BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS
1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian dalam penelitian ini mengambil tentang “Pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung” yang merupakan suatu studi kasus partisipasi masyarakat lokal. Kajian ini belum ada yang menelitinya namun, penelitian dengan menggunakan tema ini sudah ada sebelumnya dengan mengambil lokasi yang berbeda, sehingga penelitian ini sangat diperlukan. Sebagai bahan perbandingan maka saya akan memaparkan penelitian sebelumnya. Penelitian (Maharini, 2014) tentang “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Desa Wisata Pangsan di Kecamatan Petang Kabupaten Badung” dalam penelitian ini, yang pertama menguraikan tentang bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Pangsan menjadi dua bentuk yaitu partisipasi langsung adalah sebagai pemandu wisata lokal, karyawan homestay, karyawan restoran, penyedia warung makan, partisipasi PKK (Pemerdayaan Kesejahteraan Keluarga) dalam pengelolaan Desa Pangsan dan partisipasi tidak langsung adalah petani, menjaga kebersihan, menjaga keamanan, Karang Taruna, mengikuti
kegiatan
festival
budaya
pertanian,
menyukseskan
program
pembangunan Desa Pangsan, melestarikan kebudayaan Desa Pangsan dan mendistribusikan hasil pertanian lokal. Dari fungsi pengelolaan, masyarakat yang berpartisipasi sebagian besar termasuk dalam fungsi pengorganisasian dimana masyarakat sudah ditempatkan sesuai tugas yang telah dibagi dan sesuai dengan
10
kemampuan masyarakat yang berpartisipasi dalam pengelolaan Desa Pangsan. Dari bentuk partisipasi tersebut diketahui tipe partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Pangsan termasuk dalam karakteristik tipe pasif karena masyarakat hanya mengikuti program yang telah direncanakan oleh pengelola Desa Wisata Pangsan dan ketidakmampuan masyarakat berpartisipasi secara aktif serta kurang memiliki kekuatan untuk merencanakan program dan hanya menerima apa yang telah menjadi program dari pihak pengelola Desa Wisata Pangsan. Penelitian (Sukadana, 2002) tentang “Peran Desa Adat Dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup” (Studi Kasus Obyek Wisata Hutan Sangeh, Badung, Bali). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Desa Adat Sangeh melakukan perencanaan penataan pembangunan fisik dengan menerapkan model perencanaan partisipastif yang menekankan pada keterlibatan masyarakat secara penuh dalam pengambilan keputusan sebagai proses pembangunan yang mempengaruhi kehidupan mereka dan usaha pemerintah dalam merevitalisasi nilai-nilai adat sangeh dengan melakukan upaya pembinaan dan Lomba Desa Adat yang meliputi : pelestarian desa-desa adat dan nilai-nilai adat, pemberdayaan untuk memperkokoh desa adat dan nilai-nilai adat terhadap perkembangan jaman, dan pengembangan untuk merencanakan, memadukan dan mengarahkan desa adat dengan nilai-nilai adat untuk berperan dalam pembangunan. Serta adanya nilainilai adat Desa Adat Sangeh berpengaruh positif terhadap keberhasilan krama desa adat dalam pengelolaan hutan Sangeh sebagai daya tarik wisata.
11
Persamaan penelitian pertama dengan penelitian ini yaitu terletak pada fokus yang sama-sama menguraikan tentang partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan suatu daya tarik wisata khususnya bentuk dan tipe partisipasi masyarakat lokal. Perbedaannya terdapat pada lokus yang dipilih dimana pada penelitian pertama lokasi yang dipilih adalah Desa Wisata Pangsan sedangkan penelitian kali ini memilih lokasi di Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh. Sedangkan persamaan penelitian kedua dengan penelitian ini adalah terletak pada lokusnya dimana lokasi yang dipilih adalah Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh sedangkan perbedaannya terletak pada fokusnya dimana penelitian sebelumnya menguraikan tentang peranan Desa Adat dalam fungsi lingkungan hidup sedangkan penelitian kali ini fokusnya merupakan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh.
1.2 Landasan Konsep 1.2.1 Konsep Pengeloaan Menurut (Munir, 2006) pengelolaan dapat diartikan sebagai manajemen, manajemenadalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koodinasi untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian tersebut dalam skala aktivitas juga dapat diartikan sebagai aktifitas menerbitkan, mengatur, dan berfikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada disekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadi hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya.
12
Sedangkan menurut Leiper (Pitana, 2009) pengelolaan adalah seseorang atau sekelompok yang melakukan suatu kegiatan dan mempunyai peranan serta fungsi-fungsi yang melekat pada peran tersebut. Fungsi-fungsi pengeloaan tersebut sebagai berikut : 1. Planning(perencanaan) adalah perencanaan dan penyusunan kegiatan yang akan direncanakan mulai dari membuat strategi, mengembangkan rencana yang akan dituju hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Adanya suatu perencanaan merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa perencanaan yang matang fungsi tidak akan berjalan sesuai dengan harapan. 2. Directing (pengarahan) melakukan tindakan dalam pemberian saran, bimbingan dan perintah kepada semua pihak dalam melakukan tugas yang akan dikerjakan, agar tugas tersebut dapat dilakukan penuh tanggungjawab serta kesadaran yang tinggi. Sehingga dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan rencana. 3. Organizing (pengorganisasian) adalah bagaimana melakukan strategi dan rencana yang telah dibuat serta disusun sedemikian rupa, hingga menjadi desain dalam sebuah struktur organisasi. Pengorganisasian berfungsi untuk menempatkan posisi sesuai dengan tugas yang telah dibagi dan menentukan tugas untuk selanjutnya dikerjakan. Sehingga struktur yang dibuat dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan perannya masing-masing.
13
4. Controlling (pengawasan) merupakan pengendalian yang dapat berupa penilaian, evaluasi sampai melakukan solusi dari masalah yang dihadapi. Sehingga apa yang telah diharapkan sesuai yang telah ditetapkan dan direncanakan. 1.2.2 Konsep Daya Tarik Wisata Daya Tarik Wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata untuk dikembangkan dan memiliki daya tarik, sehingga wisatawan mau berkunjung ke tempat tersebut. Dalam UU nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisaan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran manusia atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata itu harus dikelola sedemikian rupa agar keberlangsungan dan
kesinambungannya terjamin. Adapun daya tarik wisata
sebagai berikut : a. Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna. Daya tarik alam merupakan daya tarik alami yang telah ada dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia. b. Daya tarik wisata hasil karya manusia yang berupa museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya dan tempat hiburan. Daya tarik wisata hasil buatan juga bisa berpadu dengan buatan manusia dan keadaan alami, seperti wisata agro, wisata baru.
14
Sesuai dengan definisi konsep daya tarik wisata menurut UU nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh merupakan daya tarik ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna. Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh ini merupakan sebuah hutan dimana di dalamnya terdapat ribuan pohon yang rindang dan di huni oleh ratusan kera. Kera-kera inilah yang menjadikan Desa Adat Sangeh dikenal hingga ke manca negara. 1.2.3 Konsep Partisipasi Masyarakat Menurut Prayogo (Safitri, 2013) mengatakan dalam proses pengembangan pariwisata, partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Partisipasi langsung merupakan masyarakat dilibatkan secara langsung dan diarahkan untuk ikut mengembangkan pariwisata seperti terlibat dalam kegiatan gotong-royong, terlibat dalam hal kegiatan pariwisata dan mempunyai rasa ikut memiliki. 2. Partisipasi tidak langsung adalah masyarakat tidak secara langsung bersentuhan dengan kegiatan pariwisata. Masyarakat tidak terlibat langsung dalam hal penerimaan kontribusi dari kegiatan pariwisata meliputi pembinaan seni dan budaya yang bermutu, serta pemeliharaan kebersihan lingkungan. Partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholder, terlibat dalam mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing -masing. Masyarakat secara aktif turut serta dalam
15
memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya penggunaanya (Tikson, 2001). Dari definisi konsep partisipasi masyarakat di atas, partisipasi masyarakat menuru Prayogo (Safitri, 2013) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Konsep partisipasi masyarakat ini akan digunakan untuk membantu dalam menemukan jawaban bagi rumusan masalah pertama, yaitu dalam mengidentifikasi bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh. 1.2.4 Konsep Community Based Tourism(CBT) Dalam istilah aslinya, pariwisata berbasis masyarakat disebut sebagai community based tourism (CBT). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan kepariwisataan yang umumnya diselenggarakan dalam skala kecil dimana di dalamnya terjadi interaksi antara pengunjung dan masyarakat tuan rumah. Pariwisata berbasis masyarakat biasanya lebih cocok untuk diterapkan di daerah pedesaan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat lokal dan untuk masyarakat lokal, dengan mengedepankan penyedia pelayanan pariwisata lokal dan berfokus pada budaya dan lingkungan sebagai daya tariknya (Asker dkk., 2010). Pariwisata yang berbasis masyarakat harus memperhatikan keterlibatan masyarakat lokal yang merupakan syarat mutlak untuk tercapainya pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pengelolaan dalam suatu kawasan / destinasi idealnya dilakukan oleh masyarakat setempat yang berkehidupannya dipengaruhi oleh pembangunan tersebut (Pitana, 2002), sehingga akan mengarah pada sistem pengelolaan yang berbasis masyarakat sebagai pelaku utama dalam pariwisata.
16
Hausler and Strasdas (2002) menyatakan bahwa pariwisata berbasis masyarakat
merupakan
sejenis
kepariwisataan
yang
perkembangan
dan
pengelolaannya dikontrol oleh masyarakat lokal, dimana bagian terbesar dari manfaat yang dihasilkan kepariwisataan tersebut dinikmati oleh masyarakat lokal, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kepariwisataan tersebut, serta memberikan pendidikan bagi pengunjung maupun masyarakat lokal mengenai pentingnya usaha konservasi terhadap alam dan budaya. Menurut Kit, (dalam Dewi, 2012) ada empat tujuan yang diinginkan dengan berlakunya pariwisata yang berbasis masyarakat, yaitu sebagai berikut : 1. Pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan serta memperbaiki lingkungan dan keanekaragaman hayati. 2. Pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal serta meningkatkan pendapatan untuk keuntungan bagi masyarakat. 3. Pariwisata berbasis masyarakat harus dapat melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata. 4. Pariwisata berbasis masyarakat harus memberikan produk wisata yang peduli terhadap lingkungan alam, social, dan budaya. Dari beberapa definisi konsep community based tourism (CBT) di atas, konsep CBT menurut Pitana (2002) yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Konsep (CBT) ini akan digunakan untuk membantu dalam menemukan jawaban bagi rumusan masalah kedua, yaitu dalam
17
mengidentifikasi tipe partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh. 1.3 Teori Analisis 1.3.1 Tipologi Partisipasi Masyarakat Bentuk partisipasi masyarakat lokal dalam sektor pariwisata dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe sebagaimana yang dikemukakan oleh Tosun dalam Tosun’s typology of participation. Tipologi partisipasi ini di perkenalkan pertama kali tahun 1999 yang di desain khusus untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam sektor pariwisata karena mengkolaborasikan tiap-tipe partisipasi masyarakatnya dengan referensi khusus terkait industry pariwisata (Tosun, 2006). Tosun membagi bentuk partisipasi masyarakat tersebut ke dalam tiga tipe partisipasi beserta karakteristiknya masing-masing yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Karakteristik dari Masing-Masing Tipe dalam Tosun’s Typology of Participation No. Tipe Karakteristik 1. Partisipasi Paksaan Partisipasi bersifat top-down, partisipasi (Coersive Participation) pasif dimanipulasi dan dibuat-buat yang diciptakan sebagai pengganti partisipasi yang sesungguhnya. Partisipasi yang terjadi pada umumnya secara tidak langsung Tidak ada pembagian keuntungan bagi masyarakat lokalnya. Masyarakat sering dihadapkan hanya pada satu pilihan sehingga cenderung menerima segala keputusan. Sangat terasa dominasi pihak luar dibandingkan masyarakat lokal setempat (paternalism) 2. Partisipasi Terdorong Partisipasi yang muncul masih bersifat top(Induced Participation) down, partisipasi pasif dan termasuk pseudo-participation (partisipasi semu) Partisipasi yang terjadi umunya secara tidak
18
No.
Tipe
3.
Partisipasi Spontan (Spontanneous Participation)
Karakteristik langsung. Masyarakat lokal mendapat kesempatan mendengarkan dan didengarkan tetapi belum tentu pandangan mereka dipertimbangkan oleh pengambil keputusan (tokenisme). Masyarakat mulai memperoleh hak dalam pembagaian keuntungan. Terdapat alternative pilihan dari suatu usulan yang ditawarkan dan terdapat pula feedback dari masyarakat. Partisipasi yang muncul telah bersifat bottom-up, partisipasi aktif dan termasuk partisipai asli. Partisipasi dilakukan secara langsung. Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan. Masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan perencanaan sendiri, diberikan tanggung jawab manajerial serta wewenang yang sepenuhnya.
Sumber : Tosun 2006.
Tipologi partisipasi masyarakat menurut Tosun ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua. Hasil yang ditemukan di Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh akan dianalisis, setelah itu dicocokkan dengan tipe-tipe partisipasi masyarakat yang ada. Hasil analisis yang karakteristiknya paling mendekati dengan kenyataan di lapangan akan menunjukkan tipe partisipasi yang ada di lokasi penelitian.
19