yang sama yaitu kepemimpinan, budaya dan iklim organisasi yang secara spesifik tercermin melalui kebijakan penggajian, hubungan kerja, keamanan pekerjaan, otonomi, pekerjaan atau penugasan, kemampuan kerja, pelatihan dan pengembangan, evaluasi kinerja, prospek karir, kondisi kerja dan lain – lain.
2.4
Penelitian Terdahulu Penelitian – penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah : 1. Nasution (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Birokrasi Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja : Studi Pada Perguruan Tinggi Swasta Di Jakarta” bertujuan untuk mendapatkan pengujian empirik terhadapa pengaruh tingkat birokrasi terhadap kepuasan kerja. Variabel yang digunakan adalah dimensi dari struktur organisasi yaitu Kompleksitas, Formalisasi dan Sentralisasi. Dan variabel yang diukur adalah kepuasan kerja. Dengan menggunakan metode uji beda dua rata – rata, analisa korelasi dan regresi diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif antara kompleksitas dan formalisasi terhadap kepuasan kerja 2. Howard dan Frink (1996) dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of Organizational Restructure on Employee Satisfaction” bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan terhadap motivasi kerja dan kepuasan kerja secara umum setelah dilakukan perubahan struktur organisasi. Dengan menggunakan variabel kepuasan dengan supervisi, kesempatan untuk berkembang dan kepuasan terhadap rekan kerja. Dengan menggunakan metode regresi, memperoleh hasil bahwa restrukturisasi organisasi berimplikasi positif bagi kepuasan karyawan, dan memiliki kepuasan yang lebih tinggi dibanding sebelum dilakukan perubahan struktur organisasi.
32 Universitas Sumatera Utara
3. Dammen (2001) dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of Organizational Structure on Employee Trust and Job Satisfaction” memiliki tujuan untuk mencari hubungan antara kepercayaan pekerja terhadap tempat bekerjanya dan kepuasan kerja SDM secara individu. Juga diteliti pengaruh dari struktur organisasi dari tempat SDM tersebut bekerja terhadap kepercayaan pekerja dan kepuasan pekerja. Data diperoleh dengan cara menyebar kuisioner kepada 4 perusahaan dengan jumlah populasi 100 orang SDM. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kepercayaan SDM dan kepuasan kerja SDM yang berada pada struktur organisasi yang tradisional dan struktur organisasi hirarki. Variabel yang diukur adalah Organizational Trust (kepercayaan terhadap organisasi), struktur organisasi dan kepuasan kerja. 4. Folami dan Bline (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Relationship Among Job Satisfaction, Task Complexity, And Organizational Context In Public Accounting” bertujuan untuk mencari hubungan antara kepuasan kerja, kompleksitas kerja dan struktur organisasi. Variabel yang diukur adalah kepuasan kerja, sedangkan yang menjadi variabel bebasnya adalah kompleksitas kerja, kompleksitas (organisasi), formalisasi, sentralisasi dan persepsi ketidakpastian pada lingkungan kerja. Kuesioner disebar pada 504 sampel dan dianalisis menggunakan metode korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kompleksitas kerja, kompleksitas (organisasi) dan persepsi ketidakpuasan pada lingkungan kerja adalah variabel yang paling berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan, terutama pada akuntan publik 5. Eynali dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “The Relationship Between Organizational Structure Of Departement Of Education And The Personnnel’s Job Satisfaction”
memiliki tujuan untuk menentukan hubungan antara kepuasan kerja
33 Universitas Sumatera Utara
karyawan dengan struktur organisasi dengan menggunakan tiga variabel struktur organisasi yaitu kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Sampel disebar pada 209 orang. Analisa diperoleh melalui tes koefisien korelasi Pearson dan metode regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara elemen struktur organisasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika sebuah organisasi tidak fleksibel, kaku dan terlalu birokratis, maka kepuasan kerja karyawa akan semakin berkurang. Struktur organisasi mampu menjelaskan 33 % dari kepuasan kerja. Dengan variabel yang paling berpengaruh adalan komplesitas dan sentralisasi
34 Universitas Sumatera Utara