15
BAB II KONSEP MATH MANIPULATIF DAN KONSEP KOMPETENSI OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN ANAK TK A. Konsep Kompetensi Bilangan dan Operasi Bilangan Anak TK 1. Pengertian Operasi Penjumlahan Bilangan Dalam matematika bilangan merupakan unsur yang bersifat mendasar. Dalam kamus bahasa Indonesia (2003:150) bilangan didefinisikan sebagai: (1) banyaknya benda dan sebagainya, jumlah, (2) satuan jumlah, satu dan tiga adalah bilangan ganjil, (3) matematika satuan dalam system matematis yang abstrak dan dapat diunitkan, ditambah atau dikalikan. Sementara itu, dalam Wapedia (2010) bilangan didefinisikan sebagai suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran, simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Sutawijaya (1992:20) mendefinisikan bilangan merupakan sebuah kumpulan atau himpunan. Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambing bilangan. Sementara itu menurut Pakasi (1970:23) bilangan merupakan suatu konsep tentang bilangan yang didalamnya terdapat unsur-unsur penting yang terdapat dalam bilangan seperti nama, urutan, lambang dan jumlah. Sedangkan Copley (2001:47) mengemukakan bahwa bilangan merupakan suatu obyek yang terdiri dari angkaangka.
16
Bilangan memiliki tiga fungsi yaitu (1) bilangan mempunyai sifat temporal artinya bilangan dapat menunjukkan deretan; (2) bilangan mempunyai sifat simultan/serempak artinya bilangan itu muncul sebagai suatu kejumlahan dalam kesadaran kita; (3) bilangan sebagai fungsi perbandingan antara suatu benda dan suatu ukuran tertentu (Pakasi: 1970). Berdasarkan uaraian diatas, dapat disimpulkan bilangan adalah lambang atau simbol deretan angka untuk mewakili sebuah jumlah atau banyaknya anggota dalam sebuah kumpulan atau himpunan. Dalam matematika operasi diartikan sebagai “pengerjaan”. Operasi yang dimaksud adalah operasi hitung. Pada dasarnya operasi hitung mencakup empat pengerjaan dasar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian (Raharjo Masudi, 2004:2). Selanjutnya Raharjo Masudi (2004:2) menjelaskan bahwa dari ke empat operasi ini yang merupakan operasi pokok adalah penjumlahan. Penjumlahan adalah suatu proses untuk menemukan jumlah dua bilangan atau lebih, penjumlahan didasarkan pada membilang. Pengurangan merupakan lawan dari penjumlahan. Perkalian merupakan penambahan berulang, sedangkan pembagian merupakan pengurangan berulang. Unsur-unsur yang dioperasikan bersifat abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu relasi khusus karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Menurut Sriningsih (2008: 63) operasi bilangan meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
17
2.
Materi Bilangan dan Operasi Bilangan pada Anak TK Bilangan dan operasi bilangan merupakan salah satu standar isi dari
kurikulum NCTM (National Council of Teacher Mathematics) yang meliputi hubungan satu-satu (one-to-one correspondence), berhitung, angka, nilai tempat, operasi bilangan bulat dan pecahan (Sriningsih, 2008: 62). Menurut Coopley (2000), kemampuan yang diajarkan dalam bilangan dan operasi bilangan meliput: counting (berhitung), quantity (kuantitas), change operations (operasi bilangan), comparison (perbandingan), place value (nilai tempat). Prinsip dan standar pembelajaran matematika untuk anak usia dini menurut NCTM tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1 Prinsip dan Standar Pembelajaran Matematika Menurut NCTM Program-program instruksional dari Harapan-harapan untuk kelas prasekolah prasekolah sampai kelas 12 harus sampai kelas 2 SD semua siswa memungkinkan semua siswa untuk: Memahami
makna
bagaimana
operasi
berhubungan
operasi itu
prasekolah hingga kelas 2 SD harus:
dan • Memahami saling
berbagai
penambahan bilangan
dan
bulat
makna pengurangan
dan
hubungan-
hubungan antara kedua operasi. • Memahami efek-efek penambahan dan pengurangan bilangan bulat. • Memahami membutuhkan
situasi-situasi
yang
perkalian
dan
pembagian seperti mengelompokkan benda-benda secara merata.
18
Berikut merupakan standar pembelajaran matematika berdasarkan standar kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Tabel 2.2 Standar Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar Kompetensi TK dan RA Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator Anak mampu
Anak dapat
Menyebutkan hasil
memahami konsep
memahami
penambahan (menggabungkan
sederhana,
Bilangan
2 kumpulan benda) dan
memecahkan masalah
pengurangan (memisahkan
sederhana dalam
kumpulan benda) dengan
kehidupan sehari-hari
benda sampai 10
3.
Perkembangan Konsep Bilangan Pada Anak Bruner (dalam Sriningsih, 2008:35) menyatakan bahwa anak dalam belajar
konsep matematika melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap econic yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap symbolic yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol. Copley dan Wortham dalam Sriningsih (2008: 32) mengemukakan bahwa: Anak usia 5-8 tahun kemampuan berfikirnya bergerak dari tahap praoperasional menuju operasional konkrit atau disebut dengan masa transisi, dimana kemampuan berfikir anak bergerak dari kemampuan berfikir yang didominasi oleh persepsi visual menuju kemampuan berfikir logis. Hal ini mendorong anak menggunakan skema mental dalam menyelesaikan berbagai operasi melalui benda-benda konkrit untuk memahami konsep-konsep baru. Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun/ mengkonstruksi konsep-konsp dan prinsip-prinsip, tidak sekedar penggrojokan yang terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan
19
dinamis. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu suatu pandangan dalam mengajar dan belajar, dimana peserta didik membangun sendiri arti dari pengalamannya dan interaksi dengan orang lain. Sedangkan menurut Piaget (Hudoyo, 1998) taraf berpikir anak seusia TK adalah masih konkret operasional, artinya untuk memahami suatu konsep anak masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Demikian pula Z.P. Dienes (Hudoyo, 1998) berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada peserta didik dalam bentuk konkret. Sehingga Dienes menekankan betapa pentingnya memanipulasi obyek-obyek dalam pembelajaran matematika. Perkembangan konsep bilangan menurut Sujiono dkk, 2007: 11 adalah (1) penguasaan konsep jumlah; (2) pemahaman konsep; (3) mengitung dan (4) membedakan angka dengan menunjukkan angka atau nomor dengan symbol atau lambang. Penguasaan konsep jumlah merupakan dasar berkembangnya konsep bilangan yang diawali anak dengan lebih dulu mengenal makna, bukan langsung diminta menghapal bentuk angka karena selain anak tidak tahu artinya, hal tersebut juga sulit bagi anak. Pemahaman konsep angka berkembang seiring waktu dan kesempatan yang diberikan pada anak untuk mengulang kegiatan dengan sekelompok benda dan membandingkan jumlah bendanya.
20
Menghitung merupakan salah satu cara belajar mengenai nama angka, yang kemudian nama angka tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi jumlah benda. Sehingga anak dapat membedakan angka dengan menunjukkan angka atau nomor dengan symbol atau lambang. Setelah perkembangan konsep bilangan muncul dalam diri anak, secara perlahan anak mulai membangun pemahaman pada bilangan. Bagi anak pemahaman bahwa bilangan memiliki jumlah yang tidak terbatas, kemampuan menambah, mengurang, mengalikan dan membagi umumnya akan muncul setelah anak berusia 7 tahun. Anak usia 5-6 tahun hanya memerlukan pemahaman konsep bilangan sebelum dapat memahami konsep bilangan secara lengkap. Beberapa tahap pemahaman bilangan menurut Sujiono dkk, 2007: 15 adalah: (1) konsep jumlah; (2) tahap conservation; (3) tahap equivalence atau persamaan. Konsep jumlah merupakan awal bagi anak untuk memahami konsep bilangan secara lengkap. Sekitar usia tiga sampai tiga setengah tahun biasanya anak telah dapat menunjukkan mana yang lebih besar atau lebih kecil. Kemudian tahap conservation yaitu kemampuan untuk memahami bahwa jumlah benda tetap sama sekalipun disusun dengan bentuk berbeda. Tahap equivalence atau persamaan merupakan tahap terakhir perkembangan konsep bilangan pada anak. Tahap ini akan muncul setelah anak tahu bahwa dua baris benda yang disusun dalam bentuk berbeda dihadapannya tetap memiliki jumlah yang sama tanpa perlu dihitung lagi.
21
B. Konsep Math Manipulatif 1. Pengertian Math Manipulatif Permainan Math Manipulative merupakan salah satu dari permainan Whole math. Whole math merupakan pendekatan pembelajaran matematika untuk anak usia dini yang menghubungkan pelajaran matematika dengan kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari (Moomaw and Hironymus, 1995: 2). Moomaw dan Hironymus (1995:12) mendefinisikan math manipulative sebagai rancangan materi interaktif untuk mendorong pemikiran logikamatematika siswa serta pemecahan masalah. Dalam Math manipulative ini siswa diharapkan dapat berfikir terhadap konsep-konsep matematika melalui permainan aktif. Math manipulative ini mencakup permainan-permainan manipulasi, papan flannel, buku-buku serta beberapa media manipulasi dan lagu-lagu yang medukung permainan tersebut (Moomaw and Hironymus, 1995:11)
2.
Konsep Yang Dapat Dikembangkan Melalui Math Manipulatif Moomaw dan Hironymus (1995:12) mengemukakan bahwa: The concepts of one-to-one correspondence and quantification emerge as children attempt to construct equivalent sets. Children are constantly evaluating how many manipulative pieces to take. In the process, their thinking strategies evolve from global to one-to-one correspondence to counting. Some children begin to develop addition and even subtraction skills. Some children also construct concepts of multiplication and division. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa konsep yang dapat
dikembangkan dalam permainan Math Manipulatif ini adalah hubungan satu-satu, membilang, kuantitas penambahan bahkan pengurangan serta sebagian anak bahkan dapat membangun perkalian dan pembagian.
22
Moomaw dan Hieronymus (1995: 18) mengemukakan “Uses one to one correspondence take an equivalent amount”. Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa dalam menggunakan hubungan satu-satu anak mencari persamaan jumlah antar dua buah himpunan benda. Sejalan dengan itu Sriningsih (2008:62) mengemukakan bahwa hubungan satu-satu bertujuan untuk menanamkan konsep pada anak bahwa satu benda dapat dihubungkan dengan benda lain. Indikator hubungan satu-satu menurut Copley (2001) yaitu: (1) menggunakan hubungan satu-satu (2) menemukan, menunjuk dan mengumpulkan dua objek yang sama, (3) memisahkan ojek berdasarkan satu karakteristik (warna/ ukuran/ bentuk/ penggunaan), (4) memisahkan suatu objek berdasarkan suatu karakterustik kemudian dilanjutkan dengan karakteristik lain. Sebagian
besar
kegiatan
matematika
prasekolah
diarahkan
untuk
mengembangkan keterampilan korespondensi satu satu. Hal ini berarti anak-anak belajar untuk memahami bagaimana untuk menunjuk ke hanya satu objek ketika mereka menghitung dan berhenti menghitung ketika semua benda telah tersentuh. Anak akan dapat mengucapkan kata-kata menghitung, tapi tidak akan selalu menempatkan kata-kata dengan urutan yang benar (sequencing) dan sering akan menyentuh dua item seperti yang mereka katakan setiap kata nomor, menyentuh item yang sama lebih dari sekali, dan tidak menyentuh setiap item yang mereka hitung. Anak-anak prasekolah membutuhkan banyak pengalaman dengan manipulatives untuk mengembangkan keterampilan ini. Kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta (rote counting/rational
23
counting). (Sriningsih. 2008:63). Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkrit. Moomaw dan Hieronymus (1995:18) mengemukakan bahwa “Uses counting to decide how many to take”, dari peryataan tersebut membilang didefinisikan menggunakan hitungan untuk memutuskan berapa jumlah benda. Menurut Copley (2000:55) berhitung merupakan komponen penting dalam bilangan dan operasi, serta berhitung merupakan suatu keterampilan yang membutuhkan beragam kemampuan seperti menyebutkan nama-nama angka secara berurutan, satu, dua, tiga dan seterusnya. Pakasi (1970:29) mengemukakan bahwa membilang meupakan cara untuk menanamkan konsep bilangan. Menurut Pakasi terdapat unsur penting dalam membilang, diantaranya: (1) dengan membilang anak-anak menyadari adanya urutan dalam system bilangan. Bilangan satu diikuti bilangan 2, bilangan 2 diikuti bilangan 3 dan seterusnya, (2) dengan membilang anak-anak menyadari bahwa tiap-tiap bilangan adalah satu lebih dari bilangan yang mendahuluinya, atau satu kurang dari bilangan berikutnya. Contohnya: bilangan 5 adalah lebih 1 dari 4 dan kurang satu dari 6, (3) dalam kehidupan sehari-hari anak-anak banyak membilang. Membilang dengan satuan 1,2,3 dan seterusnya, membilang dengan unit lima 5,10,15 dan seterusnya. Lebih lanjut Pakasi (1979:30) mengemukakan bahwa terdapat tiga cara membilang, yaitu: (1) membilang dengan menentuh benda-benda itu dengan jari, (2) membilang dengan menunjukkan benda-benda yang dibilang, (3) membilang dengan hanya mengikuti benda-benda dengan mata. Dari ketiga cara tersebut yang
24
paling tepat untuk anak TK adalah cara yang pertama yaitu membilang dengan menyentuh benda-benda. Fatimah (2009) dalam Widawati (2010:28) mengemukakan bahwa tahapan aktivitas berhitung meliputi: a. Pengenalan kuantitas, yaitu menghitung sejumlah benda yang telah ditentukan yang dilakukan secara bertahap: 1 sampai 6, 6 sampai 9, 1 sampai 10 dan seterusnya. b. Menghafal urutan nama bilangan yaitu menyebutkan nama bilangan dalam urutan yang benar. c. Menghitung secara rasional, anak dikatakan memahami bilangan apabila dapat: 1) Menghitung benda sambil menyebutkan urutan bilangan 2) Membuat korespondensi satu-satu 3) Menyadari bilangan terakhir yang disebut mewakili jumlah benda dalam satu kelompok. d. Menghitung maju, yaitu menghitung dua kelompok benda yang digabungkan dengan cara: 1) Menghitung semua dimulai dari benda pertama sampai benda terakhir 2) Menghitung melanjutkan 3) Menghitung benda dengan cara melanjutkan dari jumlah salah satu kelompok. Hal ini dapat dilakukan bila anak sudah dapat membedakan kelompok yang lebih banyak dan lebih sedikit dengan baik.
25
Tujuan berhitung di TK menurut Depdiknas (2000:2) adalah: a. Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar anak. b. Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung. c. Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang tinggi. d. Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa yang terjadi di sekitarnya. e. Memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan. Kuantitas merupakan kemampuan untuk mengatakan banyaknya benda dalam satu kelompok tertentu dengan menyebut angka terakhir pada urutan berhitungnya. Mengenal angka merupakan kemampuan anak dalam memahami 10 simbol dasar (1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0) dan mengingat bentuk masing-masing symbol tertentu.
3.
Kelebihan dan Kekurangan Math Manipulative Kelebihan dari Math manipulative menurut Moomaw dan Hieronymus
(1995:12) yaitu mendorong anak untuk berfikir secara numeris maupun hal lainnya ang berhubungan dengan matematika. Selanjutnya Moomaw dan Hieronymus mengungkapkan bahwa:
26
They allow children to experiment cognitively by moving the pieces around and observing the results, which is something that cannot be done in workbook. Dari
pernyataan
diatas
dapat
jelaskan
bahwa
Math
manipulative
membolehkan anak untuk melakukan percobaan dengan cara menggerakan bendabenda berputar dan mengamati hasilnya, yang mana hal ini tidak terdapat dalam sebuah buku pelajaran. Lebih lanjut Moomaw dan Hieronymus (1995:12) mengungkapkan bahwa: Well-designed math manipulative provide physical materials to help children visualize the mathematical procedures thay are mentally contemplating. Dari pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa math manipulative yang dirancang dengan baik secara fisik dapat membantu anak mewujudkan cara-cara matematika yang mereka renungkan. Konsep ini membolehkan anak melakukan percobaan secara teori dengan cara menggerak-gerakan benda-benda berputar lalu mengamati hasilnya. Kelebihan dari math manipulative ini memungkinkan anak untuk menggunakan strategi berfikir mareka berdasarkan tingkat pemikiran secara teoretis dalam menyelesaikan masalah matematika yang sebenarnya. NCTM
merekomendasikan
untuk
menggunakan
manipulative
dalam
mengajarkan konsep matematika pada seluruh tingkatan kelas karena ditunjang oleh teori belajar dan penelitian pendidikan di kelas. Menurut Heddens (1986) dalam Clements dan Sarama (2009) math manipulative dapat mendorong pemikiran anak dari pengalaman nyata menuju penalaran abstrak. Sementara menurut Bovalino (2001) dalam Clements dan Sarama (2009) math manipulative merupakan suatu metode yang penting dalam membantu anak untuk berfikir dan mengungkapkan alasan dengan cara yang lebih bermakna. Dengan memberikan
27
anak pengalaman nyata untuk membuat perbandingan dan mengoperasikan bilangan seperti memanipulasi blok pola dan kubus dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan dan pengertian ide matematika. Penggunaan math manipulative secara efektif dapat membantu anak menghubungkan ide dengan pengetahuan anak sehingga anak mendapat pemahaman yang mendalam mengenai matematika. Terlepas dari kelebihan math manipulative diatas, Moomaw dan Hieronymus (1995:12) mengungkapkan bahwa: “many commercial manipulative materials merely encourage children to handle the pieces without doing any mathematical reasoning”. Dari pernyataan tersebut dapat diungkapkan bahwa kekurangan math manipulative adalah beberapa materi manipulasi yang beredar di pasaran hanya mendorong anak untuk memainkan benda tanpa melakukan penalaran matematika sedikitpun. Sebagai contoh dalam permainan tangga bersusun yang perlu dilakukan anak hanya mengisi kolom yang telah disediakan, tidak ada pemikiran tentang jumlah sekaligus motivasi untuk melakukannya. Permainan manipulasi lain yaitu mainan semacam pasak yang diberi nomor di papan ataupun kelereng yang ditempatkan pada semacam mengait dengan nomor-nomor tertentu yang telah dirancang, dimana yang perlu dilakukan anak hanya mengisi bagian yang kosong. Karena permaian manipulative tersebut tidak meningkatkan cara berfikir anak, maka permainan tersebut sesungguhnya bukan permainan matematika.
28
4.
Prosedur
Penerapan
Math
Manipulative
dalam
Meningkatkan
Kemampuan Operasi Penjumlahan Bilangan Anak. Prosedur penerapan Math manipulatif pada anak dalam meningkatkan kremampuan operasi penjumlahan bilangan anak terdiri dari tiga tahapan yakni pertama, menyiapkan lingkungan belajar; kedua, pelaksanaan pembelajaran; ketiga, evaluasi pembelajaran. Penulis akan memaparkan ketiga prosedur sebagai berikut: a.
Menyiapkan Lingkungan Belajar Tahap awal yang harus dilakukan menurut Masitoh, dkk, 2005 adalah
merencanakan dan menyediakan bahan dan peralatan yang dapat mendukung seluruh aspek perkembangan anak. Math manipulative materials yang disediakan yaitu benda-benda yang berasal dari alam seperti batu kerikil, cangkang kerang dan biji cemara, benda-benda yang dapat dijumpai di toko peralatan dapaur seperti tempat es batu, sendok buah dan baki, serta benda-benda yang sangat dekat dengan anak seperti kelereng, miniatur telur, miniatur strawberi dan lain sebagaiya. (Moomaw dan Hieronymus, 1995:17). Selanjutnya Moomaw dan Hieronymus (1995:17) mengungkapkan bahwa: Most math manipulative materials can be effectively displayed in baskets or on trays in the manipulative area. They can also be high-lighted on a math game table. If the container is attractive and the area is uncluttered, children will be more likely to use the pieces together. Thus, placing an ice cube tray, a basket of marbles, a melon scoop, and a spinner all on one tray suggests to children that they spin the spinner and use the scoop to put an equivalent number of marbles into the ice cube tray. Peryataan tersebut mengungkapkan bahwa material math manipulative akan lebih efektif jika ditampilkan dalam keranjang atau baki dalam area manipulative.
29
Jika tempatnya terlihat menarik dan rapi, anak akan lebih tertarik untuk menggunakannya. Setelah mempersiapkan material yang diperlukan dalam permainan math manipulative untuk mengubah materi manipulasi agar dapat mendorong kemampuan berfikir matematika anak dapat ditambahkan dadu atau papan pemutar. Moomaw dan Hieronymus (1995:13) mengungkapkan bahwa: Adding dice or spinner immediately infuses a manipulative material with math-rich potential. Instead of just being a pegboard, now it’s a math game. Children who have become bored with just manipulating the pieces suddenly become interested in the material again and begin to reason mathematically as they attempt to figure out how many they have on their die or spinner and how many pieces they need to take. If they are playing with another child the may want to find out who rolled the higher quantity, who has more pieces, or how many more pieces they need to catch up. Suddenly, they are comparing sets, quantifing, adding and substracting, all because a sterile material was transformed into a game. Dadu atau papan pemutar secara langsung menanamkan materi manipulasi dengan kemampuan matematika yang lebih kaya. Anak akan tertarik dan mulai mencari jawaban secara matematis ketika anak berusaha untuk menebak berapa banyak mata dadu yang keluar serta berapa banyak material yang digunakan. Jika anak bermain dengan anak lain, mereka dapat membandingka siapa yang memiliki lebih banyak bidak atau berapa bidak yang perlu mereka ambil.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Moomaw dan Hironymus (1995:15) mengemukakan bahwa ketika anak bermain Math Manipulative, guru mengamati dan menilai, memperagakan cara dan peraturan permainan serta menstimulasi pemikiran siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
30
Guru dapat menggunakan beberapa pertanyaan untuk mengarahkan cara berpikir anak, yaitu: 1) Untuk lebih menstimulasi ketertarikan anak dalam membandingkan rangkaian: Manakah yang memiliki lebih banyak telur, di sarang ini atau sarang yang satu lagi? 2) Untuk mendorong siswa berpikir tentang penambahan: Berapa banyak strawberry yang akan kamu punya jika kamu menggulingkan dadu dua kali? 3) Untuk mendorong siswa berpikir tentang pengurangan: Berapa banyak bebek yang kamu punya jika salah satunya berenang pergi? (Moomaw dan Hironymus, 1995:15) Hal-hal yang harus dihindari guru dalam permainan Math Manipulative adalah: 1) Sebaiknya jangan memberikan terlalu banyak pertanyaan, karena pertanyaanpertanyaan tersebut dapat mengurangi produktivitas jika itu semua mengalihkan pemikiran anak yang baru saja berpikir tentang konsep lain. Anak yang merasa diberikan
banyak pertanyaan dapat menyerah serta
meninggalkan permainan. 2) Menahan diri untuk mengoreksi kesalahan anak. Kesalahan adalah sebuah proses perkembangan yang sesuai serta menunjukkan tingkat pemikiran anak. Gunakan kesalahan sebagai panduan dalam mencari cara bagaimana untuk memberi contoh saat tiba giliran. 3) Jangan terlalu banyak memberikan bantuan. Hal tersebut cenderung memanjakan anak (Moomaw dan Hironymus, 1995:16).
31
c.
Evaluasi Pembelajaran Menurut Coughlin (2000) jenis evaluasi yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran di Taman Kanak-kanak adalah: 1) Pengamatan Pengamatan atau observasi menurut Coughlin (2000) adalah suatu proses memperhatikan anak melakukan kegiatan tanpa mengikuti kegiatan anak tersebut. Guru harus mencatat secara akurat apa saja yang dilakukan oleh anak selama pembelajaran. Adapun jenis pengamatan lain yang dapat digunakan (Coughlin, 2000) adalah checklist; catatan anekdot yakni catatan singkat tentang kejadian yang lebih spesifik; catatan harian yakni catatan singkat tentang kegiatan anak yang dicatat pada akhir kegiatan. 2) Wawancara Adapun tujuan dari jenis evaluasi ini adalah untuk mempelajari lebih banyak tentang proses berpikir anak. Dalam wawancara, guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh anak. 3) Daftar Periksa Pengamatan Guru Daftar periksa pengamatan guru menurut Coughlin (2000) adalah sebuah daftar periksa pengamatan mengenai perilaku-perilaku yang lebih spesifik untuk diamati. Daftar periksa ini, menilai keahlian anak dalam hal motorik kasar dan halus, bahasa, menanggapi, mental, kegiatan rutin sehari-hari, kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi, dan kesehatan anak.
32
4) Catatan Kegiatan/Portopolio Catatan kegiatan/portopolio menurut Coughlin (2000) berisi mengenai koleksi kegiatan yang dilakukan oleh anak yang dapat terdiri dari gambar, cerita-cerita, foto yang digunakan anak dalam mengekspresikan pikiran dan idenya.
5.
Permainan-permaian Math Manipulative
a.
Permainan Marble Game
2.1. Gambar Alat dan Bahan Permainan Marble Game
(Moomaw dan Hironimus, 1995:25) Materials: 1) 2 buah cetakan es bulat 2) Kelereng secukupnya untuk mengisi kedua buah cetakan es tersebut 3) 2 buah scoops melon 4) 1 atau 2 dadu
33
Child’s Level: Karena permaian ini menggunakan banyak kelereng (masing-masing kotak es menampung 60 kelereng) untuk itu diharapkan anak-anak dapat membilang 1-6 atau menggabungkan dua dadu. What to Look For: 1) Beberapa anak akan menggabungkan kedua dadu dan menghitung semua titik (dot). 2) Beberapa anak akan menghitung atau menyamakan antara dadu dan kelereng, misalnya 2 dot untuk 2 kelereng. 3) Beberapa anak-anak akan mengabaikan dadu dan menaruh kelereng ke dalam masing-masing lubang cetakan es. Modifikasi: Gunakan 3 dadu Question to Extend Thinking: 1) Menanyakan persamaan jumlah kelereng yang diperoleh (banyak-sedikit) 2) Berapa kali harus melempat dadu untuk mengisi penuh barisan ini? Integrated Curriculum Activities: 1) Masukkan track kelereng kedalam area 33anipulative. 2) Celupkan kelereng kedalam cat dan gulingkan kelereng diatas kertas (melukis dengan kelereng). Helpful Hints:
34
1) Gunakan kelereng yang berbeda warna. Ini akan membantu anak mengelompokan berdasarkan warna. 2) Jangan menggunakan kelereng kepada anak usia dini yang masih memasukan segala sesuatu kedalam mulutnya. 3)
Kami menggunakan kelereng metallic dan berwarna-warni, karena akan menarik perhatian anak.
b. Permainan Sarang burung dan telur (Bird Nests and Egg)
1.2. Gambar Alat dan Bahan Permainan Bird Nests and Egg
(Moomaw dan Hironimus, 1995:23) Materials: 1)
6 buah sarang burung kecil
2)
25-35 telur plastic kecil
3)
Dadu 1-3 atau 1-6
Child’s level: Permainan ini sangat ideal untuk anak-anak yang bekerja pada korespondensi satu-satu atau kuantifikasi set kecil. Permaian ini juga menantang anak-anak yang lebih tua yang mungkin mencoba untuk membuat set telur mulai dari 1 hingga 6.
35
What to Look For: 1) Anak melempar atau menggulingkan dadu untuk memutuskan berapa banyak telur yang akan dimasukkan kedalam masing-masing sangkar. 2) Beberapa anak (khususnya anak taman kanak-kanak) akan mencoba untuk mengisi sarang dari 1 hingga 6. 3) Beberapa anak akan menempatkan satu telur ke dalam masing-masing sarang. Mereka bekerja pada konsep korespondensi satu-satu. 4) Anak-anak dapat menaruh telur ke dalam sarang secara acak. Guru dapat bermain bersama dan memberi komentar tentang jumlah telur saat anak bermain. Modification: Gunakan dua dadu dan telur yang lebih banyak untuk anak yang telah siap melakukan penjumlahan. Beralih ke telur yang lebih kecil sehingga akan lebih cocok di tempatkan dalam sarang. Questions to Extend Thinking: 1) Sarang yang mana yang memiliki telur paling sedikit? 2) Apakah kamu memiliki telur yang tersisa untuk menempatkan tiga dalam sarang ini. 3) Lihat! Saya mempunyai tiga telur dalam sarang saya. Apakah sarang kamu memiliki jumlah telur yang sama dengan sarang saya? 4) Berapa banyak telur yang tersisa dalam sarang ini jika satu telur menetas?
36
c.
Permaian “Heart Game”
2.3. Gambar Alat dan Bahan Permainan Heart Game
(Moomaw dan Hironimus, 1995:23) Materials: 1) 2 buah cetakan es batu berbentuk hati 2) Bentuk-bentuk geometri (hati, lingkaran, persegi panjang, segi tiga) 3) Penjepit 4) Dadu 1-3 5) Pancingan 6) Toples besar Child’s Level: Permainan ini yang sangat tepat untuk anak-anak melakukan korespondensi satusatu dan mengukur dalam jumlah kecil. What to Look For: 1) Anak-anak melempar dadu untuk memutuskan berapa banyak hati yang dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk hati.
37
2) Beberapa anak akan menghitung jumlah dadu yang keluar dengan jumlah hati, anak lain akan menggunakan hubungan satu-satu. Anak-anak dapat membandingkan berapa banyak hati yang masing-masing mereka peroleh. 3) Beberapa anak-anak akan mengabaikan dadu dan menaruh hati ke dalam masing-masing lubang cetakan es. Modifikasi: Untuk anak-anak yang lebih besar, sebaiknya menggunakan hati kecil, seperti penghapus berbentuk hati, dan dadu 1-6. Anak-anak bisa menempatkan hati sebanyak jumlah mata dadu yang keluar ke setiap lubang cetakan es batu dan melihat berapa banyak hati yang diperoleh pada akhir permainan. Question to Extend Thinking: 1) Berapa banyak lagi hati yang kamu butuhkan untuk mengisi cetakan es batu kamu? 2) Jika kamu menggulingkan dadu satu kali, apakah kamu akan memiliki hati yang cukup untuk mengisi baki ini? Integrated Curriculum Activities: Tambahkan berbagai warna dan bentuk geometri, jepitan dan ember berisi air. Anak-anak dapat mengurutkan bentuk geometri berdasarkan warna atau bentuk seperti memancing ikan keluar dari dalam air.
C. Penelitian yang relevan Penggunaan math manipulative direkomendasikan oleh NCTM karena didukung oleh teori belajar dan penelitian pendidikan di kelas. Math manipulative
38
membantu anak belajar dari pengalaman konkret menuju penalaran abstrak. Ketika anak memanipulasi objek, mereka mengambil langkah pertama menuju pemahaman proses dan prosedur matematika. "Penggunaan math manipulative yang efektif dapat membantu anak mengintegrasikan ide-ide dan pengetahuan mereka sehingga mereka mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika (“Research on the, “ nd). Mayoritas penelitian menunjukkan bahwa prestasi matematika meningkat saat manipulatives yang dimanfaatkan dengan baik. Banyak studi yang menunjukkan bahwa math manipulative dapat meningkatkan short term dan long term retensi matematika anak. Penelitian Cain-Caston (1996) mengindikasikan bahwa menggunakan math manipulative membantu menciptakan lingkungan yang kondusif dalam kelas matematika. Ketika anak bermain math manipulative dan kemudian diberi kesempatan untuk merefleksikan pengalaman mereka, tidak hanya meningkatkan pembelajaran matematika, sehingga kecemasan matematika akan berkurang. Kenneth Chang (2008) meneliti hasil penelitian karya ilmuwan Jennifer Kaminski dan menemukan bahwa anak-anak lebih memahami matematika ketika mereka menggunakan contoh-contoh konkrit. Dave Munger merancang penelitian untuk menggambarkan manfaat math manipulative. Sampel terdiri dari dua kelas yang masing-masing berjumlah 26 siswa. Guru kelompok eksperimen menggunakan math manipulative untuk mengajarkan konsep matematika, sementara guru kelompok kontrol hanya menggunakan gambar dan diagram untuk mengajarkan konsep matematika. Analisis kovarian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen matematika
39
menunjukkan skor signifikan lebih tinggi pada prestasi matematika daripada kelompok kontrol (Munger, 2007, np). Studi tambahan menunjukkan bahwa siswa yang menggunakan math manipulative secara spesifik dalam pelajaran matematika lebih mungkin untuk mencapai keberhasilan dari siswa yang tidak memiliki kesempatan untuk bermain math manipulative (“Research on the,” nd). Math manipulative dapat meningkatkan pemahaman anak dalam berhitung, serta pemahaman nilai tempat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa math manipulative ini juga tepat untuk mengajarkan konsep matematika kepada anak yang memiliki kesulitan belajar serta dapat pula diterapkan dalam pelajaran bahasa Inggris.