BAB II LANDASAN TEORI
II.1. Pengertian Biaya Dan Beban Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan utama yaitu memperoleh laba. Laba dipengaruhi oleh tiga faktor diantaranya biaya, harga jual, dan volume penjualan. Ketiga faktor tersebut tidak boleh terpisah-pisah karena mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Biaya menentukan harga jual, harga jual mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan mempengaruhi volume produksi, dan volume produksi mempengaruhi biaya. Oleh karena itu, biaya merupakan salah satu faktor penting untuk memperoleh laba. Biaya sering didefinisikan sama dengan beban, namun biaya dan beban adalah dua hal yang mempunyai pengertian yang berbeda. II.1.1. Pengertian Biaya Berikut ini pengertian biaya menurut beberapa para ahli : Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:29) menyatakan “Akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai “nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat”. Horngren, Datar, Foster yang diterjemahkan oleh Adhariani, D. (2005:34) memberikan definisi sebagai berikut : “ Akuntan mendefinsikan biaya (cost) sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu”. Sementara itu, Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Fitriasari,D dan Kwary, D.A. (2006:40) mendefinisikan “ Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
9
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi”. Jadi, biaya dapat didefinisikan sebagai suatu pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang memberikan manfaat baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. II.1.2. Pengertian Beban Berikut ini definisi beban menurut beberapa para ahli sebagai berikut : Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:30) menjelaskan beban dengan pengertian sebagai berikut : Tetapi,beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai : penurunan dalam aktiva bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa ekonomis dalam menciptakan pendapatan atau pengenaan pajak oleh badan pemerintah. Beban diukur dengan nilai penurunan dalam aktiva atau peningkatan dalam utang yang berkaitan dengan produksi atau penyerahan barang dan jasa… beban dalam arti luas termasuk semua biaya yang sudah habis masa berlakunya yang dapat dikurangkan dari pendapatan. Sementara itu, Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Fitriasari,D dan Kwary, D.A. (2006:41) menyatakan “ Biaya yang kedaluwarsa disebut beban”. Jadi, beban dapat didefinisikan sebagai biaya yang sudah kedaluwarsa atau habis masa berlakunya serta tidak memberikan manfaat.
II.2. Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya berguna untuk membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Biaya dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu :
10
II.2.1. Biaya Dalam Hubungannya Dengan Produk Klasifikasi biaya dalam hubungannya dengan produk dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya manufaktur dan biaya komersial. II.2.1.1. Biaya Manufaktur Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:40) menyatakan “Biaya manufaktur-juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik-biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung , tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik”. 1. Bahan Baku Langsung Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:40) mendefinisikan “ Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk”. Simamora, Henry (2002:42) menyatakan “ Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi bagian integral produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan mudah”. Sementara itu, Garisson, Noreen, dan Brewer (2006:51) yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006:51), mendefinsikan “Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut”. Jadi, bahan baku langsung dapat didefinisikan sebagai biaya utama dalam proses produksi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari produk jadi serta dapat ditelusuri dengan mudah ke produk. Contoh : gandum untuk membuat tepung terigu, kertas untuk membuat buku.
11
2. Tenaga Kerja Langsung Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:40) mendefinisikan “ Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu”. Simamora, Henry (2002:43) menyatakan “ Biaya tenaga kerja langsung (direct labor) adalah biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara fisik ke dalam pembuatan produk, dan bisa pula ditelusuri dengan mudah atau tanpa memakan banyak biaya”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:51) mendefinisikan “ Tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi”. Jadi, tenaga kerja langsung dapat didefinisikan sebagai biaya tenaga kerja yang dikeluarkan mulai dari bahan baku sampai menghasilkan produk jadi serta dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Contoh : biaya tenaga kerja yang membuat tepung terigu, biaya tenaga kerja yang membuat buku. 3. Overhead Pabrik Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:41) memberikan definisi overhead pabrik sebagai berikut : “Overhead pabrik-juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur, atau beban pabrik-terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu”. Simamora,
Henry
(2002:43)
menyatakan
“
Biaya
overhead
pabrikasi
(manufacturing overhead cost) meliputi semua biaya pabrikasi selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N.(2006:52) mendefinisikan “Overhead pabrik (manufacturing overhead)12
elemen ketiga biaya produksi-mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung”. Jadi, overhead pabrik dapat didefinisikan sebagai biaya yang tidak termasuk dalam bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung serta tidak dapat ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Contoh : biaya penyusutan mesin, biaya sewa gedung. II.2.1.2. Beban Komersial Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:43) mendefinisikan “ Beban komersial terdiri atas dua klasifikasi besar: beban pemasaran dan beban administratif (juga disebut beban umum dan administratif)”. 1. Beban Pemasaran Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:43) menyatakan “ Beban pemasaran mulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir. Yaitu, ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap dijual”. Simamora, Henry (2002:44) mendefinisikan “Biaya pemasaran (marketing cost) meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pesanan pelanggan dan menyerahkan produk jadi atau jasa ke tangan pelanggan”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006:52) menyatakan “ Biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen”. Jadi, beban pemasaran dapat didefinisikan sebagai beban yang dikeluarkan dalam memasarkan produk jadi untuk mendapatkan dan menyerahkan pesanan kepada konsumen. Contoh : komisi penjualan, beban iklan, beban pemasaran.
13
2. Beban Administratif Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:43) mendefinisikan “ Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi”. Simamora, Henry (2002:44) menyatakan “ Biaya umum dan administratif (general and administrative cost) meliputi semua biaya klerikal, organisasional, dan eksekutif yang tidak dapat dimasukkan secara logis kedalam biaya pemasaran ataupun biaya produksi”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:53) mendefinisikan “ Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi”. Jadi, beban administratif dapat didefinisikan sebagai beban yang dikeluarkan untuk keperluan eksekutif, organisasional, dan klerikal dalam mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Contoh : gaji bagian administrasi, gaji eksekutif, humas. II.2.2. Biaya Dalam Hubungannya Dengan Perilaku Biaya Biaya dalam hubungannya dengan perilaku biaya dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu biaya variabel, biaya tetap, dan biaya semi variabel. II.2.2.1. Biaya Variabel Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:59) menyatakan “ Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas”.
14
Simamora, Henry (2002:152) mendefinisikan “ Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah keseluruhannya berubah sebanding dengan perubahan tingkat aktivitas bisnis”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:66) menyatakan “ Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas”. Jadi, biaya variabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara keseluruhan berubah seiring dengan perubahan aktivitas. Contoh : biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Jumlah biaya variabel
Biaya variabel per unit
Biaya per unit
Jumlah biaya
Tingkat aktivitas (unit)
Tingkat aktivitas (unit)
Gambar 2.1 Grafik Biaya Variabel II.2.2.2. Biaya Tetap Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:58) menyatakan “ Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun”. Simamora, Henry (2002:147) mendefinisikan “ Biaya Tetap (fixed costs) adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah (konstan), terlepas dari perubahan tingkat aktivitas dalam kisaran relevan (relevant range) tertentu”.
15
Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan, N. (2006:67) menyatakan “ Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas”. Jadi, biaya tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara keseluruhan tetap seiring dengan perubahan aktivitas dalam rentang relevan tertentu. Contoh : biaya sewa, biaya penyusutan, biaya asuransi. Jumlah biaya tetap
Biaya tetap per unit
Biaya per unit
Jumlah biaya
Tingkat aktivitas (unit)
Tingkat aktivitas (unit)
Gambar 2.2 Grafik Biaya Tetap II.2.2.3. Biaya Semivariabel Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2006:60) menyatakan “ Biaya semivariabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristikkarakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel”. Simamora, Henry (2002:156) mendefinisikan“ Biaya campuran (mixed cost) adalah biaya yang mengandung unsur-unsur biaya variabel dan tetap”. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:270) menyatakan “Biaya semivariabel (mixed cost) adalah biaya yang terdiri atas elemen biaya variabel maupun biaya tetap”.
16
Jadi, biaya semivariabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang mempunyai unsur biaya tetap dan biaya variabel. Contoh : biaya listrik, biaya air, biaya pemeliharaan. B i a y a
Biaya variabel
Biaya tetap Unit yang diproduksi
Gambar 2.3 Grafik Biaya Semivariabel II.2.3. Biaya Untuk Pembebanan Biaya Ke Objek Biaya Biaya untuk pembebanan biaya ke objek biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. II.2.3.1. Biaya Langsung Simamora, Henry (2002:53) menyatakan “ Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat ditelusuri kepada sebuah obyek biaya”. Sementara itu, Garison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:69) mendefinisikan “ Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan”. Jadi, biaya langsung dapat didefinisikan sebagai biaya yang dengan mudah dapat ditelusuri ke obyek biaya. Contoh : bahan baku langsung, tenaga kerja langsung. II.2.3.2. Biaya Tidak Langsung Simamora, Henry (2002:54) menyatakan “ Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya bersama terhadap beberapa obyek biaya sehingga tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada obyek biaya tertentu”.
17
Sementara itu, Garison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:69) mendefinisikan “ Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan”. Jadi, biaya tidak langsung dapat didefinisikan sebagai biaya yang tidak mudah ditelusuri ke obyek biaya tertentu. Contoh : gaji satpam pabrik, gaji manager pabrik.
II.3. Metode Pemisahan Biaya Semivariabel Menjadi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Mengacu pada pendapat Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006), terdapat tiga metode untuk memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya variabel dan biaya tetap yaitu metode tinggi-rendah, metode scattergraph, dan metode kuadrat terkecil. II.3.1. Metode Tinggi-Rendah (High-Low Method) Dalam metode ini, elemen tetap dan elemen variabel dari suatu biaya dihitung menggunakkan dua titik data. Titik data dipilih berdasarkan aktivitas tertinggi dan aktivitas terendah. Metode tinggi-rendah bersifat sederhana namun bisa menghasilkan estimasi biaya tetap dan biaya variabel yang bias karena hanya menggunakkan dua titik data yang mengakibatkan estimasi total biaya berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel yang dihitung menjadi kurang akurat dibandingkan metode lain yang menggunakkan banyak data.
18
Berikut ini contoh perhitungan dengan menggunakkan metode tinggi-rendah: Tabel 2.1 Data Biaya Listrik Dan Jam Tenaga Kerja Langsung Bulan
Biaya Listrik
Jam Tenaga Kerja Langsung
Januari
Rp 640
34.000
Februari
620
30.000
Maret
620
34.000
April
590
39.000
Mei
500
42.000
Juni
530
32.000
Juli
500
26.000
Agustus
500
26.000
September
530
31.000
Oktober
550
35.000
November
580
43.000
Desember
680
48.000
Rp 6.840
420.000
Rp 570
35.000
Total Rata-rata per bulan
Berdasarkan data di atas, maka perhitungan untuk mencari biaya variabel dan biaya tetap dengan metode tinggi-rendah sebagai berikut : a. Langkah pertama yaitu menentukan biaya dan tingkat aktivitas tertinggi dan terendah sebagai berikut : Tingkat aktivitas
: Tertinggi 48.000 jam tenaga kerja langsung Terendah 26.000 jam tenaga kerja langsung
Biaya
: Tertinggi Rp 680 Terendah Rp 500
19
b. Langkah kedua yaitu menentukan tarif biaya variabel sebagai berikut : Tarif biaya variabel = Selisih biaya Selisih aktivitas = Rp 180 22.000 jam tenaga kerja langsung = Rp 0,00818 per jam tenaga kerja langsung c. Langkah ketiga yaitu menentukan biaya tetap sebagai berikut : Biaya tetap = Total biaya – Biaya variabel, dengan perhitungan sebagai berikut : Biaya tetap = Rp 680 - $ 393* = Rp 287 ( Aktivitas tertinggi ) atau, Biaya tetap = Rp 500 - $ 213** = Rp 287 ( Aktivitas terendah ) *(Rp 0,00818 x 48.000 jam) **(Rp 0,00818 x 26.000 jam) Jadi, dengan menggunakkan metode tinggi-rendah diperoleh biaya variabel sebesar Rp 0,00818 per jam tenaga kerja langsung dan biaya tetap sebesar Rp 287 per bulan. II.3.2. Metode Scattergraph (Scattergraph Method) Dalam metode ini, terdapat variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen mengenai data biaya dan diplot di garis vertikal atau sumbu y sedangkan variabel independen mengenai tingkat aktivitas dan diplot di garis horizontal atau sumbu x. Penggunaan metode scattergraph merupakan kemajuan dari metode tinggi-rendah karena bukan hanya menggunakkan dua titik data serta memungkinkan inspeksi data secara visual untuk menentukan apakah biaya tersebut tampak terkait dengan aktivitas dan apakah hubungannya mendekati linear. Namun, metode ini bisa saja menjadi bias karena garis biaya yang digambar melalui plot data berdasarkan pada interpretasi visual. 20
Berikut ini, contoh perhitungan dengan menggunakkan metode scattergraph :
Gambar 2.4 Grafik Metode Scattergraph Berdasarkan data dan grafik di atas, maka perhitungan untuk mencari biaya variabel dan biaya tetap dengan metode scattergraph yaitu : a. Langkah pertama yaitu menentukan biaya tetap dengan melihat garis regresi yang memotong sumbu Y. Garis regresi yang memotong sumbu Y terletak pada Rp 440. b. Langkah kedua yaitu menentukan biaya variabel sebagai berikut : Total rata-rata biaya listrik (Rp 6.840/12)
Rp 570,00
Total biaya tetap
Rp 440,00
Total biaya variabel
Rp 130,00
Biaya variabel per jam tenaga kerja langsung = Total biaya variabel Total rata-rata jam tenaga kerja langsung = Rp 130 35.000 jam = Rp 0,0037/jam tenaga kerja langsung Jadi, dengan menggunakkan metode scattergraph diperoleh biaya variabel sebesar Rp 0,0037 per jam tenaga kerja langsung dan biaya tetap sebesar Rp 440 per bulan. 21
II.3.3. Metode Kuadrat Terkecil (Least Squares Method) Metode ini kadang-kadang disebut analisis regresi. Metode ini memberikan tingkat objektivitas yang tinggi dalam analisis karena menentukan secara matematis garis yang paling sesuai melalui sekelompok titik. Metode ini dapat dihitung dengan rumus : b =
dan
Keterangan : a = biaya tetap b = biaya variabel xi = tingkat aktivitas = tingkat aktivitas rata-rata yi = biaya = biaya rata-rata Berikut ini, contoh perhitungan dengan menggunakkan metode least squares : Table 2.2. Perhitungan Metode Kuadrat Terkecil (1)
Biaya Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
Listrik
640 620 620 590 500 530 500 500 530 550 580
(2) ( - ) Selisih dari Ratarata Biaya Rp570 70 50 50 20 (70) (40) (70) (70) (40) (20) 10
(3)
Jam Tenaga Kerja Langsung
34.000 30.000 34.000 39.000 42.000 32.000 26.000 26.000 31.000 35.000 43.000
(4) ( - ) Selisih Dari Rata-rata
(
(5) - )2
(
(6) - )( - )
35.000 jam
(4)Dikuadratkan
(4) x (2)
(1.000) (5.000) (1.000) 4.000 7.000 (3.000) (9.000) (9.000) (4.000) 0 8.000
1.000.000 25.000.000 1.000.000 16.000.000 49.000.000 9.000.000 81.000.000 81.000.000 16.000.000 0 64.000.000
(70.000) (250.000) (50.000) 80.000 (490.000) 120.000 630.000 630.000 160.000 0 80.000
(
(7) - )2
(2) dikuadratka n 4.900 2.500 2.500 400 4.900 1.600 4.900 4.900 1.600 400 100
22
Desember Total
680 Rp 6.840
110 0
48.000 420.000
13.000 0
169.000.000 512.000.000
1.430.000 2.270.000
12.100 40.800
= total biaya listrik / 12 = 6.840 / 12 = Rp 570 = total jam tenaga kerja langsung / 12 = 420.000/12 = 35.000 Berdasarkan data di atas, maka perhitungan untuk mencari biaya variabel dan biaya tetap dengan metode kuadrat terkecil sebagai berikut : a. Langkah pertama yaitu menentukan tarif variabel untuk biaya listrik (b) sebagai berikut : b= b = Total Kolom 6 Total Kolom 5 b = Rp 2.270.000 512.000.00 b = Rp 0,0044 per jam tenaga kerja langsung b. Langkah kedua yaitu menentukan biaya tetap (a) sebagai berikut :
Rp 570 = a + (Rp 0,0044) (35.000) Rp 570 = a + Rp 154 a = Rp 416 Jadi, dengan metode kuadrat terkecil diperoleh biaya variabel adalah Rp 0,0044 per jam tenaga kerja langsung dan biaya tetap sebesar Rp 416 per bulan.
II.4. Format Laporan Laba Rugi
23
Laporan laba rugi menyediakan informasi mengenai penjualan, biaya, serta laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Mengacu pada pendapat Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N (2006), format laporan laba rugi dapat dibuat dengan pendekatan tradisional dan pendekatan kontribusi. II.4.1. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional yaitu laporan laba rugi yang disusun berdasarkan format fungsional dengan klasifikasi biaya atas fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. Pendekatan tradisional tidak disusun berdasarkan perilaku biaya dan dibutuhkan untuk keperluan tujuan pelaporan ekternal perusahaan. Kelemahan pendekatan tradisional yaitu data biaya tidak dapat digunakan untuk keperluan tujuan pelaporan internal perusahaan karena manajemen membutuhkan data biaya yang disusun dengan pendekatan kontribusi untuk perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Format laporan laba rugi pendekatan tradisional : Penjualan
xxx
Harga pokok penjualan
(xxx)
Laba kotor
xxx
Biaya : -
Biaya penjualan
xxx
-
Biaya administrasi
xxx
Laba bersih
(xxx) xxx
II.4.2. Pendekatan Kontribusi Pendekatan kontribusi yaitu laporan laba rugi berdasarkan perilaku biaya yang membagi biaya ke dalam kelompok biaya tetap dan biaya variabel. Pendekatan ini digunakan untuk perencanaan internal dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat 24
digunakan untuk melakukan analisis biaya-volume-laba. Selain itu, pendekatan ini juga dapat digunakan untuk menilai kinerja manajemen, laporan per segmen, pengganggaran, analisis lini produk, penentuan harga, menggunakkan sumber daya yang terbatas, serta analisis membuat atau membeli. Format laporan laba rugi pendekatan kontribusi : Penjualan
xxx
Biaya variabel : -
Produksi variabel
xxx
-
Penjualan variabel
xxx
-
Administrasi variabel
xxx
Margin kontribusi
(xxx) xxx
Biaya tetap : -
Produksi tetap
xxx
-
Penjualan tetap
xxx
-
Administrasi tetap
xxx
Laba bersih
(xxx) xxx
II.5. Analisis Biaya-Volume-Laba Manajemen
mempunyai
kewajiban
untuk
mengelola
keberlangsungan
perusahaan baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Manajemen dikatakan berhasil mengelola perusahaan dapat dilihat dari laba yang diperoleh. Laba dapat dicapai apabila perusahaan dapat melakukan perencanaan laba dengan tepat. Salah satu strategi perencanaan laba yang dapat digunakan oleh perusahaan yaitu analisis biaya-volumelaba. 25
II.5.1. Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba Berikut ini pengertian analisis biaya-volume-laba menurut beberapa para ahli sebagai berikut : Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista.(2005:256) menyatakan “ Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis) merupakan alat perencanaan jangka pendek yang menggunakkan perhitungan biaya langsung untuk menganalisis hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan” Simamora, Henry (2002:178) memberikan definisi “ Analisis biaya-volumelaba (cost-volume-profit analysis) adalah analisis pola perilaku biaya yang mendasari hubungan antara biaya, volume, dan laba”. Jiambalvo, James (2004:123) menyatakan “Basically, C-V-P analysis is any analysis that explores the relation among costs, volume, or activity levels, and profit”. Artinya pada dasarnya, analisis CVP yaitu analisis yang membahas hubungan antara biaya, volume atau tingkat aktivitas, dan laba. Sementara itu, Hilton, R.W. (2002 :320) memberikan definisi sebagai berikut : “Cost-volume-profit (CVP) analysis is a study of the relationships between sales volume, expenses, revenue, and profit”. Artinya analisis biaya-volume-laba (CVP) adalah studi tentang hubungan antara volume penjualan, biaya, pendapatan, dan laba. Jadi, analisis biaya-volume-laba dapat didefinisikan sebagai analisis perencanaan laba jangka pendek yang menunjukkan hubungan antara biaya, volume atau bauran produk, dan laba. II.5.2. Tujuan Analisis Biaya-Volume-Laba 26
Tujuan analisis biaya-volume-laba sebagai berikut : Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2005:273) menyatakan “Tujuan CVP adalah untuk menentukan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba (laba sama dengan nol dalam kasus analisis titik impas)”. Drury, Colin (2003:199) menyatakan “ This objective of CVP analysis is to establish what will happen to the financial results if a specified level of activity or volume fluctuates”. Artinya tujuan analisis CVP untuk menentukan apa yang terjadi pada hasil keuangan jika tingkat aktivitas atau volume berubah. Jadi, tujuan analisis biaya-volume-laba untuk menganalisis volume penjualan dan bauran produk untuk mencapai tingkat laba yang diharapkan bagi perusahaan. II.5.3. Asumsi- Asumsi Dalam Analisis Biaya-Volume-Laba Mengacu pada pendapat Simamora, Henry (2002) analisis biaya-volume-laba dibatasi pada sejumlah asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan biaya tetap. Biaya semivariabel harus dipisah menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap sifatnya konstan pada saat aktivitas berubah dan biaya variabel per unit tidak berubah ketika aktivitas berubah. 2. Fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relevan. 3. Fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan. Harga jual per unit konstan dalam kisaran volume produksi, namun jumlah pendapatan berubah sebanding dengan perubahan volume penjualan unit produk. 4. Analisis untuk sebuah produk atau bauran produk adalah konstan dalam kisaran relevan. Produk yang mempunyai harga jual dan biaya yang berbeda-beda, maka
27
perubahan bauran penjualan akan mempengaruhi hasil dari analisis biaya-volumelaba. 5. Satu pemicu biaya yaitu unit produk atau rupiah penjualan. 6. Tingkat persediaan awal dan akhir periode adalah sama yaitu jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. II.5.4. Pengertian Titik Impas Beberapa para ahli mendefinisikan titik impas sebagai berikut : Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista.(2005:272) menyatakan “ Titik impas adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama”. Sementara itu, Munawir (2004:184-185) menyatakan “ Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi ( Penghasilan = total biaya ). Jadi, titik impas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan rugi bersih yaitu laba yang diperoleh perusahaan nol. II.5.5. Perhitungan Titik Impas Satu Produk Mengacu pada pendapat Simamora, Henry (2002), perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan menggunakkan dua metode yaitu metode persamaan dan metode kontribusi. II.5.5.1. Metode Persamaan (Equation Method) Perhitungan titik impas satu produk dengan menggunakkan metode persamaan yaitu : Penjualan – Jumlah biaya = Laba bersih atau, 28
Penjualan – Biaya variabel – Biaya tetap = Laba bersih atau, Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih Pada titik impas, laba bersih sama dengan nol. Titik impas dalam unit penjualan dapat dicari dengan melakukan perhitungan pada persamaan di atas. Kemudian, titik impas penjualan dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan unit penjualan impas dengan harga jual per unit. Berikut ini contoh perhitungan titik impas menggunakkan metode persamaan sebagai berikut : Diasumsikan harga jual per unit VCD player Rp 250.000, biaya variabel per unit VCD player 150.000, dan biaya tetap 70.000.000. Titik impas dalam unit ( P ) : Penjualan
= Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih
250.000 P
= 150.000 P + 70.000.000 + 0
100.000 P
= 70.000.000
P
= 700 unit VCD player
Titik impas dalam rupiah ( Rp ) = Unit penjualan impas x harga jual per unit = 700 unit x Rp 250.000 = Rp 175.000.000 II.5.5.2. Metode Kontribusi Unit (Unit Contribution Method) Metode ini merupakan merupakan variasi metode persamaan. Metode ini terfokus pada gagasan bahwa setiap unit yang terjual memberikan jumlah marjin kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap. Titik impas (dalam unit)
= Biaya tetap Marjin kontribusi per unit 29
Apabila hanya persentase marjin kontribusi dan penjualannya saja yang diketahui, perhitungan titik impasnya adalah Titik impas (dalam rupiah)
= Biaya tetap
Rasio marjin kontribusi Berikut ini contoh perhitungan titik impas dengan menggunakkan metode kontribusi unit sebagai berikut : Diasumsikan harga jual per unit VCD player Rp 250.000, biaya variabel per unit VCD player 150.000, dan biaya tetap 70.000.000. Titik impas ( dalam unit )
= Biaya tetap / marjin kontribusi per unit = 70.000.000 / (250.000 – 150.000) = 70.000.000 / 100.000 = 700 unit VCD player
Titik impas ( dalam rupiah ) = Biaya tetap / rasio marjin kontribusi = 70.000.000 / (100.000/250.000) = 70.000.000 / 40% = Rp 175.000.000 II.5.6. Perhitungan Titik Impas Multiproduk Berdasarkan Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2005), perhitungan titik impas banyak produk dapat dijelaskan dengan contoh perhitungan sebagai berikut : Diasumsikan, Northstar Company memperkirakan bauran produk yang akan dijual pada periode mendatang sebagai berikut : Produk
Harga Jual per Unit
Biaya Variabel per Unit
Bauran Penjualan yang Diperkirakan
A
Rp 180
Rp 100
1
30
B
110
70
2
Jika bauran produk tersebut diperkirakan tanpa mempedulikan tingkat penjualan, maka biaya variabel per rupiah pendapatan penjualan ditentukan sebagai berikut : V=
=
=
= 0,60
Jika biaya tetap diperkirakan sebesar Rp 1.600.000, maka titik impas diukur dalam pendapatan penjualan adalah : R (BE) =
=
=
= Rp 4.000.000
Untuk mencapai laba sebesar Rp 400.000 dengan bauran produk ini, maka pendapatan penjualan dapat dihitung sebagai berikut : R=
=
=
= Rp 5.000.000
Setelah titik impas ditentukan, maka total pendapatan penjualan dari kelompok atau paket produk hipotesis ini dihitung. Pendapatan dari paket dibagi menjadi pendapatan yang diperlukan untuk mencapai titik impas. Hasilnya dikalikan dengan kuantitas masing-masing produk yang harus dijual untuk mencapai titik impas. Jika satu unit produk A diperkirakan akan dijual untuk setiap 2 unit produk B yang terjual, maka paket hipotesis terdiri dari satu unit produk A dan 2 unit produk B. Untuk Northstar Company, paket dapat dijual seharga Rp 400 [(1 unit A x Rp 180 per unit) + (2 unit B x Rp 110 per unit)]. Kuantitas dari setiap produk yang akan dijual untuk mencapai titik impas dengan bauran penjualan ini dapat ditentukan sebagai berikut : Q(BE) =
=
= 10.000 paket hipotesis
10.000 paket x 1 unit A per paket = 10.000 unit A 10.000 paket x 2 unit B per paket = 20.000 unit B 31
Kuantitas dari setiap produk yang akan dijual untuk mencapai pendapatan penjualan sebesar Rp 5.000.000 dan laba sebesar Rp 400.000, maka dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut : Q=
=
= 12.500 paket hipotesis
12.500 paket x 1 unit A per paket = 12.500 unit A 12.500 paket x 2 unit B per paket = 25.000 unit B Berdasarkan bauran penjualan yang terdiri dari 1 unit produk A dan 2 unit produk B, maka Northstar Company akan memperoleh laba sebesar Rp 400.000 jika perusahaan menghasilkan pendapatan penjualan sebesar Rp 5.000.000 yang dapat ditentukan sebagai berikut : Penjualan : Produk A (12.500 unit dengan harga Rp 180)……Rp 2.250.000 Produk B (25.000 unit dengan harga Rp 110)……Rp 2.750.000
Rp 5.000.000
Dikurangi harga pokok penjualan variabel………………. Produk A (12.500 unit dengan harga Rp 100)….. Rp 1.250.000 Produk B (25.000 unit dengan harga Rp 70)…… Rp 1.750.000
Rp 3.000.000
Margin kontribusi………………………………………..
Rp 2.000.000
Dikurangi biaya tetap……………………………………..
Rp 1.600.000
Laba operasi……………………………………………….
Rp
400.000
II.5.7. Grafik Titik Impas Mengacu pada pendapat Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2005), titik impas dapat dilakukan secara grafik dimana garis biaya dan penjualan saling berpotongan pada titik impas. 32
Langkah-langkah dalam membuat grafik titik impas sebagai berikut : a. Garis horizontal ( sumbu x ) menunjukkan penjualan dalam unit atau rupiah. b. Garis vertikal ( sumbu y ) menunjukkan biaya dalam rupiah. c. Garis biaya tetap digambar sejajar dengan sumbu x pada titik di sumbu y. d. Garis total biaya digambar dari titik biaya tetap di sumbu y sebelah kiri ke titik biaya di sumbu y sebelah kanan. e. Garis penjualan digambar dari titik nol di sisi kiri dimana sumbu x dan sumbu y berpotongan ke titik di sumbu y sebelah kanan. f. Garis total biaya memotong garis penjualan menunjukkan titik impas. g. Area segitiga di sebelah kiri titik impas menunjukkan area rugi dan area segitiga di sebelah kanan menunjukkan are laba. Berikut ini, grafik titik impas dapat digambarkan sebagai berikut : y Garis penjualan Area laba
Garis total biaya B i a y a
Area biaya variabel
Titik impas Garis biaya tetap Area biaya tetap
Area rugi x 0
Volume penjualan
Gambar 2.5 Grafik Titik Impas II.5.8. Margin Kontribusi dan Rasio Margin Kontribusi Pengertian margin kontribusi dan rasio margin kontribusi menurut beberapa para ahli sebagai berikut : 33
Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2005:273) menyatakan “ Margin kontribusi per dolar penjualan, juga disebut sebagai rasio margin kontribusi (contribution margin ratio-C/M), adalah bagian dari setiap dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba”. Garrison, Noreen, dan Brewer yang diterjemahkan oleh Hinduan,N. (2006:286) memeberikan definisi sebagai berikut :“ Margin kontribusi (contribution margin) adalah jumlah yang tersisa dari penjualan setelah dikurangi biaya variabel”. Blocher et al yang diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Penerbit Salemba. (2007:388) menyatakan “ Margin kontribusi per unit ( unit contribution margin ) merupakan selisih antara harga jual per unit dan biaya variabel per unit : p – v = Margin kontribusi per unit”. Selain itu, dijelaskan bahwa “ Kontribusi laba per dolar penjualan disebut rasio margin kontribusi (contribution margin ratio), yang merupakan rasio margin kontribusi per unit terhadap harga jual per unit (p-v)/p”. Jadi, margin kontribusi menunjukkan jumlah yang tersisa dari selisih harga jual per unit dengan biaya variabel per unit untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Sedangkan, rasio margin kontribusi menunukkan presentase margin kontribusi per unit terhadap harga jual per unit yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Margin kontribusi dan rasio margin kontribusi dapat dijelaskan dengan rumus matematis sebagai berikut: Margin kontribusi = harga jual per unit – biaya variabel per unit atau Margin kontribusi = penjualan – biaya variabel
Rasio margin kontribusi = Margin kontribusi per unit atau Margin kontribusi 34 Harga jual per unit
Penjualan
II.5.9. Margin Pengaman dan Rasio Margin Pengaman Beberapa para ahli memberikan definisi margin pengaman dan rasio margin pengaman sebagai berikut : Simamora, Henry (2002:188) menyatakan “Margin pengaman penjualan (margin of safety,MS) adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan di atas volume penjualan impas”. Margin pengaman penjualan = Penjualan dianggarkan – Penjualan impas. Selain bisa dinyatakan dalam rupiah, margin pengaman penjualan dapat pula dinyatakan dalam presentase. Presentase margin pengaman penjualan = Margin pengaman penjualan dalam rupiah Penjualan Blocher et al yang diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Penerbit Salemba. (2007:405-406) memberikan definisi sebagai berikut : “Margin aman atau batas aman (margin of safety) adalah jumlah penjualan (kelebihan) di atas titik impas”. Margin aman = Penjualan yang direncanakan – Penjualan pada titik impas. Juga dijelaskan bahwa “Rasio margin aman (margin of safety ratio) adalah ukuran yang beguna untuk membandingkan risiko dari dua akternatif produk, atau untuk mengukur risiko pada produk yang ada”. Rasio margin aman = Margin aman Penjualan yang direncanakan Jadi, margin pengaman menunjukkan seberapa besar jumlah dimana penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian. Sedangkan, rasio margin pengaman yaitu presentase margin pengaman penjualan terhadap penjualan 35
untuk mengetahui berapa persentase jumlah penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian. Semakin tinggi margin pengaman, maka semakin rendah risiko untuk mengalami kerugian atau mencapai titik impas. Rumus margin pengaman dan rasio margin pengaman secara matematis sebagai berikut : Margin Pengaman = Penjualan aktual – Penjualan titik impas Rasio Margin Pengaman = Penjualan aktual – Penjualan titik impas Penjualan aktual II.5.10. Degree of Operating Leverage (DOL) Beberapa para ahli mendefinisikan degree of operating leverage (DOL) sebagai berikut : Gitman (2006:538) menyatakan “Operating leverage is concerned with the relationship between the firm’s sales revenue and its earning before interest and taxes, or EBIT”. Artinya pengungkit operasi berkaitan dengan hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dan laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT . Raiborn dan Kinney (2009:336) memberikan definisi DOL sebagai berikut : “ The degree of operating leverage (DOL) measures how a percentage change in sales from the current level will affect company profits”. The computation of DOL follows : DOL = CM / Profit before tax. Artinya tingkat leverage operasi (DOL) mengukur bagaimana perubahan persentase penjualan pada tingkat saat ini akan mempengaruhi laba perusahaan. Perhitungan DOL berikut ini : DOL = CM / Laba sebelum pajak. Jadi, degree of operating leverage (DOL) menunjukkan bagaiman perubahan persentase penjualan akan mempengaruhi laba perusahaan. Semakin tinggi DOL, maka semakin besar persentase peningkatan laba. Semakin kecil DOL, maka semakin kecil persentase peningkatan laba. DOL dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut : Degree of operating leverage (DOL) = Margin Kontribusi EBIT
36
II.6. Strategi Perencanaan Laba Operasi Strategi perencanaan laba operasi yang dilakukan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan itu sendiri karena menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba maksimum. Untuk memperoleh laba maksimum, perusahaan harus melakukan strategi perencanaan laba dengan beberapa langkah seperti menekan biaya produksi maupun operasi dengan mempertahankan harga jual dan volume penjualan, menentukan harga jual sesuai dengan laba yang diharapkan, serta meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Jadi, strategi perencanaan laba sangat penting bagi perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimum. II.6.1. Pengertian Strategi David yang diterjemahkan oleh Saroso,D. (2004:15) memberikan definisi strategi sebagai berikut : “ Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang”. Sementara itu, Cullen dan Parboteeah (2008:28) menyatakan “ Strategy is defined here as the maneuvers or activities that managers use to sustain and increase organizational performance”. Artinya strategi didefinisikan sebagai langkah atau kegiatan yang dilakukan manajer untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Jadi, strategi dapat didefinisikan sebagai cara atau langkah yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja perusahaan baik di masa kini maupun di masa depan. II.6.2. Pengertian Perencanaan Laba Operasi 37
Beberapa para ahli mendefinisikan perencanaan laba operasi sebagai berikut : Simamora, Henry (2002:5) menyatakan “Perencanaan (planning) berarti penyusunan gambaran financial dan operasional rinci kegiatan-kegiatan yang direncanakan” Shim, J.K. & Siegel, J.G. (2009:3) memberikan definisi sebagai berikut:“ Planning is determining the activities to be accomplished to achieve objectives and goals”. Artinya perencanaan yaitu menentukan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan. Carter, Usry yang diterjemahkan oleh Krista. (2005:4) menyatakan “ Perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan”. Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh Adhariani, D.(2005:73) merumuskan perhitungan matematis mengenai laba operasi sebagai berikut : “ Laba operasi = pendapatan operasi total – harga pokok penjualan dan biaya operasi (tidak termasuk pajak)”. Sementara itu, Subramanyam, K.R. & Wild,J.J. (2009:334) memberikan definisi mengenai laba operasi sebagai berikut: Operating income is a measure of company income from ongoing operating activities. There are three important aspects of operating income. First, operating income pertains only to income generated from operating activities. Therefore, any revenues (and expenses) not related to business operations are not part of operating income. Second, and related to the first, operating income focuses on income for the company as a whole rather than for debt and equity holders. This means that financing revenues and expenses (mainly interest expense) are excluded when measuring operating income. Third, operating income pertains only to ongoing business activities. This means any income or loss pertaining to discontinued operations is excluded from operating income.
38
Artinya : Laba operasi merupakan ukuran laba perusahaan dari aktivitas operasi yang sedang berlangsung. Ada tiga aspek penting dari laba operasi. Pertama, laba operasi hanya berkaitan untuk pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas operasi. Oleh karena itu, setiap pendapatan (dan biaya) yang tidak terkait dengan operasi bisnis bukan bagian dari laba operasi. Kedua, laba operasi berfokus pada pendapatan perusahaan secara keseluruhan dan bukan untuk pemegang hutang dan ekuitas. Ini berarti bahwa pembiayaan pendapatan dan beban (terutama beban bunga) dikecualikan ketika mengukur laba operasi. Ketiga, laba operasi hanya berkaitan dengan kegiatan usaha yang sedang berlangsung. Ini berarti setiap laba atau rugi yang berkaitan dengan operasi dalam penghentian akan dikeluarkan dari laba operasi. Jadi, perencanaan laba operasi dapat didefinisikan sebagai proses yang dirancang atau direncanakan perusahaan mengenai gambaran pendapatan dan biaya (biaya produksi dan biaya operasi) yang dihasilkan dari aktivitas operasi yang sedang berlangsung untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan yaitu pencapaian laba maksimum.
II.7. Penelitian Terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian penulis dalam memilih topik mengenai analisis biaya-volume-laba sebagai berikut : Utami, W.M.A dan Kuang, T.M. (2003) melakukan penelitian mengenai aplikasi cost-volume-profit analysis sebagai alat perencanaan laba jangka pendek (regression method). Penelitian ini dilakukan pada PT X yaitu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan komponen barang-barang elektronik berbahan dasar logam & plastik yang berlokasi di Cikarang. Tujuan dari penelitian ini yaitu memberikan model 39
cost-volume-profit analysis yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan perencanaan laba jangka pendek serta memberikan teknik-teknik pengklasifikasian costs ke dalam fixed cost dan variable cost pada PT X. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode cost estimation approach untuk pengklasifikasian biaya yang terdiri dari account analysis method dan quantitative analysis method ( regression analysis method dengan pertimbangan Economic Plausability dan r2 > 20% ) serta pengaplikasian cost-volume-profit analysis dengan melakukan perhitungan contribution margin, breakeven dengan equation method dan grafik, target operating income (TOI), target net income and income taxes, margin of safety, operating leverage serta aplikasi manajerial dari cost-volume-profit analysis. Hasil penelitian menyatakan bahwa hasil estimasi dari quantitative analysis method yaitu Y = Rp 384.149.749.111.480 + Rp 1.295.900.690.082.340 X. Selain itu, hasil estimasi lainnya dari pengaplikasian costvolume-profit analysis yaitu contribution margin sebesar Rp 711.396 per unit atau 25% dengan profit Rp 48.045.460.374.790, titik impas terjadi pada penjualan produk sebanyak 180.093.130 unit pada nilai penjualan Rp 1.535.990.962.920.992, TOI dengan laba yang diharapkan Rp 3.000.000.000 maka perusahaan harus menjual produk sebanyak 539.998.467 unit, target net income and income tax dengan laba Rp 3.000.000.000 dan pajak 40% maka perusahaan harus menjual produk sebanyak 540.001.278 unit, MOS sebesar 160.005.751 unit atau 23% serta operating leverage sebesar 9. Hasil dari aplikasi manajerial cost-volume-profit analysis adalah jika PT X meningkatkan penjualan dan harga jual, menurunkan variabel cost dan fixed cost maka PT X akan mendapatkan laba maksimum ; sedangkan jika PT X meningkatkan variabel cost dan fixed cost, menurunkan harga jual dan volume penjualan maka PT X akan mendapakan kerugian serta jika PT X meningkatkan atau menurunkan semua 40
komponennya ( harga jual, volume penjualan, dan biaya variabel serta biaya tetap), maka PT X masih mendapatkan laba maksimum. Martusa, R dan Wijaya, V. (2011) melakukan penelitian mengenai peranan analisis cost-volume-profit dalam upaya merencanakan laba perusahaan. Penelitian dilakukan pada CV Permata Sejati yaitu perusahaan distributor makanan beku di Bandung dengan dimensi data yang akan diteliti yaitu data biaya pemasaran selama 2 tahun. Metode analisis yang digunakan yaitu melakukan pemisahan biaya semivariabel ke dalam komponen tetap dan variabel tahun 2007-2008, analisis break-even point dalam unit dan rupiah penjualan tahun 2007-2008, margin of safety tahun 2007-2008, contribution margin tahun 2007-2008 serta analisis perencanaan laba tahun 2009 dengan meningkatkan laba 20% serta perubahan variabel-variabel terhadap tingkat laba yang direncanakan. Selain itu, penulis juga melakukan metode korelasi sederhana berdasarkan perencanaan laba tahun 2009 dengan meningkatkan laba dan volume penjualan 20% dan harga jual konstan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel serta pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan kedua variabel signifikan atau tidak. Variabel yang dibuat penulis yaitu variabel independen (x) berupa biaya pemasaran, volume penjualan, dan harga jual serta variabel dependen (y) berupa tingkat laba. Hasil penelitian menyatakan bahwa jumlah biaya tetap dan biaya variabel berdasarkan pemisahan biaya pemasaran pada pada tahun 2007 yaitu Rp 522.950.000 dan Rp 774.192.586 serta tahun 2008 yaitu Rp 674.387.500 dan Rp 1.027.213.058. Selain itu hasil dari analisis break-even point dalam unit dan rupiah pada tahun 2007 yaitu 30.315 ton / Rp 606.318.840,6 serta tahun 2008 yaitu 39.985 ton / Rp 799.700.581,1 ; margin of safety pada tahun 2007 dan 2008 yaitu Rp 5.025495.243,4 (89,23%) dan Rp 5.755.219.641,9 (87,80%) ; contribution margin pada tahun 2007 dan 41
2008 yaitu Rp 4.857.621.498 (86,25%) dan Rp 5.527.707.165 (84,33%) serta analisis perencanaan laba pada tahun 2009 dengan target laba 20% dari tahun 2008 menghasilkan unit produk yang harus dijual yaitu 385.298 ton / Rp 7.705.882.957 . Hasil dari perubahan-perubahan variabel seperti peningkatan biaya variable dan volume penjualan, peningkatak biaya tetap dan volume penjualan, peningkatan biaya tetap dan
volume penjualan serta penurunan harga jual, peningkatan biaya tetap dan volume penjualan serta penurunan biaya variabel, maka CV Permata Sejati masih mendapatkan laba maksimum. Kemudian, hasil dari metode korelasi sederhana yaitu r=1 yang berarti variabel x dan variabel y mempunyai korelasi sempurna dengan arah korelasi positif atau searah serta adjusted R Square yaitu 100% yang berarti peranan analisis costvolume-profit terhadap perencanaan laba sebesar 100% dimana menunjukkan bahwa 100% variasi dari perencanaan laba dapat dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independen yaitu biaya pemasaran, volume penjualan, dan harga jual. Hasil dari pengujian hipotesis bahwa ρ-value = 0,000 maka ρ-value ≤ α (0,05) yang artinya HO ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara biaya pemasaran, volume penjualan, dan harga jual dengan perencanaan laba.
42