BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL
2.1
Pengenalan Sistem Kontrol Definisi dari sistem kontrol adalah, jalinan berbagai komponen yang
menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap perubahan waktu (6th ed.,McGraw-Hill, 1987). Dengan demikian sebuah sistem kontrol dapat dicirikan dengan adanya mekanisme pengkondisian sistem untuk mencapai respon yang diinginkan. Berdasarkan tujuan perancangan sistem kontrol, mekanisme kerja sistem kontrol dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: regulator dan servomekanis. Mekanisme kerja regulator, bertujuan supaya nilai respon keluaran dijaga konstan sesuai nilai yang diinginkan. Namun mekanisme kerja servomekanis, bertujuan supaya respon keluaran sistem menghasilkan nilai-nilai tertentu yang menyebabkan sistem stabil. Dalam rangka memenuhi kebutuhan perancangan sistem kontrol, struktur sistem kontrol dapat digolongkan kedalam dua bagian besar, yaitu : sistem kontrol loop tertutup (closed loop) dan sistem kontrol loop terbuka (open loop). Sistem kontrol loop terbuka adalah konfigurasi dari sistem kontrol yang tidak memerlukan informasi mengenai keadaan keluaran sistem. Ilustrasi diagram blok
sistem kontrol loop terbuka ditunjukan melalui
gambar berikut:
7
r
p
Controller
q
Actuator
Plant
Gambar 2.1 : Konfigurasi sistem kontrol loop terbuka Sistem kontrol loop tertutup merupakan konfigurasi rancangan sistem kontrol, dimana kondisi keluaran selalu diukur dan diumpanbalikan pada terminal input. Ilustrasi diagram blok sistem kontrol loop tertutup ditunjukan melalui gambar berikut:
p
e = r-b r
Actuator
Plant Controller q b
Sensor
Gambar 2.2 : Konfigurasi sistem kendali loop tertutup Merujuk pada kedua gambar diatas, setiap jenis sinyal yang bekerja pada konfigurasi diagram blok terdiri dari : sinyal input (r), sinyal kontrol (p), sinyal output (q) dan sinyal umpan balik (b). Pada prakteknya konfigurasi rancangan sistem kontrol yang sering digunakan adalah, konfigurasi sistem kontrol loop tertutup.
8
Konfigurasi rancangan sistem kontrol loop tertutup lebih tahan terhadap gangguan dibandingkan rancangan sistem kontrol loop terbuka. Hal ini terjadi karena pada rancangan sistem kontrol loop tertutup respon keluaran selalu diawasi sehingga dapat mengkompensasi sinyal kontrol (u) yang akan diberikan pada plant. Dengan demikian peluang ketercapaian untuk mencapai nilai set point relatif lebih besar dibandingkan konfigurasi rancangan sistem kontrol loop terbuka.
2.2
Implementasi Rancangan Sistem Kontrol Komponen-komponen penting yang membangun sebuah sistem kontrol loop
tertutup terdiri atas : controller, aktuator, plant, dan transmitter. Masing-masing penjelasan mengenai komponen-komponen tersebut dijelaskan pada bab istilah dalam makalah ini. Dalam dunia nyata, implementasi perancangan sistem kontrol dapat berupa: sistem elektronik, sistem mekanik, dan sistem hydraulic. Pada pembahasan perancangan
sistem
kontrol
yang
sedang
dikerjakan,
sistem
kontrol
diimplementasikan melalui rancangan sistem elektronik. Implementasi rancangan sistem kontrol berkaitan dengan sifat fisis sinyal-sinyal input-output yang bekerja dalam komponen-komponen pembangun sistem kontrol.
2.2.1
Rancangan Sistem Kontrol Berbasis Komputer Implementasi perancangan sistem kontrol berbasis komputer tergolong
dalam sistem elektronik. Keunikan dari sistem berbasis komputer ini adalah, data-
9
data proses pengukuran dan pengontrolan harus berupa data digital. Berikut ilustrasi rancangan sistem kontrol berbasis komputer :
DAC
Vq
Actuator
Dq
Computer
Plant
Dt Vt
ADC
Sensor
Gambar 2.3 : Konfigurasi sistem kontrol berbasis komputer Merujuk pada gambar 2.3, komputer berperan sebagai pusat pengolahan data digital. Pengolahan data digital yang dimaksud meliputi pengumpulan data-data dari transmitter dan manipulasi data untuk menghasilkan sinyal kontrol Dq. Informasi mengenai nilai variabel fisis dalam plant ditunjukan melalui data digital Dt. Data analog Vt dari sensor perlu diubah menjadi data digital Dt, setelah terlebih dahulu dikonversi menggunakan ADC (Analog to Digital Converter ). Demikan pula sebaliknya untuk menggerakan aktuator sinyal kontrol Dq perlu dikonversi menjadi data analog Vq menggunakan DAC ( Digital to Analog Converter).
2.2.2
Kualitas Data pada Rancangan Sistem Kontrol Berbasis Komputer Permasalahan yang muncul ketika menerapkan rancangan sistem kontrol
berbasis komputer
adalah kualitas data. Kualitas data yang dikirm dari sensor
10
bergantung dari resolusi penyamplingan ADC. Penjelasan mengenai penyamplingan data analog oleh ADC dijelaskan melalui ilustrasi berikut :
Gambar 2.4 : Contoh penyamplingan oleh ADC 3 bit Merujuk pada gambar 2.4, dijelaskan bahwa banyaknya data analog yang disampling mengikuti perumusan berikut : Jumlah Data Sampling = 2n – 1
(2.1)
Jika n menyatakan jumlah bit yang dipkai ADC, maka banyaknya data hasil penyamplingan sebanyak 7 buah data digital. Pada gambar 3.1, variasi nilai digital 3 bit ADC ditunjukan dengan kode 000 sampai 111. Setiap kode data digital hasil penyamplingan merepresentasikan data analog melalui hubungan matematis berikut : Data Analog =
KodeDataDigital xVref JumlahDataSampling
(2.2)
Idealnya lebar tangga ( gambar 2.4) penyampling baik vertikal maupun horizontal adalah sama, lebar tangga tersebut direpresentasikan lewat nilai 1 LSB (Least
11
Significant Bit) . Nilai 1 LSB menyatakan selang terkecil data analog yang bisa disampling. Sehingga resolusi dari ADC dapat ditentukan dengan memberikan nilai 1 sebagai kode data digital dalam persamaan 2.2. Resolusi nilai ADC inilah yang mempengaruhi kualitas data dalam perancangan sistem kontrol berbasis komputer.
2.3
Perancangan Sistem Kontrol Konvensional Prinsip dasar dari perancangan sistem kontrol konvensional diawali dengan
analasis teoritik melalui pendekatan matematik terhadap sistem yang akan dibangun. Pendekatan matematik dilakukan untuk menciptakan rancangan sistem kontrol sesuai dengan hasil yang diharapkan dan hal tersebut berkaitan dengan kriteria performansi yang diinginkan. Berikut beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam perancangan sistem kontrol konvensional :
12
Gambar 2.5 : Alur proses perancangan sistem kontrol konvensional Beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam perancangan sistem kontrol adalah pemodelan sistem yang dikontrol. Kegagalan perancangan sistem kontrol banyak disebabkan oleh kesalahan dalam rangka memodelkan sistem. Dalam perancangan sistem kontrol konvensional model yang dihasilkan selalu berupa persamaan matematis. Lebih lanjut akan dibahas mengenai kelemahan pemodelan sistem melalui pendekatan matematis.
13
2.3.1
Karakteristik Sistem Pengenalan mengenai karakteristik sistem diperlukan untuk memberikan
gambaran utuh mengenai sistem yang akan ditinjau dalam kaitan perancangan sistem kontrol. Model sistem yang pertama adalah model LTI (Linear Time Invariant). Model sistem tersebut menyatakan kondisi sistem dimana perubahan kondisi output akibat variasi kondisi input bersifat linier dan tak tergantung waktu. Penjelasan mengenai sistem linear secara umum dijelaskan melalui persamaan berikut: F( a + b) = F (a) + F (b)
(2.3)
Dalam model system non-linear persamaan diatas tidak berlaku, sehingga kelakuan sistemnya menjadi sukar diprediksi. Dengan demikian prinsip super posisi pejumlahan tidak dapat dilakukan pada sistem non-liear. Ciri khas dari sistem nonlinear adalah kompleksitas model matematis yang bersangkutan. Namun bagi kebanyakan sistem yang ada di dunia nyata bersifat non linear.
2.3.2
Pemodelan Matematik Sistem Kontrol Pendekatan matematik yang sering digunakan dalam memodelkan sebuah
sistem kontrol ada dua. Pertama adalah metode fungsi transfer dan metode ruang keadaan. Namun terdapat persamaan pada kedua metode tersebut terhadap jenis sistem yang ditinjau, yaitu sistem harus berupa sistem linear. Pendekatan matematis mengenai sistem non-linear tak dapat dilakukan melalui dua pendekatan tadi.
14
Pada
prakteknya
analisis
fungsi
transfer diterapkan dengan cara
menggunakan transformasi laplace, untuk setiap model sistem yang bergantung terhadap waktu. Tinjaulah sebuah sistem dengan fungsi karakteristik dinamik, seperti ilustrasi berikut : d 2x m× 2 dt
x(t)
y(t)
Gambar 2.6 : Ilustrasi sebuah sistem dalam diagram blok Merujuk pada gambar 2.6, karakteristik sistem dapat ditentukan melalui hubungan input – output berikut : G(s) =
Y (s) = ms 2 X (s)
(2.3)
Bentuk persamaan 2.3 dihasilkan setelah melaui transformasi laplace terhadap persamaan diffrensial orde-2 tersebut. Namun meskipun transformasi laplace berkerja sangat baik ketika menyederhanakan bentuk-bentuk persamaan diffrensial, tetap saja syarat mutlaknya adalah, persamaan matematiknya harus berupa persamaan linear. Dalam perancangan sistem kontrol konvensional tahapan melakukan pemodelan matematik terhadap sistem yang dikontrol merupakan suatu persyaratan mutlak.
2.4
Performansi Rancangan Sistem Kontrol Performansi dari sebuah sistem kontrol berkaitan dengan kinerja sistem
yang dihasilkannya. Dalam rangka menentukan performansi suatu sistem, lebih
15
mudah jika menganalisis respon keluaran yang terjadi. Respon keluaran yang dimaksud disini adalah keadaan yang terjadi pada keluaran sistem untuk setiap periode waktu tertentu. Respon keluaran dari suatu sistem sangat dipengaruhi oleh jenis dan kondisi variabel input yang masuk pada masukan. Olehkarena itu dengan mengetahui respon keluaran suatu sistem, dapat dilakukan optimasi dari performansi sistem kontrol yang dibangun. Beberapa parameter yang digunakan sebagai kriteria penilaian performansi sebuah sistem kontrol adalah : error steady state, settling time, overshoot dan kestabilan.
2.4.1
Pengertian Error Steady State Penjelasan mengenai error diberikan untuk memberikan gambaran utuh
tentang error steady state. Error diartikan sebagai selisih antara nilai set point dengan nilai aktual. Perumusan matematiknya dijelaskan melalui persamaan berikut. E(t) = r – C(t)
(2.3)
dimana, r;
adalah nilai set point
C(t) ; adalah nilai aktual hasil pengukuran, berubah terhadap waktu E(t) ; adalah error nilai set point, berubah terhadap waktu t; adalah waktu Error steady state terjadi ketika keadaan sistem sudah tunak (steady) atau dengan merujuk persamaan 2.3, keadaan tersebut terjadi ketika waktu t menuju tak
16
berhingga.
Dengan demikian error steady state merupakan nilai error dimana
keadaan keluaran sudah tidak berubah lagi terhadap waktu.
2.4.2
Pengertian Overshoot dan settling time Kadangkala nilai set point yang diberikan berubah menjadi nilai set point
yang baru. Hal ini disebabkan adanya gangguan yang tidak bisa diprediksi dan berpengaruh pada kinerja sistem kontrol secara keseluruhan. Karakteristik perubahan keadaan sistem saat dipengaruhi oleh gangguan disebut dengan respon transien sistem kontrol. Penjelasan mengenai respon transient dijelaskan melalui ilustrasi berikut : C(t) Overshoot emax r tD t Gambar 2.5: Respon transient sistem kontrol terhadap gangguan Pada gambar 2.5 terlihat bahwa terdapat perubahan sistem sehingga dihasil error sebesar emax. Namun setelah selang waktu tD sistem kembali pada posisi awal, yaitu nilai set pointnya. Waktu yang dibutuhkan bagi sistem kontrol untuk kembali kepada nilai set point disebut dengan settling time , dengan kata lain delay atau
tD
merupakan settling time.
17
Overshoot merupakan nilai yang dicapai sistem kontrol ketika pertama kali mencapai nilai set point, dan selalu lebih besar dari nilai set point. Secara logika sistem kontrol yang baik selalu memiliki settling time minimum, namun hal ini tidak selalu benar karena mungkin settling time minimum akan menyebabkan overshoot.
2.4.3
Kestabilan Sistem Permasalahan utama yang sering dijadikan bahasan utama dalam sistem
kontrol adalah kestabilan sistem. Secara kualitatif kestabilan sistem dijelaskan melalui ilustrasi berikut : C(t)
r
Stabil
Tidak Stabil
t
Gambar 2.6 : Kestabilan sistem kontrol selama proses Beberapa pendekatan matematik yang sering dipakai dalam analisis kestabilan sistem adalah : metode root locus, metode pole placement, dan metode lypunov. Namun analisis kestabilan sistem
melalui pendekatan matematik tersebut hanya bisa
dilakukan pada sistem linear.
18
2.4.4
Keteramatan dan keterkontrolan Sistem dikatakan dapat diamati jika untuk setiap waktu t, variabel keadaan
sistem yang dikontrol dapat terukur dengan baik. Sistem dikatakan dapat dikontrol jika untuk setiap waktu t terdapat respon keluaran yang disebabkan oleh variasi nilai masukan. Istilah keteramatan dan keterkontrolan tersebut penting untuk memeriksa keadaan sistem yang akan dikontrol, sebelum dilakukan perancangan sistem.
19
20