BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teori 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang 1.1.Berat Badan Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran antropometri yang sangat labil. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka dapat menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). 3 Berat badan dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. 3. Penimbangan berat badan adalah pengukuran antropometri yang umum digunakan dan merupakan kunci yang memberi petunjuk nyata dari perkembangan tubuh yang baik maupun yang buruk 4. Berat badan merupakan ukuran yang paling
20
baik mengenai konsumsi energi, protein dan merupakan suatu pencerminan dari kondisi yang sedang berlangsung 4. Hal-hal yang harus diperhatikan jika berat badan sebagai salah satu kriteria menentukan keadaan gizi seseorang adalah : x
Berat badan harus dimonitor untuk memberikan informasi yang memungknkan intervensi gizi preventif secara dini (dan intervensi guna mengatasi kecenderungan penurunan/penambahan berat yang tidak dikehendaki).
x
Berat badan harus dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan, baik gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir 12. IMT ( Indeks Massa Tubuh ) merupakan sarana untuk mengukur resiko penyakit kronis12 .
1.2. Pasien Schizophrenia Pasien schizophrenia adalah pasien dengan deskripsi suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
21
conciousness) dan kemampuan intelektual tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Schizophrenia merupakan penyakit otak kronis berat yang dapat melumpuhkan kerja otak. Kira-kira 1% penduduk terjangkiti schizophrenia selama jangka waktu hidup mereka . Orang dengan schizophrenia dapat berbicara yang tidak masuk akal, dapat duduk selama berjam-jam tanpa bergerak atau banyak bicara, atau dapat terlihat baik-baik saja sampai mereka mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Kebanyakan orang dengan schizophrenia memiliki kesulitan dalam bekerja atau mengurusi diri mereka sendiri, beban pada keluarga dan masyarakat menjadi cukup signifikan. Perawatan yang tersedia dapat melepaskan banyak dari gejala-gejala
gangguan ini,
namun
kebanyakan orang yang mengalami schizophrenia harus tetap mengalami gangguan yang tersisa sepanjang hidup mereka.
1.3. Gizi Kurang Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang 1. Status gizi baik atau status gizi optimal terjaadi bila tubuh memperoleh cukup zatzat
gizi
yang
digunakan
secara
efisien,
sehingga
memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan serta kesehatan secara umum pada tingkat setingggi mungkin 1.
22
Gizi kurang adalah keadaan kekurangan berat badan yang disebabkan oleh kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi dalam makanan seharihari 3. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial 1. Klasifikasi gizi kurang pada pasien rawat inap berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab primer
gizi kurang adalah karena asupan zat gizi yang tidak
adekuat sedangkan penyebab sekunder gizi kurang adalah penyakit yang dapat mempengaruhi asupan makanan, meningkatnya kebutuhan, perubahan metabolisme dan malabsorbsi.6 Klasifikasi gizi kurang berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan pembagian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan (dalam m) pangkat dua
12
.
Berat badan (kg) IMT = Tinggi badan 2 (m)
Batas ambang IMT pada orang dewasa ditentukan dengan merujuk pada FAO/WHO. Batas ambang IMT Indonesia adalah sebagai berikut :
23
Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Indonesia Status Gizi Kurang
Kategori
IMT
Status gizi kurang tingkat berat
<17,0
Status gizi kurang tingkat ringan
17,0 – 18,5 > 18,5 – 25.0
Normal Lebih
Status gizi lebih tingkat ringan
> 25,0 – 27,0
Status gizi lebih tingkat berat
> 27,0
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat DepKes RI
Tahun 1994
1.4. Akibat Gizi Kurang Manusia
membutuhkan
energi
untuk
mempertahankan
hidup,
menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidarat 68.6 %, lemak 20.6%, sedangkan protein sebesar 10.8%. Hal ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Tahun 1996, sedangkan WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak dan 55-75% dari karbohidrat 9. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin 1. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh
24
tergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses : x
Produksi Tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lelah, dan produktifitas kerja menurun.
x
Pertahanan Tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang mudah terkena infeksi seperti pilek, batuk dan diare.
x
Struktur dan fungsi Otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir berkurang. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.
x
Perilaku Baik anak-anak maupun dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis 1
.
Dari keterangan di atas tampak, bahwa gizi yang baik merupakan modal bagi pengembangan sumber daya manusia.1
25
2.
Pemberian Makanan Tambahan 2.1
Asupan Makanan Pasien yang memerlukan dukungan gizi : x
Malnutrisi berat (dengan penurunan berat badan yang mencolok dan atrofi muskuler)
x
Malutrisi sedang (berkurangnya masukkan makanan dalam bulan sebelumnya; parameter nutrisi yang rendah/normal-rendah)
x
Status gizi normal/mendekati normal (tetapi menghadapi risiko KKP (Kekurangan Kalori Protein) akibat penyakit atau sakit yang ada dibaliknya dalam keadaan tanpa dukungan gizi) 20
Pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) pada pasien gizi kurang adalah langkah yang tepat. Tujuan pemberian diet TKTP ini adalah memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Untuk memudahkan penyelenggaraan, makanan yang diperlukan untuk menambah konsumsi kalori dan protein ditambahkan pada makanan biasa berupa tambahan lauk dan susu. 2 .
26
Berdasarkan analisis deskripsi terhadap perubahan BB pada pasien schizophrenia dengan gizi kurang pada setelah perlakuan 1 dan setelah perlakuan 2, sebanyak 34.8% pasien tidak mengalami kenaikan BB setalah diberikan perlakuan 1 sedangkan hanya 8.9 % pasien tidak mengalami kenaikkan BB setelah perlakuan. Dengan demikian diharapkan ada perbedaan BB yang signifikan setelah perlakuan 1 dan 2. Perencanaan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan memperhatikan beberapa hal seperti faktor : 1) Kebutuhan gizi sehingga membantu dan mempercepat penyembuhan. 2) Menyesuaikan dengan kebiasaan dan pola makan pasien termasuk makanan kesukaan dan makanan yang dipantang . 3) Keadaan sosial ekonomi (untuk perorangan). 4) Kemampuan rumah sakit 6. Dalam pelaksanaan asuhan gizi, penentuan terapi gizi pasien harus berpedoman pada tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu 7.
27
Dalam Nirwanawati (1997), perlu adanya aturan yang dipakai untuk memberikan makanan secara rasional yaitu : 1. Tepat Indikasi Perlu ditetapkan apakah pemberian makanan pada penderita secara oral, enteral atau parenteral. 2. Tepat Penderita Kedaaan penderita mempengaruhi tujuan, dosis, jenis makanan yang akan kita berikan. Misalnya bagi penderita penyakit ginjal atau hati perlu ditentukan pilihan jenis maupun dosis protein yang diberikan. 3. Tepat Gizi Misalnya penderita DM perlu diatur kalorinya sesuai dengan BB, TB maupun kondisi pasien pada saat itu. 4. Tepat Dosis Yang dimaksud adalah cara pemberian, tepat waktu dan lama pemberian 5.
Waspada terhadap efek samping Efek samping yang terjadi pada makanan oral adalah alergi, sedangkan efek samping makanan enteral adalah kolik dan diare 18.
28
Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, ahli gizi akan mempelajari preskripsi diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menterjemahkan ke dalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan yang akan diberikan. Cara pemberian dan bentuk makanan yang akan diberikan disesuaikan dengan kondisi pasien. Apabila dari preskripsi diet tersebut diperlukan penyesuaian, maka ahli gizi akan mengkonsultasikannya kepada dokter 4. Wewenang tertinggi dalam memberikan pelayanan pada pasien adalah pada dokter, jadi memberikan anjuran diet diperbolehkan sepanjang diketahui atau atas permintaan dokter. 9 2.2 Bentuk Makanan Tambahan Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mencerna makanan. Oleh karena itu, seorang ahli gizi akan membantu pasien dalam memilih bahan makanan yang dianjurkan atau yang harus dibatasi
10
. Selain
itu hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk makanan yang dapat diterima dan tidak memberatkan fungsi organ tubuh 7. Bentuk makanan yang biasa diberikan dalam asuhan gizi adalah bentuk makanan yang mengacu pada standar makanan rumah sakit dan standar makanan khusus. Standar makanan rumah sakit terdiri dari 5 macam, yaitu makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan
29
lewat pipa. Dan untuk standar makanan khusus di antaranya adalah diet tinggi kalori tinggi protein, diet rendah kalori, diet rendah garam, dsb 2. Bila terdapat faktor-faktor dibawah ini perlu segera adanya dukungan nutrisi : 1. Masukan makanan yang tidak adekuat selama lebih dari 10 hari. 2. Berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu singkat. 3. Berat badan terakhir kurang dari 80 % dari berat badan ideal. 4. Kadar serum albumin kurang dari 3 gram20. Dukungan gizi dapat diberikan dengan dua cara yaitu makanan enteral dan makanan parenteral. Makanan enteral merupakan pilihan utama bilamana fungsi gastro intestinal tidak terganggu, karena prosesnya berlangsung fisiologik20. Makanan Enteral merupakan suatu metode pemberian makanan dalam bentuk cair melalui saluran cerna dengan tujuan meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi
22
. Berdasarkan cara pemberiannya nutrisi enteral dapat
diberikan melalui jalur oral maupun pipa. Dalam Warpadji Sarwono, dkk Istilah makanan enteral merupakan suatu metode pemberian dalam bentuk cair melalui saluran cerna. Jadi di dalamnya termasuk makanan normal
21
.
Menurut Iqbal Mustafa tahun 2003 dalam konsesus nutrisi enteral, makanan
30
enteral merupakan suatu metode pemberian makanan dalam bentuk cair melalui saluran cerna dengan tujuan meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi 21. Berdasarkan cara pemberiannya makanan enteral dapat diberikan melalui jalur oral maupun pipa 21. Beberapa persyaratan makanan enteral di antaranya adalah : 1.
Memiliki kepadatan kalori tinggi (densitas) Agar dalam bentuk cair tetap memiliki kalori yang cukup maka harus memiliki kepadatan kalori tinggi, sehingga dengan volume yang tidak terlalu besar jumlah jumlah dapat dicapai. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1 kkal/ml cairan
2.
Kandungan zat gizinya seimbang Dalam jumlah minimal untuk kebutuhan sehari-hari harus mudah mengandung semua komponen zat gizi essensial seperti protein, asam amino, lemak, vitamin, elektrolit dan elemen lain yang memenuhi jumlah kebutuhan
3.
Memelihara osmolaritas yang sama dengan osmolaritas cairan tubuh Jika osmolaritas makanan enteral tinggi, maka akan menimbulkan diare karena cairan tubuh akan ditarik masuk ke dalam lumen usus. Maka
31
agar tidak terjadi hal tersebut, osmolaritas makanan enteral idealnya adalah 300-400 mmol sesuai dengan osmolaritas cairan ekstraseluler. 4.
Mudah diabsorbsi Bahan baku enteral, sebaiknya berasal dari komponen yang mudah diabsorbsi sehingga hanya memerlukan sedikit kegiatan pencernaan.
5.
Dibuat hanya untuk 24 jam 21. Keuntungan makanan enteral : 1. Ekonomis 2. Memacu sekresi hormon pencernaan 3. Mencegah atrofi villi 4. Mencegah pertumbuhan bakteri dan translokasi bakteri 5. Tanpa resiko sepsis kateter dan flebitis Indikasi pemberian makanan enteral adalah pasien dengan gangguan intake lewat oral dan intake oral tidak mencukupi.
2.3.
Asupan Makanan Tambahan Daya
terima
makanan
adalah
kesanggupan
seseorang
untuk
menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya.
32
Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak menghabiskan makanan disajikan antara lain : 1. Faktor internal Faktor yang berasal dari dalam diri si penerima makanan sendiri seperti nafsu makan, kebiasaan makan dan rasa bosan. 2. Faktor eksternal Faktor makanan itu sendiri terutama menyangkut kualitas makanan yang terdiri dari cita rasa makanan (penampilan dan rasa makanan), waktu makan, jarak makan dan juga cara penyajian makanan 13. Menurut Sunita Almatsier dalam Ismayanti dalam gambaran daya terima makanan terhadap cita rasa makanan pada pasien rawat inap dewasa di perawatan kelas II RS Haji Jakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi daya terima makanan yang disajikan antara lain adalah cita rasa makanan, faktor demografi (umur dan tingkat pendidikan) faktor lingkunngan dan selera makan 14. Berdasakan data yang diolah Direktorat Bina Gizi Masyarakat dari 107 RS Pemerintah dari berbagai kelas, 40% makanan yang disajikan baru dalam arti fisik saja. Hal ini merupakan tantangan bagi pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah Sakit untuk dapat menyajikan makanan dengan baik. Dalam
33
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit selalu dikaitkan dengan adanya sisa makanan 9. Sisa makanan adalah makanan yang tidak dimakan pasien. Dalam hal ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu waste dan plate waste. Waste adalah bahan makanan yang hilang yang tidak dapat diolah maupun tercecer. Sedangkan plate waste adalah makanan terbuang karena disajikan tetapi tidak dihabis dikonsumsi
13
. Analisa sisa makanan adalah suatu hal yang
menggambarkan daya terima pasien yang merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi pelayanan gizi yang diberikan. Sisa makanan merupakan salah satu factor yang dapat dipakai untuk menilai pelayanan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pelayanan gizi rawat inap di suatu rumah sakit 5. Terjadinya sisa makanan yang tidak dihabiskan pasien kemungkinan karena porsi yang terlalu besar. Pasien yang tidak bisa menerima karena tidak punya selera makan atau sebab-sebab lain
13
. Untuk menambah daya
tarik makanan biasanya makanan disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan 13.
34
Tujuan dari pengukuran sisa makanan adalah : 1. Mengetahui asupan makanan pasien yang dirawat. 2. Monitoring dan evaluasi asupan zat gizi sebagia acuan dalam pemberian obat yang dapat mempercepat masa penyembuhan 3. Evaluasi menu makanan yang disajikan rumah sakit 19. B. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini, kerangka berfikir yang peneliti gunakan adalah pengembangan dan penggabungan ini dianalisis melalui perbedaan berat badan dan daya terima makanan setelah diberikan makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko pada pasien schizophrenia di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (RSJSH) Perbedaaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang adalah perbedaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang setelah perlakuan 1 dan 2. Perbedaan rata-rata asupan makanan tambahan adalah perbedaan rata-rata jumlah makanan tambahan yang dikonsumsi oleh pasien schizophrenia dengan status gizi kurang baik pada pelakuan 1 dan 2. Salah satu intervensi untuk pasien dengan gizi kurang di RSJSH adalah dengan pemberian makanan tambahan berupa susu dan telur untuk meningkatkan berat badan pasien Selama ini susu dan telur disajikan dalam
35
bentuk terpisah. Artinya telur diolah dengan direbus dan susu bubuk putih 25 gr dengan gula pasir 15 gr dicampur ditambah air sehingga menjadi 200 cc susu. Dalam pemberiam intervensi tersebut kami menemukan kendala di antaranya adalah kondisi psikologis pasien dan sulitnya menambah berat badan pasien. Maka dari permasalahan di atas saya ingin mencoba merubah bentuk makanan tambahan susu dan telur yang pada awalnya terpisah menjadi bentuk modisko. Diharapkan makanan tambahan dalam bentuk ini dapat lebih diterima oleh pasien dan lebih efektif untuk meningkatkan berat badan pasien. Status gizi seseorang baik itu status gizi kurang maupun status gizi lebih disebabkan karena adanya gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh factor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang dapat disebabkan oelah kemiskinan, kebiasaan makan yang salah. Faktor sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan utilisasi zat gizi dan ekskresi .
36
C. Kerangka Konsep
Infeksi
Status Gizi Bentuk Makanan tambahan
Asupan Makanan Tambahan
Berat Badan
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
37
SKEMA ALUR PENELITIAN
Bentuk 1
Tanpa Perlakuan
Bentuk 2
Susu + telur
susu + telur
(terpisah)
(modisko)
7 hari
BB1
2 hari
BB2
7 hari
BB3
Δ BB1
BB4
ΔBB2
D. Hipotesis Penelitian 1.
Ada perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
2.
Ada
perbedaan
rata-rata
asupan
makanan
tambahan
pasien
schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan bentuk makanan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta 3.
Ada perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan asupan makanan tambahan di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
38