BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Landasan Teori
II.1.1 Triple Bottom Line Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice (Wibisono ,2007). Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P”.
Selain mengejar profit, perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line, diantaranya 1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan dalam adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. 8
2. People. Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesarbesarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel perusahaan harus menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. 3. Planet. Jika perusahaan ingin tetap eksis maka harus disertakan pula tanggung jawab kepada lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Namun sayangnya, sebagian besar dari kita masih kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar. Maka, kita melihat banyak pelaku industri yang hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya untuk melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, mereka justru akan memperoleh keuntungan yang lebih,terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, disamping ketersediaan sumberdaya yang lebih terjamin kelangsungannya.
9
II.1.2 Pengertian Corporate Social Responsibility Tidak ada definisi yang pasti dan seragam mengenai CSR , namun demikian ada beberapa definisi CSR yang bisa digunakan untuk memahami mengenai CSR Menurut, European Commission dalam Suharto (2008) CSR adalah “sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.” Sedangkan menurut, World Business Council of Sustainable Development dalam Kodrat (2008) mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup di tempat kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas. Suharto et.al mendefinisikan CSR menurut ISO 26000 sebagai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatankegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007).
A+ CSR Indonesia mendefinisikan CSR sebagai upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif tiap pilar. (www.csrindonesia.multiply.com)
10
Menurut
Darwin
(2004)
dalam
Anggraini
(2006)
mendefinisikan,
“Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Resposibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.” Dari definisi-definisi di atas bisa dikatakan bahwa belum ada pengertian yang seragam mengenai CSR, namun bisa disimpulkan bahwa CSR merupakan komitmen yang dimiliki oleh perusahaan untuk secara berkelanjutan berperan serta dalam usaha untuk mensejahterakan lingkungannya berdampingan dengan kegiatan operasi perusahaan. Selain memperoleh laba perusahaan juga perlu melakukan kegiatan lain yang berkaitan dengan karyawan dan lingkungan sosialnya untuk meningkatkan kualitas dari kehidupan secara keseluruhan.
II.1.3 Keuntungan Corporate Social Responsibility Wibisono et.al, mengemukakan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan dalam penerapan CSR, diantaranya : 1. “Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan Perbuatan destruktif akan menurunkan reputasi perusahaan, begitupun sebaliknya, kontribusi positif juga akan mendongkrak reputasi dan image positif perusahaan. Inilah yang menjadi modal non-finansial utama bagi perusahaan bagi stakeholdernya yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan. 2. Layak mendapatkan social license to operate Masyarakat sekitar perusahaan merupakan komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program CSR diharapkan menjadi bagian dari asuransi sosial yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan 11
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Perusahaan mesti menyadari bahwa kegagalan untuk memenuhi ekspektasi stakeholders pasti akan menjadi bom waktu yang dapat memicu resiko yang tidak diharapkan. 4. Melebarkan akses sumber daya Track record yang baik dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan. 5. Membentangkan akses menuju market Investasi yang ditanamkan untuk program CSR ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang pasar yang terbuka lebar. Termasuk didalamnya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Sudah banyak bukti akan resistensi konsumen terhadap produk-produk yang tidak comply pada aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan lingkungan. 6. Mereduksi biaya Banyak contoh yang dapat menggambarkan keuntungan perusahaan yang didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari implementasi dari penerapan program tanggung jawab sosialnya. Yang mudah dipahami adalah upaya untuk mereduksi limbah melalui proses recycle / daur ulang ke dalam siklus produksi. Disamping mereduksi biaya, proses ini tentu juga mereduksi buangan ke laur sehingga menjado lebih aman. 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders Implementasi program CSR tentunya akan menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholders. Nuansa seperti itu dapat membentangkan karpet merah bagi terbentuknya trust kepada perusahaan. 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator Perusahaan yang menerapkan program CSR pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggungjawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan, umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menaggung beban tersebut. 9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan Kesejahteraan yang diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standard normatif kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan, Oleh karenanya wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Di samping itu reputasi perusahaan yang baik dimata stakeholders juga merupaka vitamin tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi dalam berkarya.
12
10. Peluang mendapatkan penghargaan Banyak reward ditawarkan bagi penggiat CSR. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan mempunyai kans yang cukup tinggi.” (h.78 - h. 81)
II.1.4 Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility Menurut Warhust (1998) seperti yang ditulis dalam Wibisono et al. mengajukan prinsip-prinsip CSR sebagai berikut : 1. “Prioritas corporate Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat kebijakan, program dan praktek dalam menjalankan bisnisnya dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial. 2. Manajemen terpadu Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai suatu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen. 3. Proses perbaikan Secara bersinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteria sosial tersebut secara internasional. 4. Pendidikan karyawan Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan. 5. Pengkajian Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik. 6. Produk dan jasa Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif secara sosial. 7. Informasi publik Memberi informasi dan (bila diperlukan) mendidik pelanggan, distributor dan publik tentang penggunaan yang aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan begitu pula dengan jasa. 8. Fasilitas dan operasi Mengembangkan, merancang dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial. 9. Penelitian
13
Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif. 10. Prinsip pencegahan Memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif. 11. Kontraktor dan pemasok Mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial korporat yang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan mensyaratkan perbaikan dalam praktik bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok. 12. Siaga menghadapi darurat Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan berbahaya bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul. 13. Transfer best practice Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik. 14. Memberi Sumbangan Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial. 15. Keterbukaan Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi respons, terhadap potencial hazard dan dampak operasi, produk, limbah atau jasa. 16. Pencapaian dan pelaporan Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan criteria korporat dan peraturan perundangundangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja dan public”. (h. 39 – h.41)
14
II.1.5 Pelaporan CSR Perusahaan juga harus membuat laporan tentang kegiatan CSR nya, yang dapat digunakan untuk bahan evaluasi, juga bisa digunakan untuk alat komunikasi antara perusahaan dengan shareholder dan stakeholdernya. Menurut Wibisono et.al (h. 146), secara historis, pelaporan perusahaan berkembang sebagai berikut :
Tabel II.1 Perkembangan Pelaporan CSR Tipe Pelaporan
Waktu
Financial accounting & reporting
Sejak 1850-an
Financial aspects of Corporate Governaance
Sejak awal 1990-an
Environmental Reporting
Sejak awal 1990-an
Social Accounting & Reporting
Sejak awal 1990-an
Sustainable Reporting ( reporting on environmental, Sejak 2000 social and wider economic impact)
Di Eropa sejumlah institusi sudah mengeluarkan guidancenya, diantaranya The Accounting Standards Steering Committee of the Institute of Chartered Accountant di Inggris, pada tahun 1975 mengeluarkan pedoman bagi perusahaan untuk membuat pelaporan yang berisi informasi tentang aktivitas sosial dan lingkungannya. Tahun 1990-an pelaporan ini mulai popular setelah stakeholders kian menuntut agar perusahaan tak hanya membuat laporan yang menyangkut kinerja keuangannya, namun juga laporan yang informatif mengenai aktivitas perusahaan terkait dengan aspek sosial dan lingkungan. Maka lahirlah beragam cara perusahaan dalam membuat laporan.
15
Tujuannya pun berbeda, ada yang untuk kepentingan internal dan ada juga yang digunakan untuk kepentingan eksternal. Menurut Gordon dalam Sukada (2007) beberapa standard pelaporan
yang
dikenal di dunia untuk mengimplementasikan CSR, di antaranya : 1. Caux Principles for Business dikeluarkan pada tahun 1994, Principles disponsori oleh Caux Roundtable (yang terdiri dari pemimpin bisnis senior dari Eropa, Jepang dan Amerika). rekomendasi
yang
Caux Principles merupakan sekumpulan
mencakup
banyak
wilayah
dari
corporate
behavior. Rekomendasi-rekomendasi tersebut berupaya untuk mengekspresikan standar umum corporate behavior yang etis dan bertanggung jawab dan ditawarkan sebagai dasar untuk dibicarakan dan diimplementasikan oleh kalangan bisnis dan pemimpin di seluruh dunia. Tidak ada mekanisme formal bagi perusahaan untuk berkomitmen terhadap prinsip-prinsip ini. 2. G3 Global Reporting. Guidelines yang paling banyak dipakai saat ini adalah Global Reporting Initiatives (GRI) yang berdiri tahun 1997 yang merupakan inisiatif antara Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dengan United Nation Environment Progamme (UNEP). G3 diterbitkan pada tahun 2006 dan merupakan pengembangan dari G2. G3 guidelines memberikan petunjuk yang universal mengenai laporan yang berkelanjutan. G3 guidelines dapat diterapkan baik di perusahaan kecil, menengah, besar serta di sektor umum.G3 guidelines terdiri dari 6 aspek, yang terdiri dari 79 komponen. Aspek tersebut diantaranya economic, environmental, human rights, labor practices, product responsibility, society.
16
3. Global Sullivan Principles, merupakan standar yang dibangun dari masukan beberapa perusahaan multinasional.
Standar ini dikeluarkan pada tahun
1999. Global Sullivan Principles merupakan standar yang dibangun dari masukan beberapa perusahaan multinasional.
Ada delapan prinsip yang
memberikan arahan secara umum di bidang perburuhan, etika bisnis dan praktikpraktik lingkungan dari perusahaan multinasional dan para mitra bisnis mereka. Prinsip-prinsip tersebut ditulis oleh Pendeta Leon Sullivan, dimana versi awal Sullivan Principles memberikan arahan bagi perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis di Afrika Selatan pada masa apartheid. 4. OECD Guidelines for Multinational Enterprises, direvisi pada tahun 2000. Panduan OECD merupakan rekomendasi yang mencakup sembilan bidang dari business
conduct
yang
diharapkan
pemerintah
dari
perusahaan
multinasional. Meskipun pelaksanaannya oleh perusahaan bersifat sukarela, pemerintah negara-negara yang menyatakan mengikuti standar ini mengikatkan diri untuk berpartisipasi dalam implementasinya serta meningkatkan pengawasan mereka terhadap operasi perusahaan di dalam wilayahnya atau yang berasal dari wilayahnya 5. Principles for Global Corporate Responsibility-Benchmarks, "Benchmarks" didesain untuk memberikan suatu "kerangka model" dimana para pemangku kepentingan dapat menilai codes of conduct, kebijakan dan praktik-praktik yang dijalankan perusahaan terkait dengan harapan pemangku kepentingan terhadap CSR. Prinsip-prinsip ini telah direvisi pada tahun 1998 untuk menyertakan masukan dari kelompok-kelompok HAM, lingkungan dan buruh, organisasi agama, serta perusahaan. Terdapat hampir 60 prinsip dalam standar yang 17
dipandang
"fundamental
bagi
tindakan
perusahaan
yang
bertanggung
jawab". Standar ini juga memiliki "benchmarks" yang dapat digunakan oleh pihak eksternal untuk menilai kinerja perusahaan terkait dengan kebijakan dan praktik-praktik yang direkomendasikan. 6. SA 8000 diterbitkan oleh Social Accountability International pada tahun 2001 adalah standar sertifikasi sukarela dan berbasis pengawasan untuk menilai kondisi buruh pada operasi manufaktur global. SA 8000 dibangun berdasarkan proses audit kualitas dan lingkungan yang dibentuk International Standards Organization melalui standar ISO 9000 dan ISO 14000. SA 8000 bergantung pada para pengawas yang bersertifikasi untuk memverifikasi kepatuhan pabrik dengan standar. 7. United Nation Global Compact, diumumkan pada Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) di Davos, Switzerland pada Januari 1999 dan secara resmi diluncurkan pada September 2000. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan mengimbau para pemimpin dunia untuk ”merangkul dan menetapkan” sembilan prinsip dalam praktik-praktik perusahaan masing-masing dan mendukung inisiatif kebijakan publik lainnya. Standar ini mencakup praktik-praktik spesifik yang diterapkan oleh perusahaan yang berkomitmen terhadap Global Impact. Selain ketujuh standard di atas, ISO (International Organization for Standardization) mengeluarkan ISO 26000. Standar ini berisi pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung jawab sosial suatu organisasi yang mencakup semua sektor badan public ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara 18
•
Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya
•
Menyediakan pedoman tentang pengadaptasian prinsip-prinsip menjadi kegiatan yang efektif
•
Memilah
praktek-praktek
terbaik
yang
sudah
berkembang
dan
disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional Di dalam ISO 26000 CSR dibagi ke dalam 7 isu pokok yaitu pengembangan masyarakat, konsumen, praktek kegiatan institusi yang sehat, lingkungan, ketenagakerjaan, hak asasi manusia dan organizational governance. Sampai dengan saat ini , memang belum ada keharusan membuat laporan CSR. Kalaupun perusahaan melakukan pelaporan, sifatnya masih sukarela. Bentuk laporannya pun masih berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas organisasinya.
II.1.6 Praktik CSR di Indonesia
Di Indonesia CSR merupakan kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh perusahaan/perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib, seperti yang tertuang dalam UU Perseroan Terbatas nomor 40 pasal 74.
Menurut Ambadar (2008) aspek yang paling menonjol dari praktik CSR di Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat (community development). Community development memang sesuai dengan keadaan dan kondisi masyarakat di Indonesia yang masih berada di bawah kemiskinan dan tingginya tingkat pengangguran. Community
19
development juga menekankan untuk menggali sumber daya lokal untuk kemajuan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang.
Prinsip-prinsip Community Development berdasarkan acuan Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD) dalam Ambadar et al. antara lain: 1. Kerja sama,bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komunitas yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu-individu untuk tujuan saling tolong-menolong diri sendiri, memecahkan masalah, integrasi sosial dan atau tindakan sosial. 2. Sumber daya-sumber daya komunitas (manusia, teknik dan financial) dan kemungkinan sumber daya dari luar komunitas (dalam bentuk kerja sama dengan pemerintah, lembaga-lembaga dan kelompok professional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan dalam bentuk kesinambungan dalam pembangunan. 3. Kebersamaan komunitas harus dipromosikan dalam bentuk dua tipe hubungan a. Hubungan sosial, di dalam keberbedaan kelompok dipisahkan melalui kelas sosial atau perbedaan yang signifikan dalam status ekonomi, suku bangsa, identitas ras, agama, gender dan usia b. Hubungan struktural, diantara pranata-pranata tersebut seperti sektorsektor publik, organisasi sektor pribadi, organisasi nirlaba dan organisasi kemasyarakatan serta asosiasi yang memiliki perhatian terhadap kesejateraan sosial pada tingkat komunitas.(h.37-39)
20
Menurut Daniri (2008), program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu: 1. Public Relations Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Strategi defensif Usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk melawan ‘serangan’ negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif. 3. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri.
II.2
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berjudul “Pengaruh Corporate Social Responsibility
Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2005 dan 2006)”, penelitian tersebut dilakukan oleh Lely Dahlia dan Sylvia Veronica Siregar terhadap 77 perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005 dan 2006. Penelitian tersebut membahas mengenai apakah corporate social responsibility disclosure berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dan kinerja pasar perusahaan. Variabel dependen yang digunakan 21
dalam penelitian tersebut adalah ROEt+1 dan CAR. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Corporate Social Disclosure Index (CSDI) berdasarkan GRI, Size, Growth, Leverage dan Unexpected Earnings. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tingkat pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh positif terhadap variabel ROEt+1. Artinya, aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan penelitian tersebut menghasilkan hasil yang negatif terhadap variabel CAR, hal ini berarti bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh tehadap kinerja pasar perusahaan. Penelitian lainnya berjudul “Corporate Social Responsibility & Economic Performance in the Top British Companies: Are They Linked ?” ,yang dilakukan oleh George Balabanis, Hugh C. Phillips and Jonathan Lyall terhadap 56 perusahaan besar di Inggris. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap gross profit to sales ratio, semakin tinggi pengungkapan CSR maka semakin tinggi pula dampaknya terhadap kenaikan profitabilitas perusahaan. Penelitian lainnya berjudul “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta) yang dilakukan oleh Fr. Reni. Retno Anggraini terhadap semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode waktu 2000-2004. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah presentase kepemilikan manajemen, tingkat leverage, biaya politis
(ukuran perusahaan dan tipe industri), profitabilitas (Net Profit Margin). Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa presentase kepemilikan perusahaan dan tipe industri
22
berpengaruh terhadap pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan tingkat leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh tehadap luasnya pengungkapan.
II.3 Pengembangan Hipotesis Perusahaan dituntut untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan profitabilitas agar tetap dapat bertahan dalam masa krisis maupun dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu perusahaan mencari cara lain untuk dapat meningkatkan profitabilitas. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh perusahaan adalah dengan melakukan aktivitas CSR. Aktivitas CSR dapat menjadi salah satu strategi perusahaan untuk memperoleh keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Enterprise theory menganggap bahwa perusahaan merupakan suatu kesatuan sosial, dimana keputusan yang dibuat akan mempengaruhi shareholders, karyawan, kreditor, pelanggan, pemerintah dan masyarakat. Menurut Suojanen, perusahaan yang memiliki tanggung jawab terhadap sosial akan lebih mudah untuk bertahan
dan
bertumbuh. Selain itu, menurut McGuire dkk (1998), dalam Balabanis, Phillips, dan Lyall (1998), aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan terbukti dapat meningkatkan reputasi, sehingga memperbaiki hubungan dengan pihak bank, investor, maupun lembaga pemerintahan, dan dari perbaikan hubungan tersebut tercermin pada keuntungan ekonomi perusahaan. Heinze (1976) dalam Anggraini (2006) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini
23
berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Pengungkapan CSR akan berpengaruh bagi perusahaan di kemudian hari, karena pengungkapan CSR akan berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang. Terkait dengan permasalahan di atas maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah H1
: Pengungkapan aktivitas CSR (CSR disclosure) berpengaruh positif
terhadap ROE perusahaan satu tahun ke depan (ROEt+1). H2
: Pengungkapan aktivitas CSR (CSR disclosure) berpengaruh positif
terhadap ROA perusahaan satu tahun ke depan (ROAt+1).
24