BAB II LANDASAN TEORI
A.
Need for Achievement
1.
Definisi Need for Achievement David McCelland telah memberikan kontribusi bagi pemahaman motivasi
dengan mengidentifikasi tiga macam kebutuhan, yaitu need for Achievement, need for Power, need for affiliation. Menurut McCelland (1987) mengatakan need for achievement adalah proses pembelajaran yang stabil yang mana kepuasan akan didapatkan dengan berjuang dan memenuhi level tertinggi untuk dapat menjadi ahli dibidang tertentu. Pendapat lainnya mengatakan bahwa need for achieement adalah keinginan untuk menantang pekerjaan yang sulit, yang mana orang yang memiliki need for achievement yang tinggi memiliki kontrol terhadap prilaku mereka dan menyukai tantangan yang sulit, sementara karyawan yang memiliki need for achievement yang rendah mudah dipuaskan dengan tantang yang sedikit (Aamodt, 1991). Hal ini dijelaskan kembali oleh Santrok (2003) yang mengatakan bahwa need for achievement adalah keinginan untuk mencapai sesuatu, mencapai standar kemahiran dan meluaskan usaha untuk menjadi ahli. Cook & Hunsaker (2001) mengatakan bahwa need for achievement adalah motif yang dipelajari yang mana kepuasan akan didapatkan saat mengerjakan tugas yang sulit untuk mendapakan sebuah keberhasilan. Need for achievement adalah keinginan untuk menguasai tantangan yang sulit, bersaing dengan orang
Universitas Sumatera Utara
lain, memenuhi standar yang tinggi dan memiliki keinginan untuk mahir pada bidang tertentu (Weitem, 2004). Pendapat lain mengatakan bahwa need for achievement adalah motif yang dipelajari yang bertujuan mencapai suatu standart keberhasilan dan keunggulan pribadi di suatu bidang tertentu (Wade & Tavris, 2008). Need for achievement juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas dengan sasaran secara lebih efektif. Individu-individu yang mempunyai need for achievement yang tinggi cenderung menetapkan sasaran yang cukup sulit dan mengambil keputusan yang lebih beresiko (Grifffin &Moorhead, 2013). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa need for achievement merupakan suatu dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan dengan tantangan yang sulit, memiliki sasaran yang tepat, memilih mengambil keputusan yang beresiko dan mempertimbangan standar keahlian dan kemahiran yang harus dicapai. 2.
Karakteristik Need for Achievement Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki need for
achievement yang tinggi menurut Mc.Clelland (1987), yaitu: a. Inovatif Orang yang memiliki need for achievement adalah orang yang aktif dan menghindari rutinitas. Mereka lebih suka mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik ketika melakukan atau mengerjakan suatu tugas. Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang yang memiliki inovasi yang tinggi, ini dikarenakan mereka lebih menyukai tugas yang sulit, cenderung
Universitas Sumatera Utara
mencari sesuatu yang baru lebih menantang dibandingkan dengan tugas yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Selain itu orang yang memiliki need for achievement yang tinggi selalu memiliki ide dan gagasan untuk dapat melakukan sesuatu yang baru dan melakukan dengan cara yang benar, serta menghindari kecurangan. Sedangkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah cenderung menetap ditempat yang sama, lebih menyukai mengerjakan pekerjaan dengan prosedur yang sama, serta menyukai kegiatan yang memiliki rutinitas yang sama dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah memiliki tingkat kreativitas yang rendah. b. Membutuhkan Feedback Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi menyukai situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan feedback tentang bagaimana pekerjaan yang mereka
lakukan.
Mereka
ingin
mengetahui
sebaik apa
mereka
menyelesaikan masalah dibandingkan mengetahui seberapa baik mereka berbaur dengan orang lain. Selain itu mereka menyukai pekerjaan yang mendapakan feedback yang jelas dan cepat dinilai untuk mengetahui seberapa baik pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka yang memiliki need for achievement menganggap reward sebagai tolak ukur dari keberhasilan bukan hanya sekedar upah yang mereka dapatkan. Hal ini berbanding terbalik dengan orang yang memiliki need for achievement yang rendah, mereka tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan feedback terhadap pekerjaan mereka, selain itu mereka cenderung tidak mengharapkan imbalan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan.
Universitas Sumatera Utara
c. Memiliki Tanggung Jawab Personal terhadap Kinerja Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi akan bertanggung jawab secara personal dengan hasil dari kinerja mereka, karena dengan melakukan hal yang baik dan benar mereka mendapatkan kepuasan. Mereka hanya berfokus pada tugas yang mereka kerjakan untuk dapat selesai dengan baik dan benar tampa memperhatikan hubungan interpersonal dengan orang lain. Selain itu mereka menyukai tugas yang sulit dan menantang dimana mereka akan terlibat langsung dalam menyelesaikan tugas tersebut.
Berbeda dengan orang yang
memiliki need for achievement yang rendah mereka lebih menyukai tugas yang mudah dan menghindari tanggung jawab mereka. Selain itu orang yang memiliki need for achievement yang rendah menghindari situasi yang penuh resiko terhadap mereka. Terakhir adalah orang yang memiliki need for achievement yang rendah lebih menyukai hubungan interpersonal yang baik dibandingkan mengerjakan tugas yang penuh resiko. d. Persistence Orang yang memiliki need for achievement akan bertahan lebih lama pada setiap tugas yang sulit. Mereka tidak menyerah saat melakukan tugas yang sulit dan terus berusaha untuk dapat memecahkan masalah hingga waktu yang ditentukan. Sedangkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah mempunyai ketakutan untuk bertahan saat mengerjakan tugas yang sulit dan mudah menyerah saat menghadapi tugas yang membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya.
Universitas Sumatera Utara
e. Menyukai Tugas yang Sulit dan Menantang Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi lebih mudah didorong untuk mengerjakan tugas yang memiliki resiko yang tinggi, menantang dan berjuang untuk sukses pada tugas yang sulit sekalipun. Saat bersaing dengan orang lain dengan tugas yang sama, orang memiliki need for achievement yang tinggi akan berusaha untuk melebihi orang lain, berusaha untuk melakukan lebih baik dibandingkan orang lain. Mereka juga konsisten saat mengerjakan tugas yang sulit hingga selesai dan harus lebih baik dibandingkan orang lain. Karakteristik ini berbeda dengan orang yang memiliki need for achievement yang rendah. Orang yang memiliki need for achievement yang rendah cenderung memiliki kinerja yang rendah saat menghadapi tugas yang sulit. Hal ini disebabkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah lebih sulit memahami tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, dan memiliki ketakutan untuk gagal. 3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Need for Achievement Mc.Clelland (1987), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
need for achievement adalah sebagai berikut: a.
Faktor Internal
1.
Jenis kelamin McClelland (1987; Schultz & Schultz, 1993) menyatakan bahwa jenis
kelamin juga merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Berdasarkan penelitian Kaufmann dan Richardson (dalam Matlin, 1987), ada dua gagasan mengenai motivasi berprestasi pada wanita, yang pertama adalah bahwa wanita mungkin tidak terlalu termotivasi untuk berprestasi
Universitas Sumatera Utara
seperti pria. Yang kedua bahwa wanita lebih berusaha untuk mencegah agar tidak sukses
karena
beranggapan
bahwa
sukses
itu
akan
mendatangkan
ketidakbahagiaan. Kesuksesan memiliki unsur maskulin, seperti jabatan yang prestise, prestasi yang tinggi dan pencapaian lain yang berhubungan dengan nilainilai tradisional tentang maskulinitas (Henley & Paludi dalam Matlin, 1987). 2.
Usia Schultz (1993) juga mengatakan bahwa usia seseorang juga merupakan
faktor internal yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Kualitas need for achievement akan berubah seiring dengan bertambahnya umur. Motivasi berprestasi tertinggi dijumpai pada usia 20-30 tahun dan mengalami penurunan setelah usia dewasa madia. Hal ini dikarenakan orang yang lebih tua akan mengantikan kembali kesuksesan yang berbeda tidak lagi mengejar tujuan yang sama lagi seperti yang mereka kejar pada umur 20 atau 30 tahun. Mereka memiliki tujuan yang berbeda dengan perilaku kompetisi yang berbeda juga, namun tujuannya adalah untuk mendapat kusuksesan. 3.
Kepribadian Gage dan Berliner (1984) mengemukakan bahwa faktor kepribadian juga
dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Individu yang menganggap keberhasilan adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula dengan individu yang menganggap keberhasilan hanya karena sesuatu diluar dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya perasaan takut terhadap kegagalan.
Csikszentmihalyi
(1988;
Csikszentmihalyi
&
Rathunde,1993)
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa beberapa karakteristik kepribadian akan menjadi presiksi seberapa aktif seseorang dalam mencari tantangan yang mana mereka dapat menggunkan kemampuan terbaik mereka untuk mecapai prestasi. 4.
Self Efficay Self-efficacy adalah keyakinan yang dimilki oleh seseorang untuk
melakukan suatu tugas. Karyawan yang memiliki level self efficacy yang tinggi akan memiliki kineja yang tinggi dan sikap kerja yang baik (Steptoe and Wardle, 2001; Phillips and Gully 1997; Po Yin & Watkins 1998). Bandura mengatakan bahwa prilaku manusa adalah proses pengendalian pikiran yang dapat memicu motivasi untuk melakukan tugas yang menantang. b.
Faktor Eksternal
1.
Tingkat kesulitan dan resiko tugas yang menengah Individu dengan motivasi berprestasi tinggi menganggap tugas dengan
tingkat kesulitan dan resiko yang terlalu mudah atau terlalu sulit tidak akan memberi pengaruh pada motivasi individu tersebut untuk berprestasi. Tugas yang terlalu mudah tidak dapat menunjukkan seberapa baik usaha yang telah dilakukan individu tersebut, karena setiap orang pasti bisa mengerjakan tugas yang mudah tersebut. Demikian pula halnya dengan tugas yang terlalu sulit, individu dengan motivasi berprestasi tinggi tetap tidak dapat melihat sebaik apa usaha yang telah dilakukan karena telah gagal dalam mengerjakan tugas yang terlalu sulit. Berbeda dengan tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang menengah. Tipe tugas ini dapat secara diagnostik menunjukkan bagaimana usaha individu dengan motivasi berprestasi tinggi dalam melakukan tugas tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.
Organisasi Merupakan hal-hal diluar diri individu yang dapat memberikan kepuasan
pada diri individu dalam melakukan sesuatu, misal: reward, feedback, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain. Faktor eksternal lainnya adalah organisasi dimana seseorang bekerja. Organisasi yang mempunyai peraturan yang jelas dan konsisten dan para karyawan mendapatkan masukan yang berguna mengenai pekerjaan mereka sehingga mereka mengetahui apa saja yang telah mereka selesaikan dan apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kualitas kerja. Organisasi yang memelihara keadaan ini seperti akan ebih produktif dan memiliki pegawai yang termotivasi (Wade & Tavris, 2008). Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
need for achievement,
faktor organisasi merupakan dari faktor eksternal yang dapat mempengarhui need for achievement. Faktor organisasi yang yang akan dibahas adalah budaya organisasi dan persepsi terhadap dukungan organisasi.
B. Budaya Organisasi 1.
Definisi Budaya Organisasi Schein (1990) mengatakan budaya organisasi merupakan salah satu cara
dalam mempengaruhi pola pikir individu dalam membuat keputusan dan akhirnya mempengaruhi cara mereka dalam menerima, merasakan dan bertindak. Budaya organisasi adalah bentuk dari asumsi dasar yang memberikan kelompok petunjuk, arah dan cara belajar untuk menangani masalah yang ada maupun sebagai cara beradapsi dengan lingkungan luar (Osland, Rubin & Kolb, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain mengatakan budaya organisasi adalah asumsi dasar yang dikembangkan dan dipelajari oleh kelompok yang kemudian menjadi pedoman dalam menyelesaikan masalah, cara beradaptasi dengan lingkungan luar dan mengajarkan anggota baru bagaimana cara yang benar untuk menerima, berpikir dan merasakan masalah yang ada di dalam kelompok (Hodgetts & Luthans, 2003). Budaya organisasi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem dari nilai dan kepercayaan yang dipegang oleh anggota organisasi yang menentukan bagaimana mereka berinteksi dengan anggota didalam kelompok maupun dengan anggota dari kelompok luar (Robbin & Couter, 2005). Gibson, Ivancevich, Donnely & Koropaske (2006) mengatakan budaya organisasi adalah
persepsi yang dimiliki karyawan dan bagaimana persepsi
tersebut menciptakan kepercayaan, nilai dan harapan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa budaya organisasi adalah satuan nilai, kepercayaan, prilaku, kebiasaan dan sikap yang akan membantu anggota organisasi mengerti apa kegunaannya, bagaimana menjalankannya dan apa pertimbangan terpenting dalam menghadapi masalah (Sokro, 2012). Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu budaya organisasi mempunyai suatu peran pembeda yang artinya bahwa budaya organisasi berfungsi untuk menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. Dengan kata lain budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggotaanggota organisasi, oleh karena budaya organisasi dapat mempermudah timbul komitmen pada karyawan. Fungsi budaya organisasi yang terakhir adalah untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial (Sutrisno, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Selain ada beberapa manfaat dari budaya organisasi yaitu membatasi peran yang membedakan antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu akar budaya yang kuat dalam sistema dan kegiatan yang ada dalam organisasi. manfaat lainnya adalah menimbulkan rasa memiliki sebagai identitas para anggita organisasi. dengan budaya organisasi yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi. Hal tesebut dapat berdampak pada sikap karyawan yang akan mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu. Manfaat terakhir adalah menjaga stabilitas organisasi kesatuan komponen-kompenen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama yang akan membuat kondisi organisasi relatif stabil (Sutrisno, 2012). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan kepercayaan, nilai, norma, kebiasaan, dibentuk dan dikendalikan
oleh
anggota
organisasi
yang
dapat
menggerakkan
dan
mempengaruhi orang-orang didalam organisasi dalam beraktifitas. 2.
Aspek Budaya Organisasi Menurut Denison (1990; Denison & Mirsha, 1995) dimensi budaya organisasi
terdiri dari : a.
Involvement Budaya
organisasi
yang dikarakteristikkan dengan memberdayakan
kemampuan karyawan, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab pada karyawan. Organisasi yang efektif akan memberdayakan karyawan mereka,
Universitas Sumatera Utara
membangun organisasi dengan tim, mengembangkan kapasitas sumber daya manusia di semua level organisasi (Lawler, 1996). Eksekutif, manajer dan karyawan berkomitmen kepada pekerjaan mereka. Karyawan pada semua level memiliki beberapa masukan untuk pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka yang secara langsung akan membantu tercapainya tujuan organisasi. b.
Consistency Budaya organisasi yang dikarakteristikkan dengan kemampuan organisasi
untuk
dapat
secara
konsisten mengembangkan sistem organisasi
menciptakan sistem internal.
yang
Konsistensi menyediakan sumber utama dari
integritas, koordinasi dan kontrol. Organisasi juga akan efektif karena memiliki budaya yang kuat dan konsisten, terkordinasi, dan menyatu dengan baik. Perilaku karyawan merupakan akar dari satuan nilai, pemimpin dan karyawan dilatih untuk dapat setuju walaupun mereka berbeda sudut pandang. c.
Adaptability Budaya organisasi yang dikarakteristikkan dengan kemampuan organisasi
untuk memenuhi tuntutan dari lingkungan bisnis ke sebuah tindakan yang nyata. Organisasi memegang sistem dari norma dan kepercayaan yang mendukung kapasitas organisasi untuk menerima, menginterpreatasi, serta mengartikan tuntutan dari lingkungan kedalam perubahan perilaku internal, yang pada hasilnya dapat meningkatkan kesempatan untuk bertahan dan berkembang.
Universitas Sumatera Utara
d.
Mission Budaya organisasi yang dikarakteristikkan memiliki tujuan jangka panjang
untuk organisasi, yang mana tujuan tersebut memberikan arah dan pedoman bagi organisasi dan karyawannya untuk bertindak di masa yang akan datang. Organisasi yang sukses mempunyai tujuan dan arah yang jelas
dan dapat
mengartikan tujuan organisasi dan strategi yang objektif sehingga dapat menentukan bagaimana organisasi melihat masa depan.
C. Persepsi Dukungan Organisasi 1.
Definisi Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi juga dapat diartikan sebagai pemikiran
karyawan tentang bagaimana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli tentang kesejahteraan mereka. (Eisenberger, Huntington, Hutchison, and Sowa, 1986). Eisnberger, Armeli Rexwinkel, Lynch dan Rhoades (2001) mengemukakan bahwa persepsi dukungan organisasi merupakan atribusi yang berdasarkan pada pengalaman mengenai kebijakan organisasi, norma, prosedur dan tindakan organisasi yang mempengaruhi karyawan. Persepsi dukungan organisasi merupakan kepercayan umum karyawan bahwa pekerjaan dan kontribusi mereka dinilai oleh organisasi dan organisasi peduli terhadap kesejahteraan mereka (Rhoades and Eisenberger, 2002). Pendapat lainnya mengatakan mengatakan bahwa pesepsi terhadap dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai kepedulian organisasi tentang kesejahteraan mereka (Chow, 2006; Eisenberger, 1985; Ferris, 2009; Karami, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Selain itu menurut Krishnan & Mary (2012) mengatakan bahwa persepsi dukungan organisasi adalah sejauh mana organisasi peduli dan menghargai kontribusi karyawan terhadap keberhasilan organisasi. Hal ini mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli mengenai kesejahteraan mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi adalah
sejauh mana
individu
percaya bahwa organsasi peduli terhadap mereka, menilai pendapat mereka, dan menyediakan bantuan dan dukungan (Erdogan & Enders, 2007; Beheshtifar, 2012). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi dukungan organiasi merupakan keyakinan karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan mempedulikan kesejahteraan mereka. 2.
Aspek Persepsi Dukungan Organisasi Menurut Rhoades & Eisenberg (2002), persepsi dukungan organisasi
memiliki tiga aspek, yaitu: a.
Fairness Keadilan prosedural yang menyangkut pada cara yang digunakan untuk
menetukan
bagaimana
mendrisbusikan
sumber
daya
diantara
karyawan
(Greenberg, 1990). Shore dan Shore (1995) mengemukan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada persepsi terhadap dukungan organisasi,
ini
berhubungan dengan bagaimana organisasi memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Cropanzano dan Greenberg (1997) membedakan aspek
Universitas Sumatera Utara
struktural dan sosial pada keadilan prosedural. Keadilan struktural menentukan keterlibatan peraturan formal dan kebijakan yang berhubungan dengan keputusan yang berpengaruh pada karyawan, termasuk pemberitahuan sebelum keputusan di jalankan, penerimaan informasi yang akurat dan serta memastikan organisasi mendengarkan pendapat dari karyawan. Aspek sosial atau keadalian intraksional yaitu kualitas komunikasi interpersonal, termasuk menghargai karyawan dan menyediakan informasi bagi karyawan. b.
Supervisor Support Karyawan akan mengembangkan persepsi global yang berhubungan
dengan penilaian pada mereka oleh organisasi. Karyawan akan mengembangkan pandangan umum sejauh mana pengawas menilai kontribusi mereka dan peduli tentang kesejahteraan mereka (Kotte & Sharafinski, 1988). Hal ini disebabkan kerana supervisor bertindak sebagai agen dari organisasi yang bertanggung jawab untuk memberikan arahan dan evaluasi terhadap kinerja bawahan dan karyawan juga akan menilai kepedulian supervisor mereka sebagai indikasi adanya dukungan dari organisasi. c.
Organisational Reward and Job Condition Beberapa kebijakan manajemen yang dapat mengenali kontribusi karyawan
yang kemudian akan berhubunga positif terhadap persepsi karyawan terhadap organisasi (Shore & Shore, 1995). Beberapa penghargaan dan kondisi kerja dapat berpengaruh persepsi dukungan organisasi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) Recognition, pay dan promotion Menurut teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan reward akan meningkatkan persepsi yang positif tentang penilaian pada kontribusi karyawan dan persepsi terhadap dukungan organisasi (Rhoade &Eisenberger, 2002) . b) Job Security Jaminan
bahwa
organisasi
diharapkan
mempertahan
keanggotaan
karyawan di dalam organisasi mengartikan adanya dukungan organisai yang positif terhadap karyawan (Allen,Shore & Griffeth, 1999; Rhoades & Eistenberger, 2002). c) Autonomy Kemandirian menunjukkan adanya kontrol terhadap bagaimana karyawan melakukan pekerjaan, termasuk menyusun jadwal, prosedur kerja dan keberagaman pekerjaan yang akan meningkatkan persepsi terhadap dukungan organisasi. d) Role Stressors Stressor diartikan kepada tuntutan lingkungan dimana individu merasa tidak mampu mengendalikannya (Lazarus & Folkman, 1984).
Stressor
berhubungan dengan tiga aspek dari peran karyawan dalam organisasi yang diteliti sebagai hubungan yang negatif pada persepsi terhadap dukungan organisasi. yaitu work overload, termasuk tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan karywana saat bekerja dalam waktu tertentu. Yang kedua adalah role ambiguity yaitu tidak adanya kejelasan informasi
Universitas Sumatera Utara
mengenai tanggung jawab dari pekerjaan, dan yang terakhir adalah role conflict yang berhubungan dengan tanggung jawab dan peran yang saling berseberangan. d) Training Wayde, Shore & Liden (1997) mengatakan bahwa pelatihan kerja adalah sebuah investasi yang diberikan kepada karyawan yang dapat menjadi pemicu dari tingginya persepsi dukungan organisasi. e) Organizatinal size Dekker dan Barling (1995) berpendapat bahwa individu akan merasa kurang dinilai jika berada dalam organisasi yang besar, dimana kebijakan yang formal dan prosedur mengurangi fleksibilitas dalam memenuhi kebutuhan individu.
D. Sistem Penilaian Kinerja Polri 1. Pengertian dan Tujuan Sistem penilaian kinerja (SPK) yang akan diberlakukan harus merupakan salah satu sarana untuk membentuk perilaku personil polri yang selaras dengan nilai-nilai inti (Core Values) yang menjadi dasar dari visi dan misi polri. Pelaksanaan penilaian kinerja harus merupakan sekumpulan langkah yang berarti untuk mewujudkan dan merelisasikan nilai-nilai inti budaya yang ingin ditumbuhkan di organisasi polri.
Universitas Sumatera Utara
2. Prinsip Dasar Beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan sistem penilaian kinerja (SPK) adalah berikut: a. Berbasis nilai-nilai dasar (foundation values) sesuai dengan karakter polisi yaitu i.
Ethics and integrity
ii.
Mutual respect
iii.
Openness and trust
b. Menjamin objektifitas, keadilan dan transparansi dalam implementasi, artinya: i.
Tidak dipengaruhi oleh penilaian subyektif pihak penilai maupun pihak yang dinilai
ii.
Memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap personil
iii.
Semua pihak dapat memahami prosedur maupun pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam memberikan penilaian
c. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas sehingga benar-benar dapat merepresentasikan kinerja sesuai dengan tugas-tugas yang dilakukan pada jabatannya. Persyaratan persyaratan kompetensi yang dibutuhkan oleh suatu jabatan sebaiknya ditegaskan dalam setiap uraian jabatan d. Mengoptimalkan kompetensi dan prestasi yang dimiliki setiap personil dan menjadikan kelemahan maupun kelebihan yang dimiliki setiap personil sebagai informasi bagi pengembangannya dimasa yang akan datang
Universitas Sumatera Utara
e. Tidak mengkaitkan langsung hasil penilaian dengan kenaikan gaji personil agar dapat meningkatkan objektifitas penilaian dari para penilai. 3. Faktor Penilaian Faktor penilaian yang akan digunakan dalam sistem penilaian kinerja (SPK) harus disesuaikan dengan prinsip dasar yang telah diterapkan, sehingga sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Faktor penilaian tersebut akan dikelompokkan kedalam 4 kategori yaitu. a. Performance (hasil kerja), yaitu keberhasilan atau pencapaian sasaran tugas dalam jabatan b. Job competence, yaitu kemahiran atau penguasaan seseorang personil sesuai dengan tuntutan jabatannya. c. Job behaviour, yaitu kesediaan untuk menampilkan perilaku kerja yang menunjang prestasi dan moral seorang personil dalam bekerja. d. Potensi untuk berkembang, yaitu kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan dan diwujudkan seorang personil. 4. Pembinaan Karir Personil Pedoman bagi pengembangan karir yang objeketif adalah sebagai berikut : a. Competence & Performance-related b. Bersifat baku dan terpadu dengan sistem pembinaan personil lainnya c. Adanya keterbukaan d. Adil berlaku untuk semua personil Berdasarkan beberapa prinsip pembinaan karir tersebut, maka terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan kepala kepolisian dapat secara terbuaka dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang dilayani, melalui komisi-komisi pengawas kepolisian baik ditingkat pusat atau jika ada di daerah. b. Peningkatan efektifitas peran tim dan komite pemantau terhadap karir personil. Perlu dipertimbangkan kemungkinan melibatkan masyarakat atau pihak luat instusi polri untuk meningkatkan obyektifitas c. Peningkatan peran dewan jabatan dan kepangkatan. Dewan jabatan dan pengkatan diberikan peran yang lebih basar dalam penentuan pergerakan jabatan-jabatan strategis, bukan berbatas pada pemberian rekomendasi. d. Penempatan seorang personil dilakuakan melalui tahapan seleksi dengan mempertimbangakan faktor-faktor yang berkaitan dengan jabatan yang diemban e. Memberikan kesempatan yang sama pada semua personil untuk pengembangan karir jabatannya. f. Memberikan atau mempersyaratkan diklat tertentu dalam menduduki suatu jabatan
agar
personil
yang
bersangkutan
benar-benar
menenuhi
persyaratan atau memiliki kompetensi yang dibutuhkan jabatan tersebut. g. Jalur karir seorang personil sudah ditentukan sejak dini, berdasarkan potensi serta pendidikan kejuruan yang diterimanya.
Universitas Sumatera Utara
E. Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi dengan Need for Achievement Menurut Eistenberger persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan tentang sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (1986; Ahmed, Ismail, Amin 2012). Brown & Leigh (1996) mengatakan bahwa bagaimana karyawan menginterpretasikan lingkungan organisasi akan berpengaruh pada sikap mereka, kinerja, dan keinginan untuk mencapai prestasi. Beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara persepsi dukungan organisasi terhadap beberapa sikap positif salah satunya adalah keinginan untuk berprestasi atau need for achievement (Duffy & Lily, 2013). Hal ini disebabkan oleh dukungan organisasi sangat berperan dalam memenuhi
kebutuhan
sosial
karyawan
yang
menyebabkan
karyawan
meningkatkan usaha mereka sehingga karyawan membentuk persepsi yang global tentang bagaimana organisasi dapat menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). Persepsi terhadap dukungan organisasi juga akan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan untuk membantu pencapaian organisasi, hal ini disebabkan adanya harapan karyawan bahwa dengan meningkatkan kinerja, organisasi akan memberikan reward kepada mereka. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eiseberger dkk (1998) yang menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi akan membantu organisasi
memenuhi
kebutuhan
karyawan
yang
berhubungan
dengan
penghargaan, kepedulian dan penerimaan. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi, yang akan sangat membantu karyawan untuk menumbuhkan dorongan untuk pencapaian pribadi dan keinginan untuk berprestasi. Dukungan yang diberikan organisasi terhadap karyawan akan meningkatkan need for achievement pada karyawan sebagai sebagai bukti bahwa organisasi akan mampu menyediakan kesempatan untuk lebih mahir dan melampaui standar yang tinggi. Eistenberger & Rhoades (2002) mengatakan bahwa ada tiga dimensi dari Persepsi terhadap dukungan organisasi yang mempengaruhi sikap karyawan. Salah satunya adalah adalah Fairnees. Dimensi ini berhubungan dengan prosedur keadilan yang termasuk keadilan kebijakan formal organisasi dan prosedur untuk pembagian reward, promosi dan lainnya. Menurut Cropanzano & Grennberg (1997) persepsi dukungan organisasi dipengaruhi oleh aspek struktural termasuk peraturan formal, keputusan kebijakan dan penerapannya bagi
karyawan,
sedangkan aspek sosial termasuk perlakukan organisasi terhadap karyawan yaitu saling menghargai, adanya tatakrama, dan menyediakan informasi, termasuk sejauh mana kontribusi mereka akan diberikan reward. Eisenberger, Rhoade & Cameron (1999) mengatakan bahwa reward untuk kinerja yang baik melambangkan kompetensi yang melebihi yang akan menghasilkan feedback yang baik. Karyawan akan menganggap reward tersebut berdasarkan kinerja yang baik yang akan memicu tingginya keinginan untuk mencapai prestasi. Oleh karena itu kinerja yang kemudian diikuti oleh reward yang sesuai akan meningkatkan tingginya keinginan untuk mencapai prestasi. Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi akan menunjukkan kinerja
Universitas Sumatera Utara
yang baik sehingga mereka akan dikenali dan menerima penghargaan dari karyawan lainnya dan juga organisasi. Salah satu karakteristik dari orang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang yang membutuhkan feedback untuk kinerja mereka,ini sejalan dengan salah satu dimensi dari pesepsi dukungan organisasi yaitu akan memberikan feedback dan reward kepada karyawan yang memiliki kinerja baik, sehingga feedback dan reward dari organisasi dapat meningkatkan need for achievement karyawan, yang selanjutnya akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (McCelland, 1987). Dimensi lainnya adalah supervisor support. Supervisors mempunyai pengaruh yang besar menghubungkan
pada persepsi karyawan terhadap organisasi. Mereka
manajemen dan karyawan, mereka juga yang menerapakan
kebijakan dan melihat sejauhmana kebijakan itu berkerja secara efektif (Ahmed dkk, 2012). Sluss, Klimchak dan Holmes
(2008;
Ahmed dkk, 2012)
menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat interaksi antara karywan dan supervisor semakin tinggi persepsi positif karyawan terhadap organisasi. Seorang supervisor yang percaya pada bawahannya akan menimbulkan rasa percaya diri pada bawahannya untuk melakukan pekerjaanya dan dapat mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu diharapkan untuk menciptakan sikap kerja yang positif diperlukan dukungan supervisor dengan memperhatikan kesejahteraan mereka, mendukung nilai-nilai mereka yakini, serta melibatkan mereka dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan karir sehingga dapat meningkatkan keinginan mereka untuk mencapai prestasi (Ahmed dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu dengan adanya dukungan dari supervisor kepada karyawan akan sesuai dengan karakteristik dari orang yang memiliki need for achievement yang tinggi yaitu orang yang memiliki tanggung jawab personal terhadap kinerja mereka. Supervisor yang terus melakukan interaksi kepada karyawan dan percaya terhadap bawahanya akan menimbulkan rasa percaya diri dan tangggung jawab karyawan untuk dapat menyelesaikan tugas mereka (McCelland, 1987). Dimensi yang terakhir adalah organizational reward dan job condition. Shore dan Shore (1995) mengatakan sumber daya manusia yang efektif seharusnya menunjukkan perhatian pada kontribusi karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan persepsi positif terhadap organisasi. Keberagaman reward, kondisi kerja telah banyak diteliti memiliki hubungan yang positif terhadap persepsi terhadap dukungan organisasi, seperti perhatian terhadap gaji, promosi dan keamanan kerja dan training. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beheshtifar (2012), menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi pekerjakaan dan sikap kerja positif pada karyawan. Kondisi kerja yang disukai oleh karyawan seperti promosi, sistem reward dan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan ditemukan akan mempunyai hubungan yang kuat terhadap persepsi terhadap dukungan organisasi. Kondisi kerja yang seperti ini akan mendukung kinerja karyawan yang selanjutnya dapat memenuhi kebutuhan sosial mereka sehingga akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi didalam organisasi (Eisenberger dkk, 1998). Orang yang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang menyukai tugas yang sulit dan menantang. Oleh karena itu dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
dukungan dari organisasi yaitu dengan
menciptakan kondisi pekerjaan yang
menantang dan dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mencapai kesuksesan, yang kemudian akan sesuai dengan karyawan yang memiliki need for achievement yang tinggi (McCelland, 1987). Berdasarkan uraian diatas maka dapat di lihat bahwa need for achievement dapat dipengaruhi oleh persepsi dukungan organisasi, dimana neef for achievement yang tinggi dapat di pengaruhi oleh persepsi dukungan organisasi.
F. Hubungan Budaya Organisasi dengan Need for Achievement Menurut Robbin (2009) organisasi dengan budaya yang kuat dapat memberikan pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap karyawan. Masrukhin dan Waridin (2006; Mansur, 2012) mengungkapkan bahwa setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang berfungsi untuk membentuk aturan atau pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal ini berarti budaya organisasi yang tumbuh dan terpelihara dengan baik akan mampu memacu organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik. Keutamaan dari budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Budaya perusahaan dapat memberikan manfaat maksimal apabila perusahaan berhasil menanamkan nilai nilai atau kebiasaan yang sama pada setiap karyawan sehingga tercipta lingkungan kerja yang nyaman dan sehat untuk mendukung motivasi dalam berprestasi (Handa, Mujiasih &Masykur, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Ada hubungan yang positif antara need for achievement dengan budaya organisasi karena dengan mengenali budaya organisasi seseorang, akan dapat tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap kinerja mereka. Penelitian yang dilakukan oleh (Ehtesham, 2012), menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah aspek yang penting dalam organisasi dan memiliki pengaruh terhadap perilaku karyawan, keinginan untuk mencapai prestasi. Hal ini dikarenakan organisasi yang memiliki budaya dengan kinerja yang baik akan menciptakan sistem karir yang baik untuk dapat memberikan kesempatan bagi karyawan yang ingin mencapai prestasi karir dan bertahan lama di daalam organisasi. Budaya organisasi terdiri dari 4 dimensi yaitu involvement, consistency, adaptibility dan mission (1990). Organisasi yang memiliki tingkat involvement yang tinggi adalah organisasi yang efektif karena akan memberdayakan karyawan mereka, membangun organisasi dengan tim, dan mengembangkan kemampuan di semua level. Eksekutif, maneger, dan karyawan berkomitmen kepada pekerjaan mereka dan merasa memiliki terhadap organisasi. Kesuksesan sebuah organisasi adalah bagaimana karyawan diberdayakan untuk mengambil keputusan dengan dibangunnya kemampuan mereka sehingga dapat meningkatkan semangat dan motiasi untuk prestasi (Nazir & Lone, 2008). Organisasi yang memiliki budaya involvement yang mana organisasi akan memberdayakan karyawan disemua level untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan akan sesuai dengan orang yang memiliki need for achievement yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari salah satu karakteristik
Universitas Sumatera Utara
dari orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang memiliki tanggung jawab personal terhadap pekerjannya. Pada dimensi mission akan berpengaruh kepada semua bagian kinerja karyawan. Salah satu kriteria dari budaya ini adalah memiliki dari arah, tujuan dan visi yang strategik. Organisasi yang memiliki budaya ini akan berfokus pada masa depan yang kemudian akan berpengaruh mobilisasi organisasi sehingga menimbulkan motivasi karyawan untuk berprestasi (Leskaj, Lipi & Ramaj, 2013). Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang memiliki inovasi yang tinggi. Oleh karena itu organisasi dengan budaya mission yang mana merupakan organisasi yang memiliki, arah, visi dan tujuan yang strategik untuk masa depan sehingga organisasi akan membutuhkan karyawan yang memiliki inovasi yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi (McCelland, 1987). Organisasi dengan budaya mission akan sangat mempengaruhi karyawan yang memiliki need for achievement yang tinggi. Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang memiliki tingkat inovasi yang tinggi, dan suka menyukai hal yang baru, oleh karena itu organisasi yang memberdayakan dan meningkatkan kemampuan karyawan, akan sesuai dengan orang need for achievement yang tinggi untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dan melakukan pekerjaan dengan inovasi yang mereka ciptakan (McCelland, 1987). Organisasi pada budaya adaptibility akan mampu mengikuti tuntutan dari lingkungan organisasi kedalam sebuah tindakan yang nyata. Mereka mengambil resiko, belajar dari kesalahan dan memliki pengalaman untuk menciptakan
Universitas Sumatera Utara
perubahan. Gordon dan Ditompo (1992) juga mengatakan bahwa budaya organisasi akan berkontribusi kepada kinerja karyawan jika beradaptasi dengan perubahan organisasi. Schien (1997) menambahkan budaya organisasi akan membantu karyawan untuk memahami perubahan yang ada. Dengan demikian ini akan membantu organisasi untuk mengatur perubahan secara efektif, sehingga akan mengurangi kecemasan akibat dari proses adaptasi (Kofman dan Senge, 1993). Oleh karena itu organisasi diharapkan dapat mendengarkan dan mengijinkan karyawan untuk mengekspresikan kebutuhan emosinya yang akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan motivasi mereka (Johnson, 2002). Salah satu karakteristik orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah dapat bertahan dalam menghadapi tugas yang sulit dan menantang. Organisasi dengan budaya adaptability akan sesuai orang yang memiliki need for achievement yang tinggi, yang mana budaya adaptability adalah budaya menuntut organisasi untuk dapat memenuhi tuntutan dari lingkungan luar, oleh karena itu karyawan yang memiliki need for achievement yang tinggi akan akan mampu bertahan menghadapai perubahan dengan tuntutan yang sulit dan pada akhirnya dapat membantu terpacainya tujuan organisasi (McCelland, 1987) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa need for achievement dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi, dimana need for achievement yang tinggi dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
G. Hubungan antara Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Need for Achievement Karyawan adalah bagian dari organisasi yang berhagra yang memerlukan manajemen yang efektif . Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa budaya organisasi dan persepsi dukungan organisasi memiliki pengaruh terhadap prilaku karyawan didalam organisasi. Budaya organisasi diartikan sebagai percampuran nilai, peraturan, keprcayaan, cara berkomunikasi dan peraturan dalam berprilaku yang menjadi panduan bagi karyawan. Budaya organisasi memainkan peran yang sangat penting dalam mencapai kesuksesan didalam sebuah organisasi (Pirayeh, Mahdavi, Nematpour, 2011). Budaya organisasi merupakan faktor yang penting dalam pembentukan kinerja karyawan yang sesuai visi dan misi perusahaan, sehingga dapat menghasilkan perusahaan yang kuat dan
mampu
bersaing.
Pada
umumnya
perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mempunyai budaya kerja yang kuat (Robbins ,2002). Budaya organisasi yang positif dan kuat dapat meningkatkan pencaian kinerja yang tinggi bagi karyawan, sebaliknya budaya organisasi yang lemah dan tidak kuat dapat menurunkan kinerja karyawan Cleveland (1995).
Selanjutnya peran persepsi dukungan organisasi juga sangat diperlukan didalam sebuah organisasi. Eisenberger (1986) mengartikan bahwa persepsi dukungan organisasi adalah keyakinan karyawan tentang sejauh mana organisasi menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Persepsi dukungan organisasi akan dinilai oleh karywan dengan memenuhi kebutuhan mereka, juga sebagai indikasi bahwa organisasi siap untuk memberikan reward terhadap kinerja mereka (Eisenberger et al., 1986). Beberapa penelitian menunjukkan bawah
Universitas Sumatera Utara
karyawan persespi dukungan organisasi yang positif akan menyukai pekerjaan mereka. Selain itu kinerja yang maksimal dari karyawan akan sangat dipengaruhi oleh seberapa baik organisasi memberikan dukungan dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Beheshtifar, 2012). Dari penjelsan diatas dapat simpulkan bahwa budaya organisasi yang kuat dan pesrsepsi dukungan organisasi yang positif dapat mempengaruhi kesuksesan didalam organisasi dan mempengaruhi sikap karyawan, salah satunya adalah need for achievement. Perasaan dan sikap karyawan terhadap pekerjaan mereka sangat dipenagaruhi oleh motivasi yang dimilikinya (Spector, 2003). Motivasi beprestasi karyawan adalah keinginan dari dalam diri karyawan yang dibentuk dan dijaga dan dapat berubah dari waktu kewaktu tergantung pada kebutuhan tertentu dan mitivasi dari karyawan. oleh karena itu faktor organisasi memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan pengalaman bagi karyawan untuk memenuhui tingkat keingianan untuk berprestasi karyawan dan kemudian akan membentuk prilalaku kerja yang baik. (Pinder, 1998). Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga menjadikan organisasi lebih kuat dan tujuan perusahaan dapat di capai. (Blackler and Brown, 1981; Dennison, 1984; Gordon and DiTomasso, 1992). Karyawan menginternalisasi dan memahami budaya perusahaan melalui kegiatan, ritual, cerita, lambang, bahasa, sturktur organisasi yang ada dan berlaku dalam organisasi. Karyawan yang inginternalisasi dan memahami budaya perusahaan akan mampu melakukan perilaku seperti yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan perusahaan dan memiliki need for achievement yang tinggi dalam melakukan aktivitas kerjanya (Robbison, 2002). Sansone & Harackiewicz (2000) berpendapat bahwa sumber dari kinerja organisasi adalah motivasi beprestasi dari karyawan. Oleh karena itu peran budaya organisasi sangat dibutuhkan dalam memberikan kesempatan untuk karyawan untuk melibatkan diri dalam pencapaian prestasi pribadi sehingga dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. (George, Sleeth and Snider, 1999). Selain itu karyawan akan termotivasi untuk lebik baik lagi karena organisasi menciptakan kesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuan pribadi ( Erez & Earley, 1993; Locke, 1991). Selanjutnya Menurut teori pertukaran sosial semakin tinggi persepsi karyawan terhadap organisasi semakin tinggi pula kecenderungan karyawan menunjukkan sikap positif terhadap organisasi termasuk berpengaruh dalam motivasi karyawan dalam mencapai prestasi (Eisenberger et al., 1986; Eisenberger, Fasolo, & Davis-LaMastro, 1990; Eisenberger, Cummings, Armeli, & Lynch, 1999). Menurut teori pertukaran sosial semakin tinggi persepsi karyawan terhadap organisasi semakin tinggi pula kecenderungan karyawan menunjukkan sikap positif terhadap organisasi termasuk berpengaruh dalam motivasi karyawan dalam mencapai prestasi (Eisenberger et al., 1986; Eisenberger, Fasolo, & Davis-LaMastro, 1990; Eisenberger, Cummings, Armeli, & Lynch, 1997). Reward dari organisasi, kondisi kerja yang baik, promosi, kebijakan organisasi akan memberikan kontribusi terhadap persepsi dukungan organisasi. selain itu dukungan atasan juga merupakan salah satu dukungan
Universitas Sumatera Utara
organisasi yang dapat meningkatkan persepsi dukungan organisasi. atasan atau supervisor merupakan perwakilan dari organisasi dan memiliki kekuasaan dalam menilai karywan sehingga karyawan dapat merasa terhubung dengan organisasi. selain itu dukungan atasan juga dapat membantu karyawan dalam pencapaian pribadinya, dukungan tersebut dianggap sebagai kepedulian organisasi terhadap karyawan (Eisenberger dkk, 2002). Oleh karena dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara budaya organisasi dan persepsi dukungan organisasi terhadap need for achievement pada polisi wanita.
H. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritis, maka peneliti mengajukan hipotesis peneltian sebagai berikut : a. Hipotesis Mayor 1. Terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi dan persepsi dukungan organisasi terhadap need for achievement. 2. Terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi dengan need for achievemet. 3. Terdapat pengaruh positif antara persepsi dukungan organisasi dengan need for achievement. b. Hipotesis Minor 1. Terdapat
pengaruh positif antara
involvement
dengan
need for
achievement. 2. Terdapat pengaruh positif antara consistency dengan need for achievement.
Universitas Sumatera Utara
3. Terdapat
pengaruh positif antara
adaptability
dengan
need for
achievement. 4. Terdapat pengaruh positif antara mission dengan need for achievement. 5. Terdapat pengaruh positif fairness terhadap need for achievement. 6. Terdapat pengaruh positif supervisor support terhadap need for achievement. 7. Terdapat pengaruh positif organizationl reward & job condition terhadap need for achievement.
Universitas Sumatera Utara