BAB II LANDASAN TEORI
A. Implementasi 1. Pengertian Implementasi Kurikulum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect” (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Miller& Seller (Imam Mawardi, 2009) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu: Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum. Implementasi kurikulum didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai
11
seperangkat
kompetensi
tertentu,
sebagai
hasil
interaksi
dengan
lingkungan. 2. Prinsip dan Dasar-Dasar Implementasi Untuk implementasi program dan proses terjadinya perubahan harus dilakukan berdasarkan perilaku dari semua pihak yang terkena dampak. Guru harus mampu menjelaskan mengenai tujuan, sifat, dan manfaat inovasi. Kesuksesan
implementasi
kurikulum
merupakan
hasil
dari
perencanaan hati-hati. Proses perencanaan berdasarkan atas kebutuhan dan sumber daya
yang
diperlukan
untuk
melakukan
tindakan
yang
dimaksudkan. Ia melibatkan penetapan dan penentuan cara untuk mengelola
kebijakan
yang
akan
mempengaruhi
tindakan
yang
direncanakan. Implementasi memerlukan perencanaan, dan perencanaan terfokus pada tiga faktor: orang, program, dan proses. Dimana ketiga aspek tadi saling menunjang satu dengan yang lainnya. Skala prioritas pada satu aspek juga akan berdampak kepada aspek yg lainnya. Implementalism, orang akan diubah, namun mereka juga takut terhadap perubahan, terutama jika ia datang dengan cepat atau jika mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol atau pengaruh atasnya. B. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan
12
pembelajaran tematik merujuk pada tiga landasan, yaitu: landasan filosofis, psikologis, dan yuridis. 1. Konsep Pembelajaran Tematik Penetapan pembelajaran tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Dengan melihat perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan dikembangkan adalah model pembelajaran terpadu yang dikembangkan oleh Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (Hesty, 2008) Jacob (1989) dan Fogarty (1991) dalam Hesty (2008) berpendapat bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu bersifat rentangan (continuum). Jacob menggambarkannya sebagai berikut: Discipline Based
Parallel Discipline
CrossDisciplinary
MultyDisciplinary
InterDisciplinary
Intergated Day
Complete Program
Bagan 2.1 Rentang penerapan pendekatan integratif menurut Jacob (1989) dan Fogarty (1991), dalam Hesty (2008) Bertolak pada konsep pembelajaran individual yang dianut Jacob tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, intergrated, immersed, dan networked. Model model itu merentang dari yang paling sederhana 13
hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented, connected, nested), model yang menerpadukan antar berbagai bidang studi (model sequence, shared, webbed, threaded, intergrated), hingga menerpadukan dalam diri pembelajaran sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan networked). Menurut Fogarty (1991) dalam Sukayati (2004), bila ditinjau dari sifat materi dan cara memadukan kosep, keterampilan dan unit tematisnya ada 10 model pembelajaran terpadu. Dari kesepuluh model pembelajaran yang dikemukakan oleh Forgaty tersebut, hanya 3 model yang digunakan pada kurukulum di Indonesia, yaitu connected model, webbed model, dan intergrated model. a. Model hubungan/model terkait (connected model)
Gambar 2.2 Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit di dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik ke topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keerampilan ke keterampilan yang lain, satu tugas ke tugas berikutnya. Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya satu usaha secara sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu. Keunggulan dari model ini adalah siswa
14
memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep, sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsepkonsep pokok dikembangkan terus menerus. b. Model jaring laba-laba/model terjala (webbed model)
Gambar 2.3 Model pembelajaran ini pada dasarnya menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan tematik ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema yang ditetapkan dapat dipilih antara guru dengna siswa atau sesama guru. Setelah tema disepakati maka
dilanjutkan
dengan
pemilihan
sub-sub
tema
dengan
memperhatikan kaitannya dengan antar mata pelajaran. Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa. Keuntungan dari model pembelajaran terpadu ini bagi siswa adalah diperolehnya pandangan yang utuh tentang kegiatan dari ilmu yang berbeda-beda. c. Model terpadu (integrated model)
Gambar 2.4
15
Model pembelajaran terpadu ini menggunakan pendekatan antar
mata
pelajaran.
Model
ini
diusahakan
dengan
cara
menggabungkan beberapa mata pelajaran yaitu dengan menetapkan prioritas dari kurikulum dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran. Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang dijarkan dalam satu semester dari beberapa konsep, keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara berbagai mata pelajaran. Keuntungan dari model ini adalah siswa mudah menghubungkan dan mengaitkan materi dari beberapa mata pelajaran. 2.
Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap
16
perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Pembelajaran
tematik
adalah
pembelajaran
terpadu
yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pembicaraan. Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya : a. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu. b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. e. Siswa mampu lebih merasakan manfaat belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas. f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain. g. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.
17
3. Psikologi Gestalt sebagai Landasan Pengembangan Pembelajaran Tematik Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses pembelajaran
yang terjadi di sekolah. Kemampuan
guru
yang
berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki pemahaman hekekat belajar sebagai proses mengakumulasi pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang harus dihapal oleh peserta didik. Sebaliknya, apabila pemahaman seorang guru tentang belajar adalah proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu, seperti yang diaktakan oleh Surya (2002:24) bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dari definisi hakekat belajar di atas dapat diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah merunut pada teori belajar Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti ‘whole configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori
18
belajar ini seorang belajar jika ia mendapat “insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan masalah itu (Nasution, 2004; Hesty, 2008) 4.
Karakteristik Pembelajaran Tematik Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut TIM Pengembang PGSD, 1997 (Hesty, 2008) adalah: a. Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. b. Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari. c. Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. d. Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
5.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik Menurut
Kunandar
(2007)
kelebihan yaitu :
19
pembelajaran
tematik
memiliki
a.
Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
b.
Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
d.
Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
e.
Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
f.
Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
g.
Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik. Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut: a.
Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
b.
Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.
c.
Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
20
d.
Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.
e.
Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman. Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga
memiliki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. 6. Langkah-Langkah Pembelajaran Tematik Menurut Defantri (2009) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut : a. Tahap persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut : a) Pemetaan Kompetensi Dasar Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang
21
dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah : 1) Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. Serta dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati. 2) Menentukan Tema Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran
yang
pengembangannya
dimulai
dengan
menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait (Fogarty, 1991; Hesty, 2008). Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Depdiknas, 2007) selanjutnya menurut Kunandar (2007:311), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara untuh. Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual yang umum tetapi prosuktif. Dapat pula
22
ditetapkan dengan negisiasi antara guru dengan siswa, atau dengan cara berdiskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk (1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada disekitar lingkungan siswa, karena itu tema dapat dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dan lingkungan terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.
Lingkungan Luar Sekolah Lingkungan Sekolah Lingkungan Rumah Lingkungan Siswa Terdekat
Gambar 2.5 Pengembangan Tema Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan
dan
mempertimbangkan
pemikiran
konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar,
hasil
belajar
kesinambungan tema,
yang
terukur
kebutuhan siswa,
pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :
23
dan
terbukti,
keseimbangan
•
Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.
•
Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema yang
sudah
disepakati
bisa
mengembangkan
keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir, berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen, kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri, jujur, menghormati dan toleransi. •
Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam bukunya
Clasroom
Connection-Strategies
for
Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa sebelumnya. •
Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan.
24
Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas, lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan musik, materi audio visual, literature, progam komputer, dan internet adalah sumber materi pembelajaran tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber belajar itu. •
Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan dalam proses
pembelajaran
tematik. Perlu
juga
menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa. •
Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era
25
informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu : pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat melalui
perkembangan
psikologi
(imajinasi),
perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan siswa. •
Keseimbangan
Pemilihan
Tema.
Seperti
telah
dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih
tema
yang
bisa
mengakomodasi
mata
pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi. •
Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa, namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta
26
memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan lingkungan dimana siswa hidup. 3) Identifikasi dan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis. b) Menetapkan Jaringan Tema Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. c) Penyusunan Silabus Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. d) Penyusunan Rencana Pembelajaran Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap pelaksanaan pembelajarannya meliputi : •
Kegiatan pendahuluan/awal Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang
27
dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi. •
Kegiatan inti Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung (akademik). Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan
secara
klaksikal,
kelompok
kecil,
ataupun
perorangan. •
Kegiatan penutup Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatan penutup yang dapat dilakukan adalah
menyimpulkan
pembelajaran
yang
atau telah
mengungkapkan dilakukan,
hasil
mendongeng,
membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik. b.
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar sebagai inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/
28
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Alokasi waktu untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan kurang lebih satu jam pelajaran (1 x 35 menit), kegiatan inti 3 jam pelajaran (3 x 35 menit) dan kegiatan penutup satu jam pelajaran (1 x 35 menit) a) Kegiatan Pendahuluan/Awal/Pembukaan Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan dirinya agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi. b) Kegiatan Inti Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan. c) Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/ mengungkapkan hasil pembelajaran yang
29
telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik. c. Penilaian Pembelajaran Tematik Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk
mendapatkan
berbagai
informasi
secara
berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar. Menurut Raka Joni (1996: Hesty, 2008), bahwa pada dasarnya evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dengan evaluasi untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvesional berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti kemampuan bekerja sama, tenggang rasa, dan sebagainya. Menurut pusat kurikulum (2002), penilaian siswa kelas dasar belum mengikuti aturan penialaian seperti mata pelajaran lain, mengingat siswa kelas dasar belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian yang cocok bagi mereka lebih ditekankan pada penilaian secara tertulis. Adapun tujuan penilaian pembelajaran tematik adalah:
30
a) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan b) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang
terjadi
dalam
pembelajaran
maupun
efektivitas
pembelajaran c) Memperoleh gambaran
yang jelas tentang perkembangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa d) Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan). Penilaian memiliki prinsip-prinsip tertentu, yaitu sebagai berikut: a) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masingmasing kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata-mata pelajaran. b) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi pada kegiatan akhir. c)
Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil keputusan Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Tes mencakup:
tertulis, lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan porto folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan
31
portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat pada sebuah buku bantu. Sedangkan Tes tertulis digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tanda baca, kata atau angka Pada
pembelajaran
tematik
penilaian
dilakukan
untuk
mengkaji ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap mata pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan sudah terpisah-pisah sesuai dengan kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator mata pelajaran. C. Ketunagrahitaan 1. Pengertian Tunagrahita Kita tidak dapat menyalahkan siapapun ketika anak yang kita dambakan ternyata memiliki hambatan baik secara fisik maupun mental. Salah satu contoh hambatan yang dimiliki oleh anak adalah hambatan dalam mental atau intelektual. Anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan mental atau intelektual ini lebih sering disebut dengan anak tunagrahita. Untuk mengetahui lebih dalam alangkah lebih baik apabila kita mengetahui terlebih dahulu apa itu anak tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita juga dikenal dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan
32
kecerdasannya
mengakibatkan
dirinya
sukar
mengikuti
program
pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. (Sutjihati Somantri: 2006). Public Law 101-476, the Individuals with Disabilities Education Act (IDEA - undang-undang pendidikan penyandang cacat Amerika Serikat) tahun 1990 mendefinisikan ketunagrahitaan (mental retardation) sebagai berikut: ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual secara umum di bawah rata-rata, yang disertai dengan defisit dalam perilaku adaptif, dan terjadi dalam masa perkembangan, yang berpengaruh besar terhadap kinerja pendidikan anak (Hawkins-Shepard, 1994 dalam). Secara lebih spesifik, the American Association on Mental Retardation (AAMR) (1992) menjelaskan bahwa: a.
Yang dimaksud dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata itu adalah skor IQ 70 hingga 75 atau lebih rendah berdasarkan tes standar inteligensi individual.
b. Defisit perilaku adaptif adalah keterbatasan dalam dua bidang keterampilan adaptif atau lebih, yang mencakup bidang-bidang: komunikasi, merawat diri, mengurus rumah, keterampilan sosial, kehidupan
kemasyarakatan,
mengarahkan
diri
(self-direction),
kesehatan dan keselamatan, keterampilan akademik, penggunaan waktu senggang dan kerja. Keterbatasan tersebut mengacu pada keterbatasan keterampilan adaptif yang lebih terkait dengan aplikasi
33
fungsional daripada keadaan-keadaan lain seperti perbedaan budaya atau gangguan sensoris. c.
Usia perkembangan adalah sebelum usia 18 tahun. Selain itu masih banyak pengertian anak tunagrahita lainnya. Akan
tetapi pada dasarnya memiliki landasan yang sama. Hanya saja disajikan dalam kata yang berbeda-beda. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Setiap
individu
memiliki
karakteristik
yang
berbeda-beda.
Begitupun dengan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita. Adapun karakteristik anak tunagrahita secara umum, adalah sebagai berikut: a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar, b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia, c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat, d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong), e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler). 3. Klasifikasi Anak Tunagrahita Dilihat dari kemampuan, hambatan yang dimiliki, dan kebutuhannya anak tunagrahita terbagi menjadi beberapa klasifikasi, sebagai berikut:
34
a.
Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Wecshler (WISC) memiliki IQ antara 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry (benatu), pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun meskipun demikian anak tunagrahita ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan tolol, tidak dapat merencanakan masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
35
b. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut skala Wecshler (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak terbelakang sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung. Walaupun mereka masih dapat menulis secara secara sosial misalnya menulis namanya sendiri, alamat dan lain-lain. Anak juga dapat dididik mengurus diri seperti mendi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari anak membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di Sheltered workshop. c. Tunagahita Berat Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat juga dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-30 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut skala Wecshler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut
36
skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wecshler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
IQ
Level keterbelakangan
Stanford Binet Skala Wecshler 68-52 69-55 51-36 54-40 32-20 39-25 19 24 Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat Keterbelakangnnya menurut Sutjihati: 2006
Tunagrahita Ringan Tunagrahita Sedang Tunagrahita Berat Tunagrahita Sangat Berat
D. Kerangka Berpikir Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika pemelajaran tematik bergulir, yang ingin penulis temukan adalah bagaimanakah kinerja guru dalam mengimplementasikannya? Apakah guru hanya terjebak dalam arus kebiasaan sosialisasi atau seminar kurikulum baru, lantas membawa setumpuk dokumen ke sekolah, dan pada akhirnya hanya sibuk dengan urusan administratif perubahan kurikulum saja? Dalam hal ini, khususnya, kurikulum yang dibuat ini diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kelainan dan berkebutuhan khusus dalm hal ini anak tunagrahita. Mereka merupakan bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia yang senarusnya mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh kesempatan 37
pendidikan yang bermutu. Dalam proses pembelajaran memang terdapat perlakuan yang berbeda dengan anak reguler, namun demikian proses pembelajarannya tetap memperhatikan sikap dan nilai-nilai umum yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang. Penelitian ini sebagai sebuah proses untuk memahami lebih dalam mengenai implementasi KTSP. Hal ini dilakukan karena penulis melihat masih belum tampak adanya perbedaan antara kurikulum sebelumnya dengan pembelajaran tematik. Maka bagi penulis hal tersebut menjadi sebuah ketertarikan untuk menjadikannya sebagai bahan penelitian. Skema kerangka berpikir
Latar belakang 1. Upaya pemerintah dalam mengembangkan pembelajaran. 2. Perubahan kurikulum diharapkan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat 3. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. 4. Pembelajaran tematik akan berhasil jika diimplementasikan dengan baik
Pertanyaan penelitian: 1.
2.
3.
Bagaimana persiapan guru SLB-C dalam implementasi pembelajaran tematik. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru dalam implementasi pembelajaran tematik. Bagaimana sistem penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap peserta sesuai dengan prinsip pelaksanaan pembelajaran tematik.
Studi dokumentasi
Wawancara
Observasi
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
38
Analisis data
Kondisi