BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggotaanggota di perusahaan. Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan (2005:269) yaitu hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Menurut Brigham dan Houston (2006:69) para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Menurut Eisenhard (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori keagenan dilandasi oleh tiga buah asumsi, yaitu:
9
10
1. Asumsi tentang sifat manusia. Menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (selfinterest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). 2. Asumsi tentang keorganisasian. Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. 3. Asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut sebagai manusia akan berindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004). Unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agent, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara principal dan agent. Menurut Arifin (2005:7-8) teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan
11
agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan kuasa atau wewenang kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Dengan demikian, kontrak kerja yang baik antara prinsipal dan agen adalah kontrak kerja yang menjelaskan apa saja yang harus dilakukan manajer dalam menjalankan pengelolaan dana yang diinvestasikan dan mekanisme bagi hasil berupa keuntungan, return dan risiko-risiko yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Teori
agensi
mengasumsikan
bahwa
masing-masing
individu
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan konflik antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat.
Sedangkan
agen
termotivasi
untuk
memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya. Principal
akan
menugaskan
agent
untuk
meningkatkan
kemakmurannya. Namun sebaliknya, manajer sebagai agent juga mempunyai dorongan untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri antara lain dengan melakukan manajemen laba (earnings management). Perbedaan kepentingan antara principal dan agent ini mengakibatkan adanya konflik keagenan. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional
12
perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Dalam konsep teori agensi, manajemen sebagai agen seharusnya bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Namun, tidak menutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utilitasnya. Manajemen dapat
melakukan
tindakan-tindakan
yang
tidak
menguntungkan
perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang dapat merugikan
kepentingan
perusahaan.
Bahkan
untuk
mencapai
kepentingannya sendiri, manajemen dapat bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri yang dilakukan oleh agent tersebut mengakibatkan diperlukannya suatu mekanisme yang dapat meminimalisir tindakan tersebut. Corporate Governance merupakan mekanisme yang dipercaya dapat mengendalikan dan mengawasi tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan yang dilakukan oleh agent. B. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Corporate Governance atau yang dikenal dengan nama tata kelola perusahaan muncul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengelolaan perusahaan yang menimbulkan terjadinya agency problem yang dapat menyebabkan agency conflict. Dimana agency problem adalah konflik akibat perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemilik perusahaan. Melihat situasi tersebut maka para pemegang saham merasa
13
perlu melakukan pengawasan terhadap manajemen. Sistem pemonitoran serta pengawasan tersebut dikenal dengan istilah tata kelola perusahaan (corporate governance). Pandangan teori keagenan di mana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Hal ini dapat timbul karena manajemen dapat menyusun laporan laba demi kepentingannya dan bukan untuk kepentingan prinsipal atau dengan kata lain manajemen dapat bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik (best interest) prinsipal. Dalam hal kondisi seperti ini, diperlukan suatu mekanisme pengendalian
untuk
menyejajarkan
perbedaan
kepentingan
antara
manajemen dengan prinsipal. Apabila kepentingan manajemen dan pemilik dapat diselaraskan, maka kinerja perusahaan akan meningkat sehingga menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham. Oleh karena itulah good corporate governance dianggap perlu. Saat ini pemahaman mengenai corporate governance telah banyak berkembang baik secara teoritis maupun empiris. Hal ini dikarenakan peran penting dari tata kelola perusahaan (corporate governance) yang telah tebukti keberhasilannya dalam menghadapi kondisi ekonomi yang tidak menentu. Selai itu, corporate governance juga merupakan salah satu faktor yang diperhatikan oleh para investor dalam melakukan investasi.
14
Dapat dikatakan bahwa pemahaman mengenai tata kelola perushaan merupakan tuntutan juga terhadap pengelolaan perusahaan agar menjadi lebih baik. 1. Pengertian Corporate Governance Corporate
governance
menurut
Organization
for
Economic
Coorperation and Development (OECD) adalah sebagai berikut: Corporate governance merupakan struktur hubungan serta kaitannya dengan tanggung jawab diantara pihak-pihak terkait yang terdiri dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan komisaris termasuk manajer yang dibentuk untuk mendorong terciptanya suatu kinerja yang kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Sedangkan
menurut
The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance (IICG), corporate governance yaitu: Coporate governance merupakan proses struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama untuk meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: Corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut (Kim dkk, 2010) Corporate Governance adalah sebagai berikut: Corporate governance merupakan suatu pengawasan dan penyimpangan yang terintegrasi serta rumit yang dilibatkan untuk mencegah serta mengatasi timbulnya konflik yang dapat
15
menyebabkan agency problem dimana pihak yang melakukan pemonitoran dapat dibedakan menjadi pihak-pihak dari dalam struktur perusahaan, pihak yang berasal dari luar perusahaan dan berasal dari pemerintah. 2. Mekanisme Corporate Governance Menurut Utama dan Afriani (2003) mekanisme dalam penerapan corporate governance merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik agensi yang terjadi di dalam perusahaan (Prasetyo, 2009). Mekanisme ini terbagi menjadi dua, yaitu: a. Mekanisme internal (internal mechanism), merupakan mekanisme yang digunakan oleh perusahaan untuk menyelesaikan konflik agensi dengan memanfaatkan pengendalian yang berasal dari intern perusahaan. Jenis pengendalian intern tersebut dapat berasal dari dewan direksi, dewan komisaris, komite audit, pengungkapan keuangan (financial disclosure), struktur kepemilikan dan kompensasi eksekutif. Pengendalian ini dalam perusahaan seperti dewan komisaris dan dewan direksi yang baik terbukti telah memberi pengaruh positif terhadap penciptaan good corporate governance. b. Mekanisme eksternal (external mechanism), merupakan mekanisme pengontrolan yang menggunakan perangkat yang berasal dari ekstern atau luar perusahaan. Perangkat dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik agensi adalah dari faktor ekonomi, hukum dan sosial. Perangkat-perangkat tersebut dapat digunakan untuk mengendalikan jalannya perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham dan stakeholders. Salah satu contoh perangkat ekonomi yang dapat
16
digunakan berasal dari pasar uang dan pasar modal. Selai itu, adanya perangkat hukum dan perundang-undangan yang lengkap, penegakan hukum yang adil, pasar barang dan jasa yang aktif dan terbuka serta konsumen yang sadar akan hak dan kewajibannya lebih berperan untuk mendisiplinkan manajer. Mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris, dan komite audit. 1) Kepemilikan Manajerial Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008) menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Sehingga permasalahan keagenan dapat diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer dianggap sebagai seorang pemilik. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsider ownership), sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Menurut Lee et al (1992) dalam Fidyati (2004) menemukan bukti bahwa earning management yang dilakukan mempunyai hubungan negatif dengan kepemilikan manajerial. Hal ini berarti semakin tinggi
17
saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin tinggi kualitas laba. 2) Kepemilikan Institusional Menurut teori keagenan, adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan, yaitu adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Hal ini dapat memicu terjadinya manajemen laba. Kepemilikan saham oleh investor institusional berperan untuk memonitor kinerja manajemen perusahaan dengan lebih efektif dan mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan agar manajemen perusahaan tidak bertindak sesuai keinginannya sendiri (Iqbal, 2007). Investor institusional dianggap memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan dengan investor individual. Menurut Lee et al (1992) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyebutkan dua pendapat mengenai investor institusional, yaitu investor institusional sebagai pemilik sementara dan sebagai investor yang berpengalaman. Pendapat yang pertama, investor institusional sebagai pemilik sementara lebih memfokuskan pada laba sekarang yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Jika perubahan laba tidak menguntungkan investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Pada umumnya investor institusional memiliki saham dengan jumlah yang besar, sehingga jika mereka melikuidasi
18
sahamnya akan mempengaruhi kualitas laba perusahaan secara keseluruhan. Pendapat kedua memandang investor institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih terfokus pada laba masa datang yang relatif lebih besar dari laba sekarang. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. 3) Dewan Komisaris Komposisi dewan komisaris yang terdiri dari dewan komisaris dan komisaris independen merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Komisaris independen mempunyai peran penting dalam aktivitas pengawasan perusahaan. Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Herawaty (2008) menyatakan bahwa komisaris independen dapat memonitor manajemen dalam rangka menyelaraskan perbedaan
19
kepentingan antara pemilik dan manajemen. Semakin besar proporsi komisaris independen, maka dapat mengurangi aktivitas manajemen laba yang akan berpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan. 4) Komite Audit Menurut Daniri (2006) dalam Pohan (2008) memaparkan bahwa dewan komisaris wajib membentuk komite audit yang beranggotakan sekurang-kurangnya tiga anggota, diangkat dan diberhentikan serta bertanggung jawab kepada dewan komisaris. Komite audit yang beranggotakan sedikit, cenderung dapat bertindak lebih efisien, namun juga memiliki kelemahan, yakni minimnya ragam pengalaman anggota, sehingga anggota komite audit seharusnya memiliki pemahaman memadai tentang pembuatan laporan keuangan dan prisipprinsip pengawasan internal. Kualifikasi terpenting dari anggota komite audit terletak pada common sense (pemikiran yang sehat), kecerdasan dan suatu pandangan yang independen. Siallagan dan Machfoez (2006) menjelaskan komite audit mengingatkan integritas dan kredabilitas pelaporan keuangan melalui: a. Pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal. b. Menggunakan prinsip akuntansi berterima umum. c. Mengawasi proses audit secara keseluruhan.
20
Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekunsi pada laporan keuangan yaitu: a. Berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat. b. Berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat. c. Berkurangnya tidakan kecurnagan manajemen dan tindakan illegal. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba (Boediono, 2005). Dengan demikian diharapkan investor dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan. 3. Manfaat Corporate Governance Pelaksanaan yang sesuai dengan aturan terhadap prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) akan mempunyai pengaruh yang positif untuk kegiatan bisnis perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari keuntungan yang akan diperoleh dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Menurut For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) terdapat beberapa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan jika dapat menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik (good corporate governance), yaitu: a. Membantu dalam memudahkan untuk meningkatkan capital. b. Perusahaan dapat menurunkan cost of capital.
21
c. Memperbaiki kinerja perusahaan juga secara tidak langsung akan memperbaiki kondisi ekonomi. d. Mempunyai pengaruh yang cukup untuk harga saham. Menurut (IICG, 2000) keuntungan lain ketika perusahaan menetapkan good corporate governance antara lain: a. Meminimalkan biaya keagensian (agency cost) Biaya yang ditimbulkan dari pendelegasian wewenang kepada manajemen dari para pemegang saham dapat menimbulkan kerugian. Hal ini dikarenakan manajemen menggunakan kekayaan perusahaan untuk kepentingan pribadi. Selain itu adanya pengawasan yang dilakukan akan mencegah manajemen untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pemegang saham sehingga biaya atau kerugian akibat dari manajemen dapat berkurang. b. Meminimalkan cost of capital Kreditur merupakan salah satu komponen penting dalam pertumbuhan perusahaan. Agar dapat mencapai pertumbuhan perusahaan yang diinginkan makan manajemen atau perusahaan harus memperlihatkan kepada kreditur bahwa kondisi bisnis perusahaan dalam keadaan sehat dan baik. Dengan kondisi perusahaan yang baik dan bersih akan memudahkan perusahaan untuk mendapatkan persetujuaan dari kreditur atas modal yang diajukan. Dengan kemudahan dalam
22
mendapatkan modal maka perusahaan dapat menciptakan barangbarang atau produk yang berkualitas serta kompetitif. c. Meningkatkan nilai saham perusahaan Good corporate governance menghasilkan pengaruh yang postif terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan tersebut akan menunjukkan bahwa kondisi perusahaan dalam kedaan sehat dan baik sehingga akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya. Adanya penanaman modal yang besar oleh para investor akan menghasilkan peningkatan pada nilai saham perusahaan. d. Meningkatkan citra perusahaan Corporate governance dapat meningkatkan citra perusahaan karena dengan tata kelola perusahaan yang baik akan memperlihatkan bahwa operasi perusahaan tersebut
dilakukan dengan baik sehingga
masyarakat menilai bahwa perusahaan tersebut baik karena memiliki good corporate governance. 4. Sasaran Utama Corporate Governance Menurut (Siswantaya, 2007) sasaran utama corporate governance yaitu: a. Secara internal yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin berjalannya fungsi dari organ-organ perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) secara seimbang. Hal ini berkaitan dengan masalah tersebut antara lain adanya pemenuhan hak-hak pemegang saham secara adil,
23
pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris, serta pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh direksi. b. Secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab perusahaan kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada peraturan yang ada. Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) pada tahun 1999 (direvisi pada tahun 2004) telah menerbitkan dan mempublikasikan OECD Principles of Corporate governance untuk membantu
mengevaluasi
dan
meningkatkan
kerangka
hukum,
institusional, dan regulatori corporate governance dan memberikan pedoman dan saran-saran untuk pasar modal, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peran dalam pengembangan corporate governance. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikemukakan oleh OECD (2004) yaitu: a. Memastikan dasar bagi kerangka corporate governance yang efektif (Ensuring The Basis for an Effective Corporate governance Framework) Kerangka corporate governance harus meningkatkan pasar yang transparan dan efisien, konsisten dengan aturan hukum dan secara jelas mengartikulasikan pembagian kewajiban antara pengawas, regulator dan otoritas pelaksanan yang berbeda.
24
b. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan kunci (The Rights of Shareholders and Key Ownership Functions) Kerangka
corporate
governance
harus
melindungi
dan
memfasilitasi penggunaan hak-hak pemegang saham. c. Persamaan perlakuan bagi pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders) Kerangka corporate governance harus memastikan persamaan perlakuan bagi seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk memperoleh penggantian kembali secara efektif atas pelanggaran hak-hak mereka. d. Peranan shareholder dalam corporate governance (The Role of Stakeholders in Corporate governance) Kerangka
corporate
governance
harus
mengakui
hak-hak
stakeholder yang ditetapkan oleh hukum atau melalui mutual agreement (kesepakatan bersama) dan mendorong kerjasama aktif antara korporat dan stakeholder dalam menciptakan kemakmuran, pekerjaan, dan perusahaan yang berkelanjutan. e. Pengungkapan dan transparansi (Disclosure and Transparency) Kerangka corporate governance
harus
memastikan
bahwa
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat telah dibuat atas semua hal yang material menyangkut korporat, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan.
25
f. Kewajiban dewan (The Responsibilities of the Board) Kerangka corporate governance harus memastikan pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan kepada perusahaan dan pemegang saham. Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2006 telah mengeluarkan Pedoman Umum GCG (Good Corporate Governance) Indonesia. Pedoman GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktik GCG kepada pemangku kepentingan. Dalam pedoman tersebut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) memaparkan azas-azas GCG sebagai berikut : 1) Keterbukaan Informasi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan stakeholder lainnya.
26
2) Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3) Pertanggungjawaban (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai prinsip koprasi yang sehat (good corporate citizen). 4) kemandirian (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
27
C. Laporan Keuangan 1. Pengertian laporan keuangan Pengertian laporan keuangan menurut (Munawir, 2004) adalah: laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas tersebut. Laporan keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Manfaat laporan keuangan Menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) manfaat laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan, prestasi (hasil usaha) perusahaan, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (Ghozali dan Chariri, 2007). Laporan keuangan sangat diperlukan oleh setiap perusahaan untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran dari usahanya. Selain itu, laporan keuangan digunakan sebagai dasar untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut. Ghozali dan Chariri (2007), Ikatan Akuntan Indonesia menekankan pentingnya karakteristik kualitatif dari informasi keuangan yang dihasilkan agar informasi tersebut bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Karakteristik yang digunakan IAI adalah :
28
a. Dapat dipahami (Understandability) Hal ini berarti bahwa kualitas penting yang terdapat dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Dalam hal ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuhan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari. b. Relevan (Relevance) Informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut memiliki manfaat, sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan. c. Keandalan (Reliability) Informasi
harus
dapat
diuji
kebenarannya,
netral,
dan
menggambarkan keadaan secara wajar sesuai peristiwa yang digambarkan. d. Daya banding (Comparability) Suatu informasi dikatakan bermanfaat jika informasi tersebut dapat saling diperbandingkan baik antar periode maupun antar perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia mengidentifikasi para pemakai laporan keuangan
berdasarkan
kepentingan.
Pemakai
laporan
keuangan
menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Para pemakai laporan keuangan (Ghozali dan Chariri, 2007) meliputi :
29
1) Investor Investor berkepentingan dengan risiko dan hasil dari investasi yang mereka lakukan. Informasi dibutuhkan untuk menentukan apakah mereka akan membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Yang biasa dilihat oleh investor adalah informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 2) Kreditor Kreditor menggunakan informasi akuntansi untuk membantu mereka memutuskan apakah pinjaman dan bunganya dapat dibayar pada waktu jatuh tempo. 3) Pemasok Pemasok
membutuhkan
informasi
mengenai
kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya pada saat jatuh tempo. 4) Karyawan Karyawan membutuhkan informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan dan kemampuan memberi pensiun dan kesempatan kerja. 5) Pelanggan Pelanggan berkepentingan dengan informasi tentang kelangsungan hidup perusahaan terutama bagi mereka yang memiliki perjanjian jangka panjang dengan perusahaan.
30
6) Pemerintah Pemerintah berkepentingan dengan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lain-lain. 7) Masyarakat Masyarakat
berkepentingan
dengan
informasi
tentang
kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta berbagai aktivitas yang menyertainya.
D. Kualitas Laba 1. Pengertian Laba Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai ”perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari transaksi periode tersebut dan biaya historis yang sepadan dengannya” (Ma’ruf, 2006) Menurut Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya ada tiga konsep laba yang umum digunakan dalam ekonomi, yaitu : a. Psychic income, yang menunjukkan konsumsi barang atau jasa yang dapat memenuhi kepuasan dan keinginan individu. b. Real income, yang menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh kenaikan cost of living (biaya hidup). c. Money income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumbersumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi sesuai dengan cost of living.
31
Laba merupakan indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan kinerja operasional perusahaan. Menurut IAI informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. Berdasarkan informasi laba, para pengguna laporan keuangan baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan akan menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang menyangkut perusahaan. Ghozali dan Cahriri (2007) menyatakan informasi tentang laba dapat digunakan sebagai: 1) Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat pengembalian. 2) Pengukur prestasi manajemen. 3) Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. 4) Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara. 5) Dasar kompensasi dan pembagian bonus. 6) Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 7) Dasar untuk kenaikan kemakmuran. 8) Dasar pembagian dividen.
32
2. Tujuan Informasi Laba Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Salah satu tujuan dasar yang diasumsikan paling penting untuk semua pemakai laporan keuangan adalah kebutuhan untuk membedakan modal yang diivestasikan dan laba, antara saham dan arus, sebagai bagian dari proses akuntansi. Menurut Sri Rahayu (2007) tujuan spesifik pelaporan laba yaitu: a. Penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen. b. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalakan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian dividen masa depan. c. Penggunaan laba sebagai pengukuran pencapaian dan sebagai pedoman untuk keputusan manajerial masa depan. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba. Laba sering dijadikan landasan untuk mengambil keputusan dan menyusun kontrak kerja oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Laba dipakai sebagai salah satu dasar untuk memberikan bonus kepada manajer, juga salah satu kriteria penilaian kinerja perusahaan. Perusahaan dengan laba yang tinggi dianggap lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan perusahaan dengan laba yang rendah.
33
3. Pengertian Kualitas Laba Banyak pendapat dan pandangan tentang mendefinisikan sebuah kualitas
laba
yang
muncul
dari
para
ahli
tentang
bagaimana
menggambarkan atau menggolongkan suatu laba yang berkualitas yang diperoleh suatu perusahaan dari hasil operasinya. Belum ada kesepakatan yang pasti dan baku menyatakan seperti apa laba berkualitas. Namun demikian banyak pihak yang setuju bahwa laba yang berkualitas adalah laba yang dihasilkan oleh operasi utama perusahaan tersebut dan mempunyai presistensi di masa-masa mendatang (Nordiawan 2002). Laba dapat dijadikan suatu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja operasional
perusahaan. Informasi tentang laba digunakan untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba digunakan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan (Siallagan dan Machfoeds, 2006). Siregar dan Utama (2005) menyatakan bahwa salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan merupakan laba yang dihasilkan perusahaan. (Schipper dan Vincent, 2003) menyebutkan kualitas laba dan kualitas laporan dan kualitas laporan keuangan merupakan hal penting bagi orang yang menggunakan laporan keuangan untuk kontrak dan pengambilan keputusan investasi. Kualitas laba merupakan kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dengan laba ekonomi. Laba yang baik dari hasil operasi perusahaan yang dapat digunakan jumlahnya dan tetap bertahan
34
dalam satu periode berikutnya. Laba tersebut harus merupakan laba perusahaan yang sesungguhnya dan dalam pelaporan keuangan yang sesungguhnya, sehingga tidak memberikan kekeliruan informasi tentang pelaporan laba yang akan berguna bagi para investor dan stakeholders lainnya. (Yee, 2006) mengungkapkan bahwa laporan laba memiliki dua peranan. Pertama, sebagai atribut dasar (fundamental attributes), dan kedua sebagai atribut pelaporan keuangan (financial reporting attributes). Laba fundamental (fundamental earnings) adalah ukuran profitabilitas akuntansi yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar dividen di masa depan. Pada sisi lain, laba yang dilaporkan (reported earnings) merupakan pertanda kurang baik yang harus diumumkan oleh perusahaan. Kualitas laba menunjuk pada seberapa cepat dan tepat laba yang dilaporkan mengungkapkan laba fundamental. Semakin tinggi kualitas laba, maka semakin cepat dan tepat laba yang dilaporkan menyampaikan nilai sekarang dari dividen yang diharapkan. Kualitas laba menjadi perhatian para pengguna laporan keuangan Karena laba berperan penting dalam pembuatan perjanjian dan keputusan investasi. Salah satu ciri yang menentukan kualitas laba adalah hubungan antara laba akuntansi dengan arus kas. Makin tinggi korelasi antara laba akuntansi dengan arus kas maka makin tinggi kualitas laba. Hal ini disebabkan karena makin banyak transaksi pendapatan dan biaya yang merupakan transaksi kas dan bukan merupakan akrual atau deferral, maka
35
makin obyektif pengakuan pendapatan dan biaya dalam laporan laba-rugi. Oleh karena itu kualitas laba yang tinggi dapat direalisasikan kedalam kas (Darsono dan Ashari, 2005: 73).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba Dalam menghasilkan sebuah laba berkualitas, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba perusahaan tersebut. Menurut (Nordiawan, 2002), kualitas laba dipengaruhi oleh tiga faktor: a. Prinsip-prinsip akuntansi yang dianut. b. Cara perusahaan bersangkutan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi tersebut. c. Situasi atau kondisi lingkungan tempat perusahaan beroprasi. Selain faktor-faktor tersebut, (Nordiawan, 2002) menyebutkan faktorfaktor penentu kualitas laba, antara lain: a. Arus kas d. Kondisi perekonomian e. Volatilitas usaha f. Keberadaan on-time-event g. Status keuangan h. Kebijakan pajak i.
Kebijakan akuntansi perusahaan
j.
Kualitas aset-aset produksi
36
E. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang hendak dilakukan mengacu pada beberapa penelitian terdahulu baik yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedzs (2003) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan kualitas laba, menemukan hasil yang positif dan signifikan antara kepemilikan manajerial. Mekanisme corporate governance meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan ukuran dewan direksi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap manajemen laba. kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Siallagan dan Machfoedz (2006) meneliti pengaruh terhadap nilai perusahaan dengan kualitas laba sebagai variabel intervening. Variabel corporate governance yang diteliti adalah kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan komite audit. Hasil yang diketahui dari penelitian ini adalah Kepemilikan manajerial secara positif berpengaruh terhadap kualitas laba, dewan komisaris secara negatif berpengaruh terhadap kualitas laba, komite audit secara positif berpengaruh terhadap kualitas laba, kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Boediono (2005) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dengan menggunakan analisis jalur. Salah satu
37
mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial.
Hasil penelitiannya
membuktikan
bahwa
kepemilikan
manajerial memberikan tingkat pengaruh terhadap manajemen laba yang lemah. Ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme kepemilikan manajerial kurang memberikan kontribusi dalam mengendalikan tindakan manajemen laba. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba. Corporate governance merupakan suatu sistem atau acuan bagi seluruh
perusahaan
dalam
menjalankan
dan
mempertahankan
keberlangsungan perusahaan. Dengan adanya skandal kasus yang terjadi pada beberapa perusahaan besar baik di luar ataupun di dalam negeri, maka perhatian khusus tentang adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) yang harus diterapkan oleh seluruh perusahaan makin ditingkatkan. Dengan adanya suatu corporate governance yang diterapkan secara baik dalam perusahaan maka akan dapat mengurangi dan menghindarkan perusahaan dari masalah-masalah keagenan dan penyimpangan (faud) yang mungkin terjadi. Salah satu tujuan
penerapan
good
corporate
governance
untuk
menjaga
kelangsungan perusahaan. Penelitian akademik telah menemukan hubungan antara tata kelola perusahaan yang buruk dan manajemen laba yang lebih besar, menyiratkan kualitas yang lebih rendah. Studi-studi sebelumnya juga menemukan
38
hubungan antara tata kelola perusahaan yang buruk dan kontrol keuangan yang lemah dengan tingkat penyimpangan dari laporan keuangan yang lebih tinggi (Jiang, Lee dan Anandarajan, 2008). Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Corporate Governance dan Kualitas Laba: Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No 1
2
Peneliti / Judul Tahun Midiastuty dan Pengaruh Machfoedzs Mekanisme (2003) Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Kualitas Laba
Gideon SB. Boediono (2005)
Kualitas laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur
Variabel Penelitian Kepemilikan Institusional. Kepemilikan Manajerial. Ukuran Dewan Direksi. Manajemen Laba. Kualitas Laba.
Hasil penelitian
Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Kepemilikan Kepemilikan Institusinal. Institusinal, Kepemilkan kepemilkan Manajerial. manajerial dan Komposisi Dewan komposisi dewan Komisaris. komisaris Manajemen Laba. berpengaruh Kualitas laba. terhadap kualitas laba.
39
3
Hamonangan Siallagan dan Mas’ud Machfoedz (2006)
Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Kepemilikan manajerial. Proporsi dewan komisaris. Komite Audit. Hutang. Ukuran perusahaan. Manajemen laba. Nilai perusahaan.
4
Andri Rachmawati dan Drs. Hanung Triatmoko (2007)
Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Investment Opportunity Set. Mekanisme Corporate Governance. Kualitas Laba. Nilai Perusahaan.
5
Anisa Larasati (2009)
Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Mekanisme Corporate governance. Kualitas laba. Nilai perusahaan.
Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit mempengaruhi kualitas laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kalitas laba. Dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Kualitas laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Investment Opportunity Set berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Mekanisme Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Mekanisme Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Kualitas laba tidak
40
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sumber: Dari berbagai jurnal dan skripsi
F. Kerangka Pemikiran Teoritis Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2006). Salah satu kepentingan pokok dari pemegang saham adalah
perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang besar sehingga dapat meningkatkan kualitas laba perusahaan. Penerapan
mekanisme
corporate
governance
dalam
sistem
pengendalian dan pengelolaan perusahaan dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya asimetri informasi diantara pihak manajer dan prinsipal. Selain itu, dengan adanya mekanisme corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba perusahaan.
41
1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba Jansen dan Mecklin (1976) dalam Herawaty (2008) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi masalah keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen. Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsider ownership), sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedzs (2003) menemukan hasil yang positif dan signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba perusahaan. 2. Pengaruh kepemilikan istitusional terhadap kualitas laba Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan kepentingan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intensif (Boediono, 2005). Boediono (2005) juga menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laba. Artinya semakin tinggi kepemilikan institusional, maka laba akan semakin berkualitas. Penelitian lain oleh Fidyati (2004) menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba. Hal ini berarti bahwa kepemilikan saham
42
oleh institusi dapat menjadi kendala bagi manajer untuk melakukan manajemen laba sehingga kualitas laba akan meningkat. 3. Pengaruh dewan komisaris terhadap kualitas laba Dewan
komisaris
menggambarkan
puncak
dari
sistem
pengendalian pada perusahaan. Peran pengawasan oleh dewan komisaris ini diharapkan akan meminimalisir konflik keagenan yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham. Penelitian oleh Boediono (2005) yang menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba dengan menggunakan analisis jalur menemukan bukti bahwa dewan komisaris independen mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas laba perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2006) mengatakan bahwa selain konsentrasi juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. 4. Pengaruh komite audit terhadap kualitas laba Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan
43
sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan (Suaryana, 2005). Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengawasi sistem pengendalian internal. Keberadaan komite audit diharapkan dapat mengurangi
sifat
opportunistic
manajemen
yang
melakukan
manajemen laba dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan
pengawasan
pada
audit
eksternal
(Siallagan
dan
Machfoedz, 2006). Komite audit diharapkan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas laba. Berdasarkan keterangan di atas, maka kerangka pemikiran teoritis penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen
Variabel Dependen
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional Kualitas Laba Dewan Komisaris
Komite Audit
e
44
G. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : H1 =
Kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba perusahaan.
H2 = Kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba perusahaan. H3 = Dewan komisaris memiliki pengaruh yang signifikan kualitas laba perusahaan. H4 = Komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba perusahaan. H5 = Kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
dewan
komisaris dan komite audit secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laba perusahaan.