ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB. II KONSEP MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
2.1 Konsep Mediasi Penal Berbicara mengenai hukum, maka harus juga membicarakan tentang masyarakat, karena tidak mungkin hukum tersebut terlepas dari masyarakat. Ada sebuah teori yang menjelaskan hal tersebut, yakni teori yang dikemukakan oleh Carl von Savigny, dimana menurutnya “das Recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem Volke” atau terjemahannya bahwa hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyrakat. 15 Oleh karena itu dalam memandang hukum, maka sudah barang tentu bahwa masyarakat juga harus di perhatikan. Berkaca dari hal tersebut, maka dalam penegakan hukum pun, kesadaran hukum masyarakat dan nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat sangatlah penting. Sebagaimana diungkapkan oleh Mochtar Kusuma Atmadja, bahwa hukum yang dibuat harus sesuai atau memperhatikan kesadaran hukum masyarakat. 16 Penyimpangan dari hal tersebut diatas menimbulkan kondisi Penegakan hukum (law enforcement) menjadi stagnan. Mengenai penegakan hukum di Indonesia, tidak akan bisa terlepas dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana karena berdasarkan katakata nya saja, istilah tersebut mengacu pada pelaksanaan hukum formil. Bisa dibilang yang dimaksud dengan penegakan hukum (law enforcement), bentuk kongkritisasinya adalah merupakan penjatuhan pidana atau sanksi. Berkaitan dengan hal tersebut, 15
hlm. 63.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2007),
16
Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 28.
12 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menurut Sauer ada tiga pengertian dasar dalam hukum pidana, yaitu sifat melawan hukum, kesalahan dan pidana.17 Dan selain identik dengan hukum formil, penegakan juga harus didasarkan atas peraturan yang dibuatnya. Berkenaan dengan pembuatan peraturan tersebut, ada satu aliran dan satu teori, yaitu Aliran Utilitarianisme dengan tokohnya Jeremy bentham, yang pada dasanya menyatakan bahwa setiap peraturan yang dibuat harus mempunyai nilai guna untuk masyarakat. Dikatakan dalam uraian menurut Bagir manan, bahwa penegakan hukum indonesia bisa dikatakan “communis opinio doctorum”, yang artinya bahwa penegakan hukum yang sekarang dianggap telah gagal dalam mencapaui tujuan yang diisyaratkan oleh Undang-Undang.18 Oleh karena itu, diperkenankanlah sebuah alternatif penegakan hukum, yaitu Restorative Justice System, dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio-kultural dan bukan pendekatan normatif. Di banyak negara, ketidakpuasan dan frustrasi dengan sistem peradilan formal atau melahirkan kembali kepentingan dalam melestarikan dan memperkuat hukum adat dan praktek peradilan tradisional telah menyebabkan panggilan untuk respon alternatif untuk kejahatan dan gangguan sosial. Banyak alternatif ini memberikan pihak yang terlibat, dan sering juga masyarakat sekitar, kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan konflik dan mengatasi konsekuensinya. Program keadilan restoratif didasarkan pada keyakinan bahwa pihak yang terlibat konflik harus secara aktif terlibat dalam menyelesaikan dan mengurangi konsekuensi negatif. Mereka juga didasarkan, 17
Dwidja Priyatno, Pemindanaan untuk Anak dalam Konsep Rancangan KUHP (dalam Kerangka Restorative Justice), Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA), Edisi VIII/Volume III, Bandung, 2007, hlm. 9. 18 Rudi Rizky (ed), Refleksi Dinamika Hukum (Rangkaian Pemikiran dalam Dekade Terakhir), (Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia, 2008), hlm. 4.
13 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dalam beberapa kasus, pada kemauan untuk kembali ke bangunan pengambilan keputusan dan masyarakat setempat. Pendekatan-pendekatan ini juga dilihat sebagai sarana untuk mendorong ekspresi damai konflik, untuk mempromosikan toleransi dan inklusivitas, membangun penghargaan atas keragaman dan mempromosikan praktek masyarakat yang bertanggung jawab.19 Dalam perkembangan wacana teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi pidana/penal (penal mediation) sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Menurut Detlev Frehsee,
20
meningkatnya
penggunaan restitusi dalam proses pidana menunjukkan, bahwa perbedaan antara hukum pidana dan perdata tidak begitu besar dan perbedaan itu menjadi tidak berfungsi. Selain itu, sebagai perbandingan maka penal mediation ditingkat internasional telah lama dikenal. Dalam beberapa konferensi misalnya Konggres PBB ke-9 tahun 1995 khususnya yang berkorelasi dengan manajemen peradilan pidana (dokumen A/CONF 169/6) disebutkan perlunya semua negara mempertimbangkan “privatizing some
law
enforcement
and
justice
functions” danAlternative
Dispute
Resolution/ADR) berupa mediasi, konsiliasi, restitusi dan kompensasi dalam sistem peradilan pidana. Kemudian
dalam
Konferensi
Internasional
Pembaharuan
Hukum
Pidana (International Penal Reform Conference) tahun 1999 dikemukakan bahwa salah 19
UNODC, Handbook on Restorative Justice Programmes. Criminal Justice Handbook Series, (Vienna: UN New York, 2006), hlm. 5 20 Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan, (Semarang: Pustaka Magister, 2008), hlm. 4-5.
14 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
satu unsur kunci dari agenda baru pembaharuan hukum pidana (the key elements of a new agenda for penal reform) adalah perlunya memperkaya sistem peradilan formal dengan sistem atau mekanisme informal dengan standar-standar hak asasi manusia (the need to enrich the formal judicial system with informal, locally based, dispute resolution mechanisms which meet human rights standards) yang mengindentifikasikan sembilan strategi pengembangan dalam melakukan pembaharuan hukum pidana melalui pengembangan restorative justice, alternative dispute resolution, informal justice, alternatives to custody, alternative ways of dealing with juveniles, dealing with violent
crime, reducing
the
prison
population,the
proper
management
of
prisons dan the role of civil in penal reform.21 Begitu pula dalam Konggres PBB ke-10 tahun 2000 (dokumen A/CONF. 187/4/Rev.3), antara lain dikemukakan bahwa untuk memberikan perlindungan kepada korban kejahatan, hendaknya diintrodusir mekanisme mediasi dan keadilan restorative (restorative
justice). Kemudian,
sebagai
tindak
lanjut
pertemuan
internasional tersebut mendorong munculnya dokumen internasional yang berkorelasi dengan
peradilan
restoratif
dan
mediasi
dalam
perkara
pidana
berupa the
Recommendation of the Council of Eure 1999 No. R (99) 19 tentang “Mediation in Penal Mattres”, berikutnya the EU Framework Decision 2001 tentang “the Stannding of Victim in Criminal Proceedings” dan The UN Principles 2002 (Resolusi Ecosoc 2002/12) tentang “Basic Principles on the Use Restorative Justice Programmes in 21
Lilik Mulyadi, “Penyelesaian Perkara Di Luar Pengadilan Melalui Dimensi Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pengkajian Asas, Norma, Teori dan Praktek”, Makalah ini dipresentasikan dalam rangka Penelitian untuk wilayah Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Mataram, Jambi dan Semarang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI (Badan Litbang Diklat Kumdil MARI) pada bulan April-Mei Tahun 2011
15 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Criminal Matters”. Kemudian, mediasi penal ini juga dikenal dalam beberapa UndangUndang pada Negara Austria, Jerman, Belgia, Perancis dan Polandia. Dari uraian di atas, maka diketahui bahwa maraknya wacana terhadap fenomena restorative justice merupakan antiklimaks atas hancurnya sistem pemidanaan yang ada pada saat ini. Sistem Pemasyarakatan sebagai pengganti Sistem Kepenjaraan ternyata sudah terbukti sama sekali tidak efektif dalam menekan tingginya angka kejahatan. Restorative Justice lebih memandang pemidanaan dari sudut yang berbeda, yaitu berkaitan mengenai pemenuhan atas kerugian yang diderita oleh korban, dan sekaligus diharapkan mampu mengembalikan magis religius dalam komunitas masyarakat si pelaku, sehingga kedamaian menjadi tujuan akhir dari konsep ini. Saat ini di dalam sistem hukum di Indonesia, sudah mulai mengarah kepada pengadopsian konsep restorative justice tersebut. Namun untuk sementara, masih diberlakukan secara partial dan memandang tingkat urgenitas yang sangat mendasar, yaitu dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Mediasi penal dapat juga dipahami adalah sebagai upaya mempercepat akselerasi proses sistem peradilan pidana dengan cara menyederhanakan prosedur dalam sistem peradilan pidana. Mempercepat akselerasi proses sistem peradilan pidana dengan cara menyederhanakan prosedur dalam sistem peradilan pidana, antara lain dalam bentuk restitusi, harus dilakukan dengan tetap memperhatikan prisip rule of law dan basic standards of a fair an just criminal proses. 22 Oleh karena itu, dalam
22
Hans Jorg Albercht, Settlements Out of Court: A Comparative Study of European Criminal Justice Syastem, Laporan Proyek Penelitia (research paper 19) South African Law Commision, September 2001, hlm.5
16 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menentukan kriteria-kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan bentuk mediasi penal juga harus memenuhi prinsip rule of law (negara hukum) dan basic standards of a fair and just criminal proces. Prinsip rule of law tersebut memiliki banyak pengertian.23 Interpretasi konsep rule of law dalam tradisi Anglo Saxon dapat dilihat sebagaimana disampaikan oleh Dicey, bahwa prinsip of law sangat terkait erat dengan fungsi peradilan yang bebas atau independen. Praktik mediasi penal dalam menyelesaikan perkara pidana tertentu, baik yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat dengan cara perdamaian antara pelaku dan korban yang diakhiri dengan pembayaran ganti kerugian kepada korban (Penal mediation out of court) maupun dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap-tahap proses peradilan pidana yang kesepakatan dan pembayaran ganti kerugiannya dari pelaku kepada korban hanya dijadikan sebagai pertimbangan yang meringankan tuntutan pidana dan penjatuhan pidana ( Penal mediation within court). Dalam penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution) tidak hanya dikenal dalam kaedah-kaedah hukum perdata, tetapi juga mulai dikenal dan berkembang dalam kaedah hukum pidana. Salah satu jenis ADR yang mulai dikembangkan dalam hukum pidana adalah dalam bentuk mediasi atau dikenal dengan istilah ‘mediasi penal’ (penal mediation). Di samping istilah tersebut, terdapat juga istilah lain yang dikenal dalam beberapa bahasa di dunia seperti “mediation in criminal cases” atau ”mediation in penal matters” yang dalam istilah Belanda disebut strafbemiddeling, dalam istilah
23
Vilhelm Aubert, The Rule of law and the Promotional Function of Law ini the Walfare State, dalam Dilemmas oflaw in the Welfare State, edited by Gunther Teubner, Berlin: Walter de Gruyter & Co, 1985, hlm.29.
17 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jerman disebut ”Der Außergerichtliche Tataus-gleich” (disingkat ATA), dan dalam istilah Perancis disebut ”de mediation pénale”. Mediasi penal merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) yang lebih populer di lingkungan kasuskasus perdata, namun bukan berarti tidak dapat diterapkan di lingkungan hukum pidana. Ada beberapa aturan yang dapat menjadi dasar hukum pemberlakuan mediasi penal di Indonesia, antara lain : 1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959, menyebutkan bahwa persidangan anak harus dilakukan secara tertutup. 2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987, tanggal 16 November 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak. 3. Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002/j.a/4/1989 tentang Penuntutan terhadap Anak 4. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1644 K/Pid/1988 tanggal 15 Mei 1991 dimana dalam ratio decidendi putusan disebutkan bahwa apabila seseorang melanggar hukum adat kemudian Kepala dan Para Pemuka Adat memberikan reaksi adat (sanksi adat) maka yang bersangkutan tidak dapat diajukan lagi (untuk kedua kalinya) sebagai terdakwa dalam persidangan Badan Peradilan Negara (Pengadilan Negeri) dengan dakwaan yang sama melanggar hukum ada dan dijatuhkan pidana penjara menurut ketentuan KUH Pidana (Pasal 5 ayat (3) sub b UU drt Nomor 1 Tahun 1951) sehingga dalam keadaan demikian pelimpahan berkas perkara serta tuntutan
18 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kejaksaan di Pengadilan Negeri harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk Verklaard). 5. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532/E/11/1995, 9 Nov 1995 tentang Petunjuk Teknis Penuntutan Terhadap Anak 6. Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham 7. Memorandum of Understanding No. 20/PRS-2/KEP/2005 DitBinRehSos Depsos RI dan DitPas DepKumHAM RI tentang pembinaan luar lembaga bagi anak yang berhadapan dengan hukum 8. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang kewajiban setiap PN mengadakan ruang sidang khusus & ruang tunggu khusus untuk anak yang akan disidangkan 9. Himbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007 10. Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan 3/2008 tentang Pembentukan RPK dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi&/Korban Tindak Pidana 11. TR/1124/XI/2006
dari
Kabareskrim
POLRI,
16
Nov
2006
dan
TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang Pelaksanaan Diversi Dan Restorative Justice Dalam
Penanganan
Kasus
Anak
Pelaku
Dan
Pemenuhan
19 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kepentingan Terbaik Anak Dalam Kasus Anak Baik Sebagai Pelaku, Korban Atau Saksi 12. Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI Nomor : 12/PRS2/KPTS/2009, Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.04.HM.03.02 Th 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor 11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI Nomor : 06/XII/2009, dan Kepolisian Negara RI Nomor : B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan dengan Hukum , tanggal 15 Desember 2009 13. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum Dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI, NO.166/KMA/SKB/XII/2009,NO.148 A/A/JA/12/2009, B/45/XII/2009,
NO.M.HH-08 HM.03.02 Tahun
2009,
NO. NO.
10/PRS-
2/KPTS/2009, NO. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. 14. Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR) 15. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri 16. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
20 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sedangkan
di
dalam
Undang-Undang
Nomor
35
Tahun
2009,
penerapan restorative justice, hanya pada sebahagian prosesnya saja, yaitu adanya kewajiban proses merehabilitasi bagi pecandu Narkotika saja. Hulsman mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana pada hakikatnya merupakan masalah sosial (social problem) dengan alasan :24 1) The criminal justice system inflicts suffering; 2) The criminal justice system does not work in terms of its own declared aims; 3) Fundamental uncontrolability of criminal justice system. 4) Criminal justice system approach is fundamentally flawed . Sistem peradilan pidana merupakan sistem yang terdiri atas sub-sub sistem sepertilembaga kepolisian, lembaga kejaksaan, lembaga pengadilandan lembaga pemasyarakatan, bahkan termasuk penasihat hukum. Dalam bekerjanya sistem peradilan pidana Indonesia berlandaskan pada Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai hukum formil untuk melaksanakan hukum pidana materiil. Dalam proses peradilan pidana, bekerjanya sistem peradilan pidana terdapat saling kebergantungan (interdepency) antara sub sistem satu dengan sub sistem lainnya. Mediasi penal merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan restorative justice, yaitu konsep yang memandang kejahatan secara lebih luas. Konsep ini memandang bahwa kejahatan atau tindak pidana bukanlah hanya sekedar urusan pelaku
24
Hulsman ; Soedjono Dirdjosisworo, perbandingan hukum, Jakarta, Rajawali, hlm. 46
1984, Sistem
Peradilan
Pidana:
dalam
sistem
21 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tindak pidana dengan negara yang mewakili korban, dan meninggalkan proses penyelesaiannya hanya kepada pelaku dan negara (Jaksa penuntut umum). Restorative justice menuntut proses peradilan pidana untuk memberikan pemenuhan kepentingan-kepentingan korban sebagai pihak yang dirugikan akibat perbuatan pelaku. Sehingga diperlukan pergeseran paradigma dalam pemidanaan untuk menempatkan mediasi penal sebagai bagian dari sistem peradilan pidana. Mediasi pidana yang dikembangkan bertolak dari ide dan prinsip kerja (working principles) sebagai berikut:25 a) Penanganan konflik (Conflict Handling/ Konfliktbearbeitung); b) Berorientasi pada proses (Process Orientation; Prozessorientie-rung); c) Proses informal (Informal Proceeding - Informalität); d) Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autono-mous Participation - Parteiautonomie/Subjektivierung)26 Sementara itu European Forum For Victim Service memberikan Guiding Principles dalam mediasi sebagai yakni :27 Mediasi membutuhkan keterlibatan korban dan oleh karena itu penting bahwa kepentingan mereka dianggap sepenuhnya, proses mediasi hanya boleh digunakan dengan persetujuan tanpa paksaan dari para pihak dan pihak harus dapat menarik persetujuan pada setiap mediasi korban / pelaku kriminal. Proses mediasi harus mencakup tanggung jawab pelaku menerima atas tindakan dan pengakuan serta konsekuensi merugikan dari kejahatan, bagi korban sangat penting semua orang
yang terlibat dalam proses mediasi telah menerima
25
Stefanie Tränkle, The Tension between Judicial Control and Autonomy in Victim-Offender Mediation - a Microsociological Study of a Paradoxical Procedure Based on Examples of the Mediation Process in Germany and France, http://www.iuscrim.mpg.de/ orsch/krim/traenkle_e.html 26 Aditama Soedarto, 1977, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni hlm 36 27 Ibid
22 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pelatihan yang tepat pada isu-isu khusus mengenai korban kejahatan yang akan relevan dengan proses mediasi. Mediasi penal di sini hanya bersifat memperingan tuntutan, oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan mediasi beserta kekuatan hukum dari akte kesepakatan hasil mediasi penal. Jadi pelaku tetap dipidana akan tetapi pidananya diperingan. Sementara itu dalam menangani kasus tindak pidana yang masuk ke dalam katagori 'delik biasa', seperti kasus-kasus yang mengandung unsur kelalaian seperti dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 378 tentang penipuan yang biasanya antara korban dan pelaku sudah saling mengenal, maka dapat dilakukan mediasi di mana korban dapat meminta ganti kerugian kepada pelaku dengan sebuah akta kesepakatan bahwa telah dilakukan pembayaran ganti kerugian kepada korban. Namun demikian meskipun telah dilakukan kesepakatan mengganti kerugian kepada korban, proses penuntutan terhadap pelaku tindak pidana tetap dilakukan, dengan alasan kejaksaan bekerja berdasarkan aturan normatifnya, selama belum ada aturan yang mengatur kedudukan mediasi penal dalam penuntutan berarti kasus tetap diproses, namun karena telah dilakukan pembayaran ganti kerugian, alasan tersebut hanya menjadi salah satu alasan pertimbangan Jaksa Penuntut untuk memperingan maksimum tuntutannya.28 Dalam hukum pidana tidak dikenal mediasi penal, namun demikian ada kesempatan bagi korban untuk menggugat ganti kerugian kepada pelaku melalui gugatan perdata dan proses peradilan pidana tetap dijalankan. Namun sebenarnya apabila kita mempermasalahkan mediasi penal dalam hal penentuan pengganti kerugian 28
2014
www/http Monang Pardede, Aspidum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, akses tanggal 24 Juli
23 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dari pelaku kepada korban hal ini dimungkinkan, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat. Ganti kerugian terhadap korban dalam pidana bersyarat merupakan salah satu syarat khusus yang telah dilakukan oleh terpidana, di samping ketentuan pidana yang akan dijatuhkan oleh hakim tidak lebih dari 1 (satu) tahun untuk pidana penjara. Masyarakat sebenarnya membutuhkan lembaga mediasi penal, khususnya untuk delik-delik aduan, seperti penghinaan, tindak pidana pencurian yang melibatkan anggota keluarga, kasus-kasus yang unsur pidananya tidak jelas, dan kasus-kasus dengan nilai kerugian yang ringan atau sedikit. Dalam kasus-kasus seperti ini apabila tetap diproses dalam peradilan pidana justru akan lebih banyak nilai kerugiannya. Pengalaman praktik mediasi penal oleh hakim tidak pernah dilakukan, oleh karena tidak ada peraturan normatif yang mengaturnya, biasanya hal-hal yang menyangkut kesepakatan para pelaku dan korban ada pada tingkat penyidikan dan penuntutan, hakim hanya memberikan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang dikemukakan dalam surat dakwaan yang salah satunya kesepakatan yang dicapai melalui mediasi sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Temuan praktik mediasi di tingkat Mahkamah Agung RI, bahwa mediasi penal di lingkungan Mahkamah Agung telah dipraktikan dalam kasus tindak pidana yang pelakunya anak di bawah umur. Pelaksanaan mediasi penal untuk pelaku anak di bawah umur ini didasarkan pada Kesepakatan Antara Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan Para Ketua Muda Mahkamah Agung dalam Rapat Pimpinan Mahkamah Agung RI di Novotel Hotel Bagor, 17 mei 2009 yang membahas tentang temuan hukum serta permasalahan-permasalahan yang timbul di Mahkamah Agung dan
24 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jajaran Peradilan di Bawahnya. Praktik mediasi penal untuk pelaku anak di bawah umur telah diujicobakan di lingkungan Pengadilan Negeri Jawa Barat.29 Dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebenarnya telah banyak dilakukan praktik mediasi penal dalam menyelesaikan kasus-kasus pidana meskipun tidak mengemuka, sehingga kasus tersebut tidak sampai pada proses peradilan pidana. Praktik mediasi penal yang dilakukan oleh masyarakat biasanya menggunakan tokoh masyarakat atau tokoh agama sebagai mediatornya. Namun demikian meskipun telah diselesaikan secara mediasi penal, tidak menghapuskan kewenangan penyidik untuk melakukan penyidikan jika suatu saat diketahui oleh penyidik telah terjadi tindak pidana yang termasuk katagori delik biasa yang telah didamaikan. Dengan demikian kedudukan akta kesepakatan damai tetap lemah, karena masih dapat dilakukan penuntutan, namun demikian keberadaan akta kesepakatan damai tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk memperingan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jadi apabila diketahui oleh aparat penegak hukum proses peradilan pidana terhadap pelaku tetap diadakan, sehingga tidak menghapuskan penuntutan. Dalam rangcangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tentang mediasi penal diatur pada Pasal 111: (1) Penyidik berwenang menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.
29
www// http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article di akses 24 Juli 2014
25 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(2) Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilakukan atas dasar: a. putusan hakim praperadian atas dasar permintaan korban/pelapor; b. dicapainya
penyelesaian
mediasi
antara
korban/pelapor
dengan
tersangka. (3) Tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. tindak pidana yang dilakukan bersifat ringan; b. tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat tahun); c. tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan pidana denda; d. umur tersangka pada waktu melakukan tindak pidana di atas 70 (tujuh puluh) tahun; e. kerugian sudah diganti; (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dan huruf e hanya berlaku untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; (5) Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada atasan penyidik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian melalui mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Rancangan KUHAP tersebut di atas dimungkinkan adanya mediasi penal pada tingkat penyidikan sebagai alasan penyidik menghentikan suatu perkara pidana dan juga diatur secara limitatif tentang tindak pidana bagaimanakah yang dapat dilakukan mediasi. Persoalan yang muncul bagaimana jika ditingkat penyidikan para pihak tidak melakukan mediasi penal, tetapi kesadaran itu muncul pada tingkat penuntutan atau pada sidang pengadilan apakah mediasi penal dapat dilakukan ? Menurut pemikiran bahwa mediasi dapat saja dilakukan pada tingkat penuntutan maupun pada sidang pengadilan dengan pertimbangan kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan hukum dengan argumentasi adalah jika mediasi penal dilakukan pada tingkat penuntutan, asas yang dapat digunakan adalah asas oportunitas yang merupakan ajaran yang memberikan kewenangan kepada Jaksa untuk mengenyampingkan perkara, walaupun telah cukup bukti-buktinya, demi kepentingan umum baik dengan syarat maupun tanpa syarat. 30 Asas oportunitas secara normatif diatur padal Pasal 35 huruf c Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan rumusan; Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, yang terkenal dengan sebutan seponering. Sedangkan pada sidang pengadilan mediasi penal dimungkinkan dapat dilakukan dengan pertimbangan para pihak benar-benar menyadari pentingnya menyelesaikan konflik melalui musyawarah dengan kesadaran akan manfaat dari perdamaian dan saling memaafkan, ini pernah dilakukan oleh Hakim Bismar Siregar. Kemudian dalam Pasal 14 huruf f Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan 30
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta, hal. 14.
27 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri ditentukan bahwa penerapan Konsep Alternative Dispute Resolution (pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternatif yang lebih efektif berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum atau litigasi), misalnya melalui upaya perdamaian. Mediasi penal di sini hanya bersifat memperingan tuntutan, oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan mediasi beserta kekuatan hukum dari akte kesepakatan hasil mediasi penal. Jadi, pelaku tetap dipidana akan tetapi pidananya diperingan. Namun demikian meskipun telah dilakukan kesepakatan mengganti kerugian kepada korban, proses penuntutan terhadap pelaku tindak pidana tetap dilakukan, dengan alasan kejaksaan bekerja berdasarkan aturan normatifnya, selama belum ada aturan yang mengatur kedudukan mediasi penal dalam penuntutan berarti kasus tetap diproses, namun karena telah dilakukan pembayaran ganti kerugian, alasan tersebut hanya menjadi salah satu alasan pertimbangan Jaksa Penuntut untuk memperingan maksimum tuntutannya. Pengalaman praktik mediasi penal oleh hakim tidak pernah dilakukan, oleh karena tidak ada peraturan normatif yang mengaturnya, biasanya hal-hal yang menyangkut kesepakatan para pelaku dan korban ada pada tingkat penyidikan dan penuntutan, hakim hanya memberikan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang dikemukakan dalam surat dakwaan yang salah satunya kesepakatan yang dicapai melalui mediasi sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Mediasi penal juga selain dapat dipahami sebagai suatu mekanisme penyelesaian perkara diluar proses pengadilan, juga dapat dipahami sebagai salah satu mekanisme penjatuhan sanksi pidana. Sanksi pidana dapat dikalsifikasikan dalam
28 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
berbagai cara, baik hukum pidana Belanda maupun Indonesia, berdasarkan asas konkordansi, telah sama dalam membedakan antara pemidanaan (punishmen) dan tindakan (measures), kemudian membedakan pula antara pidana pokok dan pidana tambahan. 31 Selain itu, pemidanaan juga bisa dibedakan antara judicial sanction (pemidanaan berdasarkan putusan pengadilan) dan extrajudicial sanction yakni dengan menggunakan mekanisme mediasi penal 32 Mekanisme penyelesaian diluar proses pengadilan sudah dikenal lama dalam sistem hukum Belanda. Sejarah lahirnya wet tot vereenvoudiging van de rechtspleging in lichte stafzaken (Undang-undang penyederhanaan penyelenggaraan pemeriksaan pengadilan untuk kasus-kasus pidana ringan) tanggal 5 juli 1921, Stb.883, menunjukan bahwa pada masa itu pemerintah Belanda sedang mengalami persolan dengan peningkatan perkara yang masuk untuk diproses di pengadilan. Mediasi penal dapat juga dipahami dalam kerangka pemikiran kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal istilah “politik kriminal”. Selain itu, penerapan mediasi penal juga relevan dengan pemikiran atau konsep restorative justice, walaupun jelas terlihat dari sejarahnya bahwa mediasi penal lahir dari desakan kondisi meningkatnya perkara tindak pidana yang bersifat ringan yang membebani sistem peradilan pidana. Penyelesaian diluar pengadilan oleh Tristam Pascal Moeliono, penerjemah buku Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Strafrecht, cetakan ke-14 (tahun 1995) yang ditulis oleh Jan Remmelink, diartikan dengan “Penyelesaian Di Luar Pengadilan”
31
J.F. Nijboer, Introduction To Dutch Law, Edisi revisi ketiga, the Hague: Kluwer Law International, 1999, hlm.403. 32 Ibid.
29 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dapat dipahami sebagai salah satu cara hilangnya kewenangan penuntutan terhadap tindak pidana jika jaksa/penuntut umum sebelum memulainya persidangan menetapkan satu atau lebih persyaratan (terutama disebutkan dalam bentuk restitusi atau konpensasi tertentu) untuk mencegah atau mengakhiri diteruskannya penuntutan pidana karena suatu kejahatan. Mardjono Reksodiputro, mengenai “penyelesaian tuntas diluar pengadilan” dan padanannya dalam bahasa Inggris adalah “settelement outside of court”.33 Penyelesaian perkara diluar proses pengadilan di Indonesia dapat dijumpai dalam Pasal 82 KUHP yakni kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan sukarela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya. Jika disamping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat yang ditunjuk. Dalam penulisan penelitian ini, dipergunakan konsep “tindak pidana yang bersifat ringan”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP. Berlakunya mediasi penal sebagai alasan hapusnya kewenangan melakukan penuntutan di masa mendatang adalah sejalan dengan kebijakan konsep KUHP tahun 2008 tentang gugur atau hapusnya kewenangan menuntut tindak pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 145 huruf d, e, dan f yang menentukan bahwa kewenangan penuntutan gugur jika : (d). Penyelesaian di luar proses. (e). Maksimum pidana denda dibayar dengan suka rela bagi tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan
33
Mardjono Reksodiputro, Rekonstruksi Sistem Peradilan Pidana Indonesia, loc.cit.
30 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pidana denda paling banyak katagori II. (f). Maksimum pidana denda dibayar dengan suka rela bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. Sementara itu sebagai alasan menghapus kewenangan menjalankan pidana bagi pelaku yang telah dijatuhi putusan hakim berupa pidana penjara, mediasi penal dalam tahapan eksekusi ini sejalan dengan Pasal 57 RUU KUHP tentang perubahan atau penyesuaian pidana, yang dapat berupa pencabutan atau penghentian sisa pidana atau tindakan dan penggantian jenis pidana atau tindakan lainnya. Dalam Hukum Positif Indonesia perkara pidana tidak dapat diselesaikan diluar proses pengadilan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu dimungkinkan pelaksanaanya. Dalam praktiknya penegakan hukum pidana di Indonesai, walaupun tidak ada landasan hukum formalnya perkara pidana sering diselesaikan diluar proses pengadilan melalui diskresi aparat penegak hukum, mekanisme perdamaian, lembaga adat dan sebagainya. Konsekuensi makin diterapkan eksistensi mediasi penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara dibidang hukum pidana melalui restitusi dalam proses pidana menunjukkan, bahwa perbedaan antara hukum pidana dan perdata tidak begitu besar dan perbedaan itu menjadi tidak berfungsi.34 Menurut Barda Nawawi Arief, alasan dipergunakan mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana adalah karena ide dari mediasi penal berkaitan dengan masalah pembaharuan hukum pidana (Penal Reform), berkaitan juga dengan masalah pragmatisme, alasan lainnya adalah adanya ide perlindungan korban, ide harmonisasi, ide restorative justice, ide mengatasi kekakuan (formalitas) dan efek negatif dari sistem 34
Barda Nawawi Arief, 2008, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan, Pustaka Magister, Semarang, hlm. 4-5.
31 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
peradilan pidana dan sistem pemidanaan yang berlaku, serta upaya pencarian upaya alternatif pemidanaan (selain penjara).35 Sebenarnya dalam masyarakat Indonesia penyelesaian suatu perkara baik perdata maupun pidana dengan Mediasi Penal bukan hal baru, hal ini dibuktikan dengan adanya penyelesaian dengan pendekatan musyawarah. Bila dilihat secara histories kultur (budaya) masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan konsensus.36 Menurut Mudzakkir mengemukakan beberapa kategorisasi sebagai tolok ukur yang dapat diselesaikan di luar pengadilan melalui Mediasi Penal adalah sebagai berikut: 1. Pelanggaran hukum pidana tersebut memiliki pidana denda sebagai ancaman pidana dan pelanggar telah membayar denda tersebut (Pasal 80 KUHP). 2. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori “pelanggaran”, bukan “kejahatan”, yang hanya diancam dengan pidana denda. 3. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk tindak pidana di bidang hukum administrasi yang menempatkan sanksi pidana sebagai ultimum remedium. 4. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori ringan/serba ringan dan aparat penegak hukum menggunakan wewenangnya untuk melakukan diskresi. 35
Barda Nawawi Arief, 2000, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Semarang, hlm. 169-171. 36 Mushadi, 2007, Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia, Walisongo Mediation Center, Semarang, hlm. 38
32 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Pelanggaran hukum pidana biasa yang dihentikan atau tidak diproses ke pengadilan (deponir) oleh Jaksa Agung sesuai dengan wewenang hukum yang dimilikinya. 6. Pelanggaran hukum pidana tersebut termasuk kategori pelanggaran hukum pidana adat yang diselesaikan melalui lembaga adat.37 Adapun latar belakang pemikirannya ada yang dikaitkan dengan ide-ide pembaharuan hukum pidana (penal reform), dan ada yang dikaitkan dengan masalah pragmatisme, ide-ide ”penal reform” yakni, ide perlindungan korban, ide harmonisasi, ide restorative justice, ide mengatasi kekakuan/formalitas dalam sistem yang berlaku, ide menghindari efek negatif dari sistem peradilan pidana dan sistem pemidanaan yang ada saat ini, khususnya dalam mencari alternatif lain dari pidana penjara (alternative to imprisonment/alternative to custody). Latar belakang pragmatisme antara lain untuk mengurangi stagnasi atau penumpukan perkara (“the problems of court case overload”)38, untuk penyederhanaan proses peradilan. Mengenai latar belakang ide dasar pemikiran dari model mediasi ini, Rekomendasi No. R (99) 19 dari Komisi para Menteri Dewan Eropa (the Committee of Ministers of the Council of Europe) 15 September 1999 pernah menyatakan, bahwa:
37
Mudzakkir, Dalam I Made Agus Mahendra Iswara, “Mediasi Penal Penerapan Nilai-Nilai Restoratif Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, h.55-56. 38 Upaya untuk mengurangi beban pengadilan (penumpukan perkara), di beberapa negara lain juga ditempuh dengan dibuatnya ketentuan mengenai “penundaan penuntutan” (“suspension of prosecution”) atau “penghentian/penundaan bersyarat” (“conditional dismissal/discontinu-ance of the proceedings”) walaupun bukti-bukti sudah cukup, seperti diatur dalam Pasal 248 KUHAP (Hukum Acara Pidana) Jepang) dan Pasal 27-29 KUHP (Hukum Pidana Materiel) Polandia. (Lihat Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, BP UNDIP. Semarang, cetakan ke-3, 2000, hal. 169-171).
33 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Ide mediasi penal mempersatukan mereka yang menghendaki dilakukannya
rekonstruksi model terdahulu, mereka yang menghendaki diperkuatnya kedudukan korban, mereka yang menghendaki alternatif pidana, dan mereka yang menghendaki dikuranginya pembiayaan dan beban kerja dari sistem peradilan pidana atau membuat sistem ini lebih efektif dan efisien. Dalam praktek peradilan pidana di Indonesia pun pernah terjadi (dalam kasus Ny. Ellya Dado, disingkat “Kasus Ny. Elda”), adanya “perdamaian” digunakan sebagai pertimbangan untuk menyatakan bahwa tindak pidana yang terbukti tidak lagi merupakan suatu kejahatan ataupun pelanggaran, dan oleh karenanya melepaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum.40
2.2 Teori Penyelesaian Perkara Melalui Mediasi Penal Mediasi Penal (Penal Mediation), dari perspektif terminologinya dikenal dengan istilah mediation in criminal cases, mediation in penl matters, victim offenders mediation, offender victim arrangement (Inggris), strafbemiddeling (Belanda), der AuBergerichtliche Tatausgleich (Jerman), de mediation penale (Perancis).41 Menurut Ms.Toulemonde (Menteri Kehakiman Perancis) mediasi penal adalah “sebagai suatu alternatif penuntutan yang memberikan kemungkinan penyelesaian 39
Recommendation No. R (99) 19 by the Committee of Ministers of the Council of Europe, Mediation In Penal Metters, http://sfm.jura.uni-sb.de/archives/images/mediation-en%5B1%5D.doc. Diakses tanggal 5 April 2014. Jam.14.20. 40
Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur, No. 46/PID/78/UT/ WANITA, 17 Juni 1978. Hakim ketua sidang : Bismar Siregar, SH. 41 Lilik Mulyadi, “Mediasi Penal” Dalam Sistem Peradilan Pidana Pengkajian Asas, Norma, dan Praktik, Makalah Seminar hasil penelitian tentang, Mediasi Penal Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Badan Litbang Dillat Kumdil Mahkamah Agung RI, pada tanggal 26 Oktober 2011, di Hotel Alila Pecenongan, Jakarta Pusat, hlm. 1.
34 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
negoisasi antara pelaku tindak pidana dengan korban”. 42 Sedangkan Martin Wright mengartikan mediasi penal sebagai “a process in which victim(s) and offender(s) communicate with the hel of an impartial third party, either directly (face to face) or indirectly via the third party, enabling victim(s) to ekspress their needs and feelings and offender(s) to accept act on their responsibilities”.43 (Suatu proses dimana korban dan pelaku kejahatan saling bertemu dan berkomunikasi dengan bantuan pihak ketiga baik secara langsung atau secara tidak langsung dengan menggunakan pihak ketiga sebagai penghubung, memudahkan korban untuk mengespresikan apa yang menjadi kebutuhan dan perasaannya dan juga memungkinkan pelaku menerima dan bertanggungjawab atas perbuataannya). Mediasi penal merupakan dimensi baru yang dikaji dari aspek teoritis dan praktik. Dikaji dari dimensi praktik maka mediasi penal akan berkorelasi dengan pencapaian dunia peradilan. Seiring dengan berjalannya waktu dimana semakin hari terjadi peningkatan jumlah volume perkara dengan segala bentuk maupun variasinya yang masuk ke pengadilan, sehingga konsekuensinya menjadi beban bagi pengadilan dalam memeriksa dan memutus perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan tanpa harus mengorbankan pencapaian tujuan peradilan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.44
42
Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal dalam Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Pertanggungjawaban Hukum korporasi dalam Konteks Good Corporate Governance, 27 Maret 2007, hlm. 1 43 Martin Wright dalam Marc Groenhuijsen, Victim-Offender-Mediation: Legal And Procedural Safeguards Ekspriments And Legislation In Some European Jurisditions, Leuven, Oktober 1999, hlm. 1 44 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm.2
35 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Adapun ide dan prinsip dari mediasi penal, adalah:45 1. Penanganan
konflik
(Conflict
Handling/Konfliktbearbeitung):
Tugas
mediator adalah membuat para pihak melupakan kerangka hukum dan mendorong mereka terlibat dalam proses komunikasi.Hal ini didasarkan pada ide, bahwa kejahatan telah menimbulkan konflik interpersonal. Konflik itulah yang dituju oleh proses mediasi. 2. Berorientasi
pada
proses
(Process
Orientation/Prozessorientierung):
Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu : menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebutuhankebutuhan konflik terpecahkan, ketenangan korban dari rasa takut sehingga mediasi penal dapat dikatakan menyelesaikan perkara secara menyeluruh. 3. Proses
informal
ProceedingInformalität):Mediasi
(Informal
penal
merupakan suatu proses yang informal, tidak bersifat birokratis, menghindari prosedur hukum yang ketat. 4. Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autonomous Participation - Parteiautonomie/Subjektivierung): Para pihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum pidana, tetapi lebih sebagai subjek yang mempunyai tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri, dengan suka rela dalam menyelesaikan perkara pidananya.
45
Stefanie Trankle, The Tension betwen Judicial Control and Autonomy in Victim-Offender Mediation-a Microsociological Study of a Paradoxical Procedure Based on Examples of the Mediation Process in Germany and France, http://www.iuscrim.mpg.de/forsch/krim/traenkle_e.html.
36 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam hukum pidana proses penyelesaian perkara diluar proses pengadilan melalui mediasi penal berbeda dengan proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui mediasi. Dalam hukum perdata mediasi biasanya dipergunakan berkaitan dengan masalah uang, sedangkan dalam hukum pidana yang dipermasalahkan lebih banyak pada kebebasan dan kehidupan seseorang. Terhadap pihak-pihak yang terlibat, mediasi perdata biasanya para pihak yang secara langsung bersengketa atau pihak kedua yang berkepentingan. Sedangkan melalui mediasi hukum pidana para pihak yang terlibat lebih kompleks tidak hanya pelaku, korban, tapi juga jaksa penuntut umum, serta masyarakat luas. 46 Menurut Detlev Frehsee, makin meningkatnya penggunaan restitusi dalam proses penyelesaian perkara pidana menunjukkan bahwa perbedaan antara hukum pidana dengan hukum perdata tidak begitu besar dan perbedaannya itu menjadi tidak befungsi.47 Mediasi dalam hukum pidana berarti proses penyelesaian perkara pidana dengan mempertemukan dengan pelaku kejahatan dengan korban untuk mencapai kesepakatan bersama berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan pelaku dan restitusi yang diberikan kepada korban. 48 Pertemuan (Mediasi) diperantarai oleh seorang mediator yang lebih baik berasal dari penegak hukum, pemerintah, maupun tokoh masyarakat.49 Peradilan pidana sesungguhnya bukan merupakan institusi yang paling baik dalam menyelesaikan konflik antara korban dan pelaku. Dalam realitanya peradilan 46
Mahrus Ali, Op.Cit, hlm.133 Detlev Frehsee (Professor of Criminology and Criminal Law, University of Bielefeld, Germany), “Restitution and Offender-Victim Arrangement in German Criminal Law: Development and Theoretical Implication”,http://wings.buffalo.edu/law/bclc/bclr.htm. 48 Mark William Bakker, Repairing The Breach and Reconciling The Discordant : Mediation in the Criminal Justice System, Dalam North Carolina Law Review, No.72 Tahun 1994, hlm.1483. 49 Ibid, hlm.1485. 47
37 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pidana memiliki standar keadilan tersendiri terkait dengan pelaku kejahatan yang sama sekali tidak memperhatikan kepentingan-kepentingan korban. Penyelesaian konflik dengan peradilan pidana merusak hubungan kekeluargaan antara korban dan pelaku. Berdasarkan komparasi implementasi mediasi penal dari beberapa Negara tersebut, Barda Nawawi selanjutnya mengelompokkan mediasi penal menjadi 6 (enam) model atau bentuk, yaitu:50 1. Informal Mediation; Model ini dilaksanakan oleh personil peradilan pidana (criminal justice personnel) dalam tugas normalnya, yaitu: a. JPU (Jaksa Penuntut Umum) mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan tujuan tidak melanjutkan penuntutan apabila tercapai kesepakatan. b. Pekerjaan sosial atau pejabat pengawas (probation officer) yang berpendapat bahwa kontak dengan korban akan mempunyai pengaruh besar bagi pelaku tindak pidana. c. Pejabat Polisi menghimbau perselisihan keluarga yang mungkindapat menenangkan situasi tanpa membuat penuntutan pidana; d. Hakim dapat juga memilih upaya penyelesaian diluar pengadilan dan melepaskan kasusnya; 2. Traditional Village or Tribal Moot; Menurut model ini, seluruh masyarakat bertemu untuk memecahkan konflik kejahatan pidana di antara warganya. Model ini ada dibeberapa Negara yang kurang maju dan diwilayah pedesaan atau pedalaman. Model ini lebih memilih keuntungan bagi masyarakat luas.
50
Ridwan Mansyur, Op.Cit, hlm.171-173
38 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Model ini mendahului hukum barat dan telah menginspirasi bagi kebanyakan program-program Mediasi modern. Program mediasi modren sering mencoba memperkenalkan berbagai keuntungan dari pertemuan suku (tribal moots) dalam bentuk yang disesuaikan dengan struktur masyarakat modern dan hak-hak individu yang diakui menurut hukum; 3. Victim-Offender Mediation; Model ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan dihadiri oleh mediator yang ditunjuk. Banyak variasi dari model ini. Mediatornya dapat berasal dari pejabat formal, mediator independen, atau kombinasi.Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap pemeriksaan di kepolisian, tahap penuntutan, tahap pemidanaan atau setelah pemidanaan. Model ini ada yang diterapkan untuk semua type tindak pidana tertentu (misalnya penguntilan, perampokan dan tindak kekerasan), dan ada yang terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga delik-delik berat dan bahkan untuk residivis. 4. Reparation negotiation programmes; Model ini semata-mata untuk menaksir atau menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan.Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak, tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan materil. Dalam model ini, pelaku tindak pidana dapat dikenakan program kerja agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugi atau konpensasi;
39 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Community panels or courts; Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih fleksibel dan informal dan sering melibatkan unsur mediasi atau negosiasi. Pejabat lokal dapat mempunyai lembaga/badan tersendiri untuk Mediasi itu; 6. Family and community group conferences; Model ini telah dikembagkan di Australia dan New Zealand, yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam Sistem Peradilan Pidana. Tidak hanya melibatkan korban dan pelaku tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat lainnya, pejabat tertentu (seperti polisi dan hakim anak) dan para pendukung korban.Pelaku dan keluarganya diharapkan menghasilkan kesepakatan yang komprehensif dan memuaskan korban serta dapat membantu untuk menjaga si pelaku keluar dari kesusahan/persoalan berikutnya. Pada awal penyelesaian perkara diluar pengadilan dikenal dengan istilah ADR yang merupakan bagian dari restorative justice yang merupakan kecenderungan baru dalam upaya menyelesaikan konflik antara pelaku dan korban atau para pihak yang berselisih. Kecenderungan orang menyelesaikan konflik dengan ADR dikarenakan banyak terjadinya penyelesaian kasus melalui peradilan tidak mencapai sasaran dan berkeadilan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Jacqueline M. Nolan-Haley,51 bahwa munculnya berhubungan dengan gerakan pembaharuan hukum di awal 1970-an, waktu itu banyak pengamat hukum dan masyarakat akademik mulai menaruh perhatian yang serius terhadap pengaruh negatif jalan proses peradilan. Di mana upaya menuntut hak 51
Jacqueline M. Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution, West Publishing C., St. Paul, 1992, hal. 4.
40 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
melalui jalur hukum, harus dilalui dengan jalan yang panjang dan berliku, biaya tinggi, hal ini sudah merupakan pemandangan yang umum dan biasa bagi masyarakat Amerika. Kondisi demikian menyebabkan orang mulai mencari alternatif lain sebagai upaya untuk menembus tersumbatnya proses peradilan tersebut. Untuk itu pada tahun 1976 telah diadakan berbagai diskusi sebagai suatu gerakan ke arah terbentuknya ADR. Sehingga pada tahun itu juga American Bar Association secara resmi mengakui gerakan ADR. Dengan mendirikan Special Committee on Minor Dispute yang kemudian menjadi Special Committee on Dispute Resolution. Menurut Covey penyelesaian secara Win-win solution atau menang-menang, dapat memuaskan semua pihak yang berpekara sama-sama untung, karena secara filosofisnya adalah: Menang-menang berarti mengerti, bahwa kita hidup dalam suatu dunia yang saling tergantung, dan karenanya harus bekerjasama di dalamnya. Hal mana berarti bahwa dalam sebagian besar bidang kehidupan, kita harus bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai sukses. Bila kita mengerti adanya saling ketergantungan termaksud, kita akan rela mengabdikan diri untuk bekerjasama dengan orang lain lewat cara-cara yang menjamin keberhasilan bersama, serta memungkinkan semua orang menjadi pemenang. Itulah hakikat dari sikap menang-menang. Ia akan memperlancar interaksi kita dengan sesama, dan akan menghasilkan kesepakatan serta pemecahan masalah yang memungkinkan semua pihak memperoleh apa yang diinginkan. 52 Lebih jelas lagi Covey mengatakan bahwa: Menang-menang, adalah suatu kerangka berpikir dan perasaan yang senantiasa mencari manfaat bersama dalam segala interaksi antar manusia. Menang-menang, berarti semua orang untung, karena 52
Covey, The Seven Habits of Highly Effecive People (terjemahan) Covey Leadership Center, 1994, hal. f-3.
41 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kesepakatan atau pemecahan masalahnya menguntungkan dan memuaskan kedua belah pihak. Dengan pemecahan yang menang-menang, semua pihak merasa senang terhadap keputusan yang diambil serta terikat untuk ikut melaksanakan rencana tindakan yang telah disepakati.53 Prinsip menang-menang ini menurut pemikiran penulis cocok untuk di adopsi sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan korporasi/orang, mengingat dalam konsep rancangan KUHP (baru) bahwa salah tujuan dari pemidanaan adalah untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 50 ayat 1 sub c dan d konsep rancangan KUHP (baru) tahun 1999-2000. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, perlu dikembangkan tentang prinsip yang terkandung dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan yaitu: a. Perlu Adanya Seorang Mediator Dalam Penanganan Konflik. Dalam hal ini mediator harus dapat menyakinkan mereka yang terlibat konflik dengan mengedepankan proses komunikasi. Dalam komunikasi bahwa kejahatan jika dibiarkan akan menimbulkan konflik interpersonal malahan kadang meluas menjadi konflik massa, untuk mediator harus mampu menjelaskan penting mediasi dalam rangka untuk menghilangkan rasa sakit hati dan berupaya mengembalikan bahwa kejadian-kejadian tersebut merupakan kekeliruan yang harus diperbaikan dengan dasar saling pengertian.
53
Ibid, hal. F-7.
42 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Mengutamakan Kualitas Proses Dalam melakukan mediasi yang dicari adalah kualitas proses bukan hasil untuk menentukan yang kalah dan menang, di sini dalam proses perlu adanya kesadaran dari masing-masing pihak untuk saling menghargai hingga tercapai penyelesaian win-win solution. c. Proses Mediasi Bersifat Informal Dalam mediasi diupayakan menghindari adanya pembicaraan yang bersifat formal, sehingga para pihak yang terlibat merasa saling di hargai. d. Upayakan Semua Terlibat Dalam Proses Mediasi Dalam mediasi semua harus ditanam rasa tanggung jawab tentang hasil yang akan dicapai dalam melakukan mediasi penal. Dalam pelibatan semua pihak ditanam budaya malu dan budaya saling memaafkan dengan tujuan jika proses mediasi telah berhasil semua pihak tidak merasa dipermalukan.
43 tesis
Mediasi Penal .......
Lamhot Simanjuntak