BAB II Kontrol Kualitas (Quality Control) dalam Pekerjaan Jalan
II.1. Umum Perkerasan merupakan struktur lapisan yang terletak di atas tanah dasar, yang bersifat konstruktif sehingga memiliki nilai struktural dan fungsional. Nilai struktural berkaitan dengan daya dukung perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalu lintas kendaraan dan kemampuannya untuk tetap stabil, mantap dan aman terhadap pengaruh infiltrasi air permukaan dan perubahan cuaca. Nilai fungsional berkaitan dengan performansi permukaan jalan dalam melayani lalu lintas kendaraan dengan aman dan nyaman yang meliputi aspek – aspek teknis, antara lain: kerataan, kekesatan dan kemiringan permukaan.[12] Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi perkerasan jalan ada 2 jenis : Perkerasan
Lentur
(Flexible
Pavement),
yaitu
pekerasan
yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.[19] Perkerasan jalan yang dibahas adalah perkerasan lentur. II.2. Struktur Perkerasan Lentur Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang dibangun di atas tanah dasar (subgrade). Susunan struktur lapisan perkerasan lentur jalan dari bagian atas ke bawah seperti gambar 2.1 di bawah ini : [4]
24
Gambar 2.1.Struktur Perkerasan Lentur 1. Lapis permukaan/penutup (surface course) 2. Lapis pondasi (base course); 3. Lapis pondasi bawah (subbase course); 4. Lapisan tanah dasar (subgrade) Perkerasan lentur di atas didukung dengan bahan – bahan konstruksi sebagai kekuatan struktur perkerasan. Bahan konstruksi dicampur di unit pencampuran aspal, agar kualitas dapat diperoleh sesuai harapan dan disebut campuran beraspal. II.2.1. Campuran beraspal Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix). Namun, campuran beraspal yang sering digunakan yaitu dalam keadaan panas (hotmix) atau disebut sebagai campuran beraspal panas.[6] Campuran beraspal yang umum digunakan di Indonesia, antara lain : [12] -
AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
-
HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
-
HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir). 25
Pada campuran beraspal diperoleh sifat-sifat mekanis yang disebut sifat friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Sifat friksi terdapat pada agregat yang diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari aspal yang digunakan. II.2.1.1. Agregat Agregat adalah sekumpulan batu – batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90 – 95 % agregat berdasarkan persentase berat atau 75 – 85 % agregat berdasarkan persentase volume. Dengan daya dukung, keawetan dan kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran dengan material lain. Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas 2 (dua) fraksi, yaitu : a. Agregat Kasar b. Agregat Halus a. Agregat Kasar Agregat Kasar adalah agregat yang tertahan saringan pada ayakan nomor 8 (diameter 2,36 mm). Agregat kasar terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat dan awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Bahan yang pecah bila berulang-ulang dibasahi dan dikeringkan tidak boleh digunakan. Agregat kasar cukup berperan penting dalam menentukan stabilitas campuran perkerasan. Pada umumnya semakin bertambahnya kandungan agregat kasar maka
26
semakin tinggi pula stabilitas dari perkerasannya. Akan tetapi hal tersebut juga dapat memperbesar void yang terjadi pada perkerasan beraspal. b. Agregat halus Agregat Halus adalah agregat yang lolos saringan ayakan nomor 8 (diameter 2,36 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam dan pasir buatan atau gabungan antara dari bahan – bahan tersebut. Agregat halus juga dapat berasal dari batu kapur pecah yang hanya boleh digunakan apabila dicampur dengan pasir alam dalam perbandingan yang sama. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, dan bebas dari gumpalan – gumpalan lempung serta bahan – bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari butiran – butiran yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan kasar.[6] II.2.1.2. Aspal Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous. Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.
27
Aspal terdiri dari : Asphaltenes, Malthenes, dan Oils. Asphaltenes adalah komponen utama dari aspal sekitar 80 %, Malthenes terdiri dari zat – zat yang memberikan stabilitas pada Asphaltenes yang mempengaruhi viskositas dan kelelehan (berfungsi sebagai flux). Dan Oils memberi sifat adhesif dan pemuluran (daktalitas). Fungsi aspal pada perkerasan jalan adalah : •
Sebagai bahan pengikat antara agregat maupun antara aspal itu sendiri.
•
Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antara butir – butir agregat dan pori – pori yang ada dari agregat itu sendiri. Jenis aspal terdiri dari aspal keras, aspal cair, aspal emulsi, dan aspal alam,
yaitu : a. Aspal keras Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. b. Aspal cair Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. c. Aspal emulsi Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan dalam air. d. Aspal alam
28
Aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu aspal danau dan aspal batu.[6] Campuran beraspal di atas harus memenuhi spesifikasi yang telah dibuat sebagai standar pekerjaan jalan. Namun, tidak jarang perkerasan jalan di atas mengalami tingkat penurunan pelayanan jalan yang disebabkan terjadinya kerusakan dini perkerasan di awal umur pelayanan. Akibatnya tingkat keamanan dan kenyamanan berkendaraan berkurang karena kondisi bentuk dari hasil pemeliharaan rutin maupun peningkatan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Oleh sebab itu, dilakukan evaluasi dengan cara mengontrol kualitas perkerasan kontruksi pada spesifikasi yang ditetapkan pada pekerjaan jalan. Kontrol kualitas perkerjaan jalan telah dipelajari di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Australia, Spanyol, Prancis, dan negara lainnya selama beberapa tahun dengan menggunakan penerapan teknik statistik kontrol kualitas. Meskipun terkadang ada kesulitan, namun manfaat dari pendekatan statistik sepenuhnya dapat meningkatkan perekonomian.[15] II.3. Kontrol kualitas (quality control) Kontrol dapat didefenisikan sebagai usaha dalam melakukan uji evaluasi, dan pengawasan untuk menjaga produk. Kualitas dapat didefenisikan sebagai karakteristik yang dibutuhkan untuk tingkat keunggulan yang diinginkan dan disesuaikan pada spesifikasi. Maka, kontrol kualitas (quality control) adalah usaha – usaha yang dilakukan dengan teknik dan kegiatan operasional untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan tingkat spesifikasi yang ditetapkan.
29
Teknik dan kegiatan operasional meliputi pemeriksaan hasil perencanaan, pengujian yang dilakukan selama konstruksi, pengujian bahan, kalibrasi mesin dan peralatan pengujian. Dalam hal ini, kontrol kualitas diperlukan untuk menghasilkan indikator pada berbagai tahap proyek untuk memperlihatkan bahwa persyaratan dan spesifikasi dipenuhi. Ini berguna sebagai pendeteksi dini dari kerusakan atau ketidaksesuaian yang membutuhkan perhatian atau perbaikan akibat berkurangnya kualitas produk. Kualitas produk sering dianggap sebagai alat pemeriksaan akhir. Namun, pendapat demikian dapat menimbulkan biaya pengerjaan kembali yang cukup tinggi. Karena kontrol kualitas (quality control) seharusnya dilaksanakan mulai dari proses pengolahan pada titik – titik kritis kualitas, dimana sering terjadi penyimpangan kualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan data dalam proses kontrol kualitas tersebut. Untuk memperoleh data tersebut, diperlukan metode yang cukup agar analisa yang dilakukan mendekati yang sebenarnya. Metode yang digunakan adalah metode statistik.[7] Penerapan metode statistik pada kontrol kualitas (quality control) disebut kontrol kualitas statistik (quality control statistic). Kontrol kualitas statistik berperan penting dalam memenuhi spesifikasi, yaitu : − Sebagai konsep, merupakan batas statistik yang dapat membuat peningkatan keseragaman kualitas, − Sebagai teknik untuk mencapai kualitas, dan − Sebagai pengambilan keputusan.[20]
30
II.3.1. Tujuan kontrol kualitas Tujuan kontrol kualitas adalah memperoleh jaminan kualitas (quality Assurance) sebagai parameter dan pengukuran pembayaran yang dapat dilakukan dengan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dan menjaga konsistensi kualitas. Adapun keuntungan menggunakan kontrol kualitas, antara lain: Untuk mempertinggi kualitas atau mengurangi biaya. Menjaga kualitas lebih seragam (uniform). Penggunaan alat produksi lebih efisien. Mengurangi pekerjaan kembali (rework) dan pembuangan. Inspeksi yang lebih baik. Memperbaiki hubungan produsen-konsumen. Spesifikasi lebih baik. Menerapkan kontrol kualitas juga dimaksudkan untuk menggunakan metode pengawasan dalam dua tahapan kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan, yaitu pada : 1. Proses kontrol kualitas (quality control processes), dan 2. Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance).[18] II.3.2. Proses Kontrol Kualitas (quaility control processes) Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan didefenisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan mengontrol pekerjaan jalan melalui semua tahapan proses perencanaan pekerjaan jalan dengan cara memeriksa kualitasnya. Metode kontrol kualitas digunakan dalam mengontrol batas – batas yang harus sesuai dengan spesifikasi.[18]
31
Proses kontrol kualitas (quality control processes) dalam pekerjaan jalan dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut : II.3.2.1. Kontrol agregat Agregat berperan penting dalam stabilitas campuran bergradasi menerus. Salah satu penyebab utama masalah teknis yang terjadi dengan aspal adalah perbedaan antara perencanaan di lapangan dengan perencanaan di laboratorium. Untuk itulah pentingnya kontrol kualitas terhadap agregat saat proses pemilihan material itu sendiri, hingga proses pencampuran dengan aspal untuk memastikan keseragaman dari campuran yang diproduksi. Adapun yang perlu diperhatikan pada kontrol kualitas agregat, meliputi : 1. Pengujian agregat. Pengujian diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan mekanik agregat sebelum digunakan sebagai bahan campuran beraspal. 2. Metode pengambilan contoh (sampling) Standar pengambilan contoh, yaitu berdasarkan standar pekerjaan jalan. Segregasi agregat, yaitu fraksi agregat yang terpisah akibat dari selama proses
pemecahan,
proses
penyimpanan
bahan
(stockpiles),
pengangkutan, penghamparan, atau hal lainnya. Pengambilan contoh agregat dari sumbernya. 3. Pengujian analisa ukuran butir (gradasi) Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat total dan ditentukan dengan penyaringan bahan menggunakan ayakan nomor terkecil hingga terbesar lalu ditimbang, agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.
32
Tabel 2.1. Ukuran saringan No. Saringan 1 ½ in. 1 in. ¾ in. ½ in. 3/8 in. No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No.200
Lubang saringan inch mm 1.50 38.1 1.00 25.4 0.75 19.0 0.50 12.7 0.375 9.51 0.187 4.76 0.0937 2.38 0.0469 1.19 0.0234 0.595 0.0117 0.297 0.0059 0.149 0.0029 0.074
Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.54.
[6]
Gradasi agregat juga harus dianalisa ukuran butirannya dengan analisa saringan. Analisa saringan ada 2 jenis yaitu : Analisa saringan kering digunakan pada agregat normal untuk pekerjaan rutin. Analisa saringan dicuci (analisa saringan basah) dilakukan bila agregat tersebut mengandung abu yang sangat halus atau mengandung lempung. 4. Berat Jenis (specific gravity) dan penyerapan (absorpsi) -
Berat Jenis (specific gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 200 – 250C (680 - 770F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu : a. Berat jenis semu (apparent specific gravity), Gsa =
ws (v s + v i )γ w
33
b. Berat Jenis bulk (bulk specific gravity),
ws ws = (v p + v i + v s )γ v x γ w
Gbs =
c. Berat Jenis efektif (effective specific gravity),
Gse =
ws (v s + v c )γ w
Dengan pengertian : Ws = Berat agregat kering γw = Berat Isi air= 1 g/cm3 Vp = volume pori yang meresap air Vi = volume pori yang tidak meresap air Vs = volume agregat padat Vc = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal (volume total) -
Penyerapan (absorpsi) adalah agregat yang seharusnya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal. Karena jika agregat berpori banyak, maka akan menyerap aspal besar sehingga tidak ekonomis dan tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal.
5. Pemeriksaan keausan dengan mesin abrasi. Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Agregat
34
dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu-lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab : a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus dan tidak memadai. b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut mudah pecah. Pengujian keausan agregat dilakukan dengan mesin abrasi Los Angeles. Seperti terlihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2. Mesin abrasi Los Angeles 6. Pengujian setara pasir (sand equivalent) Pengujian dilakukan untuk menentukan perbandingan relatif dari bagian yang dapat merugikan (seperti butiran lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang lolos saringan No.4. 7. Pemeriksaan gumpalan lempung dan butiran yang mudah pecah dalam agregat Agregat yang tertahan saringan 1,18 mm diperiksa dan dipisahkan dengan diremas jari guna melihat agregat tersebut mudah pecah atau tidak. Sehingga menjadi beberapa fraksi, lalu direndam sekitar 24 jam. Butiran halus yang terjadi disaring dan ditimbang.
35
8. Pemeriksaan daya lekat agregat terhadap aspal (affinity) Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara menguji kelekatan agregat terhadap aspal. 9. Angularitas Merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Pengujian angularitas agregat terbagi 2, yaitu : a. Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat partikel agregat lebih besar dari 4,75 mm (No.4) dengan satu atau lebih bidang pecah. b. Angularitas agregat halus adalah persentase rongga udara yang terdapat pada agregat padat lepas dan lolos pada saringan 2,36 mm (No.8). Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada agregat halus. 10. Pemeriksaan kepipihan agregat Bentuk butir (particle shape) agregat salah satunya adalah berbentuk pipih dan akan mudah patah apabila mendapat beban lalulintas. Untuk itu diuji dengan alat uji kepipihan seperti terlihat pada gambar 2.3. Kepipihan dinyatakan dalam persentase berat contoh agregat sebanyak minimum 200 butir agregat.
Gambar 2.3. Alat uji kepipihan agregat
36
11. Pengujian partikel ringan dalam agregat Partikel ringan pada agregat berjumlah besar yang digunakan sebagai campuran aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran. Partikel ringan yang dimaksud adalah partikel yang mengapung di atas larutan yang berat jenisnya 2. Pengujian dilakukan untuk agregat halus yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dan tertahan di atas saringan No.50 (0,30 mm) serta agregat kasar yang lolos saringan 3” (76,20 mm) dan tertahan di atas saringan No.4 (4,75 mm). Bahan yang digunakan untuk memisahkan partikel ringan adalah larutan seng khlorida (ZnCl2) berat jenis 2.[6] II.3.2.2. Kontrol aspal Pada umumnya aspal diperoleh dari sumber yang telah diuji dan diterima oleh direksi pekerjaan jalan. Sangat sedikit uji pengawasan untuk aspal, namun telah dilakukan oleh orang yang terlibat pada kontrol kualitas secara manual. Masalah yang sering terjadi pada aspal adalah mencari masalah yang berkaitan dengan lapisan aspal. Sehingga pentingnya dilakukan uji kontrol kualitas sebelum memasukkan ke dalam campuran aspal, meliputi : 1. Pengambilan contoh bahan aspal Pengambilan contoh aspal untuk pengujian harus diwakili dan dijaga agar tidak terkontaminasi oleh bahan lain sebelum pengujian. Pemeriksaan meliputi : a. Ukuran contoh, b. Pengambilan contoh dari mobil tangki, truk penyemprot aspal atau tangki penyimpanan aspal yang dilengkapi alat sirkulasi,
37
c. Pengambilan contoh dari tangker atau tongkang, d. Pengambilan contoh dari pipa selama pemuatan dan pembongkaran, e. Pengambilan contoh dari drum terpilih secara random seperti Tabel 2.2. Tabel 2.2. Jumlah contoh yang dipilih secara acak Dalam pengiriman 2–8 9 – 27 28 – 64 65 – 125 126 – 216 217 – 343 344 – 512 513 – 729 730 – 1000 1001 – 1331
Yang diambil 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sumber : Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2005). Hal.67.
[6]
f. Pengambilan contoh bahan semi padat atau bahan padat yang belum dipecah diambil dengan akar tiga dari jumlah kemasan dilokasi, g. Pengambilan contoh bahan hasil pemecahan atau berbentuk tepung, h. Pengambilan contoh di tempat tujuan pengiriman. 2. Titik nyala dengan Cleveland Open Cup Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Jika rendah, maka adanya minyak ringan dalam aspal seperti terlihat pada gambar 2.4.
38
Gambar 2.4. Pengujian titik nyala dengan Cleveland Open Cup 3. Penetrasi bahan bitumen Pengujian ini dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk kedalam permukaan bitumen pada temperatur 25 0C, beban 100 gram dan waktu 5 detik. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Pengujian penetrasi 4. Titik lembek Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.6.
39
Gambar 2.6. Pengujian titik lembek aspal 5. Daktilitas bahan bitumen Daktilitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Pengujian dilakukan dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan alat penarik contoh. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Pengujian daktalitas 6. Pengujian temperatur pencampuran dan pemadatan dengan alat viskometer Cara ini dimaksudkan untuk menentukan temperatur campuran dan pemadatan campuran beraspal panas, mencakup pengujian kekentalan aspal secara empiris pada temperatur antara 1200 – 200 0C. Gambar peralatan diperlihatkan pada Gambar 2.8.[6]
40
Gambar 2.8. Tabung viskometer untuk pengujian viskositas II.3.2.3. Kontrol campuran beraspal Dalam tahap pencampuran agregat dan aspal, harus diperiksa dan dikontrol saat dilakukan proses pencampuran, meliputi : 1. Laboratorium Semua peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus diperiksa kesesuaiannya dengan persyaratan yang dipakai, dan prosedur – prosedur pengujian yang digunakan dalam spesifikasi harus tersedia di laboratorium dan diaplikasikan secara benar, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kalibrasi peralatan secara berkala. Dalam pengujian yang perlu diamati adalah metode pengujian contoh, jumlah contoh, frekuensi dan harus sesuai dengan spesifikasi. 2. Stock Pile Suatu penanganan agregat di tempat penyimpanan (stock pile) yang kurang baik akan sangat mempengaruhi perbedaan volumetrik campuran antara JMF dengan pelaksanaan. Pada saat proses penumpukan dan pemindahan agregat di Stock Pile sering terjadi segregasi dan terkontaminasinya agregat dengan tanah/lumpur. Sehingga akan
41
menyulitkan atau bahkan tidak mungkin operator AMP dapat mengadakan penyesuaian gradasi dalam waktu yang sangat terbatas. Untuk itu di perlukan pengetahuan dan keahlian yang cukup pada operator di saat pengujian dengan memeriksa data yang diperlukan di Stock Pile, meliputi : - Proses kebersihan agregat di Stock Pile, terutama kebersihan pasir. - Agregat tidak mengalami segregasi - Agregat tidak tercampur satu sama lainnya dan tidak terkontaminasi dengan tanah/lempung atau bahan lainnya. 3. Unit pencampur aspal (AMP) AMP merupakan satu unit alat yang memproduksi campuran beraspal panas. AMP yang paling sering digunakan adalah jenis Batch (penakaran). Komponen – komponen yang terdapat dalam AMP adalah : a. Cold Bin Cold Bin adalah tempat penyimpanan agregat kasar, agregat halus dan pasir. Material yang telah melalui Cold Bin sangat berpengaruh terhadap produksi campuran beraspal. Untuk itu perlunya kontrol kualitas yang ketat pada Cold Bin dengan melakukan pemeriksaan, meliputi : − Gradasi agregat Perubahan gradasi terjadi jika Quari atau supplier berbeda. Untuk itu setiap terjadi perubahan oleh quari atau supplier, dilakukan pembuatan JMF kembali. − Kondisi dari tiap Cold Bin Pencampuran agregat antara bin yang berdekatan dapat dicegah dengan cara membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih.
42
− Kalibrasi bukaan Cold Bin − Bukaan Cold Bin Bukaan Cold Bin kadang - kadang tersumbat jika agregat halus basah, agregat terkontaminasi tanah lempung atau penghalang lain yang tidak umum seperti batu dan kayu. − Kecepatan Conveyor dan pengontrolan aliran agregat dan membuang material yang tidak perlu. b. Dryer Setelah dari Cold Bin agregat dibawa ke Dryer yang mempunyai fungsi : 1) Menghilangkan kandungan air pada agregat, dan 2) Memanaskan agregat sampai suhu yang disyaratkan. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi : − Alat pengukur suhu − Pemeriksaan suhu pemanasan − Pemeriksaan kadar air secara tepat, yaitu dengan menggunakan cermin dan spatula, (ambil contoh secukupmya dan lewatkan cermin tersebut lalu amati kadar air yang menggembur pada permukaan cermin atau spatula). c. Hot Screen Setelah agregat kering dan dipanaskan, agregat diangkut dengan pengangkut panas (hot elevator) untuk disaring dan dipisahkan dalam beberapa ukuran. Pada umumnya proses penyaringan terjadi pelimpahan agregat, misalnya yang seharusnya masuk ke Hot Bin I tetapi terbawa ke Hot bin II. Pelimpahan ini pada kondisi normal
43
terjadi kurang dari 5% dan cenderung konstan, sehingga tidak terlalu mempengaruhi kualitas produksi. Hal ini terjadi bila : - Lubang saringan tertutup agregat. - Kecepatan produksi ditambah sehingga agregat yang disaring bertambah sementara efisiensi operasi penyaringan tetap. - Agregat halus basah, sehingga pada saat pengeringan dan pemanasan agregat tersebut akan menggumpal dan masuk ke Hot Bin yang tidak semestinya. - Lubang saringan sudah ada yang rusak, pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan harian secara visual pada kebersihan dan kondisi saringan. d. Hot Bin Jika agregat halus masih menyisakan kadar air (karena dryer kurang baik) setelah pemanasan, maka agregat yang sangat halus (debu) akan menempel dan menggumpal pada dinding Hot Bin dan akan jatuh setelah cukup berat. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan kecil pada gradasi agregat, yaitu penambahan material yang lolos saringan No. 200. e. Weight Hopper Pada bagian ini operator AMP sangat berperan. Jika keseimbangan waktu pencapaian berat Hot Bin sulit tercapai, maka operator harus membuang agregat tersebut dan melakukan pemeriksaan aliran material dari Cold Bin. Akan tetapi jika ketidakseimbangan waktu tersebut dipaksakan terus berjalan, maka dapat dipastikan terjadi penyimpangan gradasi akibat proporsi masing – masing Hot Bin karena tidak sesuai pemeriksaan yang dilakukan pada bagian : -
Kalibrasi timbangan termasuk timbangan aspal.
44
-
Kotak penimbang (Weight Box) tergantung bebas.
-
Kontrol harian terhadap kinerja operator AMP.
f. Pugmill Pugmill merupakan alat yang mencampur agregat dengan aspal. Setelah agregat ditimbang sesuai dengan proporsinya, maka agregat dan aspal dicampur di pugmill. Dalam Pugmill terjadi dua jenis campuran yaitu : 1. Pencampuran kering Lamanya pencampuran ini diusahakan
sesingkatnya mungkin untuk
meminimalkan degradasi agregat, umumnya 1 atau 2 detik. 2. Pencampuran basah Pada pencampuran juga diusahakan seminimal mungkin untuk menghindari degradasi dan oksidasi. Jika agregat kasar telah terselimuti aspal maka pencampuran basah dihentikan, karena dapat dipastikan agregat halus juga terselimuti aspal. Umumnya waktu pencampuran kurang dari 30 detik. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi : - Temperatur aspal (pada tangki aspal). - Lamanya pencampuran. - Tampak Visual yang keluar dari Pugmill, apakah campuran merata, terselimuti aspal, aspal menggumpal atau pugmill bocor. 4. Pemeriksaan hasil campuran beraspal Untuk mengetahui secara dini penyimpangan – penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diperbaiki dengan segera, maka pemeriksaan terhadap hasil produksi sangat diperlukan, pemeriksaan meliputi :
45
-
Secara visual temperatur campuran dapat diamati di atas dump truck. Bila berasap biru, berarti terlalu panas (over heating), dan jika menggumpal atau tidak seragam berarti kurang panas (under heating).
-
Pemeriksaan juga harus dengan alat terutama untuk pemeriksaan temperatur campuran di atas dump truck.
-
Pengambilan sampel untuk pengujian sifat – sifat (ekstraksi, analisa saringan, marshall, kepadatan, dan lain-lain) dengan frekuensi yang sesuai dengan spesifikasi.[3]
II.3.3. Penerimaan kontrol kualitas (quaility control acceptance) Penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance) dinyatakan dengan hasil proses kontrol kualitas (quality control processes).[17] Penerimaan tersebut dilakukan dengan menguji kualitas campuran beraspal yang telah selesai pada tahap pekerjaan jalan di lapangan, sehingga campuran beraspal harus sesuai dengan spesifikasi, meliputi : [6] 1. Pengambilan contoh dan pengujian (sampling and testing) Pengambilan contoh dan pengujian dicatat sebagai data yang bertujuan untuk menilai kualitas produksi apakah memenuhi syarat atau tidak. Salah satu kesalahan yang besar dalam menguji material adalah kegagalan untuk mengambil contoh yang mewakili. Contoh pengujian pada kontrol kualitas di lapangan adalah : 1. Pengujian kadar aspal 2. Pengujian kepadatan campuran aspal 3. Pengujian gradasi agregat
46
Namun, pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian kepadatan campuran aspal. Karena merupakan tolak ukur atau parameter dalam melakukan pembayaran proyek pekerjaan jalan. 2. Pengujian kepadatan di lapangan Untuk pengujian kepadatan lapangan dilakukan dengan pengambilan contoh inti (core) padat dari core drill atau memotong permukaan perkerasan atau pengujian dengan nuclear density tester. Selanjutnya contoh inti padat diuji di laboratorium untuk mendapatkan kualitas kepadatan campuran beraspal. Pengujian kepadatan dengan cara apapun, agar dilaksanakan berdasarkan pengujian secara acak (random), dengan jumlah minimum tertentu, umumnya setiap jarak 200 m. Nilai rata-rata kepadatan dan nilai tunggal yang didapat dari pengujian kepadatan harus masuk dalam kriteria yang disyaratkan oleh suatu proyek. Pengambilan contoh inti (core) dapat digunakan juga untuk mengukur ketebalan padat suatu hamparan campuran aspal panas. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian kepadatan dengan core drill : -
Contoh uji yang diambil dari lapangan pada umumnya basah karena pada saat pengambilan contoh dibantu dengan semprotan air.
-
Penimbangan contoh uji untuk mencari berat kering tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa.
-
Penimbangan contoh uji harus dilakukan setelah beratnya konstan. Artinya penimbangan harus dilakukan setelah contoh uji benar-benar kering.
47
Tabel 2.3. Perbandingan penerimaan rata – rata kepadatan secara statistik antara beberapa spesifikasi Jenis ukuran
Penerimaan rata – rata
sampel per lot
kepadatan (JSD %)
3- ∞
5
95
FHWA
5- ∞
5
95
NAASRA
6- ∞
6
93
FAA
3–8
4
90
AASHTO
3 – 50
6
90
Spesifikasi
Sampel
WSDOT
Sumber : Mahoney, J.P.’01.Hal.18.[10], Pavement Material ’89, hal.22.[13]
Dalam menentukan penerimaan proses kontrol kualitas (quality control processes) dan penerimaan kontrol kualitas (quality control acceptance), digunakan metode statistik dalam mengambil keputusan penyesuaian spesifikasi.[6] II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Kualitas Kontrol kualitas (quality control) dalam pekerjaan jalan sering mengalami ketidaksesuaian dengan spesifikasi. Namun, dengan menggunakan metode statistik, kesalahan – kesalahan pekerjaan jalan dapat dibuktikan melalui pengontrolan terhadap spesifikasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas (quality control) pekerjaaan jalan dengan metode statistik agar sesuai dengan spesifikasi adalah : II.4.1. Pemilihan sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi. Dimana populasi merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita, baik terhingga maupun tidak terhingga, dan disebut sebagai N. Sampel merupakan jumlah data
48
atribut dan data variabel yang memiliki karakteristik kualitas yang diklasifikasikan ke dalam suatu kriteria, dan disebut sebagai n. -
Data atribut adalah semua kerakteristik kualitas yang diklasifikasikan dalam kriteria baik atau jelek, bagus atau cacat, dan lain – lain. Data atribut biasanya dapat menyimpulkan informasi jumlah cacat atau persen cacat.
-
Data variabel adalah semua karakteristik yang dapat diukur, seperti berat yang diukur dalam gram. Ukuran – ukuran data variabel ini memberikan informasi yang lebih berguna untuk proses kontrol kualitas. Data ini dipakai untuk menentukan rata – rata dan standar deviasi yang sering disebut dengan x .[7]
Sampel dipilih secara acak (random), berguna untuk mengetahui kualitas pekerjaan jalan yang telah memenuhi spesifikasi. Sampel diperoleh dengan menggunakan penomoran acak dan dipilih berdasarkan lot. II.4.1.1. Pemilihan lot Lot adalah sekelompok bahan atau item pekerjaan yang akan diuji dan merupakan tempat di mana sampel akan diambil sesuai dengan spesifikasi. Lot disebut sebagai titik uji atau populasi, yaitu merupakan tempat sekelompok sampel yang akan diuji.
Gambar 2.9. Tempat pengujian atau tempat sekelompok sampel yang akan diuji disebut lot
49
Dapat ditentukan dengan menganggap lot sebagai nilai populasi N. Untuk menentukan jumlah lot dan sampel (jumlah titik uji), dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :[5]
N = 3 X …………………………………… …..(2.1). II.4.1.2. Teknik Sampling Dalam pengumpulan data, diperlukan sampel yang baik untuk diperkirakan. Penggunaan metode dalam pengumpulan data yang benar disebut teknik sampling. Dua hal yang dapat diterima dalam teknik sampling, yaitu : pertama, tidak dapat menjamin bahwa selalu mendapatkan sampel yang baik. Hal kedua adalah bahwa data harus diperoleh dalam kondisi yang terkendali. Ini termasuk persyaratan bahwa data harus homogen. Dalam sampling ada dua metode sampling : 1. Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara acak (variabel acak) yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen, maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih sama dalam populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan untuk terpilih dalam sampel adalah n/N. Pengambilan sampel secara acak ditentukan dengan menggunakan tabel bilangan acak. Prosedur penggunaan tabel dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah berikut : [5] a. Disediakan dua tabung gelas, plastik, karet gelang dan kertas. b. Disiapkan kertas sebanyak 110 lembar. Kelompok I, kertas diberi tulisan dari angka 0 sampai 9. Kelompok II, kertas diberi tulisan dari 1 sampai 100. c. Kertas digulung dan tulisan tidak boleh terlihat.
50
d. Masukkan kertas ke dalam masing – masing tabung gelas. Kemudian ditutup dengan plastik dan karet gelang lalu diberi lubang. e. Gelas dikocok selama kira – kira 10 detik dan keluarkan masing – masing 1 buah kertas kemudian dibaca dan dicatat seperti berikut : i) Angka yang keluar dari kelompok I sebagai Nomor Kolom (misal : x) ii) Angka yang keluar dari kelompok II sebagai Nomor Baris (misal : y) Koordinat (x; y) ditentukan pada tabel bilangan acak sebagai bilangan tiga digit yang dicari. 2. Non-random sampling berbeda dengan random sampling dalam hal sampel dipilih bukan berdasarkan sistem acak. [20] II.4.2. Metode Statistik Metode statistik dapat mempengaruhi kontrol kualitas (quality control) dalam membuat keputusan. Karena dari metode ini dapat diambil kesimpulan bahwa sampel yang diuji sesuai dengan spesifikasi. II.4.2.1. Distribusi Normal Distribusi normal merupakan asumsi normal dari data variabel yang berkelanjutan. Distribusi normal : •
Berhubungan dengan nilai mean, median dan modus.
•
Kurva normal yang simetris dan disebut kurva lonceng.
•
Persamaan linier yang berkelanjutan yang memiliki deviasi standar yang disebut sebagai σ . Semakin besar nilai σ , maka kurva akan semakin landai, dan semakin kecil nilai σ maka kurva akan semakin melancip menuju + ∞ ke - ∞ .
Mean sampel dapat dihitung pada persamaan berikut :[13]
51
1 n x = ∑ x i …………………… (2.2) n i=1
x + x 2 + x 3 ........ + x n x= 1 atau n
Deviasi standar sampel ditunjuk dan dihitung sebagai: n
s=
∑ (x i =1
− x) 2
i
…………………………………… (2.3)
n −1
Pangkat dua dari deviasi standar disebut variasi. n ∑ x i − (∑ x i ) 2 2
s = 2
n(n − 1)
………………………………. (2.4)
Deviasi standar populasi juga dapat ditentukan dengan adanya nilai populasi N. n
σ=
∑ (x i =1
i
− μ) 2
N
……………………………… (2.5)
Faktor koefisien juga digunakan dalam nilai statistik. s CV = x100 ……………………………..…(2.6) x Perhitungan Distribusi Normal Distribusi normal dikatakan sebagai distribusi normal standar adalah dengan rata – rata µ = 0 dan deviasi standar σ = 1 yang memiliki fungsi densitas berbentuk :
f(x) =
2 1 e −(x −μ) σ 2π
2σ 2
…………………………….. (2.7)
Nilai x mempunyai batas - ∞ < x < ∞ , sehingga dapat dikatakan berdistribusi normal. Probabilitas dari pengukuran jika lebih besar atau sama dengan nilai tertentu dapat ditentukan dengan mengintegrasikan persamaan :[19]
52
+∞
PR (x ≥ a) = ∫ f(x)dx = α ……………………………………… (2.8) a
Karena frekuensi luas di bawah kurva normal adalah sama dengan satu, probabilitas pengukuran yang kurang dari satu adalah PR (x < a) = 1 − Pn (x ≥ a) ……………………………………… (2.9) Standar data variabel ini disebut deviasi normal z, dan digunakan untuk mengubah setiap data variabel menjadi distribusi normal. Transformasi nilai x menjadi nilai z : z=
x −μ ….…………….………………… (2.10) σ
Penggunaan Tabel Distribusi Normal Tabel distribusi normal untuk variabel acak sehingga mendapatkan nilai normal. Nilai tabel tersebut merupakan solusi untuk mengetahui nilai yang diinginkan dengan batas tertentu :[19] +∞
PR (x ≥ Ka) = α =
∫
Ka
Kα =
Jika a < μ , maka K α =
−z n 1 .e 2 dz ……………………………. (2.11) 2π
a −μ …………………………………………………… (2.12) σ
a −μ atau disebut nilai K α mutlak positif. σ
PR (x ≥ a) = PR [{x − μ)/σ] ≥ [{a − μ)/σ}] = α PR (x ≥ a) = PR (z ≥ K α ) = α ………………………………….. (2.13) Sifat – sifat penting distribusi normal : 1. Grafiknya selalu ada di atas sumbu datar x 2. Bentuknya simetris terhadap x = µ
53
3. Grafiknya mendekati sumbu datar x dimulai dari x = μ + 3σ ke kanan dan x = μ − 3σ ke kiri.
Gambar 2.10. kurva distribusi normal Distribusi normal juga berfungsi sebagai pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis adalah cara pengambilan keputusan atau kesimpulan, dimana perumusan sementara mengenai sesuatu yang dibuat untuk menjelaskannya dan untuk menuntun atau mengarahkan penelitian selanjutnya. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penyelidikan. Kurva terdistribusi normal jika sampel ≥ 30.[16]
II.4.2.2. Distribusi t Walaupun distribusi normal sangat penting dan banyak digunakan dalam menentukan keputusan, namun, tidak satu – satunya jenis distribusi yang digunakan atau berlaku untuk analisis hanya distribusi normal. Melainkan distribusi tersebut adalah distribusi t. Distribusi t merupakan variabel acak tertentu yang terdistribusi secara normal. Namun, jika standar deviasi σ tidak diketahui, maka jika disubstitusi, standar deviasi sampel s digunakan ke variabel tersebut, tidak mengakibatkan
54
variabel acak sehingga tidak dapat terdistribusi normal, walaupun s merupakan σ . Biasanya sampel distribusi t ≤ 30. Distribusi t adalah :[19] t=
( x − μ) n ………………………………………….. (2.14) s
Distribusi ini banyak digunakan dalam solusi masalah ketika deviasi standar populasi tidak diketahui. Nilai rata – rata yang diharapkan dari distribusi ini adalah nol dan seperti distribusi normal, juga memiliki jangkauan - ∞ ke + ∞ . Namun, tidak seperti distribusi normal, nilai persen dari distribusi t merupakan fungsi dari derajat kebebasan dk atau v . PR (t ≥ t a;V ) = α ……………………………………….. (2.15)
Nilai v tergantung pada data variabel, yaitu ditunjukkan dalam persamaan dk atau v = n – 1. Penggunaan Tabel Distribusi Nilai persentase distribusi dilihat pada nilai yang memiliki konsep umum dalam pemecahan nilai probabilitas. Terdapat nilai – nilai variabel v dan persen risiko α yang memungkinkan terjadinya signifikansi dalam penerimaan sampel.[18]
α
µ
α
55
-t tabel
0
+ t tabel
Gambar 2.11. kurva distribusi t II.4.3. Risiko Pada spesifikasi, untuk pemilihan sampel yang berkualitas bisa mengalami kesalahan. Jika hasil kinerja pekerjaan tidak memuaskan, maka pekerjaan tersebut dapat ditolak dan menimbulkan kerugian, disebut risiko produsen. Sebaliknya, kesalahan yang menghasilkan penerimaan produk yang tidak memuaskan yang merugikan konsumen, disebut risiko konsumen. Agar kesalahan tidak terjadi, maka dalam perencanaan harus memiliki tingkat keyakinan (confidence level) penerimaan dalam bentuk persentase (1 hingga 100%). Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan tersebut dapat dipercaya dan spesifikasi juga menjadi standarisasi yang akurat.[13] Ada dua tipe risiko : 1. Risiko produsen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel berada di luar batas kontrol namun proses sebenarnya dalam kontrol (random effect) dengan nilai yang telah ditetapkan sebesar 5% atau 10%. Maksudnya adalah tingkat kepercayaan yang diterima, dimana rendahnya kemungkinan penolakan atau penerimaan sampel harus pada batas kontrol yang diterima (tingkat keyakinan kualitas minimum yang diterima biasanya 95% atau 90%). Risiko produsen disebut sebagai α . Tabel 2.4. Nilai rekomendasi untuk risiko produsen ( α ) Jenis Perencanaan Kontrol Kualitas
Risiko Produsen ( α )
56
Diterima / Ditolak
10 %
Ketetapan untuk Penerimaan
20 %
Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]
2. Risiko konsumen adalah kesalahan yang terjadi pada saat nilai sampel berada di dalam batas kontrol namun proses sebenarnya tidak dalam kontrol (terjadi proses pergeseran) dan ditetapkan sebesar 10% atau 20%. Maksudnya adalah rendahnya kemungkinan penerimaan atau persentase ditolaknya sampel dengan tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan. Risiko ditunjuk sebagai β . [13] •
Tingkat keyakinan terhadap rata – rata : σ diketahui, dengan batas 1 arah.[19]
σ LCL= x − K α ≤ μ ............................................................(2.16) n σ UCL= x + K α ≥ μ ............................................................(2.17) n •
Tingkat keyakinan terhadap sampel: σ tidak diketahui dengan batas 2 arah.
s s LCL= x − t α/2;n −1 ≤ x ≤ UCL= x + t α/2;n −1 ……………………(2.18) n n
II.4.4. Kriteria Penerimaan Merupakan batas di mana sampel yang telah di uji secara statistik menghasilkan nilai penerimaan Rc ≥ L serta menggunakan pengujian hipotesis dalam pengambilan keputusan.[11] 57
Rc = ( x - ks ) ≥ L…………………………………………(2.20) •
Uji Hipotesis.[19] − K α/2 ≤ z ≤ + K α/2
H : μ = μ0
− t α/2:n −1 ≤ t ≤ + t α/2:n −1 z ≥ Kα
H : μ ≥ μ0
t ≥ t α:n −1 z ≤ −K α
H : μ ≤ μ0
t ≤ t α:n −1
, H diterima
, H diterima
, H diterima
Rata – rata (satu populasi) :
(x − μ )
z=
0
n
σ
(x − μ )
t=
0
n
s
……………………………………………..(2.21)
……………………………………………..(2.22)
Rata – rata (dua populasi) : z=
t=
(σ (s
(x 2 x1
2 x1
1
− x2
/ n x1 + σ x 2 / n x 2
)
(x
………………………………...….(2.24)
1
) (
)
− x2
) (
2
)
/ n x1 + s x 2 / n x 2 2
)
………………………………..…(2.23)
Tabel 2.5. Pengambilan Keputusan dengan uji Hipotesis Hipotesis (H) Benar
Hipotesis (H) Salah
Terima H
Keputusan Benar
Risiko konsumen ( β )
Tolak H
Risiko produsen ( α )
Keputusan Benar
Sumber : sudjana ’84. Hal.
[16]
58
II.4.5. Persen kesalahan Untuk mengontrol perkerasan jalan, tingkat kualitas yang terbaik didefinisikan dalam persen kesalahan yang bertujuan : •
Mengetahui sampel yang tidak dapat diterima,
•
Dapat menyesuaikan dengan spesifikasi, sehingga mengetahui kesuksesan pekerjaan. Disebut dengan p (%).[11] Tabel 2.6. Nilai persen kesalahan Jenis fasilitas
Persentase Kesalahan (p)
Jalan Bebas
10 %
Jalan Raya dan Jalan Utama
15 %
Jalan Lainnya
20 %
Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.3. [11]
Dapat dihitung mengunakan persamaan di bawah ini :[10]
kα =
kp − k
(
)
1
2 1 2 + k ÷ (2(n − 1)) 2
1 1 2 2 k p = k + k α + k ÷ (2(n − 1)) …………………………(2.25) 2
(
kβ =
)
k − kp
(
)
1
1 2 2 + k ÷ (2(n − 1)) 2
1 1 2 2 k p = k + k β + k ÷ (2(n − 1)) …………………………(2.26) 2
(
)
Sehingga dapat dihitung sampel sebenarnya saat diketahui L (Batas Spesifikasi) dari kriteria penerimaan dan uji hipotesis.
59
n=
(K
− Kα ) σ2 2
β
(μ 0 − μ1 )2
…………………………………………(2.27)
Tabel 2.7. Rekomendasi jumlah sampel per lot (n) Komponen Pekerjaan
Jumlah sampel per Lot (n)
Pondasi Tanggul
6
Konstruksi
6
Tanah Dasar
6
Pondasi Bawah
9
Pondasi Atas (Agregat)
9
Lapisan Permukaan (Campuran aspal)
10
Sumber : Main Road Weastern Australia. (2008). Hal.4. [11]
II.4.6. Grafik kontrol dan Kurva OC 1. Grafik kontrol Grafik kontrol merupakan kumpulan data yang ditulis dalam bentuk grafik dan digunakan untuk membuat penilaian kontrol kualitas (quality control) pada proses kontrol kualitas (quality control processes) terhadap spesifikasi. Adapun jenis grafik kontrol, yaitu grafik X. Grafik X adalah jenis grafik kontrol yang menggunakan angka rata – rata dari contoh yang diambil dari pengujian permukaan perkerasan. Hasil yang akan diukur adalah sampel variabel atau atribut untuk mengetahui hasil atau tingkat kontrol kualitas yaitu rata – rata sampel. Grafik X mempunyai tiga parameter penting yang ditentukan dengan cara perhitungan dari data-data historis, yaitu: 1. Nilai rata-rata 2. Batas kontrol atas atau upper control limit (UCL)
60
3. Batas kontrol bawah atau lower control limit (LCL)
Gambar 2.12. Grafik kontrol Tahapan untuk membentuk grafik kontrol adalah sebagai berikut: 1. Grafik kontrol dibentuk dari data dimana kinerja masa depan dibandingkan dengan kinerja masa lalu. 2. Lalu dihitung angka rata-rata, batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. Batas kontrol berdasarkan pada distribusi sampling. 3. Kemudian digambar grafik kontrol dimana sumbu Y menunjukkan perhitungan variabel dan sumbu mendatar X menunjukkan jumlah sample. 4. Pada grafik ditulis angka hasil pengukuran sampel variabel atau atribut dari unit. 5. Lalu diterjemahkan arti grafik untuk melihat apakah: •
Proses terkontrol dan tidak perlu ada tindakan
•
Proses tak terkontrol maka perlu dicari penyebabnya
•
Proses terkontrol tetapi ada kecenderungan dimana harus memperingatkan kepada spesifikasi ada kemungkinan terjadi kondisi yang tidak acak atau kondisi yang tak terkendali.[7]
2. Kurva OC
61
Kurva (OC) adalah kurva yang diplotkan untuk menyajikan penerimaan kontrol kualitas. Kurva tersebut akan menunjukkan dan membedakan sampel yang dapat diterima atau tidak diterima terhadap spesifikasi. Kurva OC juga menjelaskan risiko yang terjadi pada pelaksanaan kontrol kualitas. Sehingga kurva merupakan batas statistik dari penilaian sampel yang akan dipilih nantinya. Sebuah kurva OC terhadap rata - rata ditunjukkan pada Gambar 2.15. Kurva OC menegaskan penerimaan sampel yang telah dikontrol kualitasnya dengan menggunakan resiko produsen ( α ) dan konsumen ( β ) sebagai signifikansi penerimaan dan faktor yang mempengaruhi kontrol kualitas bahan dan pekerjaan. Untuk penerimaan sampel ditentukan dengan (P/1 - α ). Dimana P menggunakan resiko konsumen ( β ) sebagai parameter proporsi kerusakan sampel. Sehingga dapat dilihat dengan tabel kurva OC kesesuaian spesifikasi yang telah menjadi standar perencanaan campuran beraspal sebelumnya.[13]
Gambar 2.13. Distribusi Normal dan Miring dengan jumlah sampel berbeda.[11]
62
Gambar 2.14. Batas Spesifikasi, Satu Batas maupun Dua Batas.[13]
Gambar 2.15. Distribusi rata – rata, kemungkinan penerimaan dengan kontrol rerata.[13]
63