BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS.
II.1 Landasan Teori II.1.1 Teori Investasi Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Sementara itu, Bodie et al, (2009 : p1) berpendapat investasi merupakan suatu kegiatan penempatan dana pada sebuah atau sekumpulan aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan/atau peningkatan nilai investasi. Pengertian investasi tersebut menunjukkan bahwa tujuan investasi adalah meningkatkan kesejahteraan investor, baik sekarang maupun dimasa yang akan datang. Menurut Hirt dan Block (2009: p6) alasan investor melakukan investasi adalah sebagai berikut : a.
Risk and Safety of Principal Hal pertama yang harus dipertimbangkan oleh investor ketika melakukan investasi adalah seberapa besar risiko yang mungkin timbul. Pada kondisi efficient Price, risiko sering kali dikorelasikan dengan tingkat return. Semakin tinggi risiko, maka semakin besar tingkat return yang diperoleh. Investasi pada
12
emas akan menguntukngkan pada saat ada isu negatif, sedangkan investasi pada saham akan lebih menguntungkan pada kondisi ekonomi yang positif. b.
Current Income versus Capital Appreciation Hal selanjutnya yang perlu dipertimbangkan nvestor ketika melakukan investasi adalah keputusan untuk memilih antara Current Income atau Capital Appreciation. Misalnya dalam membeli saham, investor yang memilih Capital Appreciation akan membeli saham perusahaan-perusahaan besar (mature firms) karena mengharapkan dividen yang besar. Sementara investor yang memilih Current Income akan membeli saham perusahaan yang sedang tumbuh (emerging firms). Investor tersebut tidak mengharapkan pembagian dividen dari perusahaan, akan tetapi mereka mengharapkan price gain dari perubahan harga saham.
c.
Liquidity Consideration Likuiditas dapat diukur dari kemampuan investor untuk menukar investasinya dengan uang tunai (cash) dengan waktu yang relatif singkat dan minimum capital loss dari proses transaksi.
II.1.1.1 Investasi pada Real Asset dan Financial Asset Kesejahteraan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kapasitas produktif yang dihasilkan oleh perekonomian masyarakat tersebut, yaitu barang dan jasa yang tersedia. Kapasitas produktif ini merupakan fungsi dari real asset suatu perekonomian; tanah, bangunan, ilmu pengetahuan dan mesin yang digunakan untuk kegiatan produksi termasuk pekerja yang memiliki skill yang dibutuhkan untuk mengolah resources. 13
Selain real asset, jenis investasi lainnya adalah financial asset seperti saham dan obligasi. Asset ini tidak menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Kepemilikan saham tidak secara langsung memberikan kontribusi pada kapasitas produktif suatu perekonomian. Akan tetapi, financial asset memberikan kontribusi pada kapasitas produktif suatu perekonomian secara tidak langsung, karena financial asset memisahkan antara kepemilikan dan manajemen perusahaan. Selain itu, financial asset memfasilitasi penyerahan dana ke perusahaan dengan kesempatan investasi yang menarik bagi investor. Hal ini dikarenakan financial asset merupakan ’claims’ pada pendapatan yang dihasilkan dari real asset perusahaan atau pendapatan dari pemerintah. Real assets digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan, yang kemudian dialokasikan kepada investor sesuai dengan
kepemilikan mereka pada
finacial asset (sekuritas) perusahaan. Pemilik obligasi (bondholders) contohnya, mereka berhak atas arus pendapatan perusahaan sesuai dengan interest rate dan par value dari obligasi tersebut. Pemilik modal atau stockholders berhak atas pendapatan residual setelah pemilik obligasi (bondholders) dan kreditor lain mendapatkan haknya. Oleh karena itu, values dari financial asset merupakan turunan dan tergantung dari underlying real asset dari perusahaan. Real asset menghasilkan barang dan jasa, sementara financial asset merupakan pengalokasian dari pendapatan perusahaan untuk para investor. Calon investor dapat memilih antara mengkonsumsi pendapatannya sekarang atau menginvestasikannya untuk masa depan. Jika mereka memilih berinvestasi untuk masa depan, maka pilihan yang tepat adalah berinvestasi pada financial asset. 14
Dana yang diperoleh perusahaan dari investor digunakan untuk membeli real asset. Oleh karena itu, return atau pengembalian dari financial asset diperoleh dari pendapatan yang dihasilkan real asset. Dapat juga dikatakan bahwa financial asset merupakan hak atas (claim) real asset perusahaan.
II.1.1.2 Strategi Investasi pasif Strategi investasi pasif mendasarkan diri pada asumsi bahwa : (a) pasar modal tidak melakukan mispriced; dan (b) meskipun terjadi mispriced, para pemodal berpendapat mereka tidak bisa mengidentifikasi dan memanfaatkannya. Dengan kata lain penganut strategi ini tidak bermaksud untuk mengalahkan (outperform) pasar tetapi lebih kepada bertindak sebaik yang terjadi di pasar, mereka bertindak seolah-olah pasar efisien dan menerima perkiraan konsensus mengenai return dan risiko, melihat harga saham saat ini sebagai sarana peramalan terbaik terhadap nilai sebuah sekuritas. Pengadopsi strategi pasif bertujuan untuk menyusun portofolio yang sesuai dengan preferensi risiko atau pola arus kas yang mereka inginkan. Misalnya, jika investor menginginkan risiko yang kecil, maka mereka akan membentuk portofolio yang terdiri atas saham-saham yang mempunyai beta rendah. Investor yang ingin mendapat arus kas tertentu, mungkin memilih saham-saham yang membagikan dividen secara teratur. Investor yang mempunyai tarif pajak tinggi cenderung membentuk portofolio yang tidak membagikan dividen yang terlalu tinggi. Dengan strategi pasif maka biaya transaksi akan diminimumkan. Para Investor dapat menganut strategi buy and hold, atau melakukan investasi pada portofolio yang disusun sesuai indeks pasar. Strategi buy and hold, menyangkut 15
keputusan untuk membeli saham-saham dan menahannya sampai waktu yang cukup lama untuk memenuhi tujuan tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari tingginya biaya transaksi, biaya pencarian informasi, dan sebagainya. Investor percaya bahwa strategi semacam ini, dalam jangka waktu yang cukup lama, akan menghasilkan hasil yang sama baiknya apabila dibandingkan dengan manajemen investasi yang aktif (artinya aktif melakukan jual beli, aktif mencari informasi yang dipandang relevan, dan sebagainya). Portofolio yang dimiliki pemodal mungkin cukup besar ataupun cukup kecil. Pemodal perlu melakukan strategi reinvestasi dari dividen yang diperoleh dari portofolio investasinya dan portofolio yang dimiliki mungkin didominasi oleh saham-saham tertentu. Meskipun demikian, perubahan portofolio dimungkinkan apabila dirasa risiko portofolio sudah tidak sesuai dengan preferensi risiko pemodal.
II.1.1.3 Strategi Investasi Aktif Strategi ini mendasarkan diri pada asumsi bahwa (a) pasar modal melakukan kesalahan dalam penentuan harga (mispriced); dan (b) para pemodal berpendapat bisa mengidentifikasi mispriced ini dan memanfaatkannya. Investor yang menganut strategi aktif pada dasarnya tidak percaya sepenuhnya pada konsep pasar modal yang efisien. Meskipun demikian tidak berarti pemodal akan menganut strategi aktif atau pasif secara mutlak. Mereka mungkin menginvestasikan sebagian dana mereka dengan menganut strategi aktif dan sisanya mendasarkan pada strategi pasif. Investor yang menggunakan strategi investasi aktif dapat menggunakan analisis fundamental, analisis teknikal atau Market timing. Tipe analisis yang pertama akan 16
dibahas pada sub bab selanjutnya. Sedangkan Market timing pada dasarnya menentukan kapan seharusnya pemodal membeli atau menjual (atau melakukan short selling). Dengan demikian analisis ini merupakan variasi dari analisis teknikal. Salah satu bentuk strategi aktif yang sering dilakukan adalah pemilihan sekuritas. Strategi ini dilakukan terhadap saham-saham yang diperkirakan akan memberikan abnormal return positif, dan biasanya dilakukan dengan analisis fundamental, meskipun terkadang analisis teknikal juga digunakan (atau kombinasi keduanya). Selain melakukan pemilihan sekuritas, salah satu bentuk lain strategi aktif adalah penggantian sektor (sector rotation). Dengan cara ini pemodal merubah komposisi portofolionya, dari memusatkan pada suatu sektor menjadi pemusatan sektor lain, atau lebih merata, dan berbagai variasi lainnya. Pemodal mungkin menggeser portofolionya dari value stocks ke growth stocks, atau cyclical stock atau sebaliknya
II.1.2 Pasar Modal Pasar Modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian,
17
pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya (GAMBAR 2.1) Gambar 2.1 Mekanisme Pasar Modal
Peran dan manfaat pasar modal: 1. Pasar Modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien. 2. Pasar Modal sebagai alternatif investasi. 3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik. 4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan. 5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
II.1.3 Bursa Efek Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk perdagangan efek. Bursa Efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya, yaitu tempat dimana bertemunya penjual dan pembeli. Hanya saja, di Bursa Efek yang diperdagangkan adalah efek-efek (surat berharga). Pemegang saham dari Bursa Efek adalah para pialang (broker) anggota bursa efek bersangkutan yang telah memperoleh izin usaha sebagai perantara perdagangan efek. 18
Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Peran Bursa 1. Menyediakan semua sarana perdagangan efek (fasilitator) 2. Membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa 3. Mengupayakan likuiditas instrumen 4. Mencegah praktek-praktek yang dilarang bursa (kolusi, pembentukan harga yang tidak wajar, insider trading, dsb) 5. Menyebarluaskan informasi bursa (transparansi) 6. Menciptakan instrumen dan jasa baru
II.1.4 Indeks Harga Saham Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini. Di Bursa Efek Indonesia terdapat berbagai jenis indeks, antara lain:
19
1.
Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
2.
Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan, jasa, dan manufaktur.
3.
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (composite stock price index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.
4.
Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
5.
Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam
6.
Indeks BISNIS-27, yaitu Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.
20
7.
Indeks PEFINDO25, merupakan bentuk kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteriakriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity / ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.
8.
Indeks SRI-KEHATI, indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float.
9.
Indeks Papan Utama, menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama.
10.
Indeks Papan Pengembangan, mengguanakn saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.
11.
Indeks Kompas 100, merupakan suatu indeks saham dari 100 saham perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Indeks ini merupakan bentuk kerjasama antara BEI dengan media cetak dalam hal ini kompas, dan diterbitkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Seratus saham yang terpilih adalah saham yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, nilai kapitalisasi pasar yang besar, memiliki fundamental serta kinerja yang baik. 21
II.1.5 Saham Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Bursa Efek Indonesia, pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham; 1.
Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham.
22
Selain itu pembagian dividen dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 2.
Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Sebagai instrumen investasi, saham memiliki risiko, antara lain: 1.
Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
2.
Risiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham 23
mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, hargaharga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
II.1.6 Analisis Fundamental Dalam melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental lebih memfokuskan pada kemungkinan perkembangan perusahaan dalam menjalankan 24
bisnisnya dimasa depan, dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perusahaan. Sementara analisis teknikal mendasarkan diri pada pola-pola pergerakan harga saham dari waktu ke waktu. Menurut Ahmad, (2003: h81). Analisis fundamental didefinisikan sebagai berikut: ”Analisis fundamental merupakan penelitian dalam bentuk fundamental atau basic dalam menentukan nilai surat berharga. Analisis ini mempelajari data-data industri perusahaan, penjualan, kekayaan, pendapatan, produk dan penyerapan pasar, evaluasi manajemen perusahaan, membandingkan dengan pesaingnya, dan memperkirakan nilai intrisik dari saham perusahaan tersebut”. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa depan serta menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.
Tahapan analisis fundamental, antara lain: 1.
Analisis Ekonomi Makro dan Pasar Modal
2.
Analisis Sektor Industri
3.
Analisis Perusahaan
II.1.6.1 Analisis Ekonomi Makro Analisis Ekonomi adalah salah satu dari tiga tahapan analisis fundamental yang perlu dilakukan investor dalam penentuan investasinya. Analisis Ekonomi perlu dilakukan karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal 25
mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor
tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan ekonomi makro. Adapun indikator-indikator variabel ekonomi makro, diantaranya adalah: tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), laju inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, defisit/ surplus anggaran, neraca perdagangan dan pembayaran, dan sebagainya. Variabel-variabel ekonomi makro tersebut, akan membantu investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada perubahan pasar modal serta dalam rangka membuat keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan. Sementara bagi pihak perusahaan merupakan sarana pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam rangka memperoleh laba optimal dari bisnis yang dijalankan menurut sektor industrinya.
II.1.6.2 Analisis Sektor Industri Analisis sektor industri merupakan bagian dari analisis fundamental yang pada umumnya dilakukan setelah melakukan analisis ekonomi makro. Dalam analisis industri, analisis dilakukan dengan cara membandingkan kinerja dari berbagai industri melalui berbagai variabel seperti seberapa besar risiko dalam suatu industri, pertumbuhan industri tersebut, dan sebagainya, sehingga dapat diketahui industri mana yang kiranya dapat memberikan hasil terbaik dari kegiatan investasi.
26
Pengelompokan atau klasifikasi ke dalam masing-masing sektor industri sering kali tidak mudah dilakukan, mengingat kegiatan usaha yang dilakukan suatu perusahaan dapat bersifat spesifik ataupun diversifikasi. Terlepas dari hal tersebut, terdapat bebagai macam metode klasifikasi industri yang digunakan seperti International Standard Industrial Classification (ISIC) system, Industrial Classification of Standard & Poor Corporation, Industrial Classification of Value Line, atau Jakarta Sectoral Industry Classification (JASICA), dan lainnya. Adapun cakupan dari analisis industri, diantaranya adalah analisis terhadap tingkat keuntungan industri, analisis terhadap EPS industri, penilaian terhadap persaingan dan return yang diharapkan serta analisis terhadap earning multiplier industri. Analisis industri penting dilakukan dikarenakan melalui analisis tersebut, dapat diidentifikasikan peluang-peluang investasi yang lebih menguntungkan melalui kombinasi penilaian tingkat risiko dan keuntungan dalam masing-masing sektor industri, yang selanjutnya perlu diikuti oleh analisis kondisi perusahaan.
II.1.6.3 Analisis Perusahaan Analisis terhadap aspek ekonomi mikro perusahaan sebagai bagian dari analisis fundamental di titik beratkan pada kinerja perusahaan, yang diantaranya dapat diukur melalui prestasi perusahaan dalam aspek finansial. Analisis kinerja keuangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan dalam periode tertentu. Dalam analisis atas laporan keuangan meliputi berbagai macam pendekatan rasio penilaian 27
yang bertujuan untuk melihat sejauh mana prestasi perusahaan dimasa lalu dan kemungkinan di masa depan. Rasio penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap rasio likuidutas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio profitabilitas dan kinerja saham dipasar. Masing-masing rasio penilaian merepresentasikan kemampuan perusahaan dalam hal tertentu menyangkut kondisi finansial yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga dapat diidentifikasikan mana yang lebih kompetitif Terkait dengan investasi portofolio dalam bentuk saham, maka analisis lebih ditekankan pada variabel-variabel yang lebih dominan mempengaruhi nilai intrisik dari suatu saham yakni variabel yang termasuk kedalam rasio profitabilitas dan rasio penilaian saham. Selain analisis terhadap aspek finansial, analisis juga didasarkan pada aspek manajemen lain, seperti kondisi dan kebijakan yang diambil dari perusahaan dalam bidang pemasaran, Sumber Daya Manusia, produksi dan lainnya untuk perkembangan perusahaan dimasa depan
II.1.7 Analisis Teknikal Menurut Kodrat dan Indonanjaya, (2010: h3) , Analisis teknikal didefinisikan sebagai berikut: “Analisis Teknikal adalah suatu jenis analisis yang selalu berorientasi kepada harga (pembukaan, penutupan, tertinggi dan terendah) dari suatu instrument investasi pada timeframe tertentu (price oriented)”.
28
Analisis ini mempelajari tentang perilaku pasar yang diterjemahkan ke dalam grafik riwayat harga dengan tujuan untuk memprediksi harga di masa yang akan datang. Harga yang tercermin di dalam grafik merupakan harga kesepakatan transaksi antara supply dan demand. Banyak teori atau model-model yang digunakan oleh analisis teknikal salah satunya adalah Teori Dow atau Dow Theory. Teori Dow mengatakan bahwa sebagian besar saham bergerak sejalan dengan bergeraknya bursa keseluruhan atau indeks dalam artian bila indeks bergerak naik, maka harga sebagian besar komponen saham yang ada di dalamnya juga bergerak naik. Begitu juga sebaliknya, bila indeks bergerak turun maka harga sebagian besar komponen saham yang terdapat di dalamnya juga bergerak turun. Menurut Hirt dan Block (2009: p215), terdapat beberapa asumsi dasar dalam analisis teknikal : 1. Harga pasar ditentukan dari interaksi penawaran dan permintaan. 2. Diasumsikan bahwa harga-harga bergerak dalam satu kecenderungan yang terus berlangsung. 3. Tren tersebut dapat berubah karena pergeseran penawaran dan permintaan. 4. Pergeseran
penawaran
dan
permintaan
dapat
dideteksi
dengan
mempelajari diagram dan perilaku dasar. 5. Pola-pola grafik atau chart tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa mendatang.
29
Menurut Kodrat dan Indonanjaya (2010: h15), ada 3 macam grafik yang biasa digunakan dalam analisis teknikal: 1. Grafik Garis ( Line Chart) Grafik Garis merupakan grafik yang menunjukan harga penutupan dalam range waktu yang ditentukan. Keuntungan grafik garis adalah menampilkan gerakan harga sekuritas yang jelas dan mudah dimengerti. 2. Grafik Batang (Bar Chart) Grafik Batang merupakan grafik yang memberikan informasi lebih lengkap dibandingkan dengan grafik garis yang hanya memuat harga penutupan. Pada grafik batang, kita bisa mengetahui harga pembukaan (open), tertinggi (high), terendah (low), dan penutupan (close). 3. Grafik Candlestick Grafik Candlestick merupakan grafik yang memberikan informasi yang sama dengan grafik bar. Namun ada sedikit perbedaan, yaitu pada grafik candlestick harga pembukaan dan penutupan ditandai dengan adanya body. Apabila harga pembukaan diatas harga penutupan maka warna body berbeda dengan apabila pembukaan dibawah harga penutupan.
II.1.8 Analisis Kinerja Perusahaan II.1.8.1 Penciptaan Nilai Perusahaan Tujuan dari perusahaan adalah untuk mensejahterakan pemilik modal (shareholder) dengan memaksimalkan profit perusahaan. Profit maximization diukur bukan dari seberapa besar profit yang diperoleh perusahaan tapi bagaimana profit 30
tersebut dapat bernilai dan menciptakan value bagi investor. Seperti yang dikemukakan oleh Gitman (2009: p14-15) : ”The goal of the firm, and therefore of all managers and employers, is to maximize the wealth of the owners for whoam it is being operated. Some people believe that the firm’s objective is always to maximize profit. to achieve this goal, the financial manager would take only those actions that were expected to make a major contribution to the firm’s overall profit.” Untuk menciptakan nilai tersebut, Keown, et.al. (2005: p17) berpendapat bahwa manajemen
perusahaan
harus
mengambil
keputusan-keputusan
yang
dapat
meningkatkan harga sahamnya. Hal ini dikarenakan investor akan menilai perusahaan dari kinerja aktual di pasar sekunder (market price). Dalam hal meramalkan harga pasar, investor akan melakukan penilaian terhadap kinerja fundamental perusahaan dengan menggunakan nilai buku dari saham perusahaan tersebut. Oleh karena itu penting sekali bagi perusahaan untuk memaksimalkan harga sahamnya sehingga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan.
II.1.8.2 Struktur Modal Perusahaan sebaiknya pertama-tama menganalisis sejumlah faktor, kemudian menetapkan suatu struktur modal sasaran (target capital structure). Menurut Brigham dan Houston yang diterjemahkan oleh Yuliato, Ali Akbar. (2006: h6) : ”Struktur modal sasaran adalah kombinasi antara utang, saham preferen, dan saham ekuitas yang digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal.”
31
Empat faktor utama yang mempengaruhi keputusan struktur modal adalah : 1.
Risiko bisnis, atau resiko yang inheren dengan operasi risiko jika perusahaan tidak mempergunakan hutang.
2.
Posisi perpajakan perusahaan. Salah satu alasan utama menggunakan hutang adalah bunganya yang dapat menjadi pengurangan pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya hutang efektif.
3.
Fleksibel keuangan, atau kemampuan untuk memperoleh modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk.
4.
Konservatisme atau keagresifan manajemen. Beberapa manajer lebih agresif dari yang lainnya, sehingga beberapa perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai usaha untuk mendorong keuntungan.
II.1.8.3 Analisis Laporan Keuangan Jika manajemen ingin memaksimalkan nilai sebuah perusahaan, mereka harus mengambil
keuntungan
kelemahan-kelemahannya.
dari
kekuatan-kekuatan
Analisis
Laporan
perusahaan Keuangan
dan
memperbaiki
digunakan
untuk
membandingkan kinerja perusahaan dengan kinerja perusahaan lain dalam industri yang sama dan mengevaluasi tren posisi keuangan perusahaan dari waktu ke waktu. Namun, nilai sebenarnya dari laporan keuangan adalah bagaimana laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu meramalkan keuntungan dan dividen di masa depan. Rasio keuangan dirancang untuk membantu dalam mengevaluasi suatu laporan keuangan. Analisa rasio keuangan adalah perbandingan antara dua/kelompok data laporan keuangan dalam satu periode tertentu, data tersebut bisa antar data dari neraca 32
dan data laporan laba rugi. Tujuannya adalah memberi gambaran kelemahan dan kemampuan finansial perusahaan dari tahun ke tahun. Menurut Brigham & Houston yang diterjemahkan oleh Yulianto, Ali Akbar (2006: h115) mengelompokan rasio-rasio keuangan ke dalam 5 jenis rasio yaitu : 1. Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang menunjukan hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya. 2. Rasio Aktiva, merupakan serangkaian rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan telah mengelola aktiva-aktivanya. 3. Rasio Solvabilitas, merupakan rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan hutang. 4. Rasio Profitabilitas, merupakan rasio yang memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen seperti yang ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi. 5. Rasio Nilai Pasar, merupakan rasio yang memberikan ukuran kemampuan manajemen menciptkan nilai pasar usahanya di atas biaya investasi.
II.1.8.4 Analisis Rasio Profitabilitas Sistem DuPont merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio keuangan. Analisis DuPont telah digunakan bertahun-tahun oleh manajer keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Sistem DuPont menggabungkan neraca dan laporan laba rugi ke dalam dua bentuk pengukuran profitabilitas, Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE).
33
Menurut Gitman (2009: p75), analisis DuPont menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit margin dan menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. Jika rasio perputaran aktiva (Total Asset Turnover) dikalikan dengan margin laba penjualan (Net Profit Margin) hasilnya adalah tingkat pengembalian aktiva (Return On Asset). Rasio ROA menunjukkan seberapa jauh asset perusahaan digunakan secara efektif untuk menghasilkan laba. ROA
= Net Profit Margin x Total Asseet Turnover = Net Income
x
Sales
Sales
Total Asset
Langkah kedua dari sistem DuPont analysis adalah menghubungkan Return On Asset (ROA) ke Return On Equity (ROE). Dimana ROA dikalikan dengan Financial Leverage Multiplier, rasio dari total aktiva (Total Asset) terhadap Shareholder Equity. Penggunaan Financial Leverage Multiplier yang dikonversikan ke ROA untuk memperoleh Return On Equity menunjukkan dampak dari leverage terhadap tingkat pengembalian pemilik (Owners’ return).
ROE
=
ROA
x
=
Net Profit Margin
x
=
Net Income
x
Sales
FLM
Total Financial Leverage Asset x Multiplayer Turnover Sales Total Asset
x
Total Asset Shareholder Equity.
34
Dengan menggunakan sistem DuPont Analysis perusahaan dapat membagi ROEnya kedalam komponen profit on sales (Net Profit Margin), efficiency of asset use (Total Asset Turnover) dan use of financial leverage (Financial Leverage Multiplier) yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Sehingga total return (total pengembalian) dari perusahaan kepada para pemegang saham dapat dianalisis dari ketiga komponen pembentuk ROE tersebut. Gambar 2.2 Metode DuPont Analysis NI Sales
NPM
X Sales sales
TAT
TA
TA (SE + TL) SE
Keterangan:
ROA
X
ROE
FLM
NI
Æ Net Income
NPM
Æ Net Profit Margin
TA
Æ Total Asset
TAT
Æ Total Asset Turnover
SE
Æ Shareholders’ Equity
TL
Æ Total Liabilities
ROA
Æ Return On Asset
FLM
Æ Financial Leverage Multiplier
ROE
Æ Return On Equity 35
II.1.8.5 Analisis Rasio Solvabilitas Penggunaan analisis rasio solvabilitas menunjukan seberapa jauh perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang atau pengungkit keuangan (financial leverage). Dalam penggunaan leverage terdapat 3 implikasi penting. (1) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. (2) Kreditor akan melihat ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proposi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang harus dihadapi oleh kreditor. (3) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian modal pemilik akan diperbesar. Kreditor atau investor lebih menyukai rasio hutang yang lebih rendah karena semakin rendah angka rasionya, maka semakin besar peredaman dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Namun dipihak lain,
mungkin investor lain
menginginkan lebih banyak leverage karena ia akan memperbesar ekspektasi keuntungan. Untuk mengetahui bagaiman perusahaan tersebut didanai dengan penggunaan Debt to Equity Ratio (DER). Dimana DER merupakan hubungan dari Total Debt dibagi dengan Total Shareholders’ Equity. Total Debt
merupakan Total Liabilities (baik hutang jangka
panjang maupun jangka panjang). Sedangkan Total Shareholders’ Equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. 36
Secara matematis DER dapat dirumuskan sebagai berikut : DER =
Total Debt Total Shareholders’ Equity
Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan komposisi Total Liabilities (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar dibandingkan dengan total
modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditor).
II.1.8.6 Rasio Penilaian Rasio penilaian merupakan hubungan antara kondisi perusahaan emiten dengan apresiasi dan ekspektasi pasar secara keseluruhan. Rasio penilaian terhadap harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rasio Price to Book Value (PBV). Penggunaan Rasio Price to Book Value ini disebabkan karena adanya value problem dalam mengukur kinerja perusahaan. Book Value yang digunakan untuk menghitung ROE mengukur tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan oleh shareholders. Sementara itu, Price dari saham dinilai lebih signifikan bagi shareholders karena Price menghitung nilai aktual, sementara Book Value merupakan history nilai investasi shareholder. Oleh karena itu digunakanlah rasio Price to Book Value untuk mengukur kinerja perusahaan (dalam hal ini kinerja aktual saham di bursa). Gitman (2009: p70) berpendapat bahwa: “Market Book (M/B) ratio provides an assessment of how investors view the firm’s performance. It relates the market value of the firm's shares to their book-strict 37
accounting-value. Firms expected to earn high returns relative to their risk typically sell at higher M/B multiples.” Penggunaan istilah lain dari PBV berdasarkan sumber lain yaitu MV/BV memiliki persamaan definisi dan perhitungsn nilainya. Perbedaan istilah hanya pada nilai pasar / price yang pada sumber lain di istilahkan sebagai market value. Hirt and Block (2009: p191) berpendapat bahwa: “The price to book value ratio relates the market value of the company to the historical accounting value of the firm.” Berdasarkan penjelasan tersebut maka perbedaan pemakaian istilah antara price dengan market value memiliki pengertian yang sama. Hal ini diperkuat dengan pendapat Santoso (2009) “bahwa konsep utama PBV adalah kapitalisasi pasar dibagi oleh nilai buku. Nilai buku dengan basis seluruh perusahaan atau persahamnya saja. Rasio ini membandingkan nilai pasar terhadap nilai perusahaan berdasarkan laporan keuangan (financial statements)”. Investor akan memilih berinvestasi pada saham dengan rasio PBV yang lebih tinggi ketika mereka melihat prospek yang baik pada suatu perusahaan emiten. Mereka bersedia untuk membeli saham dengan harga lebih tinggi dari book value-nya. Secara matematis, PBV dapat dirumuskan sebagai berikut: PBV =
Price per Share Book Value
Semakin rendah PBV rasionya berarti harga saham tersebut murah atau berada di bawah harga sebenarnya, namun hal ini juga dapat berarti ada sesuatu yang merupakan kesalahan mendasar pada perusahaan tersebut. Misalnya keputusan manajerial 38
perusahaan yang diniliai kurang oleh para investor. Sehingga akan menurunkan harga saham lebih rendah dari book value-nya. Untuk menghitung rasio Price to Book Value suatu perusahaan, pertama harus mencari book value per share of common stock dengan cara membagi common stock equity perusahaan dengan total jumlah saham beredar. Setelah diketahui book value-nya, maka rasio PBV dapat dihitung dengan membagi price per share dengan book value per share. Price per share didapatkan dari closing price saham emiten pada tanggal 31 Desember setiap periode.
II.1.9 Jenis Rasio Perbandingan Analisis rasio tidak hanya perhitungan pada rasio tertentu. Lebih penting adalah interpretasi dari nilai rasio tersebut. Hal yang mendasar untuk perbandingan diperlukan untuk menjawab pertanyaan seperti "Apakah terlalu tinggi atau terlalu rendah dan baik atau buruk? dua jenis rasio perbandingan dapat dibuat dalam cross-sectional dan timeseries.
II.1.9.1 Analisis Cross-Sectional Analisis cross sectional merupakan perbandingan rasio keuangan perusahaan yang berbeda di titik waktu yang sama.
Atau dengan kata lain, membandingkan
seberapa baik kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam suatu industri atau ratarata industri (Gitman, 2009: p54).
39
II.1.9.2 Analisis Time-Series Analisis time-series mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan dari waktu ke waktu dengan menggunakan analisis rasio keuangan. (Gitman, 2009: p56). Perbandingan saat ini, untuk kinerja masa lalu, menggunakan rasio, memungkinkan analis untuk menilai perkembangan perusahaan. Tren yang berkembang dapat dilihat dengan menggunakan perbandingan beberapa tahun. Setiap perubahan tahun-ke tahun mungkin merupakan gejala dari suatu masalah.
II.2 Penelitian Sebelumnya Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Price Book Value. Penelitian tersebut diantaranya sebagai berikut : 1. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nurmalasari (2009) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PBV dengan faktor fundamental seperti Dividen Payout Ratio (DPR), Return on Equity (ROE), Deggre of Financial Leverage (DFL) dan tingkat pertumbuhan (growth). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 perusahaan dalam industri makanan dan minuman (food and beverage industry) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20042005. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan penyimpangan asumsi dalam regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variable bebas yang signifikan terhadap PBV adalah variable ROE dan DFL. 2. Wirawati (2008), melakukan penelitian yang bertujuan untuk meneliti pengaruh faktor fundamental, seperti Return On Equity, Dividen Payout Ratio, Tingkat Pertumbuhan, dan Degree Financial Leverage terhadap Price to Book Value . 40
Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Jakarta selama tahun 1998-2000. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Dalam penelitiannya menemukan dari keempat faktor fundamental yang dianalisis menunjukkan bahwa variable Return On Equity (ROE) dan Devidend Payout Ratio (DPR) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap Price to Book Value. 3. Sujoko dan Soebiantoro (2007), meneliti pengaruh struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern, dan faktor ekstern terhdap nilai perusahaan. Populasi dalam studi ini adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sebanyak 134 perusahaan diambil sebagai sample dengan menggunakan purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modelling. Hasil penelitian menunjukan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan (nilai buku saham). 4. Penelitian yang dilakukan oleh Mulianti (2010), bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari variable ukuran perusahaan (SIZE), risiko bisnis (BRISK), likuiditas (CR) terhadap kebijakan hutang (DTA) dan pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan (PBV) pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007. Penelitian menggunakan metode purposive sampling untuk pengambilan sampel. Data diperoleh berdasarkan publikasi Indonesian Capital Market Directory (ICMD), diperoleh jumlah sampel sebanyak 137 perusahaan manufaktur. Hasil penelitian menunjukan
41
bahwa Kebijakan hutang sendiri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2010), yang bertujuan untuk menguji pengaruh faktor Debt to Equity Ratio, Dividend Payout Ratio, Return On Equity dan Size terhadap Price Book Value. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia periode tahun 20052007. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan didapat 24 perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan Debt to Equity Ratio, Dividend Payout Ratio, Return on Equity dan Size secara bersama-sama berpengaruh terhadap Price Book Value. Sedangkan secara individual, Debt to Equity Ratio dan Dividend Payout Ratio berhubungan negatif dan tidak signifikan dengan Price Book Value sedangkan Return on Equity dan Size berhubungan positif dan signifikan terhadap Price Book Value.
II.3 Kerangka Pemikiran Salah satu cara emiten mendapatkan tambahan penyertaan modal sekaligus memperbaiki struktur kepemilikan adalah dengan melakukan go-public melalui Initial Public Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di bursa efek untuk selanjutnya diperdagangkan di pasar sekunder. Saham yang merupakan financial asset bagi para investor tentu saja diharapkan dapat mengasilkan return yang sesuai dengan keinginan investor. BEI
sebagai
lembaga
yang
memfasilitasi
perdagangan
saham,
mengklasifikasikan saham-saham yang listing ke dalam berbagai sektor yang dikenal 42
dengan nama JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Calssification), yang terdiri dari sembilan sektor industri. JASICA kemudian dibagi menjadi tiga sektor, yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor primer di BEI terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan. Investor yang berinvestasi dalam saham akan mengharapkan return yang tinggi mengingat saham merupakan pilihan investasi yang berisiko tinggi. Oleh karena itu investor akan melihat kinerja perusahaan berikut keputusan manjerialnya. Selain itu, aspek yang menjadi acuan investor dalam melakukan pemilihan saham adalah dengan mempertimbangkan sisi fundamental keuangan emiten dan kinerja saham aktual di BEI. Dalam penelitian ini teknik analisis fundmental finansial yang dipilih adalah Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER). ROE dan DER dihitung secara tahunan berdasarkan data dari laporan keuangan emiten per tahun. ROE merupakan tolak ukur dalam menentukan kinerja keuangan perusahaan, karena ROE mengukur sejauh mana perusahaan dapat efisien dalam menggunakan modal usahanya (owner’s equity). Sedangkan DER mengukur kemampuan perusahaan dalam penggunaan Total Debt terhadap Total Shareholder’s Equity yang dimiliki perusahaan Rasio ini juga menunjukkan pentingnya dari sumber modal pinjaman (relative importance of borrowed fund) dan tingkat keamanan yang dimilki kreditor. Semakin kecil rasio ini berarti semakin kecil jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan. Penilaian kinerja saham di pasar sekunder dilakukan dengan pendekatan rasio Price to Book Value (PBV). Model penilaian saham dengan pendekatan rasio PBV
43
merupakan perbandingan antara Price per Share dengan Book Value per Share dari saham perusahaan emiten. Rasio PBV ini juga dihitung secara tahunan. Penelitian ini ditujukan khusus bagi saham sektor primer, yaitu sektor pertanian dan pertambangan. Hal ini dilakukan agar hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai fenomena yang terjadi pada masing-masing maupun seluruh emiten sektor primer. Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Bursa Efek Indonesia Saham Sektor Primer (ekstraktif)
Kinerja Saham Aktual
Fundamental emiten
• •
Kinerja Keuangan: ROE DuPont Analysis DER
Pendekatan Pricee to Book value of Equity Ratio
Mengukur dan Menganalisis Pengaruh ROE dan DERTerhadap PBV Ratio • Uji Korelasi • Uji Regresi • Uji Determinasi • Uji Statistik • Uji Asumsi Klasik
Keputusan manajerial (financial) Perusahaan Net Profit Margin
Asset Turnover
Financial
Struktur Modal
44
II.4 Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Return on Equity terhadap Price to Book Value Bagi kebanyakan investor tolok ukur dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan dengan menggunakan rasio Return On Equity (ROE), karena ROE mengukur sejauh mana perusahaan dapat efisiensi dalam menggunakan modal usahanya (owner equity). Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikkan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal. Selain itu semakin tinggi ROE maka semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayarkan deviden kepada para investor. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukkan prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Oleh karena itu tingkat return menjadi tolak ukur bagi investor dalam menilai saham perusahaan. Baik saat kondisi pasar menurun atau saat meningkat. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nurmalasari (2009) dan Wirawati (2008) yang menunjukan bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price to Book Value (PBV). Pada penelitian ini penyusun ingin mengetahui bagaimana tingkat ROE perusahaan mempengaruhi PBV pada saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009. 45
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Ha1: ROE berpengaruh positif terhadap PBV secara parsial di sektor pertanian dan pertambangan saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009.
2. Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Price to Book Value Debt to Equity Ratio (DER) mengukur kemampuan perusahaan dalam penggunaan Total Debt terhadap Total Shareholder’s Equity yang dimiliki perusahaan. Penggunaan DER yang tinggi berarti sebuah perusahaan telah melaksanakan pembiayaan yang agresif sehingga perusahaan tumbuh bersamaan dengan utangnya. Hal ini menimbulkan kekuatan pergerakan keuntungan sebagai hasil adanya tambahan biaya bunga. Jika penggunaan utang lebih besar dari ekuitas, perusahaan akan mampu menciptakan lebih besar pendapatannya dibandingkan jika tidak menggunakan pembiayaan dari pihak luar. Selain itu, investor akan mendapatkan pendapatan lebih karena peningkatan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahaan biaya utang. Namun, ketika pembiayaan utang melebihi keuntungan, ini akan menimbulkan masalah dalam perusahaan yang bisa mengarah pada kebangkrutan dan ini membuat pemegang saham (investor) tidak menerima apa-apa dari perusahaan. Penggunaan utang yang tidak dikelola secara efisien oleh pihak manajemen mengakibatkan investor menilai perusahaan tersebut memiliki tingkat risiko yang tinggi. Maka, semakin tinggi penggunaan utang dapat mempengaruhi penilaian investor yang menyebabkan turunnya harga saham. 46
Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Price to Book Value (PBV) yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) dan Mulianti (2010), dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa Debt to Equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Book Value. Pada penelitian ini penyusun ingin mengetahui bagaimana tingkat PBV perusahaan dipengaruhi DER pada saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009 Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Ha2 : DER berpengaruh negatif terhadap PBV secara parsial di sektor pertanian dan pertambangan saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009.
3. Pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Price to Book Value Investor dalam menilai satu perusahaan tidak hanya melihat dari tingkat return yang dihasilkan, tetapi juga perlu melihat struktur modalnya. Investor mengukur seberapa besar keuntungan yang dihasilkan dari jumlah dana yang diinvestasikan dan mempertimbangkan pembiayaan asset perusahaan yang berasal dari hutang. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi dan dengan penggunaan hutang tersebut dapat mengembangkan usahanya sehingga meningkatkan return menunjukkan bahwa perusahaan mampu secara efisien mengelola seluruh sumber dana yang diperoleh baik dari
investor
dan
kreditor
untuk
menghasilkan keuntungan. Hal ini tentu
menggambarkan kondisi fundamental perusahaan yang kokoh serta menjelaskan bahwa 47
kinerja keuangan perusahaan yang baik akan meningkatkan harga saham perusahaan. Jadi dengan adanya hutang yang dikelola dengan tepat dapat menghasilkan return yang tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh investor akan meningkat. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Hidayanti (2010) yang menunjukan bahwa Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Price to Book Value (PBV). Pada penelitian ini penyusun ingin mengetahui bagaimana tingkat ROE dan DER secara bersama-sama berpengaruh terhadap PBV pada saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009. Ha3 : ROE dan DER berpengaruh positif terhadap PBV secara simultan di sektor pertanian dan pertambangan saat kondisi pasar menurun tahun 2008 dan meningkat tahun 2009.
48