BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Laporan Tahunan Laporan tahunan merupakan laporan secara komprehensif dan menyeluruh mengenai perkembangan dan pencapaian suatu perusahaan dalam satu tahun. Laporan tahunan memuat aktivitas dan kinerja perusahaan yang disampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, isi laporan tahunan adalah sebagai berikut. a. Ikhtisar data keuangan penting b. Laporan dewan komsiaris c. Laporan direksi d. Profil perusahaan e. Analisis dan pembahasan manajemen f. Tata kelola perusahaan g. Tanggung jawab sosial perusahaan h. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit i. Surat pernyataan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi atas kebenaran isi laporan tahunan. Laporan tahunan emiten dan perusahaan publik merupakan sumber informasi penting tentang kinerja dan prospek perusahaan bagi pemegang
11
12
masyarakat sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. Dengan kata lain, informasi dalam laporan tahunan terutama ditujukan bagi investor dan kreditor. Laporan tahunan harus menyediakan informasi-informasi relevan yang menjadi perhatian dari para pengguna (Chakroun 2012). Laporan tahunan disiapkan berdasarkan kebutuhan para pengguna eksternal. Para pengguna eksternal dalam hal ini adalah investor, regulator, dan kreditor. 2.1.2. Pengungkapan Pengungkapan merupakan bagian dari laporan tahunan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak masuk dalam pengertian pengungkapan (Suwardjono 2005). Pengungkapan dibagi menjadi pengungakapan sukarela dan pengungkapan wajib (Chakroun 2012). Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Pengungkapan wajib adalah pengungkapan yang dilakukan perusahaan berdasarkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Suwardjono (2005) mengatakan bahwa manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan kreditor. Manajemen juga berminat
13
menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu, pengungkapan merupakan salah satu cara yang dilakukan manajemen untuk menarik perhatian para investor. 2.1.3. Akuntansi Lingkungan Dalam beberapa tahun terakhir, akuntansi lingkungan sudah menjadi pusat perhatian di kalangan akademisi, praktisi, dan pemerintah. Akuntansi lingkungan merupakan suatu istilah yang berupaya untuk mengelompokkan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan (Suartana 2010). Menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA), fokus utama pada akuntansi lingkungan adalah sebagai sebuah alat manajemen untuk beberapa tujuan, yaitu meningkatkan kinerja lingkungan, mengendalikan biaya, berinvestasi pada teknologi yang lebih bersih, mengembangkan produk-produk dan proses-proses yang ramah lingkungan, dan menginformasikan keputusan yang berhubungan dengan bauran produk, retensi produk, dan harga produk. US EPA juga mengatakan bahwa keberhasilan dari akuntansi lingkungan bukan berdasarkan cara klasifikasi biaya yang terjadi pada sebuah perusahaan secara benar. Tetapi, tujuan utama dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi yang relevan kepada pihak-pihak yang membutuhkan atau menggunakan. Jadi, akuntansi lingkungan
menitikberatkan
pada
kebijakan
perusahaan
dalam
14
menyampaikan informasi-informasi terkait aktivitas-aktivitas perusahaan tersebut yang berhubungan langsung dengan lingkungan. Di dalam akuntansi konvensional, informasi dalam laporan tahunan ditujukan kepada para pemegang saham dan para kreditur. Sedangkan akuntansi lingkungan menitikberatkan pada Triple Bottom Line (TBL). Slaper dan Hall (2011) mengatakan bahwa TBL adalah kerangka akuntansi yang mencakup tiga dimensi kinerja, yaitu people, planet, dan profit (3P). Dalam bentuk yang sederhana, TBL tidak hanya berfokus pada perusahaan untuk menambah nilai ekonomi, tetapi juga untuk menambah nilai lingkungan dan sosial (Elkington 2001). TBL digunakan untuk menggambarkan seperangkat nilai, isu, dan proses yang harus disampaikan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan dan menciptakan nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan (Ho dan Taylor 2007). Elkington (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga gelombang tekanan dari masyarakat yang terkait dengan TBL. Tiga gelombang tekanan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Gelombang pertama mengarah pada sebuah pemahaman bahwa dampak lingkungan dan permintaan sumber daya alam harus dibatasi. Hal tersebut menghasilkan adanya peraturan yang terkait dengan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan harus berfokus pada kepatuhan terhadap peraturan lingkungan.
15
2. Gelombang kedua mengarah pada sebuah pemahaman bahwa jenis teknologi dan produk baru sangat dibutuhkan. Hal tersebut harus berujung pada wawasan tentang proses pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus lebih kompetitif untuk menghadapi hal tersebut. 3. Gelombang ketiga berfokus pada pengakuan bahwa pembangunan berkelanjutan membutuhkan perubahan besar dalam tata kelola perusahaan dan pada seluruh proses globalisasi. Hal tersebut menyebabkan penempatan fokus baru pada pemerintahan dan masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan perlu berfokus dalam penciptaan pasar untuk menghadapi hal tersebut. 2.1.4. Teori Legitimasi Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas, ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman 1995). Dengan kata lain, teori ini mengungkapkan bahwa perusahaan secara berkelanjutan berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma dalam masyarakat agar aktivitasnya diterima menurut persepsi pihak eksternal (Setiawati dan Artha 2013). Menurut Gray et al. (1996, dalam Ahmad dan Sulaiman, 2004), inti dari teori ini adalah bahwa organisasi hanya bisa terus bertahan jika sistem nilai dalam operasi organisasi sejalan dengan sistem nilai masyarakat yang
16
ada. Pembukitan sistem nilai tersebut memerlukan pengungkapan tentang kegiatan organisasi yang sesuai dengan sistem nilai yang diinginkan oleh pemangku kepentingan. Pengungkapan lingkungan hidup merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban organisasi terhadap aktivitas yang dilakukan kepada para pemangku kepentingan. Organisasi menggunakan pengungkapan lingkungan hidup untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat. Teori
legitimasi
menyediakan
sudut
pandang
yang
lebih
komprehensif terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan hidup karena teori tersebut secara jelas mengakui bahwa organisasi terikat oleh kontrak sosial di mana organisasi setuju untuk melakukan berbagai aksi yang diinginkan secara sosial dengan imbalan persetujuan dari masyarakat, yang akan menjamin kelangsungan dan keberhasilan organisasi (Juhmani 2014). Teori legitimasi menyarankan sebuah hubungan antara pengungkapan sosial dan lingkungan dengan kepedulian komunitas sehingga manajemen dapat bertindak terhadap perubahan dan harapan komunitas. Al-Tuwaijri, Christensen, dan Hughes (2004) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang legitimasi sosialnya terancam memiliki dorongan untuk meningkatkan pengungkapan lingkungan dengan tujuantujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Perusahaan ingin memberi informasi kepada masyarakat tertentu tentang perubahan dalam kinerja perusahaan.
17
2. Perusahaan ingin mengubah persepsi tentang kinerja lingkungan perusahaan. 3. Perusahaan ingin mengalihkan perhatian publik dari masalah yang menjadi perhatian dengan menyoroti prestasi lainnya. 4. Perusahaan ingin mengubah harapan masyarakat tentang kinerja perusahaan. Pengungkapan sukarela informasi sosial dan lingkungan perusahaan adalah cara untuk mengatur legitimasi perusahaan (Joshi dan Gao 2009). Deegan, Rankin, dan Voght, (2000) menemukan bahwa perusahaan muncul untuk mengubah kebijakan pengungkapannya pada saat kejadian sosial perusahaan yang besar dan terkait dengan industri. Teori legitimasi menganggap bahwa perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan penghargaan publik atau melegitimasi kegiatan mereka pada area sosial, politik, dan lingkungan (Joshi dan Gao 2009). O'Donovan (2002) menunjukkan perspektif ancaman legitimasi sekarang atau potensial yang dapat muncul dari hubungan negatif suatu perusahaan dengan suatu kejadian. Perspektif ancaman tersebut dapat dilihat di Gambar 2.1.
18
Gambar 2.1 Isu dan Kejadian Legitimasi Perusahaan
Sumber: (O'Donovan 2002) Area X pada gambar tersebut mewakili keseuaian antara aktivitas perusahaan dengan harapan masyarakat dari sebuah perusahaan dan aktivitasnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Area Y dan Z mewakili ketidaksesuaian antara tindakan-tindakan perusahaan dan perspektif sosial terhadap suatu kejadian. Area-area tersebut mewakili celah antara mendapatkan legitimasi atau tidak mendapatkan legitimasi. Tujuan dari perusahaan mendapatkan legitimasi adalah untuk mengurangi celah legitimasi. Perusahaan akan membuat area X menjadi seluas yang mereka bisa agar memperoleh tujuan tersebut. Beberapa strategi dan pendekatan pengungkapan akan dilakukan agar dapat mengurangi celah legitimasi tersebut.
19
2.1.5. Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu konsep bahwa perusahaan memiliki sebuah tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan (Wijayanti, Sutaryo, dan Prabowo 2011). Gagasan CSR menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan sekedar kegiatan ekonomi, yaitu menciptakan laba demi kelangsungan usaha, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan (Yuliana, Purnomosidhi, dan Sukoharsono 2008). Confideration of British Industry (CBI) mendefinisikan Corporate Social Responsibility (Hemingway 2002) sebagai: “... Corporate Social Responsibility requires companies to acknowledge that they should be publicly accountable not only for their financial performance but also for their social dan environmental record. More widely, CSR encompasses the extent to which companies should promote human rights, democracy, community improvement dan sustainable development objectives throughout the world.” Dengan kata lain, konsep CSR mewajibkan perusahaan untuk tidak hanya berfokus pada kinerja perusahaan untuk menghasilkan laba saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007, CSR adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. CSR merupakan salah satu bagian dari laporan tahunan. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
20
No. Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, CSR merupakan hal yang wajib dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu, emiten atau perusahaan publik harus mengungkapkan CSR yang telah mereka lakukan di dalam laporan tahunan. Chauhan (2014) mengatakan bahwa CSR merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sebuah operasi perusahaan dimana perusahaan secara sukarela berkontribusi terhadap lingkungan dalam bentuk bantuan keuangan, lingkungan, moral, dan investasi sosial. Perusahaan harus bertanggung jawab atas segala aktivitasnya yang memengaruhi lingkungan dan sosial. Jenkins dan Obara (2006) mengatakan bahwa CSR pada perusahaan merupakan perwujudan dari pergerakan menuju keberlanjutan yang lebih besar dalam industri yaitu implementasi praktis dari tujuan keberlanjutan. CSR adalah sarana bagi perusahaan untuk membingkai sikap dan strategi terhadap para pemangku kepentingan, investor, karyawan, dan masyarakat. 2.1.6. Pengungkapan Lingkungan Pada saat ini, perusahaan dituntut untuk membuat pengungkapan tambahan
terkait
dengan
kinerja
lingkungannya
(Burrit
2014).
Pengungkapan tersebut dapat berbentuk volume, tema, dan lingkungan. Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu bagian dari adanya CSR. Pengungkapan lingkungan adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Suratno, Darsono, dan Mutmainah 2006). Pengungkapan informasi
21
lingkungan
hidup
perusahaan
bertujuan
sebagai
media
untuk
mengkomunikasikan realitas untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik (Suhardjanto dan Miranti 2009). Menurut O’Donovan (2000), pengungkapan lingkungan adalah informasi yang dihasilkan dan disampaikan oleh organisasi tentang hubungan organisasi dengan lingkungan, apakah menguntungkan atau merugikan, seluruhnya atau sebagian yang dihasilkan oleh perusahaan, serta produk dan jasa organisasi. Informasi ini dapat dipublikasikan dengan ukuran moneter maupun non-moneter. Iatridis
(2013)
mengatakan
bahwa
perusahaan
melakukan
pengungkapan lingkungan untuk memberikan kesan yang baik kepada pemangku kepentingan dan mengurangi ketidakpastian dan keraguan. Perusahaan-perusahaan menyediakan pengungkapan yang sesuai dengan perkiraan para analis. Hal ini dilakukan agar perusahaan mendapatkan reputasi yang baik. 2.1.7. Kinerja Lingkungan Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (Suratno, Darsono, dan Mutmainah 2006). Kinerja lingkungan merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Kepeduliaan tersebut dapat ditunjukkan dengan melakukan perbaikanperbaikan lingkungan yang rusak karena dampak yang ditimbulkan dari kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan.
22
Dalam melakukan kinerja lingkungan, perusahaan berpotensial untuk menaikkan nilai perusahaan. Hal tersebut dapat terjadi karena investor
yang
memiliki
pengetahuan
terkait
lingkungan
akan
menyimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab lingkungannya dengan baik (Clarkson et al. 2008). Perusahaan yang telah melakukan tanggung jawab lingkungan dapat dipandang sebagai perusahaan yang telah manaati nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Ketaatan tersebut dapat menjadi legitimasi masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan. Kinerja lingkungan merupakan dasar dari pembuatan pengungkapan lingkungan. Di Indonesia, kinerja lingkungan dapat dilihat dari peringkat Proper yang diterima perusahaan. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 tahun 2013, Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Proper dikembangkan bagi industri yang menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan dan peduli dengan citra atau reputasi. Proper merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Bapedal untuk mengatasi masalah lingkungan hidup di Indonesia. Proper pertama kali dibuat pada bulan Juni 1995 setelah mendapatkan dukungan dari World Bank, USAEP/USAID, dan badan-badan lingkungan hidup dari Kanada dan
23
Australia. Tujuan dari program ini untuk menciptakan mekanisme peraturan yang dapat mempromosikan dan melaksanakan kepatuhan terhadap standar pengawasan
pencemaran,
mendorong
pengurangan
pencemaran,
mengenalkan konsep clean technology, dan mempromosikan sistem manajemen lingkungan yang transparan. Proper merupakan salah satu alat untuk mendorong komunitas bisnis agar menaati aturan tentang standar pengawasan pencemaran. Proper memanfaatkan masyarakat dan pasar untuk memberikan tekanan kepada industri agar meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dan pasar dilakukan dengan penyebaran informasi yang kredibel, sehingga dapat menciptakan pencitraan atau reputasi. Informasi mengenai kinerja perusahaan dikomunikasikan dengan menggunakan warna untuk memudahkan penyerapan informasi oleh masyarakat. Warna sebagai simbol peringkat kinerja tersebut adalah sebagai berikut. a. Hitam diberikan kepada perusahaan yang sengaja melakukan perbuatan
atau
melakukan
kelalaian
yang
mengakibatkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi. b. Merah diberikan kepada perusahaan yang upayanya dalam mengelola lingkungan hidup tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.
24
c. Biru diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. d. Hijau diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan melalui pelaksanaan sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien, dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik. e. Emas diberikan kepada perusahaan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksi atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. 2.1.8. Karakteristik Perusahaan Penelitian ini menggunakan karakteristik perusahaan untuk mengukur pengungkapan lingkungan. Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan, dan membedakannya dengan perusahaan lain (Suhardjanto dan Miranti 2009). Karakteristik perusahaan berupa ukuran perusahaan dan tipe industri merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan (Lu dan Abeysekera 2014). Jadi, karakteristik tersebut dapat dianggap memengaruhi keputusan Pengungkapan lingkungan yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunannya. Dalam penelitian ini,
25
karakteristik perusahaan diproksikan dengan ukuran perusahaan dan tipe industri. a. Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan (Sembiring 2005). Cho, Roberts, dan Patten (2010) mengatakan bahwa hampir semua penelitian terdahulu tentang pengungkapan lingkungan berhubungan secara signifikan dengan ukuran perusahaan. Perusahaan yang lebih besar akan berada dalam tekanan untuk mengungkapkan aktivitas mereka untuk melegitimasi bisnis mereka karena perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak, memiliki pengaruh yang lebih besar kepada masyarakat, memiliki pemegang saham yang mungkin peduli dengan program lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, dan laporan tahunannya lebih efisien dalam mengkomunikasikan informasi tersebut kepada stakeholder (Suhardjanto dan Miranti 2009). Di samping itu, perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang berukuran lebih kecil (Setiawati dan Artha 2013). b. Tipe Industri Tipe industri telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi praktik pengungkapan lingkungan hidup. Perusahaan
26
dengan tipe industri yang aktivitasnya lebih dekat dengan lingkungan hidup akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dari masyarakat. Tekanan tersebut dapat berupa tuntutan untuk memperbaiki segala kerusakan yang telah dilakukan perusahaan. Tipe industri dapat dibedakan berdasarkan aktivitasnya. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas-aktivitas yang lebih dekat dengan lingkungan hidup. Sebagai contoh, industri pertambangan memiliki aktivtias yang sangat dekat dengan lingkungan hidup. Bahkan, aktivitas yang dilakukan oleh industri pertambangan pasti merusak lingkungan hidup. Oleh karena itu, industri pertambangan harus melakukan perlindungan yang lebih besar terhadap lingkungan hidup daripada jenis industri yang lain. 2.1.9. Media Media
merupakan
sarana
bagi
suatu
perusahaan
untuk
menyampaikan informasi-informasi terkait aktivitas perusahaan. CSR merupakan salah satu kegiatan perusahaan yang sebaiknya disampaikan oleh perusahaan kepada masyarakat. Hal ini harus dilakukan agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mendapat legitimasi dari masyarakat. Jika perusahaan memperoleh legitimasi dari masyarakat, maka hal tersebut dapat menjadi sarana untuk meningkatkan citra perusahaan di dalam masyarakat. Patten (2002a) mengatakan bahwa liputan media dapat memainkan peran penting dalam membuat tekanan kebijakan publik terhadap kepedulian lingkungan. Tekanan kebijakan publik terjadi karena masyarakat menuntut
27
perusahaan untuk bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas perusahaan yang pasti berdampak pada lingkungan. Dalam hal ini, media berperan dalam meliput aktivitas-aktivitas perusahaan yang berdampak pada lingkungan dan menyampaikan hasil dari liputan masyarakat. Hal ini tentunya dapat berakibat buruk bagi perusahaan jika aktivitas-aktivitas yang diliput media merupakan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan etika-etika yang ada di dalam masyarakat. Jadi, peran media sangat penting dalam menyampaikan aktivitas-aktivitas perusahaan kepada masyarakat termasuk aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan hidup. 2.2. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian (Sekaran dan Bougie 2013). Kerangka teoritis dalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Kerangka Teoritis Variabel Independen
Variabel dependen
28
2.3. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis 2.3.1. Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Pengungkapan Lingkungan Clarkson et al. (2008) mengatakan perusahaan dengan kinerja lingkungan yang sangat baik karena strategi lingkungannya yang proaktif memiliki dorongan untuk menginformasikan tentang perusahaan dengan mengungkapkan informasi lingkungan dengan sukarela kepada para pemegang saham dan pemangku kepentingan. Secara sederhana, perusahaan tersebut berusaha untuk mengungkapkan kinerja lingkungan tersebut melalui pengungkapan sukarela. Hal itu dilakukan karena perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk tidak akan dapat meniru kebijakan tersebut. Iatridis (2013) mengatakan bahwa perusahaan yang kegiatannya cenderung lebih berdampak pada lingkungan akan mengungkapkan strategi-strategi khusus dalam mengelola lingkungan kepada investor. Hal tersebut merupakan sebuah keunggulan dari sebuah perusahaan. Keunggulan perusahaan tersebut dapat mengubah persepsi para pemangku kepentingan terhadap kinerja yang telah dilakukan perusahaan. Penelitian dari Iatridis (2013); Clarkson et al. (2008); Al-Tuwaijri et al. (2004); Patten (2002b) telah menunjukkan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan. H1: Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan.
29
2.3.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan lingkungan Cowen et al. (1987) berpendapat bahwa perusahaan yang lebih besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih banyak di kalangan publik sehingga menjadi tertekan untuk melakukan tanggung jawab sosial. Selain itu, tekanan terjadi karena perusahaan yang lebih besar melakukan aktivias yang lebih banyak, memiliki pengaruh yang lebih besar kepada masyarakat, memiliki pemegang saham yang mungkin peduli dengan program lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, dan laporan tahunannya lebih efisien dalam mengkomunikasikan informasi tersebut kepada stakeholder (Suhardjanto dan Permatasari 2010). Pengungkapan lingkungan merupakan salah satu media untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan yang memiliki aset yang lebih besar kemungkinan mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan (Hackston dan Milne 1996) untuk mengurangi tekanan dari masyarakat. Penelitian dari Iatridis (2013) telah membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan. Penelitian dari Hadjoh dan Sukartha (2013) juga mengatakan bahwa ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma natural total aset berpengaruh positif pada pengungkapan lingkungan
dalam
laporan keuangan
perusahaan. H2: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan.
30
2.3.3. Pengaruh Tipe Industri terhadap Pengungkapan lingkungan Suatu perusahaan cenderung menyediakan informasi berdasarkan dengan sensitivitas industrinya terhadap lingkungan dan masyarakat. Sebagai contoh, perusahaan bersifat padat karya seperti perusahaan manufaktur akan mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai karyawan daripada perusahaan sektor pertanian dan pertambangan, yang kemungkinan mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan yang mencerminkan sensitivitasnya pada masalah-masalah tertentu (Haniffa dan Cooke 2005). Demikian pula, industri yang berorientasi pada konsumen lebih diharapkan untuk menunjukkan lebih banyak pengungkapan sosial agar dapat meningkatkan citra perusahaan di tengah-tengah pasar sehingga dapat mempengaruhi jumlah penjualan yang dihasilkan (Cowen, Ferreri, dan Parker 1987). Branco dan Rodrigues (2008) mengatakan bahwa perusahaan perusahaan yang bergerak pada dampak potensial industri yang memiliki lebih besar pada lingkungan akan mengalami tekanan yang lebih besar untuk menghargai lingkungan daripada perusahaan yang lebih mengalami sedikit dampak terhadap lingkungan. Jadi, perusahaan pada bidang industri yang lebih sensitif terhadap lingkungan kemungkinan mengungkapkan lebih banyak informasi lingkungan daripada perusahaan pada bidang industri yang kurang sensitif terhadap lingkungan. Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa sifat dari industri telah diidentifikasi menjadi
31
salah satu faktor potensial yang dapat memengaruhi praktik-praktik pengungkapan perusahaan. Penelitian dari Lu dan Abeysekera (2014) membuktikan bahwa tipe industri behubungan positif dengan pengungkapan lingkungan. Penelitian dari Reni dan Anggraini (2006) dan Sembiring (2005) juga menunjukkan hasil yang konsisten. H3:
Tipe industri berpengaruh positif terhadap pengungkapan
lingkungan. 2.3.4. Pengaruh Media terhadap Pengungkapan Lingkungan Media adalah salah satu sumber utama dari infromasi lingkungan. Media tidak hanya memainkan peran pasif dalam membentuk norma-norma instiusional, tetapi media juga aktif dalam memilih berita-berita berkualitas dan menyajikannnya untuk mencerminkan nilai-nilai editorial (Reverte 2009). Beberapa penelitian berdasarkan teori legitimasi telah menguji peran media terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Reverte (2009); Brammer dan Pavelin (2008); Patten (2002a); Brown dan Deegan, (1998); Branco dan Rodrigues (2008)). Reverte (2009) mengatakan bahwa jumlah liputan media meningkatkan visibilitas perusahaan sehingga dapat mengundang perhatian dan pengawasan publik. Media dapat memainkan peran yang penting dalam memobilisasi
pergerakan
sosial
seperti
kelompok-kelompok
yang
memperhatikan lingkungan. Hal ini menjadi bagian dari proses
32
pembangunan institusi dalam membentuk norma-norma yang diterima dan melegitimasi atau mengesahkan praktik-praktik CSR. Brammer
dan
Pavelin
(2008)
menambahkan
bahwa
selain
meningkatkan visibilitas dari organisasi, media juga dapat meningkatkan profil suatu perusahaan di tengah-tengah publik dan menimbulkan pengawasan yang lebih besar terhadap aktivitas perusahaan. Tekanan yang lebih besar terhadap perusahaan akan menyebabkan tanggung jawab yang lebih besar terhadap aktivitas dan kinerja perusahaan tersebut, termasuk dalam kebijakan dan dampak lingkungan. Jika tedapat peningkatan perhatian masyarakat tentang isu-isu lingkungan yang dipicu oleh sorotan media, maka peningkatan perhatian seharusnya cocok dengan peningkatan informasi lingkungan (Patten 2002a). Beberapa penelitian membuktikan bahwa media yang lebih banyak tentang isu-isu lingkungan dapat meningkatkan tekanan kebijakan publik sehingga dapat menyebabakan pada pengungkapan lingkungan yang lebih luas terhadap perusahaan-perusahaan. Penelitian dari Brammer dan Pavelin (2008) menunjukkan bahwa media berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan. Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian milik Brown dan Deegan (1998) dan García-ayuso dan Larrinaga (2003) yang juga membuktikan bahwa media berpengaruh pada pengungkapan lingkungan pada laporan tahunan. H4: Media berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan.