BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1. Auditing II.1.1. Pengertian Auditing Auditing merupakan salah satu jenis jasa penjaminan (assurance service). Oleh karena itu, sebelum sampai pada definisi auditing maka akan disampaikan terlebih dahulu definisi dari assurance service. Definisi assurance service menurut AICPA Special Committee on Assurance Service dalam Boynton, Johnson dan kell (2002) mendefinisikan assurance service sebagai berikut, ”Jasa profesional independen yang dapat meningkatkan kualitas informasi bagi para pengambil keputusan” (h.19). Jasa penjaminan memiliki nilai karena pemberi jaminan bersifat independen dan tidak bias dengan informasi yang diperiksanya.Messier (2006) mendefinisikan: ”Assurance service are independent profesional service that improve the quality of information, or its context, for decision makers” (p.14). Kebutuhan akan penjamin bukanlah hal yang baru. Kantor – kantor akuntan publik telah puluhan tahun menyediakan barbagai macam jasa penjamin. Definisi auditing menurut American Accounting Association (AAA) dalam Messier (2006) mendefinisikan pengauditan (auditing), “a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to the interested users” (p.13).
11
Definisi di atas dapat diartikan bahwa auditing adalah suatu proses sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan - tindakan dan kejadian - kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan menurut Agoes (2004) definisi auditing, “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan - catatan pembukuan dan bukti - bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat meberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h.1) Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003) melihat audit dari pelaksana yang digambarkan sebagai pihak yang kompeten dan independen. Mereka mengungkapkan, “Auditing adalah proses pengumpulan data dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria – kriteria yang ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independent dan kompeten.” (h.1) Dari berbagai definisi yang telah disampaikan terdapat dua hal yang mendasar berkaitan dengan auditing, yaitu kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan pengumpulan atau perolehan dan pengevaluasian bukti. Untuk melaksanakan pemeriksaan (auditing), diperlukan informasi yang dapat diverifikasi
dan
sejumlah
kriteria
yang
dapat
digunakan
sebagai
pedoman
pengevaluasian bukti tersebut. Proses penentuan jumlah bukti yang diperlukan dan
12
penilaian kelayakan informasi sesuai dengan kriteria merupakan bagian penting dari auditing. Berdasarkan beberapa definisi auditing di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa auditing atau pemeriksaan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis oleh orang yang kompeten dan independen untuk meningkatkan kualitas informasi dengan cara memperoleh dan mengevaluasi bukti - bukti sehubungan dengan asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi suatu entitas dan membandingkan hal atau fakta tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan.
II.1.2. Jenis-Jenis Audit Dalam buku Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003), Jenis audit ditinjau dari objek yang diaudit, dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu audit laporan keuangan (financial statement audit), audit ketaatan (complience audit), dan audit operasional (operational audit). a)
Audit Laporan Keuangan Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dimuat dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK). Pada tanggal 7 September 1994 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah mengesahkan berlakunya Kerangka Dasar Penyusunan dan Pelaporan Keuangan dan PSAK no. 1 sampai dengan no. 35 yang berlaku efektif sejak 1
13
Januari 1995. Kerangka dasar dan PSAK-PSAK ini dikondisikan dalam buku Standar Akuntansi Keuangan. Audit ini dilakukan oleh auditor independen. b)
Audit Operasional Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari metode
operasi suatu organisasi untuk menilai efesiensi dan efektifitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada menejemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. c)
Audit Ketaatan Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah audit (klien) telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. (h.4).
II.1.3. Standar Auditing Berdasarkan SPAP, audit yang dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu professional, auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor. Menurut Mulyadi (2001), AP merupakan salah satu profesi yang memiliki standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tuntutan untuk bersikap profesionalisme dalam menjalankan profesinya harus diterapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standard auditing yaitu: (I) Standard umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 14
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. (II) Standard Pekerjaan Lapangan a. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang harus dilakukan. b. Pekerjaan harus direncanakan sebaik - baiknya dan jika digunakan assisten harus disupervisi dengan semestinya. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. (III) Standard Pelaporan a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian 15
tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya. (h.15)
II.1.4. Jenis-Jenis Auditor Dalam Boynton dan Johnson (2002), secara garis besar terdapat tiga jenis auditor, yaitu auditor pemerintah, auditor intern, dan auditor independen atau AP. a) Auditor Independen Auditor independent di Amerika Serikat biasanya adalah CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan atau anggota KAP yang memberikan jasa auditing professional kepada klien. b) Auditor Internal Auditor intern adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independent, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. c) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah dipekerjakan oleh berbagai kantor pemerintah di tingkat federal, negara bagian, dan local di AS. Pada tingkat federal, terdapat tiga kantor utama, yaitu the General Accounting Office (GAO), Interal Revenue Service (IRS), dan Defence Contract Audit Agency (DCAA). (h.8).
16
Sedangkan di Indonesia auditor pemerintah terdiri dari dua, yaitu auditor eksternal yang ditangani oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan auditor internal yang disebut juga dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP).
II.2. Kantor Akuntan Publik II.2.1. Pengertian Kantor Akuntan Publik Pemeriksaan sebagai salah satu jenis assurances service pada umumnya, terutama pemeriksaan independen yang dilakukan oleh seorang auditor independen atau biasa disebut dengan AP yang merupakan suatu profesi yang memang memiliki kompetensi untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Mulyadi (2001) menyatakan, Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 423/KMK.06/2002 Tentang Jasa AP, Akuntan didefinisikan sebagai seseorang yang berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan AP adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri
untuk
memberikan
jasa
pemeriksaan.
Menurut
SK.
Menkeu
No.43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 sebagaimana diubah dengan SK. Menkeu No.470/ KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999, KAP adalah lembaga yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi AP dalam menjalankan pekerjaannya. (h.25) Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa KAP merupakan tempat penyediaan jasa oleh profesi AP bagi masyarakat. Sedangkan AP adalah akuntan yang berpraktik dalam KAP yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam SPAP, dan auditor independen adalah AP yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangn historis, yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam 17
SPAP. Dalam melakukan jasanya, AP harus berada dalam suatu badan hukum yang biasa disebut KAP. AP dapat bertindak baik sebagai partner maupun sebagai pegawai pemeriksa dalam KAP tersebut dan KAP dapat berbentuk KAP perseorangan, yang terdiri dari seorang partner, maupun KAP persekutuan, yang terdiri dari beberapa partner. Struktur hirarki personal dalam KAP sangat beragam tergantung pada manajemen KAP tersebut. Akan tetapi pada dasarnya setiap kantor AP mempunyai pola dasar struktur yang sama walaupun seringkali berbeda dalam istilah yang digunakan. Mulyadi (2001)menyatakan bahwa, pola umum dari struktur hirarki personal dalam KAP adalah sebagai berikut: a) Patner, menduduki jabatan tertinggi dalam penugasan audit; bertanggung jawab atas hubungan dengan klien; bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai auditing. Patner menandatangani laporan audit dan management lettrt, dan bertanggung jawab terhadap penagihan fee audit dari klien. b) Manejer, bertindak sebagai pengawas audit; bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit; mereview kertas kerja, laporan audit dan menegement letter. Biasanya manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior. c) Auditor senior, bertugas untuk melaksanakan audit; bertanggung jawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana; bertugas untuk mengarahkan dan mereview pekerjaan auditor junior. d) Auditor Junior, melaksanakan prosedur audit secara rinci; membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. (h.31) 18
II.2.2. Jasa - Jasa Yang Ditawarkan Kantor Akuntan Publik Arens dan Loebbecke yang di terjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003), KAP menyediakan berbagai macam jasa yang berkaitan dengan akuntansi dan pemeriksaan. Selain jasa pemeriksaan independen terhadap laporan keuangan klien yang merupakan jasa utama, KAP juga menyediakan jasa atestasi dan assurance. KAP secara berkesinambungan terus mengembangkan produk - produk dan jasa - jasa baru, termasuk pula spesialisasi dalam perencanaan keuangan dan penilaian bisnis. Berikut Jasa-jasa yang ditawarkan oleh KAP secara umum, yaitu: a) Jasa Akuntansi dan Pembukuan Kebanyakan klien kecil dengan staf akuntansi yang terbatas menyerahkan pembuatan laporan keuangannya kepada KAP. Sebagian dari klien kecil tersebut bahkan tidak mempunyai cukup karyawan untuk mengerjakan buku besar dan ayat jurnalnya. Selanjutnya, KAP melaksanakan serangkaian jasa akuntansi dan pembukuan untuk memenuhi kebutuhan dari para kliennya. b) Jasa Perpajakan KAP menyusun surat pemberitahuan pajak (SPT) pajak penghasilan dari perusahaan dan perseorangan, baik yang merupakan klien audit maupun bukan. Disamping itu, KAP juga memberikan jasa yang berhubungan dengan pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, perencanaan perpajakan, dan jasa perpajakan lainnya. Jasa perpajakan saat ini dilaksanakan oleh hampir semua KAP, dan pada banyak KAP kecil jasa perpajakan memegang peranan yang lebih penting daripada jasa audit. c) Jasa Konsultasi Manajemen Sebagian besar Kantor Akunta Publik memberikan jasa tertentu yang membuat 19
kliennya dapat meningkatkan efektifitas operasinya. Jasa yang ditawarkan beragam, mulai dari pemberian saran - saran sederhana guna meningkatkan sistem akuntasi klien hingga saran dalam strategi pemasaran, instalasi komputer, dan konsultasi manfaat aktuaria. (h.12)
II.3. Kualitas Audit Christiawan (2002), kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. (h.5) Kemudian Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. (p.462)
Widagdo (2002) dalam Christiawan, terdapat 7 kualitas audit yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu (1) atribut pengalaman melakukan audit, (2) atribut memahami industri klien, (3) atribut responsif terhadap kebutuhan klien, (4) atribut pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit, (5) atribut komitmen kuat terhadap kualitas audit, (6) attribut keterlibatan pimpinan audit terhadap pemeriksaan dan (7) attribut melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat. (h. 13) Dengan kata lain kualitas audit merupakan suatu rangkain hasil audit dari kinerja auditor yang memiliki sistem pendidikan, pengalaman dan pelatihan yang memadai serta independensi.
II.4. Pengembangan Variabel Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Terdapat tiga variabel independen yang biasa disebut dengan variabel bebas yang 20
tercakup dalam unsur - unsur kompetensi dan satu variabel dependen atau dikenal dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian kali ini. Variabel Independen terdiri dari: (1) Pendidikan yang disingkat menjadi (PDK), (2) Pengalaman yang disingkat menjadi (PGL), (3) Pelatihan yang disingkat menjadi (PLT), (4) Independensi (IDP). Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas audit yang disingkat menjadi (KA).
II.4.1. Unsur - unsur Kompetensi Ruky (2003) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok konsultan Hay & Mac Ber bahwa kompetensi adalah “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion – referenced effective and/or superior performance in a job or situation.” (p.104). Sedangkan menurut Munawir (1995), “Kompetensi seorang auditor ditentukan oleh tiga faktor sebagai berikut: Pendidikan formal tingkat universitas, pelatihan teknis dan
pengalaman
dalam
bidang
auditing,
dan
pendidikan
profesional
yang
berkelanjutan”. (h.32) Sementara itu, dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karak-teristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan efisien. Kompetensi dipengaruhi sifat individu yang secara erat berhubungan dengan pencapaian efektifitas atau kinerja maksimal dalam kerja. Kompetensi dapat dilihat dari 21
beberapa sifat individu yang dapat diukur atau dihitung sehingga menjadi pembeda antara kemampuan rata - rata, di bawah rata-rata, atau di atas rata - rata. Sifat individu yang mempengaruhi kompetensi seseorang antara lain meliputi, komponen - komponen atau karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993) adalah: 1) Motives, yaitu konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti me-ngendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu. 2) Traits, yaitu karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi atau situasi tertentu. 3) Self Concept, yaitu sikap, nilai, atau imaginasi seseorang. 4) Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen kompetensi ini sangat kompleks. Nilai dari knowledge test, sering gagal untuk memprediksi kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan sesungguhnya yang diperlakukan dalam pekerjaan. 5) Skills, yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas - tugas fisik atau mental tertentu. (h.11) Profesi auditor atau AP berhubungan erat dengan kemampuan atau kompetensi individu yang bersangkutan untuk bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Jadi bisa disimpulkan bahwa unsur - unsur kompetensi secara umum terdiri dari Pengetahuan, Keahlian, Pengalaman, Keterampilan, Pelatihan, dan Pendidikan profesional yang berkelanjutan.
22
Dari berbagai sumber yang mengungkapkan komponen atau unsur - unsur dari kompetensi, penulis merangkum dan menyederhanakan unsur - unsur kompetensi menjadi empat unsur, yang terdiri dari:
II.4.1.1. Pendidikan Pendidikan
merupakan
lembaga
bagi
masyarakat
untuk
memperoleh
pengetahuan dan wawasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan akademik dan menumbuhkan sikap, kepercayaan, nilai, jiwa sosial, dan keterampilan yang menunjang dalam kehidupan bermasyarakat. Ruslan (2007), mengatakan salah satu tujuan pendidikan di negara Amerika Serikat adalah untuk menyeimbangkan jurang kemakmuran sehingga setiap individu mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan kebiasaannya. Menurut Sihombing, Umberto, Ida dan Bambang (2003), tujuan pendidikan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, berkeahlian, berdaya saing, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin, mandiri, menguasai pengetahuan dan teknologi,
berahlak mulia, beriman, maju,
sejahtera, dan cinta tanah air. (h.2-3). Tujuan pendidikan di negara Amerika Serikat lebih sederhana dibandingkan dengan negara Indonesia, akan tetapi pendidikan di Amerika Serikat lebih maju dan kualitas sumber daya manusianya lebih berkualitas dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini terjadi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah minimnya fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah di negara Indonesia.
23
Walaupun tingkat pendidikan di Indonesia belum sebaik Negara - negara maju yang ada di dunia, tetapi dengan biaya pendidikan yang tercantum dalam RUU APBN sebesar 20% dengan posisi di bawah sektor kesehatan dan ekonomi sudah membuktikan bahwa pendidikan di negara Indonesia adalah hal yang sangat penting, hampir di seluruh sektor dan bidang usaha menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama karena umumnya pendidikan dianggap sebagai cerminan tingkat keahlian dan kualitas seseorang. Setiap profesi mempunyai identitas, pranata pengetahuan yang berbeda, kode etik, dan karakteristik yang jelas. Menurut Holmes dalam Bajuri (1979) di samping menguasai ilmu-ilmu yang disyaratkan untuk studi dengan titik berat akuntansi, seorang AP atau auditor yang benar-benar berpendidikan harus dapat menguasai bahasa inggris, ilmu statistik, ilmu perilaku, ilmu ekonomi, keuangan, manajemen, produksi, pemasaran, hukum dagang, dan auditing. (h.48) Hampir semua KAP yang besar hanya bersedia menerima sumber daya manusia yang berpendidikan tinggi, minimal sarjana ekonomi (S1). Sehingga auditor dituntut untuk memiliki pendidikan minimal sarjana ekonomi agar dapat diterima bergabung baik di perusahaan maupun di KAP, bahkan banyak auditor yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari S1 guna meningkatkan kualitas dan kemampuannya untuk mencapai karir dan kedudukan yang lebih baik. Pengauditan memang pekerjaan profesional dan oleh karenanya pengajaran dapat diarahkan dengan tepat agar dapat menghasilkan para auditor yang memiliki sikap profesionalisme sehingga dapat menjalankan pekerjaan audit secara profesional dan menghasilkan kualitas audit yang bermutu.
24
Menurut Suwardjono (1992), Pengembangan pendidikan akademis yang dimiliki oleh auditor sangat diperlukan, sehingga para auditor yang secara teoritis telah mempelajari pengauditan tidak tergelincir menjadi pragmatis akan tetapi akan menjadi lebih profesionalisme karena mendapatkan masukan yang lebih besar mengenai profesionalisme dari pendidikan profesional yang merupakan pengembangan pendidikan akademik. (h.167). Dengan demikian hipotesis pertama penelitian ini adalah (dinyatakan dalam hipotesis alternatif): H : Pendidikan memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit 1
II.4.1.2. Pengalaman Pengalaman adalah sesuatu hal yang telah terjadi yang dapat dijadikan pembelajaran untuk menghadapi kejadian yang serupa dengan kejadian lalu di waktu berikutnya. Tenaga kerja yang berpengalaman, ternyata memberikan angka kemampuan kerja rata - rata yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja yang berpengalaman. Pengalaman kerja yang diperoleh tidak hanya memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan kerja saja, tetapi juga dapat memberikan pengalaman yang bersifat efektif misalnya disiplin, kerja sama, tanggung jawab, dan penyesuaian terhadap kondisi pekerjaan. Apabila pekerjaan yang pernah dilaksanakan dan yang sedang dihadapi sama, berarti unsur - unsur pengalaman yang telah dimiliki dapat sepenuhnya digunakan untuk melaksanakan pekerjaan barunya. Dengan demikian semakin mirip jenis pekerjaan berarti semakin tinggi tingkat relevansinya, dan dapat mengerjakan pekerjaan tersebut dengan baik.
25
Kenyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pengalaman kerja merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam penerimaan sumber daya manusia yang siap pakai, karena dengan pengalaman kerja diharapkan kemampuan sumber daya manusia dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan benar, dan dengan pengalaman kerja diharapkan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Untuk jenis pekerjaan tertentu, pekerjaan yang memerlukan keterampilan, pengalaman kerja sangat berperan, karena pengalaman yang berulang-ulang atau banyak akan menjadikan kebiasaan dan secara otomatis dapat mengerjakan tugas yang merupakan kewajibannya dengan baik dan benar. Thorne dan Machry (2000) mengemukakan: “……… the more experiences you become and the better you get to know your self, the more clearly you are able to define where your real talent and ability lies”. (p.28). Semakin banyak menimba pengalaman dan semakin baik mengenal diri, maka semakin mudah mengetahui posisi yang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki. Untuk mengetahui posisi yang tepat, perlu dilakukan eksplorasi kemampuan diri secara cermat sehingga seluruh potensi yang dimiliki dapat berguna secara optimal. Hall (1998), mendeskripsikan pengalaman dapat memberikan landasan yang memungkinkan membangun dan memulai menyiapkan kemampuan untuk tugas yang akan dating. Pengalaman yang dimplementasikan secara baik dapat menghasilkan karyawan yang unggul. Nilai dan keahlian yang diperoleh melalui pengalaman dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas karyawan. (h.25) Pengalaman kerja bagi seorang auditor dapat tercermin dari prestasi atau hasil pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik. Periode atau lamanya bekerja seorang AP tidak menjamin kualitas atau prestasi kerja yang baik, pengalaman yang dapat dijadikan 26
sebagai cerminan atau pedoman untuk menghasilkan prestasi yang lebih baik lagi adalah jumlah tugas yang dilaksanakan dan frekuensi pemberian jasa kepada klien oleh seorang AP. Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja AP, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi AP (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997). Dengan demikian hipotesis kedua penelitian adalah (dinyatakan dalam hipotesis alternatif): H : Pengalaman memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit 2
II.4.1.3. Pelatihan Peningkatan kompetensi sangat penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas dan eksistensi. Pemanfaatan peluang atau sumber daya merupakan salah satu penunjang siklus organisasi, oleh karena itu perlu pengelolaan sumber daya manusia secara terpadu untuk mencapai tingkat kompetensi yang ditetapkan atau disyaratkan agar keberhasilan organisasi dapat tercapai. Sebagai langkah awal adalah organisasi mengukur kemampuan dan kelemahan anggotanya atau sumber daya manusianya untuk kemudian merencanakan pelatihan yang sesuai agar kelemahannya dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Pelatihan adalah pengetahuan atau wawasan yang diperoleh dari luar lingkungan pendidikan akademis. Pelatihan ditujukan pada peningkatan kemampuan sehingga pelatihan dilaksanakan dengan efektif, dan efisien untuk mencapai hasil yang membanggakan.
27
Untuk kepentingan organisasi, pengembangan kompetensi harus menghasilkan perbaikan kinerja sehingga meningkatkan daya saing dan efisiensi. Pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan pembelajaran teroganisir yang bertujuan memperbaiki kinerja dan menumbuhkan kompetensi personilnya dengan tujuan memperbaiki kinerja individu dan organisasi. Tujuan dari pelatihan adalah untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri dalam menghadapi pekerjaan. Pelatihan dapat dikatakan sebagai pengetahuan tambahan yang menunjang dalam menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik. Jadi, dapat dikatakan pelatihan merupakan suatu investasi di masa datang guna mencapai hasil yang lebih baik. Pelatihan di kalangan profesi AP sudah tidak asing lagi karena untuk meningkatkan keterampilan sebagai AP, pelatihan merupakan alternatif yang banyak dipilih dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan akademis dengan tujuan mengembangkan keterampilan yang sama. Sedangkan pendidikan mempunyai arti yang lebih luas dari Pelatihan (trianing). Pendidikan
menyangkut
aspek
keterampilan
dalam bidang
pengetahuan
dan
pembentukan kepribadian, pengembangan wawasan dan daya nalar, dan etika sosial. Sedangkan pelatihan pada umumnya hanya menyangkut aspek keterampilan. Menurut Suwardjono, (1992) mengungkapkan bahwa pendidikan yang diperoleh auditor di bangku kuliah yang menerima teori dengan rumus if-then tidaklah cukup untuk bekal auditor untuk mengembangkan karirnya, kerangka konseptual dan penalarannya harus dimiliki seorang auditor agar sikap kreatif dan inovatif dapat ikut berkembang hal ini dapat dicapai dengan melakukan praktek langsung dan
28
mengembangkan keterampilan atau kemampuan yang dimiliki auditor yang dapat diperoleh dari pelatihan. (h.268) Dengan demikian hipotesis ketiga penelitian adalah (dinyatakan dalam hipotesis alternatif): H : Pelatihan memiliki pengaruh secara positif terhadap kualitas audit 3
II.4.1.4. Independensi Mautz dan Sharaf (1993), independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (h.246). Persyaratan bagi independensi auditor yang diatur dalam Sarbanes-Oxley Act diantaranya: menghindari beberapa aktivitas yang dilarang, semua jasa audit harus telah disetujui oleh komite audit, adanya rotasi dari partner yang melakukan audit, menghindari konflik kepentingan, dan penelaahan oleh Comptroller General terhadap dampak
potensial
dari
rotasi
yang
telah
diwajibkan.
(http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/sarbanes.pdf, diakses tanggal 18 november 2008) Selain memenuhi standar auditing yang ditetapkan, auditor juga harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
29
profesionalnya seperti yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kode etik IAI yang memuat prinsip etika profesi. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI adalah sebagai berikut (Mulyadi; 2001): 1. Pernyataan Etika Profesi No.1: Integritas, Obyektifitas dan independensi 2. Pernyataan Etika Profesi No.2: Kecakapan Profesional 3. Pernyataan Etika Profesi No.3: Pengungkapan Informasi rahasia klien 4. Pernyataan Etika Profesi No.4: Iklan bagi Kantor Akuntan Publik 5. Pernyataan Etika Profesi No.5: Komunikasi antar Akuntan Publik 6. Pernyataan Etika Profesi No.6: Perpindahan staf/patner dari satu kantor akuntan ke kantor akuntan lain. (h.59) Boyton (2002), independensi auditor diterangkan dalam prinsip - prinsip kode etik AICPA yang terdiri dari tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, objektivitas da independensi, kecermatan atau keseksamaan, lingkup dan sifat jasa. Objektitivitas adalah suatu sikap mental. Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. Kepatuhan pada prinsip ini akan meningkat bila para anggota menjauhkan diri dari keadaan yang akan menimbulkan pertentangan kepentingan, karena akan melemahkan objektivitas anggota dalam pelaksanaan audit terhadap klien. Sedangkan independensi seorang aditor akan menjadikan pemberian
pendapat yang menjadi kurang bernilai bagi mereka yang
mengandalkan laporan audit apabila auditor tersebut mempunyai kepentingan keuangan atau hubungan usaha dengan klien. Sehingga para anggota yang berpraktik sebagai AP, harus senantiasa menilai hubungannya dengan klien agar tidak melemahkan independensinya. (h.101-103). 30
Dengan begitu kualitas audit yang dihasilkanpun bukan tidak mungkin menjadi berpengaruh. Oleh karena itu, hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah (dinyatakan dalam hipotesis alternatif): H : Independensi berpengaruh secara positif terhadap kualitas audit 4
31