BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka 1. Sikap Kerja a. Pengertian dan Macam-macam Sikap Kerja Menurut Nurmianto (2008), sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. Terdapat 4 macam sikap dalam bekerja, yaitu : 1) Sikap Kerja Duduk Mengerjakan pekerjaan dengan sikap kerja duduk yang terlalu lama dan sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan otot rangka (skeletal) termasuk tulang belakang sering merasakan nyeri dan cepat lelah. Menurut Suma’mur (2013) keuntungan bekerja dengan sikap kerja duduk ini adalah kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya postur-postur tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah. Menurut Suma’mur (2014) pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah : a) Kurangnya kelelahan pada kaki. b) Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah. 6
7
c) Berkurangnya pemakaian energi. d) Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah . Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat bekerja sambil duduk, yaitu : a) Melembeknya otot-otot perut. b) Melengkungnya punggung. c) Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan secara membungkuk. 2) Sikap Kerja Berdiri Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik dalam hal fisik dan mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti namun bekerja dengan sikap kerja berdiri terus menerus sangat mungkin mengakibatkan timbulnya penumpukan darah dan beragam cairan tubuh pada kaki (Santosa,2004). 3) Sikap Kerja Membungkuk Dari segi otot, sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari aspek tulang penentuan sikap yang baik adalah sikap kerja duduk yang tegak agar punggung tidak bungkuk sehingga otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Oleh karena itu sangat dianjurkan dalam bekerja dengan sikap kerja duduk yang tegak harus diselingi dengan istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk (Suma’mur,2013).
8
4) Sikap Kerja Dinamis Sikap kerja yang dinamis ini merupakan sikap kerja yang berubah (duduk, berdiri, membungkuk, tegap dalam satu waktu dalam bekerja) yang lebih baik dari pada sikap statis (tegang) telah banyak dilakukan di sebagian industri, ternyata mempunyai keuntungan biomekanis tersendiri. Tekanan pada otot yang berlebih semakin berkurang sehingga keluhan yang terjadi pada otot rangka (skeletal) dan nyeri pada bagian tulang belakang juga digunakan sebagai intervensi ergonomi. Oleh karena itu penerapan sikap kerja dinamis dapat memberikan keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja (Suma’mur, 2013). b. Penilaian Sikap Kerja Menurut Tarwaka (2011) ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui sikap kerja yang berhubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot rangka (skelet). Berikut beberapa metode observasi postur tubuh yang berkaitan dengan risiko gangguan sistem musculoskeletal antara lain: 1) Ovako Working Analysis System (OWAS) Aplikasi metode Ovako Working Analysis System (OWAS) didasarkan pada hasil pengamatan dari berbagai posisi yang diambil pada pekerja selama melakukan pekerjaanya, dan digunakan untuk
9
mengidentifikasi sampai dengan 252 posisi yang berbeda, sebagai hasil dari kemungkinan kombinasi postur tubuh bagian belakang (4 posisi), lengan (3 posisi), kaki (7 posisi), dan pembebanan (3 interval). Metode
Ovako
Working
Analysis
System
(OWAS)
membedakan ke dalam empat (4) tingkat atau kategori risiko. Tingkat atau kategori tersebut secara berurutan adalah nilai 1 dengan risiko terendah dan nilai 4 dengan risiko tertinggi. Setiap kategori risiko yang diperoleh akan digunakan untuk melakukan rekomendasi suatu perbaikan. Jadi dengan melakukan pengkode-an, metode ini digunakan untuk menentukan kategori risiko pada posisi masingmasing, yang mencerminkan ketidaknyamanan pada setiap bagian tubuh (punggung, lengan dan kaki). Langkah terakhir dari aplikasi metode ini adalah melakukan analisis kategori dengan menghitung posisi
yang
diamati
dan
berbagai
bagian
tubuh,
akan
mengidentifikasi suatu posisi yang paling penting dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki posisi kerja. 2) Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Metode ini prinsip dasarnya hampir sama dengan metode Ovako Working Anaylisis System. Sebuah metode yang menganalisa segmen tubuh namun metode RULA ini merupakan target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko terjadinya keluhan dan
10
cedera otot skeletal. Metode RULA ini digunakan sebagai metode untuk mengetahui sikap kerja bisa berhubungan dengan keluhan musculoskeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb disorders). Metode RULA merupakan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera seperti ; postur tubuh, kontaksi otot statis, gerakan repetitif dan pengerahan tenaga dan pembebanan. 3) Rapid Entire Body Assessment (REBA) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur seorang pekerja. Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney melalui tahapan – tahapan sebagai berikut : Tahap 1: Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
11
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. Tahap 2: Penentuan sudut – sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing – masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing – masing tabel. Tabel 1. Skor pergerakan punggung (batang tubuh) Pergerakan Tegak atau alamiah 0-20 flexion 0-20 extension 20-60 flexion 20 extension 60 flexion
Score 1 2 2 3 3 4
Perubahan score +1 jika memutar atau miring ke samping
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
12
Gambar 1. Range pergerakan punggung (a) postur alamiah, (b) postur 0 – 20° flexion, (c) postur 20 – 60° flexion, (d) postur 60° flexion atau lebih. Tabel 2. Skor pergerakan leher Pergerakan 0-20 flexion 20 flexion atau extension
Score 1 2
Perubahan score +1 jika memutar atau miring kesamping
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Gambar 2. Range pergerakan leher (a) postur 20° atau lebih flexion, (b) postur extension. Tabel 3. Skor posisi kaki Pergerakan Kaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan atau duduk Kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata/postur tidak stabil
Score 1 2
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Perubahan score 1 jika lutut antara 30 dan 60 flexion +2 jika lutut > 60° flexion (tidak ketika duduk)
13
Gambar 3. Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata, (b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata. Tabel 4. Skor pergerakan lengan atas Pergerakan 20 extension sampai 20 flexion 20 extension 20-45 flexion 45- 0 flexion 0 flexion
Score 1
Perubahan score +1 jika posisi lengan abducted Rotated
2 3 4
+1 jika bahu ditinggikan +1 jika bersandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Gambar 4. Range pergerakan lengan atas (a) postur 20° flexion dan extension, (b) postur 20° atau lebih extension dan postur 20 – 45°flexion, (c) postur 45 – 90° flexion, (d) postur 90° atau lebih flexion.
14
Tabel 5. Skor pergerakan lengan bawah Pergerakan (flexion °) 60-100 <60 atau >100
Score 1 2
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Gambar 5. Range pergerakan lengan bawah (a) postur 60 – 100° flexion, (b) postur 60° atau kurang
flexion dan 100° atau
lebih
flexion. Tabel 6. Skor pergerakan pergelangan tangan Pergerakan (flexion/extension °) 0-15 >15
Score
Perubahan score
1 2
+1 jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Gambar 6. Range pergerakan pergelangan tangan (a) postur alamiah, (b) postur 0 – 15° flexion maupun extension, (c) postur 15° atau lebih flexion, (d) postur 15° atau lebih extension.
15
Tabel 7. Penilaian Group A Leher
Kaki
1
2
Punggung 3
4
5
1
1 2 3 4
1 2 3 4
2 3 4 5
2 4 5 6
3 5 6 7
4 6 7 8
2
1 2 3 4
1 2 3 4
3 4 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
3
1 2 3 4
3 3 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
7 8 9 9
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Tabel 8. Penilaian Group B Lengan Bawah
Pergelangan
1
Lengan Atas 2 3 4
1
1 2 3
1 2 3
1 2 3
3 4 5
4 5 5
6 7 8
7 8 8
2
1 2 3
1 2 3
2 3 4
4 5 5
5 6 7
7 8 8
8 9 9
5
6
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
Hasil skor yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan baik dari skor A maupun skor B maka diperoleh dari tabel A dan tabel B digunakan untuk melihat tabel C sehingga didapatkan skor dari tabel C.
16
Tabel 9 untuk Group C SCORE B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
SCORE A 6 7 6 7 6 7 6 7 7 8 8 9 8 9 9 9 9 10 10 10 10 11 10 11 10 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000 Tahap 3 : Penentuan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktifitas pekerja. Masing – masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. Tabel 10. Skor berat beban yang diangkat Score Beban (kg)
0 <5
+1 5-10
+2 >10
+1 Penambahan beban yang tiba-tiba atau secara cepat
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000 Tabel 11. Tabel Coupling Score Ket
0 Good Pegangan pas dan tepat ditengah, genggaman kuat.
+1 Fair Pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal atau coupling lebih sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh.
+2 Poor Pegangan tangan tidak bisa diterima walaupun memungkinkan.
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
+3 Unacceptable Dipaksakan genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan couping tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh.
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
17
Tabel 12. Activity Score Score +1 +1
Aktivitas 1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit pengulangan gerakan dalam waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)
+1
Gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran postur yang cepat dari postur awal.
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000 Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. dari nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada. Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko pada musculoskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi
resiko serta
perbaikan kerja. Tabel 13. Tabel level resiko dan tindakan Action Level 0 1 2 3 4
REBA Score
Risk Level
Action
1 2-3 4-7 8-10 11-15
Negligible Low Medium High Very High
Non necessary Maybe necessary Necessary Necessary soon Necessary now
Sumber : Jurnal Applied Ergonomics 2000
18
Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip – prinsip ergonomi.
B. Masa kerja a. Pengertian masa kerja Menurut Siagian (2001) menyatakan bahwa masa kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang diperoleh oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Masa kerja adalah jangka waktu atau lamanya seseorang bekerja pada instansi, kantor dan sebagainya. Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan ditempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak
pengalaman
dan
semakin
tinggi
pengetahuan
dan
keterampilannya (Simanjuntak, 1985). Menurut Tulus (1992) masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif pada kinerja apabila dengan semakin lamanya
masa
kerja
personal
semakin
berpengalaman
dalam
19
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya dapat memberikan pengaruh positif apabila dengan semakin lama masa kerja akan timbul perasaan terbiasa dengan keadaan dan menganggap mudah pekerjaan serta akan menimbulkan kebosanan. Akumulasi dari suatu pekerjaan yang adalah semakin lama dapat menimbulkan berbagai gangguan atau keluhan secara fisiologis bagi tenaga kerja disuatu tempat kerja. b. Klasifikasi masa kerja Tulus (1992) juga menyebutkan secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu : 1) Masa kerja baru adalah < 6 tahun 2) Masa kerja sedang adalah 6-10 tahun 3) Masa kerja lama adalah > 10 tahun
C. Low Back Pain (LBP) a. Defenisi Low Back Pain (LBP) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik serta kegiatan yang memberikan beban berlebih pada tubuh (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
20
b. Anatomi Tulang Belakang
Gambar 7. Anatomi tulang punggung bawah Menurut Cambridge Communication Limited (1999) columna vertebralis terdiri atas 33 ruas tulang tidak teratur, yaitu vertebra. Vertebra mengelilingi medula spinalis. Vertebra dilekatkan pada bagian tengah vertebra oleh : 1) Diskus invertebralis dari fibrokartilago di depan vertebra, berada diantara corpus-corpus. 2) Ligamen kuat dibelakang vertebra, antara medulla dan laminanya. 3) Sendi-sendi sinovial, diantaranya prosesus artikularis disampingnya. Menurut Syaifuddin (2009) columna vertebralis juga dibentuk oleh 33 buah os vertebra yang tersusun dari atas ke bawah mulai dari leher sampai ke tulang ekor.
21
1) Vertebra servikalis (tulang leher) 7 ruas 2) Vertebra torakalis (tulang punggung) 12 ruas Ukuran dari tulang ini agak besar dan corpusnya (badan ruas) berbentuk jantung. Foramen vertebra relatif kecil dan bulat, prosesus spinocus panjang dan melengkung ke bawah. Procesus transverses bersendi dengan tuberkulum costa dan procesus artikularis superior. 3) Vertebra lumbalis (tulang pinggang) 5 ruas Badan ruas tiap vertebra lumbalis berebntuk ginjal, foramen vertebra lumbalis berbentuk segitiga, procesus transverses panjang dan langsing, procesus spinosus berbentuk segiempat, pendek, dan rata mengarah lurus ke belakang. Fasies procesus artikularis superior menghadap ke medial dan fasies artikularis inferior menghadap ke lateral. 4) Vertebra sacralis (tulang kelangkang) 5 ruas Merupakan lima ruas tulang yang bergabung menjadi satu membentuk sebuah tulang. Batas anterior bersendi dengan lumbal ke 5, batas inferior agak sempit bersendi dengan os cogsigis, dan bagian lateral sacrum bersendi dengan os costa membentuk artikulasio sacro iliaka. Tepi anterior dan superior sacrum I menonjol ke depan sebagai margo posterior, apartura pelvis superior sebagai promontorium sacralis, dan foramen vertebralis membentuk canalis sacralis lamina sacral 4 dan 5. 5) Vertebra koksigialis ( tulang ekor) 4 ruas
22
Vertebra koksigialis terdiri atas empat ruas yang membentuk segitiga kecil yang bersendi dengan ujun bawah sacrum tetapi kecuali vertebra koksigis pertama. c.
Faktor penyebab Low Back Pain (LBP) Faktor penyebab keluahan pada sistem musculoskeletal menurut Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2011) antara lain sebagai berikut. 1) Faktor internal a) Umur Umumnya keluhan musculoskeletal dirasakan pada umur antara 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. b) Jenis Kelamin Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. c) Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paruparu, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut
23
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri. d) Kesegaran Jasmani Keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitasnya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya bagi yang dalam aktivitasnya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, disisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot (Lanywati, 2001). e) Kekuatan Fisik Peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, risiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. f)
Ukuran Tubuh Berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh merupakan faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem musculoskeletal. Vessy, et.al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, et.al (1994) yang menyatakan bahwa bagi
24
pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh>29) mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20), khusunya untuk otot kaki. g) Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. h) Sikap kerja tidak alamiah Salah satu sikap kerja yang tidak dibenarkan adalah sikap kerja yang tidak sesuai tubuh atau sikap kerja yang tidak alamiah. Sikap kerja tidak alamiah yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian dalam tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. 2) Faktor eksternal a) Tekanan Pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat,
25
apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. b) Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. c) Mikroklimat Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. d) Masa Kerja Sikap kerja yang statis dengan masa kerja yang lama (5 tahun bekerja) dapat berpengaruh terhadap nyeri punggung. Hal ini disebabkan karena akumulasi pembebanan pada tulang rangka (Harrianto, 2009).
26
4. Hubungan Sikap kerja duduk dan masa kerja dengan Keluhan Low Back Pain Proses terjadinya nyeri dimulai dari stimulus nyeri, seperti faktor biologis, zat kimia, panas, listrik, serta mekanik. Selanjutnya stimulus tersebut menstimulasi nosisseptor di perifer, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat (Prasetyo, 2010). Konstruksi
punggung
yang unik
memungkinkan
terjadinya
fleksibelitas dan memberikan perlindungan terhadap sumsum tulang belakang. Otot-otot abdominal berperan pada aktivitas mengangkat beban dan sarana pendukung tulang belakang. Adanya obesitas, masalah struktur, dan peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini akan berakibat pada nyeri punggung. Adanya perubahan degenerasi diskus interverterbralis akibat usia menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung biasa, sedangkan perubahan diskus interlumbalis L4-L5 dan L5-S1 menderita stress mekanis dan menekan sepanjang akar saraf merupakan penyebab nyeri punggung bawah (Helmi, 2012). Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) (Bakri S. H. A., Sudiajeng L, 2004).
27
B.
Kerangka Pemikiran Sikap kerja duduk
Degenerasi Diskus Interlumbalis
Masa Kerja
Faktor internal : 1. Umur 2. Riwayat penyakit 3. Kesegaran jasmani 4. Kebiasaan 5. Kekuatan fisik 6. Ukuran tubuh
Akumulasi Tekanan Saraf Berlebih pada bagian tulang punggung bawah
Terjepitnya saraf pada Lumbal IVSacral I
Faktor eksternal : 1. Aktifitas diluar kerja 2. Lingkungan kerja
Keluhan Low Back Pain Gambar 8. Kerangka Pemikiran Keterangan :
: diteliti : tidak diteliti
C.
Hipotesis Ada hubungan sikap kerja duduk dan masa kerja dengan keluhan low back pain tenaga kerja administrasi PT TELKOM Solo.