BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Auditing Pada umumnya audit merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu kesatuan ekonomi yang dilakukan seseorang atau kelompok yang independen dan bertujuan untuk mengevaluasi atau mengukur lembaga/perusahaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan kriteria yang telah ditentukan, untuk kemudian mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. II.1.1 Pengertian Auditing Seorang auditor harus mempunyai kemampuan memahami kriteria yang digunakan serta mampu menetukan sejumlah bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya. Auditor harus objektif dan mempunyai sikap mental independen. Menurut Mulyadi (2009:9) definisi Auditing secara umum adalah: “Suatu proses sitematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegitan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta penyampaian hasilhasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Menurut Arens (2007) definisi auditing adalah: “Proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriterianya. Auditing hendaknya dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.”
10
Jadi Sekalipun auditor seorang ahli, tetapi apabila dia tidak mempunyai sikap independen dalam pengumpulan informasi, maka informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dianggap bias. II.1.2 Tujuan audit Menurut Abdul Halim (2008:147) tujuan audit adalah sebagai berikut :“Untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum”. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap aktivitas audit yang dilakukan selalu memiliki tuj[uan audit. Hal itu dilakukan untuk mengetahui target yang harus dicapai oleh auditor dalam menjalankan tugasnya. Target tersebut dapat dikatakan sukses apabila semua tujuan yang diarahkan berjalan dengan baik dan sesuai prosedur yang berlaku. Tujuan audit adalah hasil yang hendak dicapai dari suatu audit. Tujuan audit mempengaruhi jenis audit yang dilakukan. Secara umum audit dilakukan untuk menentukan apakah: 1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan serta telah disusun sesuai dengan standar yang mengaturnya; 2. Risiko yang dihadapi organisasi telah di identifikasi dan diminimalisasi; 3. Peraturan eksrern serta kebijakan dan prosedur intern telah dipenuhi; 4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; 5. Sumber daya telah digunakan secara efesien dan diperoleh secara ekonomis. 11
II.1.3 Jenis auditor Menurut Mulyadi (2002:28) orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Auditor Eksternal / Akuntan Publik / Auditor Independen Auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik. Auditor Independen adalah auditor professional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah. 2. Auditor Pemerintah Auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Auditor Pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah
yang
tugas
pokoknya
melakukan
audit
atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak.
12
3. Auditor Internal Auditor yng bekerja pada suatu perusahaan dan berstatus sebagai pegawai perusahaan tersebut bertugas membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja. Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan Negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan efesiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. II.2 Standar Auditing Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. 1. Standar Umum. a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam
pelaksanaan
audit
dan
penyusunan
laporannya,
auditor
wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
13
2. Standar Pekerjaan Lapangan. a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat saat lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3. Standar Pelaporan. a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi. Sehingga berdasarkan uraian di atas, audit memiliki fungsi sebagai proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajemen dan 14
para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik. II.2.1 Kualitas Audit Kualitas audit adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil (Alim dkk., 2007). Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajemen dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para penggguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah diaudit dan diberi opini oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, kualitas audit merupakan hal penting harus dipertahankan oleh para auditor dalam proses pengauditan. De angelo (1981) dalam Watkins (2004) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran dalam 15
sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Sedangkan pelaporan pelanggaran tergantung kepada dorongan auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut. Dorongan ini akan tergantung pada independensi yang dimiliki oleh auditor tersebut. Dari pengertian tentang kualitas audit di atas, dapat diartikan bahwa auditor dituntut oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan untuk dapat menjalankan kewajibannya. Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu : 1.
Tanggung jawab profesi Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
16
3. Integritas. Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin. 4. Objektivitas. Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan Hati-hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional. 6.
Kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7.
Perilaku Profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.
Standar Teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
II.2.2 Pengalaman Kerja Auditor Penelitian Herliansyah dkk. (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu 17
pekerjaan atau tugas (job). Asih (2006) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, serta mencari penyebab munculnya kesalahan. II.2.3 Independensi Auditor Independensi auditor merupakan suatu hal penting yang sudah sejak lama menjadi pembicaraan baik di kalangan praktisi, pembuat kebijakan ataupun para akademisi. Hal ini dikarenakan pendapat yang diberikan oleh auditor berkaitan dengan kepentingan banyak pihak. Namun demikian pendapat yang diberikan oleh auditor terhadap laporan keuangan suatu perusahaan tidak akan mempunyai nilai apabila auditor tersebut dianggap tidak memiliki independensi oleh para pengguna laporan keuangan. Antle (1984) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan independensi sebagai suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya. Penelitian Muliani (2010) menguji pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Profesional care dan Akuntanbilitas terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini yaitu 18
bahwa terdapat pengaruh pengalaman kerja dan independensi terhadap kualitas audit. Menurut Donald dan William (1982) dalam Harhinto (2004) independensi auditor mencakup dua aspek, yaitu: a.
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
b.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa auditor independen bertindak bebas atau independen, sehingga auditor harus menghindari keadaan atau faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat meragukan kebebasannya.
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Keberadaan akuntan publik sebagai suatu profesi tidak dapat dipisahkan dari karakteristik independensinya. Akuntan publik selalu dianggap orang yang harus independen. Tanpa adanya independensi, akuntan publik tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan akuntan publik sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari akuntan publik. Masyarakat akan meminta pihak lain yang dianggap independen untuk menggantikan fungsi akuntan publik. Atau dengan kata lain, keberadaan akuntan publik ditentukan oleh independensinya. Keeratan hubungan
19
akuntan publik dengan independensi ini dapat ditinjau dari posisi penting kata independensi dalam berbagai literatur pengauditan. Dalam beberapa definisi pengauditan yang dikemukakan oleh pakar pengauditan terkandung makna independensi, baik secara tersurat maupun tersirat. Menurut standar profesional akuntan publik, dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang di tetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Independen adalah bebas dan tidak di pengaruhi siapa pun. Dari berbagai pendapat mengenai independensi diatas, terdapat satu kesepakatan bahwa independensi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh auditor. Terdapat berbagai jenis independensi, tetapi dapat disimpulkan bahwa independensi yang dapat dinilai hanyalah independensi yang kelihatan. Dan penilaian terhadap independensi yang kelihatan ini selalu berkaitan dengan hubungan yang dapat dilihat serta diamati antara auditor dan kliennya. II.2.3.1 Pentingnya Independensi Auditor Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakan kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. 20
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa sikap independensi auditor ternyata berkurang. Untuk diakui oleh pihak lain sebagai orang yang independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Sebagai contoh seorang auditor yang mengaudit perusahaan dan ia juga menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut meskipun ia telah melakukan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukan sebagai anggota direksi. Demikian juga halnya, seorang auditor yang mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam perusahaan yang di auditnya, mungkin ia benar-benar tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya atas laporang keuangan tersebut. Namun bagaimanapun juga masyarakat tidak akan percaya, bahwa ia bersikap jujur dan tidak memihak. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independennya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat penting bagi profesi akuntan publik (auditor): a. Merupakan dasar bagi auditor (akuntan publik) untuk merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Apabila akuntan publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan pemeriksaan,
21
maka laporan keuangan yang telah diperiksa tersebut akan menambah kredibilitasnya dan dapat di andalkan bagi pihak yang berkepentingan. b. Kerena profesi auditor merupakan profesi yang memegang kepercayaan masyarakat, kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. II.2.4 Objektivitas Auditor Merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atau jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau di bawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas. Pusdiklatwas BPKP (2005), menyatakan obyektifitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yangberkepentingan, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya.Unsur perilaku yang dapat menunjang obyektifitas antara lain : 1. Dapat diandalkan dan dipercaya, 2. Tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaanpekerjaan lain yang merupakan tugas operasional obyek yang diperiksa, 3. Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain, 4. Dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang resmi, serta 22
5. Dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis. II.2.5 Integritas Auditor Yaitu suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi. Auditor yang mempertahankan objektivitas, akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan dan permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. II.2.6 Kompetensi Auditor Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama.
23
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Dalam Kamus Besar Indonesia, kompetensi diartikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Sehingga dapat disimpulkan Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan nonrutin. II.2.6.1 Pengetahuan SPAP tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Penelitian yang dilakukan Meinhard (1987) dalam Harhinto (2004) menemukan bahwa auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai beberapa hal. Auditor akan semakin mempunyai banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu dengan ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks.
24
Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap auditor harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan pada Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah: 1.
Pencapaian Kompetensi Profesional Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar
pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk auditor. 2.
Pemeliharaan Kompetensi Profesional a. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional auditor. b. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukankesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. c. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
25
II.2.6.2 Pengalaman Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Kompetensi seorang auditor dapat diukur melalui banyaknya ijazah atau sertifikat yang dimiliki serta banyaknya keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar. Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian yang dilakukan Hamilton dan Wright (1982) dalam Harhinto (2004) menggunakan konsensus dan kestabilan keputusan sebagai salah satu bentuk kinerja auditor. Tipe tugas evaluasi yang dilakukan auditor relatif sama dan berulang-ulang serta keputusan yang diambil relatif sama atau stabil. Sehingga peningkatan kestabilan ini akan berhubungan dengan peningkatan pengalaman. Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak di pengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak factor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003) menemukan bahwa auditor berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu member penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari system akuntansi yang mendasari. Penelitian yang dilakukan Chou dan Trotman (1991) dalam Harhinto (2004) menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan butir-butir 26
yang tidak umum di banding auditor yang kurang berpengalaman. Tetapi untuk menemukan butir-butir yang umum, tidak ada bedanya antara auditor berpengalaman dan auditor yang kurang berpengalaman. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) yang melakukan pengujian mengenai efek pengalaman terhadap kesuksesan pelaksanaan audit. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin berpengalaman auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan, semakin peka dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal lain yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan. Pemeriksaan atau audit harus dilaksanakan oleh seorang atau beberapa orang akuntan publik yang memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani latihan teknis yang cukup. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum SPAP atau audit harus dilaksanakan oleh seorang atau beberapa orang akuntan publik yang memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani latihan teknis yang cukup. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum SPAP.
27
Review Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang digunakan. Tabel berikut ini menyajikan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Tabel II. 1 Kajian Peneliti Terdahulu No. Peneliti dan Tahun 1 Ika Sukriah (2009)
Judul Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas,dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Hasil penelitian Pengalaman kerja, obyektivitas, kompetensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan independensi dan integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2
Aji , Pandhit Seno (2009)
Faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas independensi, pengalaman, dan akuntabilitas.
kualitas audit dipengaruhi oleh independensi, pengalaman,dan akuntabilitas.
3
M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, Liliek Purwanti (2007)
Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi.
Kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit.
4
Taufiq Efendy (2010)
Pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah.
Kompetensi dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit sedangkan independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
5
Teguh Harhinto (2004)
Pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit( studi empiris pada KAP di jawa timur.
Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
28
6
Nur Irawati (2011)
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit KAP di Makassar.
Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
7
Mabruri, Winarna (2010)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil audit di lingkungan pemerintah daerah.
Objektivtas, pengalaman kerja, pengetahuan, dan integritas berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit.
8
Elisha Muliani (2010)
Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit
Independensi, akuntanbilitas, dan due professional care berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
9
Siti Nurmawar (2010)
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit.
Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
10
Putri (2009)
Pengaruh pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan independensi terhadap persepsi tentang kualitas audit oleh auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) di Jakarta barat.
Pendidikan, pelatihan, dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
29
II.3 Kerangka Pemikiran Dalam menunjang kualitas audit yang baik, terdapat faktor-faktor pemicunya yaitu diantaranya Pengalaman Kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi yang dimiliki oleh auditor. Keberhasilan dalam mengaudit laporan keuangan tidak lepas dari faktor-faktor tersebut, sehingga auditor mendapatkan hasil yang baik dalam menjalankan tugasnya. Pengalaman kerja merupakan suatu pembelajaran dan pengetahuan yang dimiliki auditor. Independensi merupakan sikap auditor untuk tidak mudah terpengaruh oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Objektivitas yang menunjukkan auditor tidak membela salah satu pihak. Integritas menguatkan kepercayaan dan karenanya menjadi dasar bagi pengandalan atas judgment mereka. Kompetensi menerapkan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan audit. Secara diagramatis, kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat pada Gambar II.1 sebagai berikut:
Pengalaman Kerja (PK) Independensi (ID)
Kualitas Audit Objektivitas (OB)
(KA) Integritas (IT) AuditorHipotesi (KP) II.4Kompetensi Pengembangan
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
30
II.4 Pengembangan Hipotesis II.4.1 Pengalaman kerja berpengaruh terhadap kualitas audit Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dari pada seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini di karenakan pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara psikis. Hasil penelitian Asih (2006) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Secara teknis, semakin banyak tugas yang dikerjakan, akan semakin mengasah keahliannya dalam mendeteksi suatu hal yang memerlukan treatment atau perlakuan khusus yang banyak dijumpai dalam pekerjaannya dan sangat bervariasi karakteristiknya Aji (2009). Secara psikis, pengalaman akan membentuk pribadi seseorang, yaitu akan membuat seseorang lebih bijaksana baik dalam berpikir maupun bertindak. Jadi menurut Asih (2006), pengalaman merupakan hal sangat penting bagi sebuah profesi yang membutuhkan profesionalisme yang sangat tinggi seperti akuntan publik, karena pengalaman akan mempengaruhi kualitas pekerjaan seorang auditor. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah: 31
Ha 1
: Pengalaman Kerja berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.2 Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit Standar Profesional Akuntan Publik menekankan betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Seluruh auditor harus independen terhadap klien ketika melaksanakan tugas. Selain itu, auditor harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, auditor mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari objek yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi independensi auditor. Dalam menghadapi tekanan atau konflik tersebut, auditor harus profesional, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Alim dkk (2007) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Auditor harus mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit, dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Auditor harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan. Oleh sebab itu, independensi diperlukan agar auditor dapat mengemukakan pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak kepada pihak mana pun. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah: Ha2
: Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit
32
II.4.3 Objektivitas berpengaruh terhadap kualitas audit Penelitian Wibowo (2006) menyebutkan auditor yang memiliki objektivitas yaitu auditor yang dapat melakukan penilaian yang seimbang atas semua kondisi yang relevan dan tidak terpengaruh oleh kepentingannya sendiri atau kepentingan orang lain dalam membuat keputusannya. Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan semakin tinggi objektivitas auditor, maka semakin baik kualitas auditnya. Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan.
Dengan
adanya
kepentingan
keuangan,
seorang
auditor
jelas
berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan (Sukriah dkk., 2009). Standar umum dalam Standar Audit menyatakan bahwa dengan prinsip objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat objektivitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah: Ha3
: Objektivitas berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.4 Intergritas berpengaruh terhadap kualitas audit Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki integritas yang baik dan hasil penelitiannya menemukan bahwa integritas berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung tombak
33
pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan auditor (akuntan publik), dalam segala hal, jujur dan terus terang dalam batasan objek pemeriksaan. Pelayanan kepada masyarakat dan kepercayaan dari masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan dan keuntungan pribadi. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ha4
: Intergritas
berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.5 Kompetensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit Kompetensi
auditor
adalah
auditor
yang
dengan
pengetahuan
dan
pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Penelitian Sukriah dkk. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Kemudian Ermayanti
(2009)
mengemukakan
setiap
auditor
harus
melaksanakan
jasa
profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional. Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Dengan memiliki kompetensi atau
34
keahlian dalam jasa profesionalnya, maka akan mempengaruhi kualitas audit yang dikerjakannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah: Ha5
: Kompetensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit
II.4.6 Pengalaman kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan Kompetensi Auditor secara simultan(bersama-sama)berpengaruh terhadap kualitas audit Faktor yang berhubungan dengan kualitas audit seperti pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan kompetensi auditor secara simultan mempengaruhi kualitas audit secara signifikan. Artinya bahwa kelima variabel independen tersebut secara bersama-sama dapat memberikan pengaruh yang cukup terhadap kualitas audit secara keseluruhan di Kantor Akuntan Publik. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah: Ha6
: Pengalaman kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan Kompetensi Auditor secara simultan(bersama-sama)berpengaruh terhadap kualitas audit
35