BAB II LANDASAN TEORI
II.1.
Kecurangan
II.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud) Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut: “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver” Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination” menyatakan bahwa: “fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang. 8
Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi kejujuran manusia . Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary ialah: “1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.” Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah : 1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi antifraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan dan pelatihan anti-fraud. ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain. 9
II.1.2 Jenis-jenis Fraud The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem klasifikasi mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan 1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). 2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement) Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. 3. Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat 10
dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion) ( Albrech, 2009). Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam hubungan kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering kali digunakan untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar putih atau white-collar crime. Secara skematis The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan
occupational
fraud
dalam
bentuk
fraud
tree.
Pohon
ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud tree:
11
Gambar II.1 Fraud Tree 12
Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang berkaitan dengan konflik kepentingan, yaitu: 1. Bribery atau penyuapan merupakan tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang menerima. 2. Kickback merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan ikhlas memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli. 3. Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor untuk memenangkan suatu kontrak dengan perusahaan. 4. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Dalam tindakan asset misappropriation atau pengambilan aset secara illegal terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandinya seperti yang digambarkan dalam fraud tree. Skema tersebut adalah: 1. Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan. 2. Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan. 3. Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah. Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu: a. Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan “perusahaan bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan. 13
b. Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji. Dengan cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji atau jumlah jam kerja. c. Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran kembali biaya-biaya. Yaitu dengan cara menyamarkan jenis pengeluaran sehingga perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak diganti dan pengeluaran yang fiktif. d. Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau endorsement-nya, atau nama kepada siapa cek dibayarkan. e. Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register. Yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan dengan seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang dan perusahaan memberikan refund. Yang kedua adalah false void, hampir sama dengan false refund namun yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan. f. Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell company, tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk pelaku Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian laporan keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan keuangan dapat berupa salah saji ( misstatement baik overstatement maupun understatement). 14
Albrecht (2012:400) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut: 1. Related – party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga timbul konflik kepentingan. 2. Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu. 3. Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan oleh pemasok, kecurangan ini terjadi karena pembeli belum siap membeli barang tersebut. 4. Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar dari ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan, ketika perjanjian tersebut merusak syarat dan ketentuan atas kontrak yang berjalan sehingga melanggar kriteria pengakuan pendapatan. 5. Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain. 6. Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen untuk membeli ekstra peersediaan dan tidak melakukan pengungkapan. 7. Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalah-gunakan untuk menyembunyikan penerimaan fiksi. 8. Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan dengan mengubah tanggal penjualan. 9. Liberal return policies, yaitu tindakan memperbolehkan customer untuk mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang.
15
10. Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh atas penjualan ketikan barang yang diterima hanya sebagian. 11. Improper cutoff, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang salah. 12. Round – tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis dengan harga yang sama. Albrecht (2012:447) juga mengungkapkan cara-cara untuk memanipulasi liabilities, sebagai berikut: 1. Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi dari tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir tahun, melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat liabities seolah-olah telah dibayar atau dihapus. 2. Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued liabities yang seharusnya dilakukan di akhir tahun. 3. Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan yang menerima pembayaran dimuka akan melakukan pencatatan atas penerimaan dan mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai kewajiban. 4. Underrecording future obligation, tindakan menurunkan pencatatan kewajiban berupa garansi atau service. 5. Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa tindakan tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada pihak ketiga, melakukan peminjaman tapi tidak dilakukan pengungkapan, tidak mencatat pinjaman yang terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada telah dilupakan dan dihapus oleh kreditor. 16
II.1.3. Fraud Triangle Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu model klasik untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam hubungan kerja, dan penelitian tersebut diterbitkan dengan judul People’s Money: A Study in the Social Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir: “Trusted person become trust violators when they conceive of themselves as having a financial problems can be secretly resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their conception of themselves as trusted person with their concenptions of themselves as users of the entrusted funds or property.” yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan. Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga kecurangan seperti dalam gambar dibawah ini:
Gambar II.2 Fraud Triangle 17
Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan didasarkan atas 3 faktor tersebut, yaitu: 1. Pressure (tekanan). Cressey mempercayai bahwa pelaku kecurangan bermula dari suatu tekanan yang menghimpitnya. Pelaku mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak diceritakan kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi dengan orang lain. 2. Opportunity (Kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi bahwa ada peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang lain. Cressey berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peuang. Yang pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang ia dengar atau yang ia lihat. Kedua adalah technical skill atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kecurangan tersebut. 3. Razionalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan bukan sesudah. Pembenaran merupakan bagian yang harus ada di dalam tindakan kejahatan itu sendir, bahkan merupakan bagian dari motivasi pelaku.
II.2.
Audit
II.2.1. Pengertian Audit Menurut William C.Boynton, Raymond N.Johnson dan Welter G.Kell yang diterjemahkan oleh Budi. S.I (2003:5) definisi dari audit adalah:
18
“Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan, peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteris yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak yang berkepentingan”. Sedangkan Arens et al. (2003:11) melihat dari sudut pandang pelaksanan audit, yaitu bahwa audit harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki kompetensi dan seseorang yang independen: “Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by competent and independent person”.
II.2.2 Audit Kecurangan Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Amin Widjaya (2008), mendefinisikan audit kecurangan sebagai berikut: “ Fraud Auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of fraud perpetration and concealment efforts”. Yang diartikan audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal (proaktif) untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan akuntansi dan infromasi, hubungan analistis dan kesadaran perbuatan penipuan dan upaya penyembunyian.
II.3.
Modus Operandi "Modus operandi" berasal dari bahasa Latin, yang berarti prosedur atau cara
bergerak atau berbuat sesuatu. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan 19
modus sebagai (1) cara; (2) lingkungan bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yg diucapkannya; (3) nilai yg paling besar frekuensinya dl suatu deretan nilai; (4) angka statistik yg paling sering muncul dalam populasi atau sampel. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mendefinisikan modus operandi sebagai cara seseorang atau sekelompok orang melakukan suatu perbuatan tindak kecurangan (penyimpangan). Perbuatan yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk cara, saat, rekayasa, dan keanekaragaman terjadinya suatu penyimpangan
II.4.
Sistem Pengendalian Internal
II.4.1. Pengertian Pengendalian Internal Definisi COSO tentang pengendalian intern sebagai berikut: “Internal control is process, affected by entility’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: Effectiveness and efficiency of operations, Realibillty of Financial Reporting, and Compliance with Applicable laws and regulations”. Mulyadi (2002:181) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai berikut: “Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain, yang didesain untuk memeberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efesiensi operasi.
20
II.4.2. Komponen Pengendalian Internal Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) terdapat 5 komponen di dalam pengendalian internal yang saling terkait, yaitu: 1. Lingkungan pengendalian (control environment) Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis, dan kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya operasi, cara manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta mengorganisasikan dan mengembangkan orangnya, perhatian dan pengarahan yang diberikan oleh board. 2. Penilaian risiko (risk assessment) Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas di mana organisasi beroperasi. 3. Aktivitas pengendalian (control activities) Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan dapat tercapai. 4. Informasi dan komunikasi (informasi and communication) Sistem yang memungkinkan orang atau entitas, memperoleh dan menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya. 5. Pemantauan (monitoring) Sistem pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk menilai mutu kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui aktivitas
21
pemantauan yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari keduanya.
II.4.3. Hubungan Pengendalian Internal dan Kecurangan Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan tindak kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu perusahaan diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecurangan. Namun demikian, audit internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan, meskipun audit internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan kecurangan. kecurangan (fraud) dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu pencegahan kecurangan dapat dihilangkan dengan menghilangkan peluang untuk melakukan kecurangan, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan akan mendapat sanksi setimpal. Audit internal harus dapat memastikan apakah kecurangan itu memang ada atau tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehinga sehingga kecurangan dapat cegah sedini mungkin.
22
II.5.
Teknik Audit Kecurangan Audit kecurangan atau audit investigatif diarahkan lebih ke pembuktian ada atau
tidak adanya fraud dan perbuatan melawan hukum lainnya, oleh karena itu lebih memusatkan kepada 5W (what, where, when, who, why) dan 1H (how). Audit investigatif juga menggunakan teknik audit yang biasa dilakukan dalam audit laporan keuangan, namun di dalam audit investigatif teknik-teknik audit lebih bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan” atau probing (contohnya dengan reviu analitikal) maupun pendalaman (contohnya dengan konfirmasi atau dokumentasi), sehingga sangat diperlukannya review analitikal pada awal investigasi untuk perbandingan antara apa yang akan dihadapi dengan apa yang layak seharusnya terjadi dan berusaha menjawab sebab terjadinya kesenjangan. Tuanakotta (2010) mengungkapkan teknik audit yang lazim digunakan di dalam audit investigatif adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa fisik dan mengamati (physical examination) Memeriksa fisik dapat diartikan sebagai penghitungan kembali asset yang berupa uang tunai (mata uang rupiah maupun asing), kertas berharga, persediaan barang, aset tetap, dan barang berwujud lainnya. Mengamati sendiri diartikan sebagai pemanfaatan indera untuk mengetahui sesuatu. Contohnya, terdapat suatu kontrak biaya pengecetan gedung Pentagon, investigator dapat melakukan pemeriksaan fisik atas luas bidang dinding yang dicat yang ternyata jauh berbeda dengan yang tertulis di kontrak, lalu dalam kontrak kerja juga meliputi pengerjaan gorong-gorong air yang memang tidak perlu dicat, dan pada akhirnya investigator membuktikan bahwa kontraktor dan building engineer melakukan kolusi yang merugikan Pentagon. 2. Meminta informasi dan konfirmasi (confirmation) 23
Di dalam audit investigatif, permintaan konfirmasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasikan dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat dengan cara lain. 3. Memeriksa dokumen (documentation) Pemeriksaan dokumen pasti dilakukan didalam audit investigatif, tetapi dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis (digital). 4. Review analitikal (analytical review) a. Menganalisa
kemampuan
perusahaan
yang
diaudit
dengan
membandingkannya dengan perusahaan saingannya yang seukuran dan melakukan perbandingan dalam perusahaan yang diaudit atas hal yang sama pada masa sekarang dengan masa lalu. b. Membandingkan anggaran dengan realisasi dengan perlunya pemahaman mekanisme anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran dan insentif (keuangan
maupun
non-keuangan)
yang
terkandung
dalam
sistem
anggarannya. c. Melakukan analisis vertikal dan horizontal yang merupakan analisis rasio atas laporan keuangan. d. Melihat hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lainnya dengan melakukan perbandingan antar akun, contohnya penjualan dengan piutang, penjualan dengan rata-rata persedian, dan lainnya. e. Menggunakan data non-keuangan dengan review analitikal adalah mengenal pola hubungan, relationship-pattern. Contohnya, hubungan antara jumlah pupuk yang digunakan dengan hasil produksi. 24
f. Regresi atau analisis trend dengan data historical yang memadai. g. Menggunakan indikator ekonomi makro. 5. Menghitung kembali (reperformance) Menghitung kembali tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan. Dalam audit investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya lebih kompleks dari audit laporan keuangan karena didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegosiasi.
II.5.1. Spesifik Red flags dan Metode Penemuan Kecurangan Singleton T., Singleton A., Bologna, Lindquist (2006;131) mengungkapkan beberapa metode yang dilakukan untuk mengungkapkan atau menemukan kecurangan dengan skema/modus operandi sesuai dengan red flags (tanda/indikasi) yang muncul atau terlihat, yaitu: 1. Skema Laporan Keuangan Red flags yang terdapat pada seluruh jenis modus operandi kecurangan laporan keuangan antara lain: a. Adanya ancaman kepada stabilitas dan profitabilitas keuangan yang timbul dari ekonomi, industri atau kondisi operasional. b. Tekanan yang berlebihan di manajemen untuk memenuhi permintaan keuangan yang agresif. c. Adanya
bukti
bahwa
eksekutif
atau
dewan
komisaris
memiliki
ketergantungan pribadi kepada performa entitas. d. Tingginya kompleksitas transaksi atau hubungan dengan pihak ketiga. e. Pengawasan yang tidak efektif dari eksekutif. 25
f. Struktur organisasi yang kompleks dan tidak menentu. g. Kurangnya internal controls, khususnya kondisi yang dilaporkan. h. Meningkatnya gross margin yang tidak beralasan, khususnya ketika dibandingkan dengan rata-rata industry. i. Pada masa ini memiliki negative cash flow dari aktivitas operasi, khususnya ketika disandingkan dengan peningkatan profit dan keseluruhan positive cash flow. j. Profit yang tidak biasa, khususnya apabila sangat jauh di atas rata-rata industri. k. Transaksi yang signifikan dengan pihak terkait, khususnya ketika pihak terkait tersebut tidak diaudit atau diaudit oleh kanto akuntan publik lain. l. Transaksi yang signifikan, tidak biasa, atau sangat kompleks pada saat akhir tahun pelaporan. m. Jumlah penjualan yang signifikan kepada entitas yang tidak diketahui bentuk dan pemiliknya. n. Peningkatan pendapatan yang tidak biasa dari unit bisnis minoritas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan dari red-flags tersebut adalah sebagai berikut: a. Analisis vertikal dan horizontal atas laporan keuangan. b. Analisis rasio, terutama trend pada beberapa tahun terakhir. c. Analisi 5 Ratio manipulasi pendapatan Beneisch. d. Price/earning ratio yang tidak masuk akal. e. Auditor keuangan menggunakan SAS No.99
26
2. Skema Korupsi Terdapat 4 sub-kategori modus operandi kecurangan dalam korupsi. Skema korupsi selalu dilakukan oleh dua pihak, walapun salah satunya tidak ingin. Berikut adalah red flags dan metode deteksi kecurangan korupsi: a. Konflik kepentingan Kecurangan konflik kepentingan melibatkan seorang karyawan yang memiliki hubungan dengan pihak ketiga yang dari karyawan dan/atau pihak ketiga tersebut mendapat keuntungan. Red flags termasuk: 1) Jumlah transaksi yang besar kepada satu vendor tertentu. 2) Penemuan hubungan antara karyawan dengan pihak ketiga yang sebelumnya tidak diketahui. 3) Pembagian tugas yang lemah dalam penandatanganan kontrak dan penyetujuan invoices. Metode deteksi kecurangan yang dilakukan: 1) Klasifikasi transaksi berdasarkan vendor dan melakukan pemeriksaan atas jumlah yang tidak biasa dan lebih besar yang dari yang diperkirakan. 2) Investigasi acak atas seluruh vendor, termasuk pemiliki, pemiliki saham mayoritas, dan hubungan lainnya dengan karyawan. 3) Reviu atas kontrak dan penyetujuan invoices secara periodik, meskipun hanya satu sampel setiap audit. 4) Verifikasi keaslian dari vendor sebagai bagian dari internal control, meskipun hanya satu sampel.
27
b. Penyuapan (Bribery) Penyuapan melibatkan pembayaran untuk mempengaruhi karyawan agar mendapatkan bisnis untuk vendor agar terjadi pembayaran, kecurangan dalam kelompok ini termasuk kickbacks, bid rigging, dan lainnya. Red flags dapat berupa: 1) Gaya hidup karyawan yang berubah. 2) Penemuan adanya hubungan antara karyawan dengan vendor. 3) Lemahnya pembagian tugas dalam penyetujuan vendor dan invoices. Metode deteksi kecurangan yang dilakukan: 1) Rotasi tugas atas penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan tanggung jawab lelang. 2) Pembagian tugas dalam penyetujuan kontrak dan/atau vendor, dan tanggung jawab lelang. c. Pemerasan Pada dasarnya, pemerasan adalah kebalikan dari penyuapan. Vendor tidak memberikan suap, tetapi adanya permintaan dari karyawan kepada vendor. Red flags dan metode deteksinya sama dengan penyuapan. d. Kick backs Kick backs adalah pembayaran kembali. Tindak kolusi antara karyawan dengan vendors dengan meninggikan harga kemudian memberikan kelebihan tersebut kepada karyawan. Albrecht (2012:171) mengungkapkan Red flags dapat berupa: 1) meningkatkan harga lebih besar agar jumlah meningkatkan pembelian dari vendor disukai 28
2) Penurunan pembelian dari vendor lain. 3) penurunan kualitas barang. 4) Pembeli tidak berhubungan baik dengan pembeli lain dan vendor. 5) Kebiasaan kerja Pembeli berubah secara tak terduga 6) Semua transaksi dengan satu pembeli dan satu vendor 7) Penggunaan vendor tidak disetujui Dan metode deteksi yang diungkapkan Albrecht (2012:212) dapat dilakukan dengan: 1) Periksa personil pegawai atas catatan untuk bukti utang, kesulitan keuangan lain, atau memiliki masalah sebelumnya 2) Lakukan "audit khusus" dari fungsi pembelian untuk memeriksa tren dan perubahan harga dan pembelian volume dari berbagai vendor. 3) Pencarian bukti komunikasi baik surat maupun bukti elektronik lainnya antara pegawai dengan vendor luar, spreadsheet, atau catatan lain yang berkaitan dengan kick backs tersebut. 4) Pencarian atas catatan publik dan sumber lain untuk mengumpulkan bukti tentang gaya hidup tersangka. 5) Melakukan pengawasan atau operasi rahasia lainnya. 6) Mewawancarai mantan pembeli dan vendor tidak berhasil. 7) Wawancara pembeli saat ini, dan, jika tidak ada kolusi dengan pegawai dicurigai, maka lakukan wawancara dengan atasan tersangka. 8) Bersamaan mewawancarai pembeli yang dicurigai dan vendor yang dicurigai.
29
3. Skema Penyelewengan Aset Penyelewengan aset adalah tipe skema kecurangan yang paling umum dan meliputi pencurian atau salah penggunan atas aset, biasanya uang kas. Terdapat beberapa kategori yang termasuk penyelewengan aset. Berikut adalah kategori dan red flags serta metode deteksi yang digunakan:
a. Larceny Pencurian uang adalah pengambilan uang yang dilakukan karyawan dan terjadi setelah adanya pencatatan didalam jurnal, termasuk uang kas dan cek. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Penurunan jumlah uang deposit di bank yang tidak biasa dan tidak dijelaskan. 2) Perbedaan antara catatan akuntansi atau catatan aktifitas dengan pernyataan informasi dari bank. 3) Perubahan gaya hidup dari karyawan. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 1) Investigasi kekurangan atas isi lemari kas, deposit dan lainnya. 2) Investigasi catatan penjualan yang hilang atau diubah. 3) verifikasi deposit di bank dengan pencatatan di jurnal umum oleh dua orang yang independen. 4) Menjaga dan reviu jumlah kas yang tersedia harian. 5) Meyakinkan bahwa deposit in transit yang pertama dijelaskan dalam pernyataan selanjutnya. 6) Melakukan penghitungan uang kas tiba-tiba. 30
7) Reviu kas dan cek rasio atas deposit bank harian. 8) Reviu deret waktu deposit dari lokasi terpencil ke fungsi bendahara pusat. 9) Observasi penerimaan kas dari seluruh point pemasukan. b. Skema Pembayaran i.
Shell company Di dalam skema Shell company pelaku membuat perusahaan palsu untuk mengalihkan cek dari karyawan ke pelaku. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Hanya menggunakan PO.Box untuk alamat. 2) Lemahnya data kontak yang cukup seperti nomor yang tidak dapat dihubungi. 3) Menggunakan invoices yang dibuat excel oleh vendor. 4) Nomor invoces dari vendors yang urut. 5) Amalat yang sesuai dengan alamat karyawan. 6) Menggunakan angka yang dibulatkan untuk jumlah invoices. 7) Pembelian barang yang aneh atau tidak sesuai. 8) Lemahnya detai dari invoices. 9) Lipatan yang tidak teratur dari vendor yang sama. 10) Tidak ada nomor pajak penjualan yang seharusnya. 11) Peningkatan cost of good sold yang tidak wajar dan tidak diperkirakan. 12) Vendor yang secara konsisten mendapatkan pembayaran lebih cepat dibanding vendor yang lain. 13) Berlakunya tips dan complaints, khususnya dari karyawan yang bisa menelusuri kecurangan atau bukti dari kecurangan. 31
14) Catatan untuk biaya khusus atau ekstra. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 1) Sorting pembayaran berdasarkan vendor, jumlah, dan invoice number. 2) Biaya yang melebihi anggaran, terutama yang sama persis dua kali. 3) Pemeriksaan jumlah biaya dalam akun biaya yang besar, pelaku kecurangan sering memasukkan biaya kedalam akun biaya yang besar untuk menutupi tindakan kriminalnya. 4) Analisis horizontal. 5) Verifikasi invoices dari vendor penyedia jasa. 6) Test turn around time dari penerimaan atas pembayaran invoice. 7) Verifikasi keabsahan vendor dengan melihat nomor kontak atau situs online-nya di website. 8) Bertanya kepada departemen negara tentang file perusahaan dan melihat kesamaan alamat dan kontak perusahaan dengan karyawan. 9) Reviu atas cek yang dibatalkan. 10) Cetak daftar vendor secara alphabet dan mencari dua vendor atau lebih yang memiliki kesamaan identikal nama dan data. ii.
Pass through vendor Skema ini mirip dengan shell company, tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar sejumlah barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk pelaku. Red flags sama dengan shell company ditambah: 32
1) Info dari karyawan bahwa entitas membayar terlalu banyak untuk beberapa produk atau jasa. 2) Bukti bahwa harga tinggi atas beberapa barang atau jasa. 3) Menurunya profit dan meningkatnya harga pokok penjualan. 4) Unfavorable variances dalam laporan performa. 5) lemahnya pengendalian internal, khususnya lemahnya pembagian tugas. Metode deteksi termasuk beberapa dari metode deteksi untuk shell company dan ditambah: 1) pemeriksaan atas seluruh invoices yang berada di bawah tingkat persetujuan, dan dipilah sesuai vendor dan karyawan yang meneima invoices. 2) Perbandingan harga pasar dengan harga harga di dalam invoices, dengan menggunakan CAAT dan beberapa penelitian. 3) Reviu invoices atas apa yang dibeli dan harganya. iii.
Personal purchase
Pembelian pribadi adalah tindak kecurangan yang sederhana, pelaku membuat perusahaan membayar untuk kepentingan pribadinya. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Aktifitas yang tidak biasa dan tidak dapat dijelaskan didalam kartu kredit perusahaan. 2) Pembelian barang yang tidak biasa. 3) Secara konsisten terdapat overbudget dana untuk karyawan. 4) Pola pembelian dibawah reviu. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 33
1) Spot-checking biaya di kartu kredit, dan melihat barang dan vendor yang tidak biasa. 2) Melakukan audit tiba-tiba terhadap karyawan yang melakukan otorisasi dalam penggunaan kartu kredit atau tanda tangan cek. 3) Melakukan pemeriksaan atas unfavorable balances dalam laporan peforma. 4) Analisa tren pembayaran vendor. 5) Melakukan ekstraksi semua pembelian tanpa purchase order, dan meringkas berdasarkan vendor dan karyawan. iv.
Check-tampering Pemalsuan cek melibatkan penggunaan cek perusahaan dalam satu cara atau lainnya untuk menghasilkan uang dari korban. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Kelebihan jumlah cek kosong. 2) Kehilangan cek. 3) Bukan cek gaji dimana keryawan adalah orang yang dibayar. 4) Perubahan jumlah atau orang yang dibayar dalam cek yang dibatalkan. 5) Penggantian atau penggandaan pengesahaan di pembatalan cek. 6) Orang dan alamat yang dipertanyakan. 7) Nomor cek yang ganda dan di luar urutan. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 1) Secara periodik merotasi orang yang menangani dan mengkode cek.
34
2) Memiliki pernyataan dari bank yang terpisah dari dari pecatatan hutang. Melakukan reviu atas pernyataan cek yang dibatalkan, sebelum dilakukan rekonsiliasi bank. v.
Skimming pencurian atau penjarahan uang terjadi sebelum adanya pencatatan di jurnal, karena ini merupakan kecurangan diluar pencatatan maka tipe kecurangan ini yang paling sulit dideteksi. Salah satu metode deteksi kecurangan ini adalah “invigilation” atau pengawasan. Skema individu pencurian adalah skema penjualan (penjualan yang tidak dicatat, understate pernjualan), skema piutang ( skema penghapusan, skema lapping) dan skema refund. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Penerimaan dibawah perkiraan. 2) Aktual profit dibawah proyeksi. 3) Gross margin secara signifikan kurang dari proyeksi. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 1) Pengawasan terhadap karyawan (contoh: kamera diatas kasir) 2) Investigasi kesenjangan antara penerimaan. 3) Checking
pencatatan atas transaksi bukan penjualan, batal, atau
pengembalian yang berlebih. 4) Membuat tanda di kasir bahwa customer harus menerima bukti pembayaran. 5) Menggunakan metode pengawasan atas uang yang hilang atau untuk menentukan apakan skimming terjadi. 6) Mengukur perbedaan penerimaan dari karyawan dengan shift. 35
7) Membuat pro-forma income statement, dengan menggunakan harga pokok dan standar markup untuk menentukan jumlah penjualan yang seharusnya ada. 8) Melakukan audit tiba-tiba atau penghituangan uang kas setelah akhir shift.
vi.
Skimming – Receivebles: Lapping Lapping adalah skema penjarahan piutang sebelum dicatat. Lapping piutang lebih sulit untuk disembunyikan dibanding skimming uang kas karena customer diperkirakan telah dikredit dengan pembayaran atas satu akun. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: 1) Customer mengeluh mengenai pembayaran yang dicatat terlalu lama dari cek yang diberikan. 2) Meningkatnya kejahatan di piutang atau spesifik customer, meningkatnya number-of-days piutang. 3) Karyawan yang menggunakan waktu lebih lama, biasanya untuk menjaga pencatatan terpisah atas lapping system. Metode deteksi yang dapat dilakukan: 1) Follow-up customer complaints atas penundaan pencatatan cek piutang dalam personal piutang. 2) Menggunakan analisa tren number-of-days piutang dari unit bisnis atau piutang. 3) Konfirmasi independen atas saldo piutang. 4) Melakukan audit tiba-tiba atau penghitungan uang kas. 36
5) Klasifikasi write-off dan memo kredit 6) Melihat karyawan yang menggunakan waktu kerja yang lebih lama. 7) Melakukan perbandingan tanggal pencatatan pembayaran piutang dengan tanggal di cek pembayaran.
II.5.2. Investigasi Pengadaan Tuannakota, M. Theodorus (2010:165) mengungkapkan cara-cara investigasi pengadaan melalui 3 tahapan didalam sistem pengadaan atau tender. Tahapan dan gejala fraud serta metode deteksi kecurangan tersebut antara lain: 1. Tahap Pra-tender Didalam tahapan ini umumnya merupakan kegiatan pemahaman kebutuhan lembaga atau perusahaan akan barang dan jasa yang ingin dibeli, pengumuman mengenai niat pembelian dan pembuatan kontrak, penyusunan spesifikasi barang dan penentuan kriteria pemenang vendor. Skema kecurangan yang terjadi biasanya dalam penentuan kebutuhan dan penentuan aspek. Pemasok memberikan suap kepada pegawai karena telah menentukan barang yang akan dipasok dan dalam spesifikasinya pegawai memberikan wewenang kepada pemasok untuk menentukan kebutuhan lembaga. Dalam kategori ini Red flags dapat berupa: a. Orang dalam memberikan informasi atau nasihat yang menguntungkan satu kontraktor. b. Pembeli menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat oleh kontraktor yang diunggulkan.
37
c. Pembeli membolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan pengembangan spek. d. Biaya dipecah-pecah dan disebar ke bermacam-macam akun atau perincian sehingga lolos dari pengamatan. e. Pejabat sengaja membuat spek yang tidak konsisten dengan spek sebelumnya untuk pengadaan serupa. 2. Tahapan penawaran Beberapa skema kecurangan didalam penawaran antara lain: a. Melakukan kecurangan atas dokumen penawaran, penerimaan penawaran secara tidak wajar, mengubah dokumen secara tidak sah, mengatur harga penawaran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya. b. Persengkokolan antara pembeli dengan pemasok (bid-rigging) c. Tender arisan dengan menentukan pemenang tender sebelum dibuka penawaran. d. Menghalang-halangi penyampaian dokumen penawaran dari peserta lain. e. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura dengan harga relatif lebih tinggi, agar penawaran lebih ramai dan terlihat sah. f. Memasukkan dokumen penawaran hantu, yaitu dengan cara perusahaan membuat perusahaan lain yang bohong-bohongan, padahal dari satu pemilik perusahaan yang sama. g. Permainan harga, yaitu dengan cara setelah terpilih dalam proses negosiasi ia “menafsirkan kembali” data harganya..
38
3. Tahap Pelaksanaan. Di dalam tahap ini meliputi kegiatan perubahan dalam order pembelian, dan review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan bagian mana hak kontraktor menerima pembayaran. Skema yang terjadi antara lain: a. Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah. b. Pengiriman barang yang belum diuji. c. Pemalsuan hasil pengujian. d. Pengiriman barang palsu. e. Pemalsuan sertifikasi. f. Pembuatan sampel khusus, tetapi sebagian besar produk yang dikirim tidak sebaik sampel. g. Pemindahaan tags yang bertanda “sudah diperiksa” dari barang yang sudah diperiksa ke barang yang belum diperiksa. h. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama. Untuk mendeteksi skema diatas, metode yang dapat dilakukan adalah: a. Pengecekan secara rutin dan kunjungan dadakan. b. Mereviu laporan inspeksi secara cermat. c. Reviu dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima untuk memastikan kepatuhan. d. Penilaian atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa ketentuan yang disepakati telah dipenuhi.
39
II.6.
Tindak Pidana Korupsi Suatu temuan audit dikatakan sebagai tindak pidana korupsi sesuai pasal 2 UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila yang memenuhi unsur: 1. Melawan hukum. 2. Memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi. 3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dan sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 apabila yang memenuhi unsur: 1. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada. 2. Menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain atau suatu korporasi. 3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
40