perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kecerdasan Interpersonal 1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal Setelah mengembangkan model kecerdasan selama dua puluh tahun, Howard Gardner seorang psikolog dari Harvard University berpandangan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya atau masyarakat tertentu (Gardner, 2013). Kecerdasan ini bersifat laten dan ada pada setiap manusia tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Sehingga, Gardner (2013) mengemukakan tentang teori kecerdasan ganda atau biasa disebut dengan multiple intelligence yang terdiri dari tujuh kecerdasan, yaitu: a.
Kecerdasan linguistik (linguistic intelligence),
b.
Kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intelligence),
c.
Kecerdasan ruang (spatial intelligence),
d.
Kecerdasan kinestetik (kinesthetic intelligence),
e.
Kecerdasan musikal (musical intelligence),
f.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence),
g.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), Selain jenis kecerdasan di atas, Gardner (dalam Amstrong, 2013) juga
menambahkan kecerdasan kedelapan (kecerdasan naturalis) dan membahas kemungkinan kecerdasan kesembilan (kecerdasan eksistensial). commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu jenis kecerdasan dari multiple intelligence yaitu kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal juga dikenal sebagai kecerdasan sosial atau kecerdasan antarpribadi oleh beberapa ahli yang dipandang berperan penting dalam kehidupan sosial seseorang. Banyak aktivitas dalam hidup seseorang terkait dengan orang lain. Namun tidak semua individu dapat menjalin hubungan baik dengan individu lain. Untuk mendukung terjalinnya hubungan yang baik tersebut kecerdasan interpersonal menjadi penting dimiliki oleh setiap individu. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal, individu akan mampu memahami dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya. Menurut Azwar (2008) kecerdasan interpersonal digunakan dalam berkomunikasi, saling memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Individu dengan kecerdasan interpersonal tinggi dapat memperhatikan perbedaan di antara orang lain dan secara cermat dapat mengamati temperamen, suasana hati, motif dan niat orang lain. Selaras dengan itu, Gardner (2013) berpendapat kecerdasan interpersonal dibangun atas kemampuan inti antara lain untuk mengenali perbedaan; secara khusus, perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan kehendak. Dalam bentuk yang lebih maju, kecerdasan tersebut memungkinkan orang memiliki keterampilan membaca kehendak dan keinginan orang lain, bahkan ketika keinginan itu disembunyikan. Gunawan (2003) mendefinisikan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi, dan perasaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
orang lain. Kecerdasan ini juga melibatkan kepekaan pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh dari orang lain dan mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan interpersonal adalah suatu kemampuan untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, pandangan, sikap, kepribadian, dan karakter orang lain. Dengan kecerdasan tersebut, individu akan mampu mengamati perubahan kecil yang terjadi pada suasana hati, perilaku, motivasi, dan perhatian orang lain. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Amstrong (2002) bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal terutama menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Lebih lanjut, Yaumi (2012) berpendapat bahwa kecerdasan interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi dan keinginan orang lain, serta kemampuan memberikan respon secara tepat terhadap suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan memiliki kecerdasan interpersonal seorang anak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman. Goleman (2007) menyebutkan bahwa kecerdasan interpersonal sebagai kecerdasan sosial yang berarti kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap berbagai situasi sosial yang berbeda. Sementara itu, Safaria (2005) menyatakan kecerdasan interpersonal sebagai commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan, membangun serta mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang inteligensi interpersonalnya tinggi akan mampu menjalin komunikasi efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, serta mampu mengembangkan hubungan harmonis dengan orang lain. Campbell, dkk (2006) mendeskripsikan kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Kecerdasan interpersonal memungkinkan individu untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, melihat perbedaan mood, temperamen, motivasi, dan kemampuan. Termasuk kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan, serta mengetahui berbagai peranan yang terdapat dalam suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun pemimpin. Menurut Widayati dan Widijati (2008) kecerdasan interpersonal terkait dengan cara manusia memahami perasaan, suasana hati, keinginan, serta temperamen orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal mampu membangun relasi dan memungkinkan untuk memiliki ikatan dan interaksi dengan individu lain, bahkan mampu menjaga hubungan sosial. Kecerdasan interpersonal berguna untuk memotivasi orang lain sebagai bagian dari dirinya, mempengaruhi orang lain, berempati terhadap orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain yang melibatkan kepekaan pada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain serta mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Sehingga individu tidak hanya dapat membangun relasi tetapi juga mempertahankan relasi sosial yang telah dibangunnya.
2. Aspek Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan melalui proses belajar dari pengalaman sosial individu sehari-hari. Anderson (dalam Safaria, 2005) mengemukakan kecerdasan interpersonal mempunyai tiga aspek utama yang merupakan satu kesatuan utuh dan saling mengisi satu sama lain, yaitu: a.
Sensitivitas sosial (social sensitivity). Sensitivitas sosial adalah kemampuan merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkan baik verbal maupun nonverbal. Anak yang memiliki sensitivitas tinggi akan mudah memahami dan menyadari adanya reaksi-reaksi tertentu dari orang lain, baik reaksi positif ataupun negatif. Indikator sensitivitas sosial adalah: 1) Sikap empati Empati adalah pemahaman individu tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalamanpengalaman orang tersebut. Oleh sebab itu, sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses bersosialisasi agar tercipta suatu commit to user hubungan yang saling menguntungkan dan bermakna.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Sikap prososial Prososial adalah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerja sama dengan orang lain dan mengungkapkan simpati. Perilaku tersebut menuntut kontrol diri individu untuk menahan diri dari egoismenya dan rela menolong atau berbagi dengan orang lain. b.
Pemahaman sosial (social insight) Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam interaksi sosial, sehingga masalah tersebut tidak menghambat atau menghancurkan relasi sosial yang telah dibangun. Di dalamnya juga terdapat kemampuan memahami situasi dan etika sosial sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Fondasi dasar social insight adalah berkembangnya kesadaran diri anak secara baik. Sehingga anak mampu memahami keadaan dirinya baik internal maupun eksternal seperti menyadari emosi yang muncul, atau menyadari penampilan, cara berpakaian, cara bicara dan intonasi suara. Indikator sosial insight adalah: 1) Kesadaran diri Kesadaran diri yaitu mampu menyadari dan menghayati totalitas keberadaannya di dunia seperti menyadari keinginan, harapan, citacita, dan tujuan di masa depan. Kesadaran diri penting dimiliki anak karena memiliki fungsi monitoring dan fungsi kontrol dalam diri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
2) Pemahaman situasi sosial dan etika sosial Seseorang bertingkah laku tentu harus memperhatikan situasi dan etika sosial. Pemahaman tersebut mengatur perilaku yang harus dilakukan dan perilaku yang dilarang untuk dilakukan. Aturan-aturan ini mencakup banyak hal seperti etika dalam bertamu, berteman, makan, bermain, meminjam, serta meminta pertolongan orang lain. 3) Keterampilan pemecahan masalah Keterampilan pemecahan masalah dibutuhkan untuk menghadapi konflik interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi kemampuan anak dalam memecahkan masalah, semakin positif hasil yang akan didapat dari penyelesaian konflik antarpribadi tersebut. c.
Komunikasi sosial (social communication) Keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Sarana yang digunakan seseorang dalam proses menciptakan, membangun dan mempertahankan relasi sosial adalah melalui proses komunikasi, baik komunikasi verbal, nonverbal, maupun melalui penampilan fisik. Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, public speaking dan keterampilan menulis efektif. 1) Komunikasi efektif Komunikasi merupakan sarana penting dalam kehidupan manusia. Ada empat keterampilan komunikasi dasar yang perlu dikuasai, yaitu commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan umpan balik, mendukung dan menanggapi orang lain, mengungkapkan perasaan serta menerima diri dan orang lain. Keterampilan ini penting dalam setiap interaksi sosial. Jika anak mampu menguasai keempatnya, anak akan berhasil mengembangkan kecerdasan interpersonal yang matang dan mampu membangun serta mempertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain. 2) Mendengarkan efektif. Keterampilan mendengarkan merupakan keterampilan komunikasi yang harus dimiliki dan akan menunjang proses komunikasi dengan orang lain. Sebuah komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik jika salah satu pihak mengabaikan apa yang diungkapkan lawan bicaranya. Mendengarkan membutuhkan perhatian dan sikap empati sehingga orang lain merasa dimengerti dan dihargai. Selain
itu,
Goleman
(2007)
menyatakan
bahwa
kecerdasan
interpersonal atau kecerdasan sosial terdiri dari dua bagian, yaitu: a.
Kesadaran sosial Kesadaran sosial ialah kemampuan untuk merasakan, mengerti, dan bereaksi terhadap emosi orang lain dan pada saat yang sama memahami jaringan sosial. Hal ini meliputi beberapa unsur antara lain: 1) Empati dasar Secara sederhana empati berarti mampu memahami perasaan orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan sosial mampu merasakan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perasaan orang lain. Di samping itu, juga mampu merasakan isyaratisyarat emosi nonverbal seperti bersedih, kecewa, marah, dan kesal. 2) Penyelarasan Penyelarasan adalah kemampuan untuk mendengarkan dengan terbuka dan memahami apa yang disampaikan. Oleh sebab itu, individu dengan kecerdasan sosial mempunyai kemampuan untuk mendengarkan dengan efektif. Dengan hal tersebut diharapkan mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang lain. 3) Ketepatan empatik Unsur ini lebih dalam dari penyelarasan dan lebih menekankan kepada kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain sehingga dapat mengerti maksud dari orang lain. 4) Pengertian sosial/pemahaman sosial Unsur terakhir dari kesadaran sosial yaitu individu harus memahami mengenai dunia sosial. Individu harus memiliki pengetahuan tentang dunia sosial, bagaimana seluk beluknya serta bagaimana dunia sosial tersebut
bekerja.
Dengan
mengetahui
hal
tersebut,
akan
memudahkan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. b.
Fasilitas sosial Fasilitas sosial merujuk bagaimana seseorang berinteraksi dengan mulus dan efektif. Fasilitas sosial bertumpu pada kesadaran sosial yang memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Unsur kecerdasan sosial dalam kategori ini yaitu:
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Sinkronisasi Sinkronisasi adalah cara individu dapat berinteraksi secara mulus menggunakan bahasa nonverbal. Bahasa nonverbal merupakan bahasa yang tidak menggunakan kata-kata, tetapi dengan isyarat bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, pandangan mata, dan gerak tubuh. Individu yang memiliki kecerdasan sosial mampu memahami bahasa tubuh dari orang yang berinteraksi dengannya. Dari ekspresi wajah lawan bicaranya, individu tersebut bisa mengetahui apakah lawan bicaranya sedang marah, emosi, kesal, atau kecewa. 2) Presentasi diri Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana individu menampilkan diri dengan efektif ketika berinteraksi dengan orang sekitar. 3) Pengaruh Individu dengan kecerdasan sosial mampu memberikan pengaruh kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya. Individu tersebut mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi orang lain untuk berbuat
sesuatu.
Hal
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
kemampuan bicara yang hati-hati serta mampu mengendalikan diri. 4) Kepedulian Unsur ini menekankan bagaimana individu peduli terhadap kebutuhan orang lain. Kepedulian ditunjukkan dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan hal tersebut. Semakin tinggi sikap simpati
individu terhadap seseorang yang kesusahan commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan
merasa peduli, semakin besar dorongan individu untuk
menolong. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek dari Anderson (dalam Safaria, 2005) yang terdiri dari tiga aspek utama, yaitu sensitivitas sosial, pemahaman sosial, dan komunikasi sosial. Hal ini disebabkan aspek-aspek tersebut lebih komprehensif dan sudah mencakup aspek-aspek yang diungkapkan oleh Goleman.
3. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati melalui kesukaan yang terwujud dalam perilaku seseorang. Individu yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi sangat senang berinteraksi dengan orang lain dan memiliki banyak teman. Berikut adalah beberapa karakteristik individu yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi menurut Safaria (2005), yaitu: a.
Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial secara efektif.
b.
Berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total.
c.
Mampu menyadari komunikasi verbal maupun nonverbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitif terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya. Sehingga individu mampu menyesuaikan dirinya secara efektif dalam segala macam situasi.
d.
Memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis secara efektif. Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik yang commit to user sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e.
Mampu mempertahankan relasi sosial secara efektif agar tidak musnah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin penuh makna.
f.
Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya. Selain itu, menurut Campbell, dkk (2006) ciri-ciri orang yang
memiliki kecerdasan interpersonal yang bagus antara lain: a.
Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain.
b.
Membentuk dan menjaga hubungan sosial.
c.
Mengetahui dan menggunakan cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain.
d.
Memahami perasaan, pikiran, motivasi, dan tingkah laku orang lain.
e.
Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan bawahan sampai pimpinan dalam usaha bersama
f.
Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain.
g.
Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik verbal dan nonverbal.
h.
Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan grup yang berbeda dan juga umpan balik (feedback) dari orang lain.
i.
Mempelajari
keterampilan
yang
berhubungan
dengan
mediator,
berhubungan dengan mengorganisasikan orang untuk bekerja sama atau bekerja sama dengan orang dari berbagai macam usia dan latar belakang. j.
Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal, seperti mengajar, pekerjaan sosial, konseling, manajemen, atau politik. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Cara Mengasah Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan yang ada pada setiap individu merupakan suatu hal yang dapat berkembang dan meningkat apabila diasah. Ada beberapa metode untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal. Safaria (2005) mengemukakan ada tujuh kiat-kiat untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal yaitu: a.
Mengembangkan kesadaran diri Anak yang memiliki kesadaran diri tinggi akan lebih mampu mengenali perubahan emosinya. Anak lebih mampu mengendalikan emosi dengan terlebih dahulu mampu menyadarinya.
b.
Mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial Pemahaman norma-norma sosial merupakan kunci sukses dalam membina dan mempertahankan sebuah hubungan dengan orang lain. Pemahaman situasi sosial mencakup aturan-aturan yang menyangkut etika kehidupan sehari-hari. Sehingga nantinya anak akan mengerti bagaimana harus menyesuaikan perilakunya dalam setiap situasi sosial.
c.
Mengajarkan pemecahan masalah efektif Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi akan memiliki keterampilan
memecahkan
konflik
antarpribadi
yang
efektif,
dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya rendah. d.
Mengembangkan sikap empati Sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses pertemanan agar tercipta hubungan bermakna dan saling menguntungkan. Sikap empati dan hangat menentukan kelanjutan dari proses hubungan interpersonal yang baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
26 digilib.uns.ac.id
Mengembangkan sikap prososial Perilaku prososial sangat berperan bagi kesuksesan anak dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya. Anak-anak yang disukai oleh teman sebayanya kebanyakan menunjukkan perilaku prososial yang tinggi.
f.
Mengajarkan berkomunikasi secara santun Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam kehidupan dan merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang menginginkan kesuksesan di dalam hidupnya.
g.
Mengajarkan cara mendengar efektif Keterampilan mendengarkan akan menunjang komunikasi dengan orang lain. Orang akan merasa dihargai dan diperhatikan ketika didengarkan.
5. Manfaat Kecerdasan Interpersonal Memiliki kecerdasan interpersonal sangat membantu individu dalam beriteraksi sosial dengan orang lain. Gunawan (2003) mengemukakan pentingnya mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah: a.
Melatih kemampuan berkomunikasi efektif secara verbal dan nonverbal.
b.
Mengerti dan peka terhadap mood, motivasi, dan perasaan orang lain.
c.
Bekerja sama serta belajar dalam suatu kelompok (belajar berkolaborasi).
d.
Menjadi mediator dalam penyelesaian suatu konflik.
e.
Mengerti maksud tersembunyi dari sikap, perilaku dan cara pandang orang.
f.
Belajar melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
g.
Menentukan dan membagi tugas dan tanggung jawab. commit to user Mengikuti permainan yang melibatkan upaya menyelesaikan konflik.
h.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Permainan Tradisional Gobag Sodor 1. Pengertian Permainan Seiring berkembangnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan meningkatnya minat terhadap perkembangan anak, masyarakat semakin menyadari pentingnya bermain. Kata “permainan” berasal dari kata “main” yang artinya melakukan permainan yang menyenangkan hati atau melakukan perbuatan bersenang-senang baik menggunakan alat tertentu ataupun tanpa alat. Permainan merupakan kegiatan yang jika dilakukan dengan baik akan membuat rasa senang si pelaku (Depdikbud, 1998). Sejalan dengan itu, Hurlock (2010) menyebutkan arti paling tepat dari bermain ialah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Santrock (2007) menyatakan bermain yaitu kegiatan menyenangkan yang dilakukan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Bermain dilakukan suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari luar. Menurut Hughes (dalam Ismail, 2009) kegiatan bermain harus ada lima unsur di dalamnya, yaitu: a. Mempunyai tujuan, yaitu permainan itu sendiri untuk mendapat kepuasan. b. Menyenangkan dan dapat dinikmati. c. Memilih dengan bebas atas kehendak sendiri, tidak ada yang memaksa. d. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas. e. Melakukan secara aktif dan sadar. Menurut Russ (2004), beberapa proses utama yang terjadi serta dapat diamati dalam kegiatan bermain dan penting bagi perkembangan anak, yaitu: commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Proses kognitif yaitu organisasi, berpikir divergen, simbolisme dan fantasi. b. Proses afektif, antara lain ekspresi emosi, kenyamanan dan kesenangan bermain, regulasi emosi, serta integrasi kognitif afek. c. Proses interpersonal yaitu empati, skema interpersonal dan komunikasi. d. Proses pemecahan masalah, terdiri dari pendekatan atas masalah serta kemampuan pemecahan masalah atau resolusi konflik. Piaget (dalam Salkind, 2002) berpendapat bahwa bermain pura-pura mencerminkan pengalaman anak-anak dan interaksi dengan lingkungannya. Dalam studi tentang anak-anak dan perkembangan, Piaget menggambarkan bermain sebagai sebuah “pekerjaan anak”. Sejalan dengan itu, Wardle (dalam Salkind, 2002) menyatakan bermain sebagai pembelajaran berpusat pada anak. Bermain adalah proses alami, yang merupakan cara mengarahkan anak untuk belajar konsep baru dan mengembangkan keterampilan baru yang memberikan dasar untuk sukses dalam pengaturan masa depan. Menurut Tedjasaputra (2001) bermain adalah aktivitas menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah melekat (inherent) dalam diri setiap anak. Melalui bermain, anak dapat memperoleh berbagai manfaat bagi perkembangan fisik-motorik, kecerdasan, dan sosioemosional. Ketiga aspek tersebut saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini didukung oleh Freeman dan Munandar (2001) yang mendefinisikan bermain sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa permainan ialah aktivitas yang dilakukan dengan rasa senang tanpa paksaan dari orang lain dan menimbulkan perasaan senang bagi pelaku. Permainan mempengaruhi perkembangan fisik-motorik, kognisi, bahasa, sosial dan emosi.
2. Jenis-jenis Permainan Ada berbagai jenis permainan yang biasa dimainkan oleh anak. Oleh karena itu, Hurlock (2010) membagi kegiatan bermain dalam dua kategori utama, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. a. Bermain aktif Merupakan bermain yang kegembiraannya timbul melalui apa yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Macam-macam bermain aktif antara lain: 1) Bermain bebas dan spontan Bermain bebas dan spontan merupakan permainan yang tidak menggunakan kaidah dan peraturan. Anak akan terus bermain selama kegiatan itu menimbulkan kegembiraan dan kemudian berhenti ketika perhatian dan kegembiraan dari permainan itu berkurang. 2) Permainan drama Permainan drama atau “permainan pura-pura” ialah permainan aktif melalui pemberian atribut pada benda, kemudian anak memerankan tokoh yang dipilih. Awalnya permainan ini dilakukan sendirian dan bersifat pengulangan mengenai apa yang dilihat atau dialami anak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
Seiring bertambah usia, anak mulai bermain dengan teman dan lebih bersifat produktif karena anak mampu mengkreasikan ide-ide original. 3) Melamun Melamun merupakan bentuk bermain aktif, walaupun lebih banyak melibatkan aktivitas mental daripada aktivitas tubuh. Sebagian orang beranggapan melamun adalah kegiatan pasif dan membuang waktu. Pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena pada sebagian anak melamun memberi dorongan untuk melakukan ide-ide positif, sehingga mendorong anak menjadi kreatif. Tetapi lamunan akan berdampak negatif bila sebagian besar waktu anak digunakan hanya untuk melamun dan lamunannya tidak realistik, tidak mungkin dilakukan yang akhirnya membuat anak rendah diri dan merasa gagal. 4) Bermain konstruktif Bermain konstruktif adalah bermain menggunakan bahan yang ada untuk menciptakan suatu karya. Awalnya anak mereproduksi objek yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya anak memakai bahan yang berguna dan sesuai untuk membuat sesuatu berdasarkan rencana yang dipertimbangkan sebelumnya. Anak mulai menunjukkan orisinilitas dalam konstruksi sehingga menjadi bermain produktif. 5) Musik Aktivitas musik digolongkan ke dalam bermain aktif bila anak melakukan kegiatan musik, misalnya bernyanyi, bermain alat musik dan melakukan gerakan atau tarian yang diiringi musik. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Mengumpulkan benda-benda (Collecting) Permainan mengumpulkan adalah kegiatan yang umum di kalangan anak-anak dari semua latar belakang ras, agama, dan sosioekonomi. Awalnya anak mengumpulkan segala sesuatu yang menarik perhatian tanpa mempersoalkan kegunaannya. Saat anak memasuki sekolah hingga mencapai puber, mengumpulkan benda yang menarik perhatian atau serupa dengan yang dikumpulkan teman merupakan salah satu bentuk bermain populer bagi anak laki-laki dan perempuan. Permainan ini mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. 7) Mengeksplorasi Saat bayi anak melakukan penjelajahan yang dikenal dengan bermain bebas dan spontan. Pada usia lebih besar, eksplorasi lebih terencana dan ada peraturannya karena biasanya melibatkan sekelompok teman. Misalnya berkemah, pramuka, dan karya wisata ke tempat yang akan memberikan pengalaman baru bagi anak. Manfaat aktivitas ini sebagai alat bantu untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan teman. 8) Permainan dan Olahraga Permainan dan olahraga adalah perlombaan dengan serangkaian peraturan, yang dilakukan sebagai hiburan atau taruhan. Permainan ini merupakan penunjang bagi anak untuk bersosialisasi. Anak akan belajar bergaul dengan anak lain, bekerja sama dalam berbagai kegiatan, memainkan peran pemimpin dan sebagai yang dipimpin. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Bermain pasif Menurut Hurlock (2010) bermain pasif ialah bermain yang perasaan senangnya diperoleh dari kegiatan orang lain, contohnya hiburan. Anak merasa senang dan terhibur melalui permainan orang lain. Contoh hiburan lain menonton televisi atau film, dibacakan cerita, membaca komik,
mendengarkan
radio
atau
musik.
Bermain
pasif
tidak
membutuhkan banyak tenaga karena sedikit melibatkan aktivitas fisik. Selain itu, Fudyartanta (2012) membagi permainan anak-anak menjadi beberapa jenis, antara lain: a.
Permainan gerak atau permainan fungsi, yaitu permainan yang menggunakan gerakan-gerakan untuk melatih fungsi alat-alat tubuh.
b.
Permainan bentuk, yaitu permainan yang dilakukan dengan membuat bentuk atau bangun-bangun yang dikehendaki dengan bahan yang ada.
c.
Permainan fantasi dan peranan, yaitu anak-anak berfantasi atau mengekspresikan fantasi kepada permainannya, dan memberi peran kepada benda-benda, orang-orang dan teman-teman bermain serta dirinya sendiri. Misalnya, menggunakan daun sebagai uang.
d.
Permainan reseptif, yaitu bersifat menerima. Misalnya, anak-anak mendengarkan cerita, melihat gambar-gambar dan film anak-anak.
e.
Permainan sukses, yaitu permainan yang memperoleh sukses, prestasi atau hasil. Pada umumnya permainan sukses permainan bersama, permainan berkelompok, jadi sangat berguna untuk melatih kerja sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
3. Tahapan Perkembangan Bermain Bermain memiliki tahapan-tahapan sesuai periode perkembangan anak. Menurut Piaget (dalam Tedjasaputra, 2001) tahapan perkembangan bermain sejalan dengan perkembangan kognitif anak sebagai berikut: a.
Sensory motor play (usia 3 bulan-24 bulan) Pada periode perkembangan sensori motor, kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan bayi bersifat pengulangan hal-hal yang dilakukan sebelumnya karena kenikmatan yang diperoleh (reproductive assimilation). Usia 3-4 bulan kegiatan terkoordinasi dan belajar dari pengalaman. Misalnya anak menarik mainan yang tergantung di atas tempat tidur lalu mainan bergerak dan menimbulkan bunyi.
b.
Symbolic atau make believe play (usia 2-7 tahun) Periode praoperasional ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Anak banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai kegiatan berkaitan dengan konsep angka, ruang, dan kuantitas. Seringkali anak menanyakan sesuatu hanya sekedar bertanya, tidak terlalu mempedulikan jawaban yang diperoleh. Anak mulai menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda lain, misalnya menganggap sobekan kertas sebagai uang.
c.
Social play games with rules (usia 8 tahun-11 tahun) Dalam bermain pada tahap tertinggi, penggunaan simbol diwarnai nalar dan logika yang bersifat objektif. Pada masa ini kegiatan anak banyak dikendalikan oleh aturan permainan, misalnya main ular tangga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
34 digilib.uns.ac.id
Games with rules and sports (usia 11 tahun ke atas) Kegiatan ini menyenangkan dan dinikmati anak, meskipun aturan lebih ketat dan berlaku secara kaku dibandingkan dengan jenis permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Dengan demikian, bermain pada awalnya dilakukan hanya sekedar
demi kesenangan tetapi lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang ingin dicapai, seperti ingin menang dan memperoleh hasil kerja yang baik. Hurlock (2010) mengemukakan bahwa perkembangan bermain terjadi melalui 4 tahapan sebagai berikut: a.
Tahap penjelajahan (Exploratory stage) Ciri khas tahap ini ialah kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba meraih benda di sekelilingnya lalu mengamatinya. Hingga usia 3 bulan, permainan anak terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta berusaha menggapai benda yang diacungkan di hadapannya. Misal, saat anak merangkak semua benda yang dilewati cenderung ingin diraih.
b.
Tahap mainan (Toy stage) Bermain benda mainan dimulai tahun pertama dan mencapai puncak pada usia 5-6 tahun. Awalnya anak hanya mengeksplorasi mainannya. Pada tahap ini anak berpikir benda mainannya hidup, dapat berbicara, makan, dan merasa sakit. Misal bermain boneka, biasanya anak mengajaknya bercakap atau bermain layaknya teman bermainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
35 digilib.uns.ac.id
Tahap bermain (Play stage) Saat anak masuk sekolah dasar, anak bermain dengan mainan yang beragam. Semula anak meneruskan bermain dengan mainan, terutama bila sendirian tapi lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa.
d.
Tahap melamun (Daydream stage) Saat mendekati pubertas, anak mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi. Tahap ini banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal. Khayalan tahap ini biasanya mengenai perlakuan kurang adil atau merasa kurang dipahami orang lain. Parten (dalam Tedjasaputra, 2001) menyoroti bermain sebagai sarana
sosialisasi. Sehingga, ada enam bentuk interaksi antaranak yang terjadi ketika bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial, yaitu: a.
Unocccupied play Anak tidak terlibat dalam kegiatan bermain. Anak hanya melihat permainan orang lain tanpa melakukan apapun.
b.
Solitary play Anak bermain sendiri tanpa interaksi dengan orang lain. Anak asyik dengan aktivitasnya dan tidak mempedulikan hal lain yang terjadi.
c.
Onlooker play Anak memperhatikan anak-anak lain yang sedang bermain. Kadang ia berbicara dan bertanya dengan orang lain, tetapi tidak ikut bermain. Anak hanya terlibat mengobservasi aktivitas yang spesifik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
36 digilib.uns.ac.id
Parallel play Anak bermain secara terpisah dari anak yang lain, tetapi dalam dengan permainan yang sama dengan cara meniru permainan anak lain.
e.
Associative play Anak bermain dan berinteraksi dengan anak yang lain, akan tetapi dalam aktivitas yang berbeda. Misalnya permainan dokter-dokteran, ada yang menjadi dokter, dan ada yang menjadi pasiennya.
f.
Cooperative play Anak bermain dalam suatu grup atau tim yang dalam permainan tersebut mempunyai aturan dan tujuan yang sama. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bermain merupakan
kegiatan sederhana yang semakin lama semakin kompleks. Sesuai perkembangan kognitif anak, bermain pada awalnya dilakukan hanya demi kesenangan tetapi lambat laun ada suatu hasil tertentu yang ingin dicapai. Selain itu bermain juga merupakan sarana sosialisasi yang memiliki bentukbentuk interaksi anak sesuai tingkat perkembangan sosial anak.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permainan Anak Anak identik dengan kegiatan bermain, tetapi tidak semua anak bermain dengan cara yang sama. Variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak menurut Hurlock (2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a.
Kesehatan Semakin sehat anak, semakin banyak energi untuk bermain aktif, commit to user seperti permainan dan olahraga. Banyaknya energi yang dimiliki anak
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuatnya lebih aktif dan ingin menyalurkan energinya. Sementara anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai permainan pasif. b.
Perkembangan motorik Permainan anak pada setiap usia melibatkan kordinasi motorik. Kegiatan yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan
motorik anak. Pengendalian
motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif. c.
Inteligensi Anak yang pandai lebih aktif daripada yang kurang pandai dan permainannya pun juga menunjukkan kecerdikan. Seiring bertambahnya usia, anak menunjukkan perhatian lebih dalam permainan kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan membaca. Anak yang pandai menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.
d.
Jenis kelamin Anak laki-laki bermain lebih kasar dari pada anak perempuan dan lebih menyukai permainan dan olahraga dari pada jenis permainan lain. Pada awal masa anak-anak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak dari pada anak perempuan tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa anak-anak.
e.
Lingkungan Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain dari pada anak lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan ruang. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f.
Status sosioekonomi Anak dari kelompok sosioekonomi tinggi menyukai kegiatan mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda, sedangkan anak dari kalangan bawah terlibat dalam kegiatan yang tidak mahal seperti bermain bola dan berenang. Kelas sosial juga mempengaruhi buku yang dibaca, film yang ditonton anak, dan jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya.
g.
Jumlah waktu bebas Jumlah waktu bermain bergantung pada status ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang, anak lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga besar.
h.
Peralatan bermain Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainan. Misal dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan purapura; balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan konstruktif.
5. Manfaat Permainan Permainan
memiliki
banyak
manfaat
untuk
berbagai
aspek
perkembangan anak. Menurut Tedjasaputra (2001) manfaat bermain yaitu: a.
Untuk perkembangan aspek fisik Bila anak sering melakukan kegiatan yang melibatkan gerakangerakan tubuh maka tubuh anak akan menjadi kuat. Otot-otot anak akan tumbuh dan menjadi kuat. Selain itu, anak juga dapat menyalurkan energi yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
39 digilib.uns.ac.id
Untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus Bayi usia 3 bulan yang belajar meraih mainan juga belajar mengkoordinasikan gerakan mata dan tangan untuk meraih bahkan hingga menggenggamnya. Selain itu, anak yang mulanya hanya membuat coretan-coretan dengan pensil seiring bertambah usia dapat menggambar bentuk-bentuk bermakna. Demikian juga aspek motorik kasar terlihat pada anak yang awalnya tidak mampu berlari, dengan bermain kejarkejaran anak menjadi tertarik untuk melakukannya dan menjadi terampil.
c.
Untuk perkembangan aspek sosial Anak belajar berbagi hak milik, bergiliran menggunakan mainan, melakukan kegiatan bersama dalam bermain. Anak mencari pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman dan mempertahankan hubungan yang sudah terbina. Bermain juga berperan sebagai media pembelajaran budaya setempat, peran sosial dan peran jenis kelamin dalam masyarakat.
d.
Untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian Seseorang dapat melepaskan ketegangan melalui bermain karena banyaknya larangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, anak dapat memenuhi kebutuhan atau dorongan-dorongan dalam diri yang tidak mungkin terpuaskan dalam kehidupan nyata. Hal tersebut akan membuat anak lega dan rileks. Bermain dengan sekelompok teman membuat anak mempunyai penilaian tentang dirinya dan kelebihan yang dimiliki, sehingga membantu pembentukan konsep diri positif, percaya diri dan harga diri karena anak merasa mempunyai kompetensi tertentu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
40 digilib.uns.ac.id
Untuk perkembangan aspek kognisi Aspek kognisi yang dimaksud adalah pengetahuan luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, dan daya ingat. Pengenalan konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah dan besaran sebagai dasar belajar ilmu pengetahuan lain dapat dipelajari melalui bermain. Sehingga anak merasa senang dan tanpa sadar sudah banyak belajar. Kreativitas anak berkembang melalui percobaan dan pengalaman selama bermain. Anak berkomunikasi dan menambah perbendaharaan kata, belajar mengungkapkan keinginan, pendapat, dan perasaan melalui bermain.
f.
Untuk mengasah ketajaman penginderaan Anak dapat mengasah kepekaan penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan melalui kegiatan bermain. Misalnya, bayi dapat bermain kerincingan atau music box yang dapat berbunyi.
g.
Untuk mengembangkan keterampilan olahraga dah menari Anak yang banyak melakukan gerakan, baik berlari, melompat, menendang, melempar, serta menendang bola, maka akan lebih siap untuk menekuni bidang yang lebih besar di kemudian hari. Demikian pula halnya dengan menari. Untuk menari diperlukan gerakan-gerakan tubuh yang cekatan, lentur, tidak canggung, dan yakin atas apa yang dilakukan sehingga bisa menari tanpa rasa takut atau was-was.
h.
Pemanfaatan bermain oleh guru Guru dapat menggunakan kegiatan bermain sebagai alat untuk melakukan pengamatan dan penilaian atau suatu evaluasi terhadap anak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Bermain dapat digunakan untuk membina hubungan baik dengan anak, karena suasana yang bebas pada saat bermain maka anak tidak takut untuk bermain bersama. Evaluasi tersebut juga dapat digunakan sebagai alat bantu deteksi dini bila menemukan adanya penyimpangan atau gangguan maka guru dapat melakukan penanganan atau merujuk anak pada seorang ahli sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut. i.
Sebagai media terapi Bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau biasa dikenal dengan terapi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena selama bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas.
j.
Sebagai media intervensi Bermain dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu, melatih konsep dasar seperti warna, ukuran, bentuk, arah, keruangan, melatih keterampilan motorik kasar, serta motorik halus. Selain itu, intervensi dapat diberikan pada penderita autisme yaitu anak yang mengalami gangguan perkembangan dengan hambatan dalam aspek bahasa, sosial, komunikasi, menunjukkan perilaku stereotip, diulang-ulang (menerism), minat yang sempit pada satu objek. Piaget (dalam Santrock, 2011) melihat permainan sebagai media yang
meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Selain itu, perkembangan kognitif anak membatasi cara anak bermain. Piaget meyakini struktur kognitif perlu dilatih, dan permainan memberi setting sempurna bagi latihan ini. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Para ahli psikologi dan sosiologi mengemukakan beberapa pandangan mengenai bermain (dalam Freeman dan Munandar, 2001), sebagai berikut: a.
Bermain sebagai penyalur energi berlebih pada anak, melalui bermain anak terbebas dari berbagai macam tekanan (Schiller dan Spencer).
b.
Anak menyiapkan diri untuk hidupnya kelak melalui kegiatan bermain. Misalnya, bermain peran secara tidak sadar anak telah menyiapkan diri untuk peran atau pekerjaannya di masa depan (Karl Groos).
c.
Anak
melewati
tahap-tahap
perkembangan
yang
sama
dari
perkembangan sejarah umat manusia melalui bermain. Kegiatan seperti berlari, melempar, memanjat, dan melompat, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari generasi ke generasi (Stanley Hall). d.
Anak bermain (berkreasi) untuk membangun kembali energi yang hilang. Bermain merupakan media untuk menyegarkan badan kembali (revitalisasi) setelah bekerja selama berjam-jam (Lazarus).
e.
Anak dapat memuaskan keinginan-keinginan yang terpendam atau tertekan melalui bermain. Anak mencari kompensasi mengenai hal yang tidak diperoleh dalam kehidupan nyata, untuk keinginan-keinginan yang tidak mendapat kepuasan (mahzab psikoanalisis).
f.
Kepribadian terus berkembang dan untuk pertumbuhan yang normal, perlu ada rangsangan (stimulus), dan bermain memberikan stimulus untuk pertumbuhan (Appleton). Sedangkan menurut Fudyartanta (2012) permainan memiliki nilai-
nilai pedagogis, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
a.
Melatih fungsi-fungsi tubuh.
b.
Melatih pergaulan sosial anak.
c.
Melatih mengenal dan melaksanakan moral permainan.
d.
Mengenal kekuatan diri sendiri dan orang lain.
e.
Mengembangkan perasaan, sikap dan fantasi serta pikiran dan perbuatan.
f.
Menghilangkan rasa rendah diri.
g.
Melatih mengenal realitas kehidupan.
h.
Sebagai bahan pendidikan.
6. Pengertian Permainan Tradisional Istilah tradisional dari kata “tradisi” artinya adat kebiasaan turun temurun dan masih dijalankan di masyarakat; atau dapat diartikan sebagai penilaian bahwa cara yang telah ada merupakan cara paling baik. Tradisional berarti sikap, cara berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan turun temurun. Sehingga permainan tradisional bermakna permainan yang dilakukan dengan berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun dan dapat memberi senang bagi si pelaku (Depdikbud, 1998). Menurut Achroni (2012) permainan tradisional ialah kegiatan yang diatur oleh peraturan permainan dan merupakan warisan generasi terdahulu yang dilakukan manusia untuk mendapat kegembiaraan. Purwaningsih (2006) menyebutkan permainan tradisional adalah segala bentuk permainan yang sudah ada sejak jaman dahulu dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Permainan tradisional commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
biasanya menggunakan alat sederhana dan bagian dari warisan budaya setempat secara turun temurun dari nenek moyang. Permainan tradisional adalah salah satu aset budaya bangsa yang harus dilestarikan dengan menjaga agar permainan tradisional tetap ada dan lebih baik jika dikembangkan. Permainan tradisional atau disebut juga permainan rakyat termasuk salah satu folklor yang diperoleh melalui warisan lisan. Istilah folklor berarti sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun diantara kolektif tersebut, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu mengingat (mnemonic device). Permainan ini disebarkan hampir murni melalui tradisi lisan dan banyak diantaranya disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa seperti orang tua atau guru sekolah anak (Danandjaja, 1997). Ismail (2009) berpendapat permainan tradisional ialah jenis permainan yang mengandung nilai budaya pada hakikatnya merupakan warisan leluhur dan harus dilestarikan keberadaannya. Permainan tradisional memiliki bentuk permainan yang sifatnya bertanding dan ada yang bersifat mengisi waktu luang sebagai bentuk rekreasi. Senada dengan itu, Jarahnitra (dalam Siagawati dkk, 2007) menyebut permainan tradisional sebagai hasil budaya yang besar nilainya bagi anak untuk berfantasi, rekreasi, olahraga, sekaligus sebagai sarana berlatih hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan, serta ketangkasan. Dharmamulya (dalam Siagawati dkk, 2007) menyatakan permainan tradisional adalah sarana untuk mengenalkan anak pada nilai commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
budaya dan norma sosial yang diperlukan untuk mengadakan hubungan atau kontak sosial dan berperan sesuai kedudukan sosial dalam masyarakat. Lebih lanjut Dharmamulya (2008) menambahkan dengan berbagai macam kekhasan yang ada pada permainan tradisional, permainan anak-anak tidak lagi dimaknai sebagai sekedar “permainan”, tetapi juga sebagai salah satu unsur dari sistem budaya tertentu yang memiliki fungsi “membedakan” sistem tersebut dengan sistem budaya yang lain. Permainan anak-anak menjadi salah satu distinctive feature sebuah sistem budaya sehingga menjadi salah satu pemberi identitas pada sistem budaya tersebut. Penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan permainan tradisional adalah permainan yang merupakan warisan turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan dilakukan untuk memperoleh kegembiraan.
Permainan
tradisional
juga
merupakan
sarana
untuk
memperkenalkan nilai budaya dan norma sosial kepada anak yang diperlukan untuk mengadakan hubungan atau kontak sosial dalam masyarakat.
7. Jenis-jenis Permainan Tradisional Permainan tradisional memiliki berbagai jenis, baik yang sederhana maupun kompleks seperti ada gerak, lagu maupun peralatan. Dharmamulya (dalam Purwaningsih 2006) mengelompokkan menjadi beberapa, yaitu: a.
Berdasarkan pelaku permainan, hanya untuk perempuan saja atau anak laki-laki saja, atau gabungan antara laki-laki dan perempuan, atau dilakukan bersama-sama anak laki-laki dan perempuan. Misalnya commit to user dhakon, entheng, adu kecik, engklek, gobag sodor, dam-daman.
perpustakaan.uns.ac.id
b.
46 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan yang pelakunya berpasangan (satu lawan satu, satu orang lawan satu kelompok atau kelompok satu melawan kelompok lain). Misalnya dakon, mul-mulan, jamuran, jethungan, gobag sodor, jegjegan, main layangan, gamparan, obrog.
c.
Berdasarkan alat yang digunakan, misalnya benthik alatnya janak benthong, layangan alatnya layangan.
d.
Berdasarkan cara main dengan nyanyian. Misalnya jamuran, ancak alis.
e.
Berdasarkan hukuman pihak yang kalah dalam permainan. Misalnya gendiran, tikusan, dekepan, sobyung.
f.
Berdasarkan permainan yang berakhir untung rugi, misalnya sumbar suru, sumbar arit, cithit.
g.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, biasanya berupa kerusakan atau hilang. Misalnya layangan, adu jangkrik.
h.
Permainan dengan kekuatan ghaib, misalnya nini thowok, wedhus prucul.
i.
Untuk menentukan urutan yang bermain terlebih dahulu misalnya dengan sut, kacen, hompimpah.
j.
Berdasarkan tempat bermain tergantung jenis permainannya. Selain penggolongan di atas, seorang tokoh Taman Siswa, Hadi
Sukatno (dalam Ariani, dkk, 1997), mengakui bahwa permainan anak dapat dijadikan sebagai alat pendidikan untuk mendekatkan seorang anak kepada kebudayaan sendiri. Macam-macam permainan tradisional yang mengandung nilai pendidikan (edukatif) dapat diklasifikasikan beberapa golongan menurut maksud yang terkandung di dalamnya, yaitu: commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Permainan yang bersifat menirukan suatu perbuatan, misalnya: dhingklik oglak-aglik, jamuran, usreke, tumbaran, dan wedhus prucul.
b.
Permainan yang mencoba suatu kekuatan atau kecakapan, misal: blarakblarak sempal, dhingklik oglak-aglik, gamparan, dan gobag sodor.
c.
Permainan untuk melatih pancaindera. Jenis permainan ini termasuk kecakapan meraba dengan tangan, menghitung bilangan, menghitung jarak,
menajamkan
penglihatan,
menggambar,
dan
menajamkan
pendengaran. Permainan yang termasuk di dalamnya antara lain benthik, gamparan, gatheng, serta tumbaran. d.
Permainan dengan latihan bahasa. Permainan ini merupakan permainan yang dilakukan
dengan
bercakap-cakap. Jenis
permainan
yang
menggunakan kecakapan bahasa ialah jamuran dan ancak-ancak alis. e.
Permainan dengan lagu dan gerak wirama, misalnya ancak-ancak alis, blarak-blarak sempal, cublak-cublak suweng, jamuran, tumbaran.
8. Manfaat Permainan Tradisional Permainan tradisional memberikan alternatif yang kaya nilai budaya saat ini sudah hampir punah jika tidak dipelihara dan dikembangkan. Permainan tradisional telah menjadi barang langka. Padahal jika dianalisis sejumlah permainan tradisional berperan terhadap pengembangan potensi anak seperti kognitif, motorik kasar dan halus, serta perkembangan sosial. Menurut Purwaningsih (2006), permainan anak secara langsung akan diterima dengan senang hati, anak dapat bermain, berekspresi dan bebas tanpa commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
paksaan, sehingga anak mempunyai rasa percaya diri. Permainan juga melatih jasmani dan rohani anak, kecekatan dan ketajaman berpikir, kehalusan rasa serta kekuatan kemauan, melatih anak untuk bisa menguasai diri, menghargai atau mengakui kekuatan orang lain, berlatih bersiasat atau bersikap tepat dan bijaksana, bermanfaat mendidik perasaan diri dan sosial, disiplin. Menurut Dharmamulya (dalam Ismail, 2009), nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional diantaranya adalah melatih sikap mandiri, berani mengambil keputusan, tanggung jawab, jujur, kerja sama, saling membantu dan menjaga, membela kepentingan kelompok, berjiwa demokrasi, patuh terhadap peraturan, penuh perhitungan, ketepatan berpikir dan bertindak, tidak cengeng, berani, bertindak sopan dan luwes. Suminar (2012) mengungkapkan bahwa permainan tradisional juga berperan dalam pendidikan karakter karena banyak nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan tradisional. Selain itu, permainan tradisional juga dapat merangsang banyak aspek dalam perkembangan anak. Melalui permainan tradisional anak dapat dilatih untuk meningkatkan komunikasi, kerja sama, menyelesaikan konflik, dan kemampuan dalam negoisasi. Menurut Yunus (1980) permainan rakyat bukan hanya sekedar penghibur hati, penyegar pikiran, atau sarana olahraga, tetapi memiliki berbagai latar belakang yang bercorak rekreatif, kompetitif, pedagogis, magis dan religius. Permainan rakyat juga menjadikan orang terampil, ulet, tangkas, dan cekatan. Danandjaja (1997) mengungkapkan beberapa fungsi permainan rakyat, antara lain:
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Fungsi rekreasi yang menjadi sangat penting bagi petani pedesaan yang bertempat tinggal di daerah pedalaman yang terpencil dan kurang mempunyai hiburan lain kecuali permainan dan kegiatan kesenian.
b.
Sebagai media belajar bagi anak.
c.
Sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan fisik, terutama permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik misalnya untuk mengembangkan kecekatan gerak otot-otot para pemain.
d.
Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berpikir, terutama untuk permainan bertanding yang bersifat siasat.
e.
Fungsi pedagogi mendidik anak dan orang dewasa agar berjiwa sportif. Bila
ditelusuri
lebih
lanjut,
permainan
tradisional
dapat
mengembangkan aspek-aspek tertentu dalam membentuk aspek kepribadian anak seperti yang disampaikan oleh Ariani dkk (1997) adalah: a.
Manfaat untuk aspek jasmani, yang meliputi unsur kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan.
b.
Manfaat untuk aspek psikologis, yang meliputi kemampuan berpikir, berhitung, kemampuan membuat strategi, mengatasi hambatan, daya ingat, kreativitas, fantasi, serta perasaan irama.
c.
Manfaat untuk aspek sosial, yang meliputi kerjasama, keteraturan, hormat menghormati, rasa malu. Beberapa penjelasan dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat
permainan tradisonal antara lain dapat dilihat dari aspek jasmani, aspek psikologis, dan aspek sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
9. Pengertian Permainan Tradisional Gobag Sodor Permainan gobag sodor merupakan salah satu permainan tradisional yang menambah kekayaan warisan budaya nasional Indonesia. Menurut Ariani, dkk (1997) ada beberapa pendapat mengenai asal mula permainan gobag sodor. Pendapat pertama mengungkapkan kata “gobag sodor” terdiri dari kata gobag dan sodor. Gobag berarti bergerak bebas dan menjadi nggobag yang berarti berjalan memutar. Arti “sodor” sama dengan watang yaitu semacam tombak yang panjangnya dua meter tanpa mata tombak tajam pada ujungnya. Sedangkan pendapat kedua mengungkapkan bahwa kata gobag sodor berasal dari istilah bahasa asing, yaitu go back through the door karena permainan ini dimainkan dengan maju mundur melalui pintu-pintu. Perubahan idiom tersebut ke dalam bahasa Jawa diakibatkan oleh penyesuaian lafal untuk memudahkan pengucapan, sehingga dalam lidah jawa diucapkan “go bag so dor” selanjutnya menjadi kata “gobag sodor”. Marsono (dalam Siagawati dkk, 2007) mengartikan istilah “gobag” sebagai jenis permainan anak bertempat di sebidang tanah lapang yang diberi garis-garis segi empat di petak-petak, yang dimainkan dengan bergerak bebas berputar, terdiri dari dua regu, satu regu sebagai pemain atau istilah Jawa mentas dan satu regu sebagai penjaga atau istilah Jawa dadi, masing-masing beranggotakan sekitar 4-7 orang yang disesuaikan dengan jumlah kotak. Pendapat yang lain mengatakan awal mula permainan tradisional ini adalah sodoran, yaitu suatu permainan yang merupakan latihan keprajuritan yang dilakukan oleh prajurit kraton biasanya dilakukan di alun-alun. Dalam commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permainan ini prajurit dibagi dua naik kuda dari arah yang berlawanan berlari mendekat sambil membawa sodor atau watang. Setelah dekat masing-masing prajurit berusaha menjatuhkan lawannya dari kuda dengan sodor atau watang masing-masing. Pemain yang jatuh dari kuda dianggap kalah dan pemain yang berhasil menjatuhkan lawan dianggap sebagai pemenang (Yunus, 1980). Ada juga yang menyebut permainan ini “galasin”. Diduga sebutan tersebut merupakan adaptasi dari bahasa Inggris “go last in”. Permainan ini merupakan permainan kelompok yang jumlah pemainnya harus genap, antara 6-10 anak dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok memilih salah seorang anggotanya untuk menjadi pemimpin dalam tim (Achroni, 2012). Permainan ini lebih banyak dimainkan oleh anak usia kira-kira 10-16 tahun, karena permainan ini memerlukan kelincahan berlari. Permainan gobag sodor tidak menggunakan iringan ataupun lagu (Indiyah, 2010). Lapangan permainan tradisional gobag sodor berbentuk persegi empat dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah pemain. Sebelum bermain, terlebih dahulu dibuat bentuk persegi panjang yang luas sebagai arena permainan. Pada persegi panjang ini kemudian dibuat garis horizontal sebanyak jumlah anak dalam satu kelompok. Misalnya, jika satu kelompok terdiri atas 5 anak, garis yang dibuat berjumlah 5 buah. Selanjutnya dibuat garis tengah (garis vertikal) pada kelima garis ini sehingga terbentuk 8 bujur sangkar. Garis tengah ini disebut dengan garis sodor (Achroni, 2012). Gambar lapangan tersebut adalah seperti berikut: commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1. Lapangan Gobag Sodor Keterangan Garis ab
: garis pangkalan tim mentas
Garis cd
: garis sodor
Garis ef, gh, ij, kl, mn
: garis melintang : garis yang boleh diinjak pemain tim jaga : pemain tim mentas : pemain tim jaga (dadi)
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa permainan tradisional gobag sodor merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang dimainkan oleh dua kelompok, satu kelompok sebagai pemain (mentas) dan satu kelompok penjaga (dadi), masing-masing kelompok beranggotakan 4-7 orang disesuaikan jumlah kotak. Permainan ini dilakukan tanpa iringan lagu atau bunyi-bunyian tetapi memerlukan lahan cukup luas untuk bermain.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Aspek-aspek Permainan Tradisional Gobag Sodor Permainan tradisional banyak mengandung nilai yang dapat dijadikan acuan dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Siagawati, dkk (2007) permainan gobag sodor memiliki nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu: a. Pertama, aspek jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan. b. Kedua, aspek psikologis meliputi nilai kegembiraan, kejujuran, sportivitas, perjuangan, spiritualisme, pengaturan strategi, serta kepemimpinan. c. Ketiga, aspek sosial meliputi nilai sosial, kerja sama dan kekompakan. Transfer nilai dalam permainan
gobag sodor terjadi melalui
penghayatan langsung dari pengalamannya bermain, pembiasaan aturan dalam permainan, menirukan orang yang lebih tua, serta penjelasan orang tua yang dapat dilakukan melalui metode modeling, pola perilaku, dan training. Selain itu, menurut Fitriyah (2010) aspek-aspek yang dimiliki oleh permainan tradisional gobag sodor antara lain: a.
Dilakukan secara berkelompok, sehingga memungkinkan menjadi sarana terbentuknya dinamika sosial.
b.
Menuntut komunikasi dan kerjasama yang mendukung interaksi sosial.
c.
Adanya reward yang bertujuan untuk mengubah dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan aspek permainan gobag
sodor terdiri dari aspek jasmani, psikologi, dan sosial. Selain itu, permainan gobag sodor dilakukan secara berkelompok, menuntut terjalinnya komunikasi dan kerja sama serta ada reward untuk mengubah perilaku yang diinginkan. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11. Peraturan Permainan Tradisional Gobag Sodor Gobag sodor dilakukan pemain yang sebaya dan seimbang. Pemain membuat arena permainan terlebih dahulu dengan panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Selanjutnya mengadakan kesepakatan aturan main yang harus ditepati oleh pemain. Aturan dibutuhkan agar permainan dapat berjalan dengan lancar. Peraturan tersebut dalam Sujarno, dkk (2013) antara lain: a.
Penjaga boleh bergerak kesana kemari tetapi tidak boleh melewati garis jaga masing-masing anggota kelompok.
b.
Kaki penjaga tidak boleh keluar dari garis jaga.
c.
Penjaga hanya boleh menyentuh pemain lawan (mentas) dengan tangan dan tidak boleh menyakiti.
d.
Pemain yang sudah masuk tidak boleh keluar lagi.
e.
Garis tengah arena (garis sodor) hanya boleh dilewati oleh si sodor.
f.
Pemain yang akan masuk harus melewati garis jaga atau masih dalam arena permainan. Jika dilanggar maka terjadi pergantian pemain.
g.
Pemain yang tersentuh oleh tim jaga dianggap mati/gugur.
h.
Jika ada pemain yang ingin berganti kotak (alih lintang) dengan pemain lain diperbolehkan asal memberitahu terlebih dahulu.
i.
Kalau pemain dapat melewati penjaga sampai garis belakang, harus kembali ke depan arena melewati garis penjagaan.
j.
Jika ada salah satu pemain yang berhasil kembali ke tempat semula, maka kelompoknya dianggap telah mendapat “sawah” satu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
12. Cara Bermain Gobag Sodor Gobag sodor adalah permainan kelompok dengan jumlah pemain genap karena dibagi menjadi dua kelompok. Sebelum permainan dimulai, dilakukan undian untuk menentukan kelompok yang menang (mentas) dan kelompok kalah (dadi) dengan jalan “sut” antara masing-masing pasangan (Yunus, 1980). Cara bermain gobag sodor menurut Indiyah (2010) adalah: a.
Pertama-tama, setiap kelompok memiliki seorang anak yang terpilih untuk menjadi ketua sekaligus anak tersebut menjadi sodor. Misalnya, kelompok A, B, C, D memilih A dan kelompok E, F, G, H memilih E.
b.
Kelompok yang menang A, B, C, D berada di depan, di luar garis melintang pertama (pintu masuk). Kelompok yang kalah menempati posisi, yaitu berdiri di garis-garis melintang sesuai perintah ketua.
c.
Posisi penjagaan, mulai garis melintang pertama (“lawang ngarep”) sampai garis melintang terakhir (”lawang mburi”) berbentuk zig-zag. Misalnya bila E sebagai sodor selain dapat bergerak di garis melintang pertama sebelah kiri juga dapat melalui garis sodor. F menjaga garis melintang kedua di sebelah kanan, G menjaga garis melintang ketiga di sebelah kiri dan H menjaga garis melintang terakhir di sebelah kanan.
d.
Kelompok A, B, C, dan D sebagai kelompok mentas, harus melalui lawang ngarep atau garis melintang pertama hingga dapat keluar, berada di belakang garis melintang terakhir atau lawang mburi. Selanjutnya, berusaha lagi melalui petak-petak tersebut hingga dapat keluar melewati lawang ngarep, mencapai tempat di depan seperti sedia kala. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
56 digilib.uns.ac.id
Kelompok yang kalah, E, F, G, dan H berjaga di garis masing-masing dan berusaha keras agar lawan tidak dapat menerobos garis jaga. Jika salah seorang pemain berhasil masuk sampai belakang, keluar dan masuk lagi melewati lawang mburi, lalu berhasil kembali ke depan hingga posisi semula tanpa tersentuh tim jaga maka kelompok itu dianggap menang.
f.
Biasanya kelompok yang menang mendapatkan upah dari kelompok yang kalah, yaitu digendong oleh pasangan masing-masing sejauh jarak yang telah ditetapkan dalam perjanjian sebelum permainan dilaksanakan. Setelah itu dapat bermain kembali mulai dari awal.
13. Manfaat Permainan Tradisional Gobag Sodor Prasetyono (2007) menyatakan melalui permainan tradisional gobag sodor anak dapat belajar bekerja sama secara tim dan mengikuti aturan-aturan permainan. Anak yang bermain curang biasanya tidak disukai, karena itu bermain jujur lebih mendatangkan kesenangan daripada bermain curang hanya untuk memperoleh kemenangan. Menurut Achroni (2012) manfaat permainan tradisional gobag sodor antara lain: a.
Memberikan kegembiraan pada anak.
b.
Meningkatkan kekuatan dan melatih ketangkasan anak (melatih motorik kasar anak). Dalam bermain gobag sodor diperlukan tenaga ekstra karena anak harus lari bolak-balik dan menggendong teman jika timnya kalah.
c.
Melatih bekerja sama dalam sebuah tim. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
d.
Melatih kepemimpinan anak karena setiap tim harus memiliki pemimpin.
e.
Mengasah kemampuan anak menyusun strategi untuk menang.
f.
Melatih tanggungjawab dan membangun sprotivitas anak karena pada permainan ini anggota tim yang kalah harus menerima konsekuensi dari apa yang telah disepakati sebelumnya, misalnya kelompok kalah harus menggendong kelompok menang dengan jarak yang ditentukan.
g.
Melatih semangat juang anak untuk meraih kemenangan dalam permainan (semangat pantang menyerah). Sujarno, dkk (2013) menyebut permainan tradisional gobag sodor
bermanfaat bagi perkembangan anak, baik perkembangan fisik serta jiwanya. Dengan bermain gobag sodor secara tidak sadar anak melakukan olahraga sehingga badan sehat. Selain itu juga berfungsi sebagai hiburan bagi anak, karena membuat anak senang. Dalam permainan tersebut, anak belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kelompoknya. Anak juga belajar disiplin dan cermat dalam melakukan tindakan, serta bekerja sama dengan orang lain. Nilai sportivitas dan kerja sama tercermin pada pemain dalam kelompok masing-masing bahu-membahu dalam menghadang lawan yang akan memasuki kotak permainan atau menembus kotak terakhir untuk memenangkan permainan. Tanpa kerja sama yang baik, lawan dapat dengan mudah mengalahkan kelompoknya. Permainan tradisional mempunyai karakteristik yang berdampak positif pada perkembangan anak. Permainan anak tradisional dominan melibatkan pemain yang relatif banyak. Selain mendahulukan faktor commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan interaksi antarpemain (potensi interpersonal). Hal ini dapat ditemukan dalam permainan tradisional seperti petak umpet, congklak, dan gobag sodor (Khasanah dkk, 2009).
C. Efektivitas Permainan Tradisional Gobag Sodor untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal pada Anak Bermain merupakan alat yang penting bagi sosialisasi (Hurlock, 2010). Belajar menjadi sosial bergantung pada kesempatan berhubungan dengan anggota kelompok sebaya dan hal tersebut terutama terjadi dalam kegiatan bermain. Selama bermain, anak-anak diberi kesempatan untuk menjalin interaksi sosial dengan teman sebaya. Anak-anak belajar pentingnya aturan-aturan sosial dan bagaimana bergaul dengan orang lain melalui bermain. Selama interaksi sosial ini terjadi anak belajar untuk mengekspresikan dan mengontrol emosi serta menyelesaikan konflik dengan orang lain (Salkind, 2002). Tedjasaputra (2001) menyebutkan salah satu manfaat bermain adalah mengembangkan aspek sosial anak. Anak belajar berbagi hak milik, bergiliran menggunakan mainan, melakukan kegiatan bersama dalam bermain. Selain itu, anak dapat mencari pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman mainnya dan mempertahankan hubungan yang sudah terbina dengan teman sepermainan. Sejalan dengan hal itu, Yaumi (2012) menjelaskan kemampuan untuk dapat merasakan perasaan orang lain mengakibatkan anak yang berkembang dalam kecerdasan interpersonal mudah mendamaikan konflik. Kepekaan ini dapat commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghantarkan anak menjadi pemimpin di antara sebayanya. Bahkan anak yang memiliki kemampuan interpersonal yang baik dapat memahami keadaan jiwa, keinginan, dan perasaan yang dialami orang lain ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Salah satu aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan dan mengkonstruksi kecerdasan interpersonal yang dapat diterapkan adalah dengan membentuk teamwork. Salah satu cara untuk membentuk tim kerja yang efektif adalah merancang aktivitas yang membutuhkan kerja sama. Bentuk aktivitas berupa kerja fisik atau kognisi yang mengarah pada kemampuan untuk mengatasi masalah atau mengintegrasikan problem solving, seperti olahraga, gotong royong, berbagai jenis permainan kelompok serta aktivitas di luar kelas atau di rumah. Menurut Suminar (2012), permainan tradisional memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan permainan modern. Dalam permainan tradisional banyak anggota tubuh yang digerakkan, sehingga menyehatkan anak. Selain itu, permainan tradisional dapat mengasah kemampuan komunikasi dan negoisasi pada anak, meningkatkan kemampuan bekerja sama melalui interaksi yang terjadi dengan teman sebayanya. Ketika anak berkonflik dengan temannya, anak juga akan belajar untuk menyelesaikan konflik tersebut. Hal tersebut sesuai dengan salah satu aspek dari kecerdasan interpersonal yaitu pemecahan masalah yang efektif. Hal tersebut juga berlaku untuk permainan tradisional gobag sodor. Lebih membuktikan
lanjut,
penelitian
bahwa permainan
yang
dilakukan
oleh
Wahyuni
(2009)
tradisional gobag sodor efektif untuk
meningkatkan penyesuaian sosial anak usia sekolah dasar. Hal ini didukung dengan hasil t test yang signifikan yaitu t hitung = 3,119 > t tabel = 2,002 dan p commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
value < 0,05, yaitu 0,003. Aktivitas bermain mempunyai sumbangan yang positif terhadap penyesuaian sosial maupun penyesuaian diri anak dan perkembangan emosi, kepribadian maupun perkembangan kognisinya. Melalui kegiatan bermain anak mendapat pengalaman dengan temannya. Pengalaman yang diperoleh anak membantunya dalam melakukan penyesuaian sosial dengan teman sebaya. Russ (2004) menjelaskan mengenai proses yang terjadi dalam kegiatan bermain seperti digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Proses dalam Bermain Proses Kognitif Organisasi Berpikir divergen Simbolisme Fantasi Proses Afektif Ekspresi emosi Ekspresi tema-tema afek Kenyamanan/kesenangan bermain Regulasi emosi/modulasi Integrasi kognitif afek Proses Interpersonal Empati Skema interpersonal Komunikasi Proses Pemecahan masalah Pendekatan atas masalah Kemampuan pemecahan masalah/resolusi konflik Permainan tradisional gobag sodor memiliki nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Selain itu, ketika bermain gobag sodor juga terdapat beberapa proses yang terjadi. Berkaitan dengan proses dalam bermain, proses utama yang terjadi dalam permainan gobag sodor adalah sebagai berikut: commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Proses Serta Nilai dalam Permainan Tradisonal Gobag Sodor Proses
Nilai-nilai Strategic planning
-
Simbolisme
-
Afektif
Ekspresi emosi
-
Interpersonal
Komunikasi
-
Empati
-
Pengambilan keputusan
-
Kognitif
Pemecahan masalah
commit to user
Proses dalam permainan tradisional gobag sodor Mengatur giliran anggota kelompok mulai dari yang lebih dulu melewati garis penjagaan sampai yang terakhir melewatinya. Bentuk area permainan yang geometris, sehingga anak belajar membentuk pemahaman dimensi ruang Mengekspresikan ide dan emosi selama proses permainan, hal ini ditunjukkan dengan rasa senang bila temannya berhasil mencapai garis akhir dan perasaan kecewa ketika tidak berhasil atau tidak dapat menyentuh lawan. Memberi arahan gerak pada temannya agar tidak tersentuh oleh lawan Anak belajar memahami perasaan teman yang sedang kesulitan sehingga anak berusaha mencapai garis terakhir karena jika anak gagal dapat mengakibatkan kelompok tersebut juga akan kalah. Keberanian untuk maju menuju garis akhir melewati garis penjagaan dan menghindari hadangan lawan
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permainan tradisional memiliki nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Indrawati, dkk (2007) meneliti tentang identifikasi nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam permainan tradisional etnis Sunda. Penelitian ini dilakukan dengan metode Focus Group Discussion oleh para rohaniawan lintas agama: Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha, ahli budaya Sunda, dan guru PPKN tingkat sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gobag sodor atau disebut juga galah asin memiliki nilai-nilai luhur diantaranya sebagai berikut: 1.
Menunjukkan pengorbanan untuk kepentingan individu di atas kepentingan bersama. Hal ini ditunjukkan dengan sikap lapang dada dan tidak egois yaitu menerima nasib terhadap peran yang ditentukan berdasarkan aturan main yang telah disepakati bersama. Nilai tanggung jawab terlihat dari anak melaksanakan komitmen di dalam menjalankan peran yang telah ditentukan.
2.
Menunjukkan keinginan dalam mengekspresikan kasih sayang terhadap teman. Di dalam kebersamaan dan kekompakan, anak terlatih mengasah empati untuk peduli terhadap kesulitan yang dihadapi teman.
3.
Kesediaan untuk menghargai dan mendorong relasi antarpersonal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai penghargaan yang dilatih pada anak dengan cara menghargai kawan dan lawan. Bila memenangkan permainan, harus berusaha mempertahankan
kemenangannya dengan
tidak sombong dan
tetap
menghargai kelompok yang kalah. Menurut Suminar (2012), bermain merupakan perilaku umum bagi anak dan merupakan sarana untuk mengeluarkan energi serta sarana untuk belajar. Karena bermain merupakan dunia anak, maka anak akan menjadi nyaman. commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, anak akan melakukannya berulang-ulang sehingga hal ini akan menguatkan aspek yang ingin dikembangkan atau dirangsang. Sehingga, efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan permainan tradisional gobag sodor dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal kelompok eksperimen. Keberhasilan ini ditunjukkan dengan skor rata-rata kecerdasan interpersonal kelompok eksperimen setelah permainan tradisional gobag sodor lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
D. Kerangka Pemikiran
Kecerdasan interpersonal rendah dan sedang
Permainan tradisional gobag sodor
Kecerdasan interpersonal meningkat
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir Penelitian Berdasarkan skema tersebut, dapat dijelaskan mengenai kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu kecerdasan interpersonal yang rendah dan sedang pada siswa kelas IV dan V SD Negeri 01 Tugu Jumantono Karanganyar diharapkan mampu meningkat dengan diberikan perlakuan permainan tradisional gobag sodor. Sebelumnya, subjek diberikan
pretest
berupa skala kecerdasan
interpersonal untuk mengetahui tingkat kecerdasan interpersonal anak sebelum diberikan perlakuan (treatment). Kemudian setelah peserta diberikan permainan tradisional gobag sodor, peneliti memberikan posttest berupa skala kecerdasan commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
interpersonal yang bersifat sejajar dengan pretest sehingga dapat diketahui tingkat kecerdasan interpersonal subjek sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Keberhasilan pemberian permainan tradisional gobag sodor ditunjukkan dengan meningkatnya kecerdasan interpersonal pada siswa SD Negeri 01 Tugu Jumantono Karanganyar.
E. Hipotesis Berdasarkan uraian mengenai permainan gobag sodor serta pengaruhnya terhadap kecerdasan interpersonal pada anak, maka diajukan hipotesis dalam penelitian ini yaitu permainan tradisional gobag sodor efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal pada siswa SD Negeri 01 Tugu Jumantono Karanganyar.
commit to user