BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah istilah yang sering kita dengar sejak kecil. Bahkan sampai sekarang kita adalah orang yang terus belajar. Mempelajari, mengamati, melihat, merupakan bagian dari belajar. Manusia dengan pengalamannya mampu menelaah, mengolah, dan menyimpulkan sehingga terjadi proses belajar serta mempengaruhi perkembangan manusia. Melalui pengertian umum, belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya (Suparno, 2001: 2). Menurut Gagne belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2011: 2). Kategori belajar menurut Gagne meliputi lima jenis kemampuan manusia yaitu, kecakapan intelektual,
strategi
kognitif, keterampilan motoris,
informasi verbal, dan sikap (Suparno, 2001: 11). Perubahan yang dialami seseorang dapat dikatakan sebagai belajar. Karena belajar memerlukan waktu, dan waktu yang dilalui seseorang membawa pembelajaran dari pengalaman yang dialami orang tersebut.
13
14
Menurut Depdiknas (2003: 4-5) belajar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia, dan berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya. Dengan demikian, hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Tentu saja perubahan yang diharapkan adalah perubahan kearah yang positif. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, motivasi, watak, penyesuaian diri. Sehingga belajar bisa disebut sebagai rangkaian kegiatan jiwaraga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psokomotorik (Sardiman, 1988: 23). Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan diri, memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang dialami, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. b. Tujuan Belajar Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar
15
sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturan effects. Bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu (Suprijono, 2011: 5). Untuk mengetahui dan menganalisis adanya tujuan belajar siswa, di bawah ini tujuan belajar terbagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut. 1) Untuk mendapatkan pengetahuan Ditandai dengan kemampuan berpikir dalam rangka memperkaya pengetahuan siswa. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya didalam kegiatan belajar. 2) Penanaman konsep dan keterampilan Penekanan belajar mengacu pada merumuskan konsep yang memerlukan keterampilan. Keterampilan terdiri dari jasmani dan rohani, keterampilan jasmani adalah keterampilan yang dapat dilihat dan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Keterampilan
rohani
yaitu
menyangkut
persoalan-persoalan
penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
16
3) Pembentukan sikap Menumbuhkan sikap mental, perilaku, dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model (Sardiman, 1988: 28-29). Tujuan belajar dapat disimpulkan yaitu proyeksi dari proses belajar yang berupa keterampilan dan pengetahuan, sehingga membentuk
kemampuan
berpikir
kritis
dan
kreatif
untuk
menyelesaikan dan merumuskan masalah serta dapat menumbuhkan sikap mental, perilaku, dan kepribadian. 1. Model Pembelajaran a. Model Teams Games Tournament (TGT) Menurut Kemal Doymus dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Effects of Two Cooperative Learning Strategis on Teaching and Learning Topics of Thermochemistry (2009: 34) These methods and structures can be categirizet into the following models a)Student Team and Achievement Division (STAD), b) Team Games Tournament (TGT), c) Learning Together (LT), d) Jigsaw Technique (JT), e) Group Investigation Technique (GIT), f) Team Accelerated Instruction (TAI), and g) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model mengajar menurut Isjoni (2007:49) dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan member petunjuk kepada pengajar kelas.
17
TGT pada mulanya dikembangkan oleh David Devries dan Keith Edwards, ini merupakan Model pembelajaran pertama dari John Hopkins. Model ini menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan guru dan tim kerja yang sama seperti STAD, tetapi menggantikan kuis dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya, ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggungjawab individual. Sebagian guru lebih memilih TGT karena faktor menyenangkan dan kegiatan (Slavin, 2005: 14). Langkah-langkah dalam model TGT adalah sebagai berikut : 1) Guru menyampaikan materi seputar mata pelajaran yang akan disampaikan, 2)
18
guru membentuk kelompok yang bersifat heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll) 3) Guru menyajikan pelajaran, 4) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat
menjelaskan pada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 5) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa, dalam hal ini digantikan dengan menggunakan permainan ular tangga. 6) Memberi evaluasi dan Kesimpulan. Selain itu terdapat lima komponen dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif TGT : 1) Presentasi kelas /Pengamatan Langsung Presentasi
kelas
digunakan
guru
untuk
mengenalkan
materi
pembelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi maupun presentasi audiovisual. Guru membagi kelompok serta menjelaskan konsep-konsep yang harus depelajari juga meberi pengenalan singkat mengenai materi pembelajaran yang akan dipelajari. Perbedaannya dengan presentasi kelas dalam pengajaran biasa adalah bahwa presentasi tersebut haruslah terfokus kepada unit TGT. Dengan cara ini para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar member perhatian penuh selama presentasi dikelas. 2)
Belajar Tim Tim yang mana terbentuk dan mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis. Dalam TGT
19
siswa ditugaskan untuk tiga atau empat anggota tim yang dicampur dalamm kinerja dan gender. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Dalam pembelajaran Tim di model TGT ini poin penting yang perlu ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian serta mampu menghasilkan hubungan kelompok dan rasa harga diri terhadap siswa yang lain. 3) Permainan/Game Permainan disusun untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa dan biasanya disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan latihan lain. Permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT dapat berupa permainan yang mudah dan banyak dikenal. Biasanya permainan yang digunakan adalah ular tangga dan teka-teki silang. 4) Tournament/pertandingan Tournament merupakan saat dimana permainan berlangsung dan dilaksanakan setelah guru memberikan presentasi kelas dan setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Dalam Tournament ini diharapkan terjadi kompetisi yang positif diantara
20
siswa masing-masing kelompok yang mana berlomba-lomba dalam bidang akademis. 5) Penghargaan Tim Tim yang mendapat nilai tertinggi pada permaina atau kompetisi akan mendapatkan penghargaan dari guru. Penghargaan atau pengakuan kelompok diberikan oleh guru dengan menggunakan laporan berkala, majalah dinding atau dalam bentuk lain. Penghargaan ini tidak hanya memberikan hadiah besar, tapi yang lebih penting adalah dapat menyenangkan para siswa atas prestasi yang mereka lakukan (Slavin, 2005: 160). Dalam pembelajaran kooperatif model TGT, meskipun proses belajar mengajar dilakukan secara berkelompok, akan tetapi prestasi belajar yang diukur adalah prestasi belajar individu. Dengan model ini diharapkan siswa dapat belajar dengan bersunggung-sungguh karena terpacu untuk lebih siap belajar tanpa ada rasa takut. Peran guru dalam model TGT ini hanya bertindak sebagai fasilitator yang memantau kegiatan masing-masing kelompok. b. Model pembelajaran JIGSAW JIGSAW sebagai Model pembelajaran kooperatif dikembangkan pertama kali oleh Eliot Aronson tahun 1971. Dalam model pembelajaran kooperatif JIGSAW, setiap siswa menjadi anggota kelompok asal (home group) dan juga sebagai kelompok ahli (expert group). Siswa dalam kelompok ahli bertanggung jawab terhadap penguasaan materi yang
21
menjadi bagian yang dipelajari dan berkewajiban mengajarkan kepada siswa lain dalam kelompoknya. Seperti pada model pembelajaran kooperatif STAD, pada model JIGSAW ini siswa dalam satu kelas dibagi kedalam kelompok-kelompok heterogen dalam 4-5 anggota. Pada model pembelajaran JIGSAW setiap siswa dalam satu kelompok asal (home group) akan menerima tugas yang berbeda. Setiap siswa bertanggungjawab terhadap penguasaan tugas yang menjadi bagiannya. Dalam model pembelajaran ini siswa akan memiliki persepsi bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama, mempunyai tanggung jawab terhadap materi yang dihadapi, saling membagi tugas dan tanggung jawab yang sama besarnya dengan kelompok, belajar kepemimpinan sementara mereka mempertanggungjawabkan secara individu materi yang dibahas dalam kelompok. Pendekatan Jigsaw melibatkan partisipasi aktif individu dan kerjasama kelompok. Dengan penyusunan pelajaran sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok memiliki informasi unik dan pengaruh tertentu. Hasil kelompok tidak lengkap bila masing-masing kelompok melakukan bagiannya. Hal tersebut dapat diibaratkan sebagai Jigsaw Puzzle yang tidak lengkap tanpa setiap kepingan digabungkan (Broppy, 198: 141) Setiap anggota kelompok diberi tugas yang berbeda dan anggota kelompok lain yang memiliki tugas sama harus bekerja sama untuk menyelesaikan tugas tersebut dalam suatu kelompok yang disebut
22
kelompok expert. Apabila tugas setiap siswa telah selesai, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjalankan tugasnya. Siswa hanya belajar pada bagian sendiri, sehingga mereka akan mendengarkan secara rinci tentang apa yang diterangkan oleh teman kelompoknya. Mereka akan termotifasi untuk saling belajar, dan selanjutnya menyiapkan untuk tes individu (Brophy, 1998: 141; Slavin, 1985: 8) Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model JIGSAW : 1). Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok asal (home group). 2). Menunjuk salah satu siswa sebagai ketua kelompok. 3). Setiap siswa pada kelompok asal memperoleh tugas yang berbeda. 4). Memberi waktu membaca dan memahami tugas.5). siswa yang memperoleh tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok ahli untuk mendiskusikan dan kemudian menjadi ahli dari tugasnya. Tunjuklah seorang pemimpin diskusi, pencatat, pembaca materi, dan pengkoreksi. 6). Masing-masing siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal, untuk menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya ke anggota kelompok secara bergantian dan berbagi informasi. Tekankan pada masing-masing siswa bahwa setiap siswa mempunyai tanggung jawab pada kelompok asal dan menjadi tutor yang baik sebagaimana halnya dia menjadi pendengar yang baik. Para siswa harus dapat meyakinkan bahwa mereka telah memahami dari seluruh pokok bahasan dan siap untuk mengikuti test perseorangan.
23
7). Pada akhir pelajaran para siswa diberikan test perseorangan yang mencakup semua sub pokok bahasan yang telah dipelajari. Model pembelajaran JIGSAW didesain untuk meningkatkan rasa bertanggungjawab
siswa
terhadap
pembelajarannya
sendiri
dan
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya member materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada semua anggota kelompok lain. Dengan demikian siswa saling bergantung satu sama lain dan harus bekerja secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim dengan topik yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk berdiskusi (kelompok ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan kelompok ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
24
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. 3. Pemahaman Sejarah a. Pengertian Pemahaman Setiap manusia sebenarnya telah mempunyai pemahaman tertentu tentang dirinya dan dunianya. Tanpa hal ini tidak mungkin manusia menjalankan kehidupannya di dunia. Pemahaman berfungsi sebagai pedoman bagi pelbagai kegiatan hidupnya. Perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh lingkungan hidupnya, tetapi juga ditentukan oleh pemahamannya tentang diri dan dunianya. Pemahaman menurut Sumaryono (1993: 54) adalah pengertian tentang akal pikiran manusia. Setiap pemahaman merupakan hasil dari proses belajar. Oleh karena itu pemahaman seseorang dapat berbeda atau bahkan bertentangan dengan pemahaman orang lain, sebagai akibat dari perbedaan proses belajar yang berlangsung dalam diri masing-masing. Setiap individu seseorang mempunyai perbedaan pengalaman, lingkungan social atau lingkungan pendidikan dimana proses belajar berlangsung. Dengan kata lain setiap pemahaman manusia adalah relative, tergantung pada lingkingan hidupnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (depdikbud, 2010: 714), pemahaman berasal dari kata “paham”, yang berarti (1) pengertian, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran, haluan, pandangan, (4) mengerti benar (akan), tahu benar (akan), (5) pandai dan mengerti benar. Apabila
25
mendapat awalan pe- dan –an, menjadi pemahaman yang berarti: (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami dan memahamkan. Winkel (1989: 246) menyatakan bahwa pemahaman mencakup kemampuan untuk mengungkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Winkel sendiri mengambil dari taksonomi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan intruksionla. Bloom membaginya kedalam 3 kategori, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pemahaman merupakan salah satu dari aspek kognitif karena
dalam
ranah
kognitif
terdapat
aspek-aspek
pengetahuan,
pemahaman, penerapan analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam aspek dibidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berfikir dari yang terendah sampai yang tertinggi. Winkel menjelaskan bahwa pemahaman sebenarnya merupakan proses kognitif yang merupakan gabungan antara mengetahui dan menghayati yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pemahaman secara utuh. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang paling rendah tingkatannya dan mendasari tingkat ranah selanjutnya, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotorik. Nana Sudjana (1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenar-benarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan
26
bagian-bagian terendah dengan diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi pemaknaan ekstrapolasi. Suke Silverius (1991: 43-44) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga: yaitu (1) menerjemahkan/ translation, pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan/ translation, arti dari bahasa satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata kedalam
grafik
gambar
dapat
dimasukkan
kedalam
kategori
menerjemahkan. (2) menginterpretasikan/ interpretation, kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. (3) mengekstrapolasi/ eksptrapolation, agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap arti dan makna dari bahan yang dipelajari. Di dalam kaitan ini dapat dijelaskan pemahaman berarti memahami arti dan makna yang terkandung, dan bukan hanya menghafal angka tahun dan juga peristiwa saja. Melalui pemahaman akan termotivasi untuk mengetahui, mempelajari, mengerti serta dapat menginterpretasikan sesuatu objek peristiwa. Artinya dalam diri seseorang terjadi suatu proses
27
berfikir mengapa peristiwa itu terjadi dan apa akibat dari peristiwa tersebut. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemahaman adalah merupakan suatu proses, perbuatan dan pikiran untuk menangkap arti dari suatu paham yang telah dipelajari yang terlibat antara lain dalam kemampuan seseorang menafsirkan informasi, meramalkan akibat dari suatu peristiwa dan kemampuan sejenis. b. Pengertian Sejarah Sejarah adalah biografi, setiap manusia mempunyai biografi, begitu pula manusia pada masa lampau, tapi yang dipelajari hanyalah biografi manusia yang mempunyai peranan penting yang tercatat dalam sejarah. Kehidupan orang-orang yang memegang peranan penting dalam sejarah itulah yang ditiru oleh generasi muda sekarang (Soewarso, 2000: 26). Tidak semua orang menyadari bahwa mereka selalu melakukan tindakan sejarah. Apa yang mereka ingat dan mereka gambarkan didalamnya terdapat sifat sejarah. Sama halnya dengan menceritakan pengalaman hidup seseorang. Menurut Kuntowijoyo (2001:18) sejarah merupakan hasil dari rekonstruksi masa lalu. Mengulas, mengupas, dan mengambil hikmah dari sebuah peristiwa ialah hasil dari rekonstruksi masa lalu. Di bawah ini merupakan pengertian sejarah antara lain. 1) Sejarah sebagai peristiwa adalah kejadian, kenyataan, aktualitas sejarah yang sebenarnya telah terjadi atau berlangsung pada waktu atau masa yang lampau. 2) Sejarah sebagai sebuah kisah adalah cerita berupa narasi yang
28
disusun dari memori, kesan dan tafsiran manusia terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi atau berlangsung pada waktu yang lampau. 3) Sejarah sebagai ilmu adalah suatu susunan pengetahuan tentang peristiwa atau cerita yang terjadi didalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara otomatis dan metodis berdasarkan asas-asas, prosedur, Model serta teknik ilmiah yang diakui oleh pakar sejarah (Sjamsuddin dan Ismaun 1996: 11-15). Menurut Sardiman (2004: 9) dalam bukunya yang berjudul mengenal sejarah mendefinisikan sejarah adalah cabang ilmu yang mengkaji secara sistematis keseluruhan perkembangan proses perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspek kehidupannya yang terjadi di masa lampau. Masa lampau itu bukan sesuatu yang final, mandeg, dan tertutup, tetapi bersifat terbuka dan berkesinambungan. Melihat berbagai pengertian sejarah di atas menunjukkan bahwa sejarah adalah cabang ilmu yang mengkaji dan mempelajari peristiwa masa lampau secara sistematis, kritis, dan kronologis serta mencakup keseluruhan perkembangan manusia. Sejarah mempunyai pesan moral dan nilai yang harus disampaikan pada penerus bangsa. Jadi, sejarah harus dimasukkan dalam pembelajaran di sekolah yaitu pelajaran sejarah. Sejarah merupakan kajian ilmu sosial yang mempelajari suatu
29
peristiwa masa lampau yang memerlukan pembelajaran untuk menguasai bidang sejarah. Kedudukan sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu sosial, mempunyai peranan penting dalam pendidikan karena pembelajaran sejarah memperkenalkan nilai-nilai yang terkandung dalam
peristiwa
didalamnya
dapat
sejarah.
Nilai-nilai
mengembangkan
moral
yang
kepribadian
terkandung siswa
serta
membentuk sikap mental siswa untuk berpikir kritis dalam menyimpulkan dan merumuskan masalah. Dengan diberikannya pelajaran sejarah di sekolah diharapkan siswa dapat mengambil dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya untuk kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dan pendidikan moral bangsa salah satunya berdasar pada pembelajaran sejarah yang berorientasi pada pendidikan kemanusiaan yang memperlihatkan nilainilai dan norma. Tujuan adanya pembelajaran sejarah menurut Soewarso (2000: 31) adalah untuk memperkenalkan pelajar kepada riwayat perjuangan manusia untuk mencapai kehidupan yang bebas, bahagia, adil, dan makmur, serta menyadarkan pelajar tentang dasar dan tujuan kehidupan manusia berjuang pada umumnya. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran sejarah di sekolah adalah memperkenalkan dan membawa siswa untuk menerapkan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang kemudian diterapkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
30
pembelajaran sejarah berfungsi membantu siswa untuk membentuk kepribadian, sikap mental, dan berpikir kritis dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemahaman sejarah berarti kemampuan subyek untuk mempertimbangkan sesuatu, sehingga mendorong individu menghayati untuk memilih mana yang penting dan tidak penting, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, berguna atau tidak berguna. Dengan demikian memberikan arah untuk bersikap dan bertingkah laku, menumbuhkan rasa kecintaan yang tinggi terhadap sejarah bangsa Indonesia. 4. Berpikir Kritis Sebagian besar orang tua dan pendidik setuju bahwa dalam masyarakat modern saat ini, anak-anak harus menguasai keterampilan berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggih. Menurut Browne dan Keeley dalam Elanie B. Johnson (2011:183) kemampuan berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti, bermain logika, dan mencari alternatif dari ide-ide konvensional, akan memberi anak-anak muda dalam sebuah rute yang jelas ditengah carut marut pemikiran pada zaman teknologi saat ini. Berfikir kritis dapat diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang
atau
individu
dituntut
untuk
menginterpretasikan
dan
mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
31
Johnson (2011: 187) menjelaskan bahwa terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan seseorang berpikir kritis yaitu mampu mengevaluasi pemikiran yang tersirat dari apa yang mereka dengar dan baca, mereka meneliti proses berpikir mereka sendiri saat menulis, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengembangkan sebuah proyek. Berfikir kritis merupakan sikap untuk memunculkan ide-ide atau pemikiran baru dengan cara mempertimbangkan nilai suatau hal dan sikap kritis merupakan aktualiasasi tindakan dari sebuah proses berpikir. Kemampuan berfikir kritis berkaitan erat dengan rasa ingin tau dan tidak mudah percaya dengan adanya sesuatu. Dapat dicontohkan siswa yang memiliki sikap berfikir kritis adalah siswa yang suka bertanya dan berpendapat ketika didalam kelas. Sehingga dapat di artikan ini merupakan aktualisasi tindakan dari proses berpikir kritis. Kemampuan berfikir kritis diperlukan dalam pembelajaran sejarah, dimana siswa dituntut untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah berdasarkan fakta yang ada. Kemampuan berfikir kritis diibaratkan sebagai alat untuk mengoreksi kebenaran-kebenaran suatu peristiwa sejarah dengan kata lain skeptis adalah suatu hal yang mendasar diperlukan dalam pembelajaran sejarah. Hal ini menuntut siswa untuk mengetahui bagaimana peristiwa sejarah itu terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Secara tidak langsung dengan sendirinya siswa akan mampu memahami dan mengambil hikmah dari sebuah peristiwa melalui kemampuan berfikir kritis ini.
32
Banyak hal yang dapat diartikan mengenai berpikir kritis. Salah satunya akan dijelaskan defenisi berpikir kritis menurut Elaine B. Johnson (2011:185) sebagai berikut : 1. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. 2. Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari orang lain. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat didefenisikan berpikir kritis adalah suatu proses berpikir secara sestematis dan terorganisir dengan maksud
untuk
mencapai
pemahaman
yang
mendalam,
dengan
mengunkapkan ide-ide dibalik suatu kejadian, sehingga kejadian tersebut memberikan pemahaman dalam mengungkapkan makna dari kejadian tersebut, maka akan dapat ditarik indikator dari berpikir kritis peserta didik sebagai berikut : 1. Adanya evaluasi bukti informasi oleh peserta didik 2. Peserta didik memberika asumsi setelah menyimak informasi yang disampaikan. 3. Logika yang dipakai tepat 4. Menggunakan bahasa yang lugas dan jelas 5. Melihat kesimpulan dari sebuiah informasi 6. Memahami implikasi dari sebuah kesimpulan
33
Dalam berpikir kritis maka individu akan memunculkan potensi yang terpendam dari dalam pikirannya. Tentunya dalam memunculkan potensi terpendam tersebut, perlu adanya langkah-langkah yang harus diperhatikan. Berikut ini yang menjadi langkah-langkah yang diikuti dalam berpikir kritis adalah sebagai berikut : 1. Subjek yang ingin diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya, hal ini dapat berupa pencarian mengenai isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan. 2. Memahami sudut pandang yang digunakan dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman. 3. Mengindentifikasi alasan dari sebuah informasi (kejadian) yang diterima (dihadapi). Alasan yang bagus didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya dan relevan dengan kesimpulan yang ditarik sebelumnya. 4. Menganalisis asumsi ataupun ide-ide dari sebuah informasi, dengan tidak mudah menerima asumsi tersebut. 5. Dalam memahami dan mencari makna dari sebuah informasi, perlu memperhatikan kata-kata yang digunakan. 6. Menilai secara akurat bukti-bukti yang digunakan sebagai alasan dalam menyampaikan informasi.
34
7. Melihat kesimpulan yang ditawarkan dari sebuah informasi. Dimana individu yang berpikir kritis harus membuat sebuah keputusan cerdas setelah mempertimbangkan kekuatan sebuah argumen. 8. Mempertimbangkan implikasi dari kesimpulan yang telah diambil. Kedelapan langkah yang telah diuraikan diatas jika benar-benar dilakukan akan membuat siswa dapat berpikir dengan baik mengenai hampir semua subjek atau situasi, sehingga dalam pencapaiannya, siswa dapat lebih memahami informasi yang disampaikan dari pada sekedar mengetahui atau mengingatnya. Dengan demikian bahwa berpikir kritis merupakan aktivitas mental sistematis yang dilakukan oleh orang-orang dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman mereka. Dalam berpikir kritis maka individu sebagai pemikir kritis meneliti dengan cermat proses berpikir mereka dari apa yang menjadi informasi yang mereka terima untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan sebaikbaiknya. B. Penelitian Yang Relevan 1. Dyah Pramesthi Isyana Ardyati, 2012. “Pengaruh Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Problem Solving Dan Model Proyek Ditinjau Dari Keingintahuan Siswa Dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa ( Studi Pelaksanaan Pembelajaran Biologi pada pokok bahasan Pencemaran Di SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun ajaran 2008/2009)”. Tesis: TESIS: UNS Surakarta.
35
Kesimpulan : Pertama, prestasi belajar kognitif dan afektif siswa dengan Model problem solving, secara signifikan (P= 0,000 dan 0,000) lebih tinggi dibandingkan dengan Model proyek. Kedua, Prestasi belajar kognitif dan afektif siswa dengan keingintahuan tinggi
secara
signifikan
(P+0,010
dan
0,005)
lebih
tinggi
daibandingkan dengan keingintahuan rendah. Ketiga, Prestasi belajar kognitif dan Afektif siswa, secara signifikan (P= 0,000 dan 0,004) lebih tinggi dibandingkan dengan ketrampilan berfikir kritis rendah. Keempat, tidak ada interaksi antara keingintahuan dan berfikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa (p= 0,298 dan 0, 404). Kelima, tidak ada interaksi antara keingintahuan dengan metose pembelajaran terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa (P= 0,506 dan 0,480). Keenam, tidak ada interaksi antara ketrampilan berfikir kritis dengan Model pembelajaran terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa (P= 0,108 dan 0,215). Ketujuh, tidak ada interaksi antara keingintahuan, ketrampilan berfikir kritis, dan Model pembelajaran terhadap prestasi belajar afektif dan kognitif siswa (P= 0,928 dan 0,738) 2. Sadiman, 2007. “Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Individual Terhadap Prestasi Belajar Sejarah Ditinjau Dari Kreativitas
Belajar
Siswa
SMP
2005/2006)”. Tesis : UNS Surakarta.
N
Kota
Surakarta
Tahun
36
Kesimpulan : Pertama, ada pengaruh strategi pembelajaran kooperatif dan individual terhadap prestasi belajar Sejarah (Fhitung > Ftabel atau 27,92 > 3,95). Kedua, ada pengaruh kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar Sejarah (Fhitung > Ftabel atau 17,44 > 3,95). Ketiga, ada pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar Sejarah (Fhitung > Ftabel atau 5,13 > 3,95). 3. Astuti, 2009. “Pengaruh Strategi Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar IPS Sejarah Ditinjau Dari Kreativitas Belajar Siswa SD Negeri Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2008/2009)”. Tesis : UNS Surakarta. Kesimpulan : Pertama, ada pengaruh trategi pembelajaran kooperatif dan individual terhadap prestasi belajar IPS Sejarah ( Fhitung > Ftabel atau 6,896 > 4,02). Kedua, ada pengaruh kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar IPS Sejarah (Fhitung > Ftabel atau 60,936 > 4,02). Ketiga, ada pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas belajar siswa terhadap prestasi belajar IPS Sejarah (Fhitung > Ftabel atau 47,45 > 4,02). 4. Penelitian oleh Anggoro Budi Prasetya dengan judul” Kontribusi Minat Belajar Sejarah dan Tingkat Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia terhadap Sikap Kebangsaan Di SMU Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif dan berarti antara minat belajar sejarah (X1) dengan
sikap kebangsaan (Y) dngan
37
prediksi garis regresi Y=7,71 + 1, 0168 X1, dan uji koefisien korelasi ditemukan th= 21, 507 > tab = 1,96 sehingga ada korelasi antara X1 dan Y (P < 0,05; r =0,0878; r2 = 0,770, α = 0,05). Kedua ada hubungan positif dan berarti antara tingkat pemahaman sejarah nasional Indonesia (X2) dengan sikap kebangsaan (Y) dengan prediksi garis regresi Y= 92, 75+ 3, 065 X2 dan uji koefisiensi korelasi ditemukan th = 14, 298> ttab = 1,96 sehingga ada korelasi antara X2 dan Y (P < 0,05; r = 0, 773, r2 = 0,596 ; α = 0,05). Ketiga ada hubungan positif antara minat belajar sejarah dan pemahaman sejarah nasional Indonesia dengan sikap kebangsaan dengan prediksi garis regresi Y= 115,126 X1 + 0, 179 X2 dan uji koefisien korelasi ganda ditemukan Fh = 265, 67 > F tab = 3,06 sehingga ada korelasi antara X1 dan X2 dengan Y ( P < 0,05 ; Ry 12 = 0,893, R2y11 = 0,797 ; α= 0,05). Besarnya kontribusi X1 dan X2 secara bersama-sam pada Y yaitu U1 = 20% dan kontribusi variable X2 pada U2 = 2,7 % dan kontribusi variable X1 dan X2 pada Y ( C1, 2) sebesar 57%. 5. Penelitian oleh Sutoyo dengan judul “Motivasi Belajar dan Sikap Percaya Diri dengan Prestasi Belajar IPS Sejarah pada Siswa Kelas II Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kabupaten Boyolali”. Hasil penelitian pada taraf 5% menunjukkan diperoleh hubungan positif yang signifikan antara : 1) motivasi belajar oleh thit = 7, 2253, ttab = 1,64 dengan P < 0,05 dan r X1 Y= 0, 1449, 2) sikap percaya diri ditunjukkan oleh thit = 3, 1576, ttab = 1,96, dengan P < 0,05 dan
38
r X2 Y= 0,226, 3) motivasi belajar dan sikap percaya diri secara bersama-sama dengan prestasi belajar IPS-Sejarah ditunjukkan Fhit = 18, 6695; Ftab = 1,64, dengan P < 0,05 dan ry12 = 0, 941. Hasil analisis regresi pada taraf signifikasi 0,05 diperoleh : 1) motivasi belajar dengan prestasi belajar sejarah IPS bersifat nyata dengan Fhit = 52, 179 > Ftab = 3,86, 2) sikap percaya diri dengan prestasi belajar IPS sejarah bersifat nyata Fhit = 1,442 > Ftab = 1,52, 3) motivasi belajar dan sikap percaya diri secara bersama-sama bersifat nyata dengan Fhit = 16, 55 > Ftab = 3,86. Besarnya sumbangan efektif motivasi belajar 45, 85% dan sikap percaya diri 5,1%. 6. Penelitian oleh Sukardi dengan judul Hubungan Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dan Sikap terhadap Nilai Sosio Budaya dengan Wawasan Kebangsaan Mahasiswa. Hasil penelitian pada taraf signifikan 5% menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif yang berarti antara pemahaman sejarah pergerakan nasional indonesisa dengan wawasan kebangsaan (thit = 6,4883 > ttab = 1,92), 2) terdapat hubungan positif yang berarti antara sikap terhadap nilai sosio budaya dengan wawasan kebangsaan (thit = 6,7356 > 1,98), 3) terdapat hubungan positif yang berarti secara bersama-sama antara pemahaman sejarah pergerakan nasional Indonesia dan sikap terhadap nilai sosio budaya dengan wawasan kebangsaan ( Fhit = 47, 103 > F tab = 3,04).
39
7. Hasil Penelitian David W. Johnson, Roger T, Johnson, Mary Beth Staune Dari Universitas Minesota, Minneapolis yang berjudul “ Cooperative Learning Methode : A Meta Analysis” pada tahun 2000. Hasilnya adalah kedelapan metode kooperatif memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengembangan siswa. 8. Jurnal Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan dari University Kebangsaan
Selangor,
Malaysia
yang
berjudul
“Promoting
Cooperative Learning in Science and Mathematics Education : A Malaysian Perspektive” pada tahun 2006. Dalam jurnal ini, penggunaan pembelajaran kooperatif merupakan hal yang ditekankan pererapannya karena dipercaya proses pembelajaran kooperatif akan sangat efektif. Karena siswa aktif terlibat untuk berdiskusi menyelesaikan permasalahan dalam kelompok C. Kerangka Berfikir Penelitian ini menggunakan kerangka berfikir sebagai berikut : 1. Perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran TGT dan JIGSAW terhadap pemahaman sejarah dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri. Salah satu implikasi teori kontruktivisme adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan dengan temannya. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga akan dapat
40
meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan member kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Lebih lanjut lagi bahwa pembelajaran kooperatif, pembelajaran model TGT dan JIGSAW memiliki dampak yang positif terhadap partisipasi siswa. Keseluruhan aspek kooperatif yang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran yang berorientasi kooperatif merupakan bagian dari pendidikan peserta didik, apabila kemampuan kooperatif terus dilatihkan kepada siswa selama pembelajaran maka cermin siswa dengan sikap positif akan tercapai. Berdasarkan kerangka berfikir secara teoritik yang dikutip dari para ahli dan hasil penelitian terdahulu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT maupun JIGSAW telah tdiduga efektif meningkatkan pemahaman sejarah siswa. 2. Perbedaan pengaruh Kemampuan Berfikir Kritis Siswa terhadap Pemahaman Sejarah dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri. Dalam berpikir kritis peserta didik akan mengacuhkan berbagai pertanyaan yang menggunakan pemikiran lewat logika, asumsi, dan menelaah bukti-bukti dari sebuah informasi. Tentu saja kesemuanya itu digunakan untuk memecahkan sebuah masalah. Dengan berpikir kritis maka peserta didik akan memberikan solusi dari setiap pemecahan masalah. Berpikir kritis merupakan suatu bentuk berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi atau mendalam.
41
Dalam proses pembelajaran, peran guru adalah mengajak anak untuk berpikir dan memberikan kesempatan pada anak agar apa yang yang telah dipikirkan oleh anak tersebut, diutarakan sebagai argumen yang patut kita hargai. Seorang guru harus mampu mengarahkan anak agar masuk kedalam proses berpikir yang mendalam. Sesuai dengan tujuan dari berpikir kritis untuk mencapai pemahaman yang mendalam, tentu saja akan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik khususnya dalam penelitian ini mata pelajaran sejarah karena pemahaman membuat peserta didik mengerti maksud dibalik ide lewat berbagai informasi yang diterima. Dengan demikian pemahaman sejarah diduga mampu mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian (informasi). 3. Pengaruh Interaksi Antara Model Pembelajaran Kooperatif tipe (TGT dan JIGSAW) dan kemampuan berfikir kritis terhadap pemahaman sejarah dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri. Model pembelajaran dengan tipe TGT dan JIGSAW merupakan model pembelajaran kooperatif. Keunggulan dari pembelajaran kooperatif ini adalah perlunya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok dipengaruhi oleh keberhasilan individu. Oleh karenanya kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sangat diperlukan. Pembelajaran kooperatif tersebut juga menekankan pada aktifitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
42
membantu dalam penguasaan materi guna semakin meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran sejarah. Dengan adanya interaksi antara model pembelajaran (TGT dan JIGSAW) dan kemampuan berfikir kritis siswa diduga dapat meningkatkan pamahaman sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan kerangka berfikir secara teoritik yang dikutip dari para ahli dan hasil penelitian terdahulu, dapat dikatakan bahwa, interaksi antara model pembelajaran (TGT dan JIGSAW) dan kemampuan berfikir kritis siswa diduga dapat meningkatkan pemahaman sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaanya dalam penyelidikan ilmiah. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, dan sebaliknya pengamatan dengan teori (H. Arif Furchan, 2011:114). Selain itu menurut Sumadi Suryabrata (1987:75) menyatakan bahwa Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang sebenarnya masih harus di uji secara empiris. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1986:63) menyatakan bahwa Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis merupakan suatu bentuk pengambilan keputusan ataupun sebuah jawaban dari permasalahan yang akan diteliti dimana sifat dari hipotesis tersebut merupakan sebuah
43
jawaban yang sementara. Pemakaian hipotesis merupakan alat yang sangat besar manfaatnya dalam mencari kebenaran. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan model Jigsaw dan TGT terhadap pemahaman sejarah dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri. 2. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan kemampuan berfikir kritis yang tinggi dan rendah terhadap pemahaman sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri. 3. Ada interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan kemampuan berfikir kritis siswa untuk meningkatkan pemahaman sejarah siswa dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri di Kecamatan Kota Wonogiri.