BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 Dividend Payout Ratio II.1.1.1
Pengertian dan Pemahaman Dividen
Istilah dividen menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006) merupakan pembagian sisa laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan yang kemudian didistribusikan kepada pemegang saham perusahaan tersebut atas persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Frankfurter & Wood (2003: p. 3) dividen diartikan sebagai: “the distribution of earnings (past or present) in real assets among the shareholders of the firm in propotion to their ownership”. Berdasarkan kedua pengertian di atas, terdapat beberapa hal penting yang menjadi definisi dari dividen itu sendiri. Pertama, dividen berasal dari pembagian sisa laba bersih perusahaan yang disisihkan khusus untuk digunakan dalam pembayaran dividen itu sendiri. Laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan selama satu periode pembukuan dapat digunakan menjadi dua opsi, pertama yaitu digunakan sebagai alat pembayaran dividen dan kedua untuk disimpan sebagai laba ditahan yang kemudian akan digunakan sewaktuwaktu untuk pembiayaan kegiatan operasional perusahaan ataupun untuk 9
melakukan reinvestasi guna mengembangkan dan memperluas kegiatan operasional itu sendiri. Kedua, dividen merupakan hasil dari aset asli milik perusahaan yang berasal dari kegiatan operasional perusahaan. Aset asli milik perusahaan yang biasanya diberikan untuk pembayaran dividen adalah dalam bentuk kas (dividen kas). Namun tidak menutup kemungkinan dapat berupa pembagian saham, properti, maupun bentuk lainnya yang diyakini mampu untuk mewakili aset asli perusahaan dan juga memiliki nilai manfaat kepada para pemegang saham perusahaan tersebut. Ketiga, jumlah pembagian dividen untuk para pemegang saham harus sesuai dengan proposi atau persentase kepemilikan saham dalam perusahaan yang telah diumumkan dan disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan sebelum tanggal pembagian dividen. Seperti yang telah disinggung pada penjelasan yang pertama, laba bersih perusahaan digunakan untuk kegiatan pembayaran dividen ataupun disimpan sebagai laba ditahan yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk kegiatan reinvestasi perusahaan tersebut terhadap suatu proyek ataupun untuk pembayaran lainnya. Keputusan untuk dibayarkan ataupun disimpannya laba bersih ini tergantung hasil kebijakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan setiap perusahaan memiliki sistem tersendiri dalam menentukan kebijakan pembayaran dividen kepada pemegang saham.
10
II.1.1.2 Bentuk Pembayaran Dividen dan Prosedur Pembayarannya Dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham dapat diberikan dalam beberapa bentuk. Bentuk-bentuk dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham ini biasanya tergantung pada kebijakan perusahaan. Bentuk-bentuk dari dividen menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006), yakni dapat berbentuk : •
Dividen tunai (cash dividend), merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas tunai sesuai dengan persentase kepemilikan saham dalam perusahaan.
•
Dividen saham (stock dividend), merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk saham biasa dari perusahaan
tersebut
yang
biasanya
dilakukan
oleh
perusahaan yang menginginkan untuk menggunakan laba bersih yang dihasilkan perusahaan digunakan untuk kegiatan reinvestasi
perusahaan
kewajibannya
kepada
tersebut para
tanpa
pemegang
meninggalkan saham
untuk
membayarkan dividen nya. •
Dividen properti (property dividend), merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk aktiva tetap berupa tanah, bangunan, serta bentuk lainnya seperti suratsurat berharga. Pembagian dividen dicatat oleh perusahaan sebesar nilai pasar wajar dari properti yang diberikan kepada
11
pemegang saham, bukan sebesar nilai perolehan properti tersebut. •
Dividen likuidasi (liquidating dividend), merupakan dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham sebagai akibat adanya likuidasi perusahaan. Dividen dalam bentuk ini adalah sebagai distribusi laba kepada para pemegang saham berdasarkan modal disetor dan bukan didasarkan atas laba ditahan.
Sedangkan menurut Van Horne dan Wachowicz, Jr. (2007), dividen suatu perusahaan dibagi menjadi bagian, yakni: •
Dividen Regular dan Dividen Ekstra Dividen regular merupakan dividen yang diharapkan akan dibayarkan oleh perusahaan. Sedangkan dividen ekstra merupakan dividen yang tidak rutin yang dibayarkan kepada pemegang saham di samping dividen regular. Dividen ekstra biasanya dibayarkan secara kuartal ataupun setengah tahun dalam situasi khusus serta secara tidak langsung memberikan informasi
kepada
publik
mengenai
stabilitas
dividen
dalam
bentuk
perusahaan. •
Dividen Saham Dividen
saham
adalah
pembayaran
penambahan saham kepada pemegang saham. Dividen saham
12
ini dibagi menjadi 2 bagian, yakni deviden saham kecil yang mewakili kenaikan kurang dari 25% dari jumlah saham beredar sebelum pembagian dan dividen saham besar yang mewakili kenaikan sebesar 25% atau lebih dari saham biasa sebelum pembagian.
Kedua pemahaman mengenai bentuk-bentuk pembagian dividen di atas memberikan gambaran bahwa dividen yang diberikan kepada para pemegang saham tidak selalu diberikan dalam bentuk dividen kas. Terdapat beberapa bentuk pembayaran dividen lainnya dan kebijakan sistem waktu pembayaran dividen yang berbeda yang dapat dibagikan perusahaan untuk pemegang saham perusahaan tersebut, sesuai dengan pertimbangan mengenai kebijakan-kebijakan perusahaan tersebut dalam memberikan dividen kepada para pemegang saham. Selain bentuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang tidak selalu berupa dividen kas, besar kecilnya pembagian dividen juga menjadi perhatian dari kebijakan pembayaran dividen. Pada umumnya, apabila perusahaan dalam tahap pertumbuhan ataupun tahap menurun, dividen yang dibayarkan akan lebih sedikit daripada pembayaran dividen yang dilakukan oleh perusahaan yang dalam tahap matang atau dewasa.
13
II.1.1.3 Kebijakan Dividen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Kebijakan pemberian dividen yang dibagikan kepada pemegang saham berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Namun, di dalam prakteknya, ada empat macam kebijakan dividen yang umumnya dilakukan oleh perusahaan menurut Van Horne dan Wachowicz (2007), yakni: 1. Residual Dalam konsep ini, perusahaan memprioritaskan menggunakan laba bersih operasi untuk membiayai proyek investasi pada tahun mendatang dan jika masih tersisa dana dari laba tersebut, barulah diputuskan untuk membayarkan dividen. 2. Stabil Menurut konsep kebijakan dividen stabil, jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar saham setiap tahunnya berfluktuasi. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk tetap menjaga kesediaan laba ditahan pada saat harga laba per lembar saham meningkat dan dapat menggunakan laba ditahan tersebut sebagai pembayaran kewajiban perusahaan tersebut terhadap para pemegang sahamnya apabila penjualan per lembar saham mengalami kerugian ataupun menurun.
14
3. Rasio Pembayaran Konstan Berbeda dengan dengan kebijakan dividen stabil yang jumlah pembayaran dividen per lembar sahamnya relatif sama, pembayaran dividen konstan ini akan disesuaikan dengan fluktuasi setiap tahunnya sesuai dengan perkembangan laba bersih yang diperoleh setiap tahunnya sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang menetapkan kebijakan dividen menggunakan rasio pembayaran konstan, hal ini menyebabkan dividen memiliki informasi mengenai indikator prospek perusahaan (membaik atau memburuk). 4. Jumlah kecil ditambah Ekstra Kebijakan dividen ini menetapkan jumlah harga minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya dan jika terjadi peningkatan laba secara drastis atau keadaan keuangan yang lebih baik maka jumlah dividen tersebut ditambah lagi dengan dividen ekstra.
Tentu saja, dalam menentukan kebijakan banyak sedikitnya pembayaran dividen perusahaan harus dapat mempertimbangkan beberapa faktor penting berkaitan dengan pembagian dividen tersebut. Menurut Sugiono (2009) terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan mengenai pembayaran dividen. Faktor-faktor penting bagi perusahaan adalah sebagai berikut: 15
1. Faktor kepentingan investor sebagai pemegang saham dan bagi para calon investor. Penting bagi perusahaan untuk tetap menjaga kepentingan para pemegang saham ataupun bagi para calon pemegang saham dengan cara memberikan keyakinan yang memadai mengenai jaminan akan tercapainya tujuan-tujuan bagi para pemegang saham perusahaan dan para calon tersebut, yakni mendapatkan imbal keuntungan atas investasi mereka dalam perusahaan dalam hal pembayaran dividen yang terjamin. 2. Faktor pengaruh pembagian dividen terhadap program keuangan dan penganggaran perusahaan. Kebijakan dividen yang diterbitkan oleh perusahaan akan sangat mempengaruhi program keuangan dan penganggaran perusahaan karena dividen itu sendiri dibagikan untuk para pemegang saham yang berasal dari laba operasional milik perusahaan. Selain untuk tujuan pembayaran dividen, laba bersih operasional perusahaan tersebut yang juga dapat digunakan untuk laba ditahan yang akan digunakan sewaktuwaktu untuk kegiatan reinvestasi yang telah diproyeksikan oleh perusahaan dalam rencana penganggaran perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya dan mungkin akan dilaksanakan pada tahun yang akan datang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam proses penyusunan perencanaan keuangan perusahaan, perusahaan harus mampu mengidentifikasikan 16
dan menjelaskan keterkaitan satu mata anggaran dengan mata anggaran lain, termasuk dalam menerkaitkan anggaran yang akan digunakan untuk kegiatan investasi dengan anggaran untuk kegiatan pembayaran dividen. Untuk itu, perusahaan harus mampu memformulasikan dan memberikan batasan mengenai kegunaan dari laba operasional milik perusahaan agar kepentingan perusahaan untuk mereinvestasi dan kepentingan pemegang saham untuk mendapatkan haknya memperoleh dividen berjalan dengan seimbang. 3. Faktor pengaruh likuiditas terhadap pembayaran dividen. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang rendah maka secara otomatis perusahaan tersebut akan membatasi pembagian dividen. Perusahaan tidak dapat memaksakan kebijakan pembayaran dividen yang tinggi untuk para investor karena hal ini akan berdampak kepada likuiditas perusahaan tersebut
serta
pembayaran-pembayaran
atas
kewajiban
perusahaan jangka pendek lainnya. 4. Faktor tingkat pertumbuhan perusahaan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan dapat tergambar dalam kebijakan dividen perusahaan yang dicerminkan dalam tingkat dividend payout ratio yang dihasilkan perusahaan. Perusahaan
yang dalam tingkat pertumbuhan maupun
penurunan, akan membagikan dividen rendah. Apabila
17
perusahaan termasuk dalam tingkat dewasa atau matang, pembagian dividen perusahaan tersebut akan relatif tinggi.
Beberapa faktor pertimbangan kebijakan di atas mengungkapkan bahwa perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada para pemegang sahamnya, perusahaan harus mampu untuk mendefinisikan faktor-faktor tertentu yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan, termasuk faktor kondisi keuangan perusahaan perusahaan tersebut. Perusahaan tidak dapat terlalu mendorong dirinya untuk tetap membayarkan dividen dengan jumlah per lembar sahamnya yang cukup tinggi apabila kondisi perusahaan tersebut sedang menurun ataupun pada saat perusahaan ingin melakukan kegiatan reinvestasi hanya untuk mempertahankan nilai eksistensi perusahaan di mata pemegang saham. Begitu pula pada saat perusahaan dalam kondisi prima dan cenderung dalam tingkat kedewasaan. Perusahaan juga tidak dapat mendorong dirinya untuk membayarkan dividen dengan jumlah yang cukup tinggi per lembar sahamnya karena tidak selamanya perusahaan akan dalam fase kedewasaan dan dalam kondisi prima di tengah kondisi ekonomi global yang fluktuatif dan masih mengalami beberapa krisis keuangan global yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan.
18
II.1.1.4 Pengertian dan Pemahaman Dividend Payout Ratio Stice et al (2010:521), dividend payout ratio mendefinisikannya sebagai : “a measure of the percentage of earnings paid out in dividends; computed by dividing cash dividends by net income”. Dividend payout ratio menyajikan kepada para investor mengenai jumlah porsi pendapatan yang dibayarkan perusahaan mengenai kewajibannya membayar dividen selama satu periode pembukuan perusahaan. Jika rasio yang ditunjukkan dalam dividend payout ratio cukup tinggi, terdapat indikasi bahwa perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah besar namun jika hanya membayarkan sedikit bagian dari laba perusahaan untuk pembayaran dividen tunai, menandakan sisa pembayaran tersebut digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan yang kemudian akan sangat membantu perusahaan dalam menaikkan harga saham biasa perusahaan setelah tanggal pembagian dividen.
II.1.2 Return on Equity Return on equity menurut Brigham dan Houston yang diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto (2004) merupakan rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian atas investasi dari pemegang saham biasa. Return on equity menarik suatu minat tersendiri untuk para pemegang saham karena return on equity mengukur tingkat profitabilitas perusahaan berdasarkan nilai buku dari ekuitas perusahaan. Hal ini mengakibatkan return on equity menjadi salah satu tolak ukur yang cepat dalam melihat tingkat 19
pengembalian uang tunai atas suatu penciptaan aset ataupun suatu proyek. Suatu pencapaian tingkat return on equity akan dikatakan berhasil apabila perusahaan mampu untuk mencapai tingkat minimum return on equity sebesar 15%-20%. Return
on
equity
memiliki
3
(tiga)
komposisi
utama
dalam
perhitungannya, yaitu laba, aset manajemen, dan pengaruh atas keuangan. Laba yang dipergunakan untuk menghitung return on equity ini adalah laba bersih, yang dapat dirumuskan dengan :
Earning After Tax Return on Equity = Stockholder Equity
Suatu tingkat return on equity yang tinggi menandakan bahwa tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi atau akibat dari penggunaan yang luas dari pembiayaan utang ataupun kombinasi dari keduanya. Namun demikian, perusahaan tidak dapat sepenuhnya bergantung pada peningkatan return on equity semata karena pada kenyataannya terdapat beberapa masalah terkait apabila perusahaan menggunakan return on equity sebagai satu-satunya ukuran kinerja perusahaan. Masih menurut Brigham dan Houston (2004), masalahmasalah yang timbul adalah sebagai berikut: Pertama, return on equity tidak dapat mempertimbangkan resiko. Apabila perusahaan hanya menggunakan return on equity sebagai tolak ukur pembanding kinerja antar divisi perusahaan untuk menentukan tingkat kompensasi manajer,
20
maka pemegang saham akan menilai kinerja suatu divisi yang memiliki tingkat return on equity yang lebih kecil dari divisi lain menghasilkan kinerja yang kurang baik meskipun pada kenyataannya divisi tersebut memberikan konstribusi yang besar dalam perusahaan. Hal ini akan menimbulkan dampak kompensasi atau bonus yang diberikan untuk manajer di divisi tersebut lebih kecil daripada manajer di divisi lainnya. Kedua, return on equity tidak mempertimbangkan jumlah modal yang diinvestasikan. Dalam kasus ini, return on equity yang dijadikan suatu tolak ukur tingkat pengembalian investasi pada suatu proyek tidak memiliki suatu kepastian akan pengembalian investasi yang menguntungkan meskipun kedua atau lebih proyek ditawarkan secara bersamaan memiliki tingkat resiko yang sama. Tingkat return on equity yang tinggi tidak dapat menjamin dipilihnya suatu proyek karena semuanya kembali kepada jumlah investasi yang ditanamkan untuk proyek tersebut. Para pemegang saham akan sangat cenderung memilih suatu proyek yang bernilai lebih tinggi dengan return on equity yang lebih kecil dari pada memilih suatu proyek yang bernilai jauh di bawah proyek lainnya dan memiliki tingkat return on equity yang besar. Ketiga, return on equity akan menyebabkan penurunan jumlah profit dari suatu proyek yang dapat dicapai. Dalam kaitannya dengan penggunaanya ini, return on equity digunakan sebagai pengukur kinerja suatu divisi dalam menentukan besarnya bonus yang diberikan untuk divisi ini. Perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk dapat berinvestasi dalam suatu proyek apabila suatu divisi dalam perusahaan memberikan kontribusi return on equity yang cukup tinggi dan kemudian tidak ingin untuk melakukan investasi dalam proyek 21
tersebut karena akan berakibat pada penurunan rata-rata return on equity divisi tersebut. Dengan adanya penurunan rata-rata return on equity dalam divisi tersebut, maka akan berdampak pada penurunan jumlah bonus yang akan diterima oleh divisi tersebut.
II.1.3 Debt to Total Assets Debt to total asset menunjukkan resiko pengembalian keuangan perusahaan dengan membandingkan seberapa besar aset yang dimiliki perusahaan yang telah dibiayai oleh hutang. Hutang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hutang jangka pendek ditambah dengan hutang jangka panjang yang ditanggung oleh perusahaan. Selain mengindikasikan tingkat pengembalian finansial, menurut Kimmel, Weygandt, & Kieso (2011), rasio ini juga menyediakan beberapa indikasi kemampuan perusahaan untuk bertahan dari kerugian tanpa menurunkan bunga dari kreditornya. Semakin besar tingkat debt to total assets, menunjukkan semakin besar pula tingkat ketergantungan perusahaan untuk menghasilkan aset-asetnya melalui pembiayaan hutang dari kreditor. Untuk mengukur debt to total assets, dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
Debt to Total Assets =
Total Liabilities Total Assets
22
II.1.4 Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio menurut Hadi dan Hastuti (2011) merupakan perbandingan antara hutang dengan modal yang dimiliki oleh perusahaan untuk menilai batas kemampuan modal tersebut dengan menanggung risiko atas modal pinjaman yang digunakan. Dari definisi di atas, debt to equity ratio dapat diartikan sebagai rasio pengukuran tingkat pengembalian hutang perusahaan yang digunakan sebagai modal utuk kegiatan perluasan perluasan ataupun membiayai kegiatan operasional perusahaan dengan membagi total hutang dengan ekuitas pemegang saham. Debt to equity ratio ini sendiri dapat mengindikasikan seberapa besar modal dan dan hutang yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai asetasetnya. Adapun rumus dari debt to equity ratio adalah sebagai berikut :
Debt to Equity Ratio =
Total Liabilities Stakeholders Equity
Secara umum, apabila rasio yang dihasilkan cukup tinggi, berarti perusahaan menggunakan hutang-hutangnya dari pihak ketiga (kreditor dan supplier) untuk kegiatan pertumbuhan secara agresif. Apabila perusahaan kurang mampu untuk mengelola hutang-hutangnya dan menyebabkan tingkat debt to equity ratio dalam posisi yang cukup tinggi secara terus-menerus, hal tersebut akan mempengaruhi posisi pemegang saham dalam perusahaan dan menjadikan posisi kreditor dan supplier dalam posisi yang dominan karena perusahaan memiliki jumlah hutang yang lebih besar dari pada ekuitas pemegang saham
23
secara berturut-turut. Namun demikian, tingkat ukuran debt to equity ratio antara industri satu dengan lain berbeda.
II.2
Metodologi Penelitian Penulis
menganalisis
laporan
keuangan
tahunan
beberapa
perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008 sampai 2010 untuk menguji seberapa besar tingkat pertumbuhan laba perusahaan, profitabilitas, dan tingkat pengembalian perusahaan mempengaruhi kebijakan jumlah dividen tunai yang diberikan perusahaan untuk para pemegang sahamnya. Dalam penelitian ini, tingkat return on equity, debt to total assets, dan debt to equity ratio dikategorikan sebagai variabel independen dan dividend payout ratio sebagai tolak ukur rasio pembagian dividen kas dikategorikan sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak dalam industri perdagangan, jasa, dan investasi di Indonesia yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan program komputer SPSS for Windows series 18. Sumber data penelitiannya berupa data sekunder yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan 2008 hingga 2010 yang telah diaudit dan dipublikasikan di situs Bursa Efek Indonesia. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kuantitatif dan menggunakan dimensi waktu yang melibatkan urutan waktu (time series).
24
II.3
Pengembangan Hipotesis Pengembangan-pengembangan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Hubungan antara Return on Equity terhadap Dividend Payout Ratio Return on equity mengukur tingkat profitabilitas perusahaan berdasarkan nilai buku dari ekuitas perusahaan. Semakin besar nilai ROE yang dihasilkan oleh perusahaan, maka akan semakin besar pula tingkat DPR yang dihasilkan oleh perusahaan karena para pemegang saham akan melihat adanya suatu kesempatan yang baik dalam menanamkan modalnya ke dalam perusahaan. Hasil studi dari Gunawan (2008) menunjukkan bahwa tingkat ROE berpengaruh positif terhadap tingkat DPR perusahaan. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H01
: Return on equity yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki pengaruh
terhadap dividend payout ratio pada industri perdagangan, jasa, dan investasi. Ha1
: Return on equity yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki pengaruh
terhadap dividend payout ratio pada industri perdagangan, jasa, dan investasi.
2. Hubungan antara Debt to Total Assets terhadap Dividend Payout Ratio Debt to total assets mengukur tingkat pengembalian perusahaan berdasarkan pembagian antara total hutang dengan total aset. Semakin kecil tingkat DTA yang dihasilkan oleh perusahaan, maka semakin besar tingkat DPR yang akan dihasilkan oleh perusahaan. Hasil studi dari Aivazian, Booth, dan Clearly (2003) yang mendapatkan bahwa perusahaan yang memiliki rasio hutang yang cukup tinggi, perusahaan akan jarang untuk menawarkan pembayaran dividen kas yang 25
cukup besar. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Kania dan Bacon (2005) menunjukkan bahwa tingkat DTA berpengaruh negatif terhadap tingkat DPR yang dihasilkan oleh perusahaan. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: H02
: Debt to Total Assets yang dihasilkan oleh perusahaan tidak memiliki
pengaruh dividend payout ratio pada industri perdagangan, jasa, dan investasi. Ha2
: Debt to Total Assets yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki
pengaruh terhadap dividend payout ratio pada industri perdagangan, jasa, dan investasi.
3. Hubungan antara Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio Debt to equity ratio mengukur tingkat pengembalian perusahaan berdasarkan pembagian antara total hutang dengan nilai buku ekuitas pemegang saham. Debt to equity ratio tingkat pengembalian hutang perusahaan yang digunakan sebagai modal utuk kegiatan perluasan perluasan ataupun membiayai kegiatan operasional perusahaan dengan membagi total hutang dengan ekuitas pemegang saham. Apabila rasio yang dihasilkan cukup tinggi, berarti perusahaan menggunakan hutang-hutangnya dari pihak ketiga (kreditor dan supplier) untuk kegiatan pertumbuhan secara agresif. Hipotesis ini diperkuat dengan penelitian dari Budi Mulyono (2009) yang mendapatkan bahwa debt to equity ratio berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut:
26
H03
: Debt to Equity Ratio dihasilkan perusahaan tidak memiliki pengaruh
terhadap dividend payout ratio industri perdagangan, jasa, dan investasi. Ha3
: Debt to Equity Ratio yang dihasilkan perusahaan memiliki pengaruh
terhadap dividend payout ratio industri perdagangan, jasa, dan investasi.
27