BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepemimpinan Efektif 1.1.
Defenisi Kepemimpinan Menurut Gillies (1994, dalam Arwani, 2006) mendefenisikan
kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead yang berarti beragam, seperti untuk memandu (to guide), untuk menjalankan arahan tertentu (to run in specific direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan di depan menjadi yang pertama dan cenderung ke hasil yang pasti. Yulk (1994) mengungkapkan mempengaruhi
kepemimpinan interpretasi
secara
mengenai
luas
sebagai
kelompok
suatu
atau
proses
organisasi,
pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaransasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan tim kerja serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berbeda di luar kelompok atau organisasi. Sedangkan Fleishman (1973, dalam Arwani, 2006) mengartikan kepemimpinan juga dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai salah
satu
kegiatan
yang
menggunakan
proses
komunikasi
untuk
mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Black (1994) dalam bukunya Management, A guide to Executive Command
mengemukakan
bahwa
kepemimpinan
adalah
kemampuan
meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu (Irawati,
Universitas Sumatera Utara
2004). Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai tujuan (Robbin, 2002). Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan tiap pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya dengan menggunakan proses komunikasi sehingga bawahan mampu bekerjasama secara efektif untuk mencapai suatu tujuan. 1.2.
Unsur-Unsur Kepemimpinan Menurut Azwar (1996) bahwa kepemimpinan dapat muncul jika
ditemukan sekurang-kurangnya empat unsur pokok yaitu: 1.2.1. Adanya pemimpin Unsur pertama dari kepemimpinan adalah adanya pemimpin yakni seseorang yang mendorong dan atau mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga tercipta hubungan kerja yang serasi dan menguntungkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang diinginkan. 1.2.2. Adanya pengikut Pengikut adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan dorongan atau pengaruh sehingga bersedia dan dapat melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 1.2.3. Adanya sifat atau perilaku tertentu Perilaku atau sifat tertentu yang dimiliki oleh pemimpin dapat dimanfaatkan untuk mendorong dan ataupun mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang.
Universitas Sumatera Utara
1.2.4. Adanya situasi dan kondisi tertentu Situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terlaksananya kepemimpinan. Situasi dan kondisi dibedakan atas dua macam yaitu pertama situasi dan kondisi yang terdapat dalam organisasi dan kedua situasi dan kondisi yang terdapat diluar organisasi dan kedua situasi yakni lingkungan secara keseluruhan. 1.3.
Keterampilan dan Sifat Kepemimpinan Menurut Koontz (1989, dikutip dari Monica, 1998) terdapat tiga
keterampilan yang menjadi syarat mutlak untuk efektivitas kepemimpinan seseorang dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin terutama dalam sebuah organisasi. Ketiga keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu : (1) keterampilan teknik : kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik-teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk penampilan tugas-tugas khusus didapat dari pengalaman, pendidikan dan latihan; (2) keterampilan manusiawi : kemampuan dan pengambilan keputusan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain, termasuk suatu pemahaman motivasi dan suatu penerapan kepemimpinan efektif; (3) keterampilan konseptual : kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan. Karakter dan sifat pemimpin yang baik perlu dipahami oleh setiap pemimpin, baik sebagai induvidu maupun pemimpin organisasi. Menurut Rivai (2008) sifat-sifat yang berhubungan erat dengan kepemimpinan adalah kecerdasan, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
memotivasi diri sendiri dengan orang lain, kestabilan emosi dan kontrol pribadi, keterampilan teknis dalam bidangnya, keterampilan perencanaan dan pengorganisasian. Ki Hajar Dewantoro, merumuskan tiga tingkah laku kepemimpinan yaitu (1) Ing ngarso sung tulodo, yang berarti kalau pemimpin itu berada didepan, ia memberikan teladan, (2) Ing madyo mangun karso, yang berarti bilamana pemimpin berada di tengah, ia membangkitkan tekad dan semangat, dan (3) Tut wuri handayani, yang berarti bilamana pemimpin itu berada di belakang, ia berperanan kekuatan pendorong dan penggerak (Rivai, 2008). 1.4. Kepemimpinan Efektif Kepemimpinan yang efektif menurut Chemers (1985, dikutip dari Siswanto 2005) banyak bergantung pada beberapa variabel, seperti kultur organisasi, sifat dari tugas dan aktivitas kerja, dan nilai serta pengalaman manajerial. Selain itu, Siagian (1982) juga mengungkapkan kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasional,
dan
yang
tercermin dalam kecekatannya
mengambil
keputusan. Menurut Lindgren (1993, dikutip dari Effendy, 2004) dalam bukunya “Effective Leadership in Human Communication” bahwa “effective leadership means effective communication”. Jika seorang pemimpin ingin menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin, pemimpin harus dapat melaksanakan kepemimpinannya secara efektif. Sehingga pemimpin harus
Universitas Sumatera Utara
mampu
melaksanakan
komunikasi
secara
efektif.
Dalam
konteks
kepemimpinan, seorang pemimpin berkomunikasi efektif bila pemimpin mampu membuat bawahan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan dan kegembiraan. Merton (1969, dikutip dari Swansburg & Swansburg, 2001) menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif dengan empat kondisi primer yaitu: (1) seseorang yang menerima komunikasi memahaminya; (2) orang ini mempunyai sumber-sumber untuk melakukan apa yang diminta dalam komunikasi tersebut; (3) orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta sifatnya konsisten dengan minat dan nilai yang dianutnya; (4) orang ini percaya bahwa perilaku tersebut konsiten dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif. Komponen kepemimpinan efektif terdiri dari pemimpin, pengetahuan, kesadaran diri, komunikasi, bersemangat, tujuan/sasaran, kegiatan konkrit. Kepemimpinan efektif terjadi manakala bawahan merespon karena ingin melakukan tugas dan menemukan kompensasinya, tetapi dari otoritas yang mempribadi, lalu bawahan menghormati, patuh, dan taat kepada pemimpin, dan senang hati bekerja sama, kemudian merealisasikan bahwa permintaan pemimpin konsisten dengan beberapa tujuan pribadi bawahan (Siswanto, 2005). Sehingga
dapat
disimpulkan,
kepemimpinan
efektif
adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengarahkan keinginan dan mampu melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan bersama
Universitas Sumatera Utara
dengan memperhatikan beberapa variabel seperti : mampu memotivasi diri sendiri, menggerakkan staf, pengetahuan, kepekaan yang tinggi, intelegensi, kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, percaya diri; semangat, komunikatif, nilai dan pengalaman manajerial, pemimpin, kesadaran diri, tujuan, kegiatan konkrit, kultur organisasi, sifat tugas, aktivitas kerja. 1.5. Komponen Kepemimpinan Efektif Menurut Tappen (1995), komponen kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin keperawatan yang efektif adalah sebagai berikut : 1.5.1. Pengetahuan Sebagai seorang pemimpin perawat yang efektif harus memiliki pengetahuan
tentang
kepemimpinan
maupun
pengetahuan
tentang keperawatan. a. Pengetahuan tentang kepemimpinan Pimpinan harus mengetahui tentang kebutuhan manusia, motivasi dan pengaruhnya terhadap perilaku. Pemimpin berinteraksi dengan manusia baik kepada induvidu maupun kelompok. Dalam berinteraksi dengan manusia, pemimpin mempunyai banyak kesibukan dan tanggung jawab, sehingga emosi turut mempengaruhi hasil pekerjaannya. Pengetahuan tentang teori dan konsep kepemimpinan akan meningkatkan kemampuan sebagai pemimpin untuk memilih tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih
spesifik
terhadap
situasi
dan
keterampilan
kepemimpinan secara spesifik. b. Pengetahuan tentang keperawatan Substansi dan keterampilan praktik keperawatan adalah penting
untuk
pemimpin
perawat.
Merencanakan
dan
mengorganisir asuhan keperawatan adalah tanggung jawab kepemimpinan dari perawat profesional. Pengetahuan dan kemampuan melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosa adalah penting, juga keahlian lainnya, sehingga pemimpin dapat membimbing perawat pelaksana dalam melakukan keterampilan keperawatan. Pemimpin harus selalu belajar untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilannya
melalui pendidikan, seminar, praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu dalam praktek dan belajar dari kelompok. Keterampilan kepemimpinan sangat membantu dalam membentuk harga diri sebab dapat memberikan kuasa personal (empowerment) terhadap seseorang bila digunakan dengan tepat. c. Berfikir krisis Berfikir krisis diartikan sebagai ujian rasional terhadap ideide,
asumsi,
keyakinan dan tindakan.
Hanya dengan
meningkatkan pengetahuan saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, tetapi membuat pilihan tentang apa yang dipelajari, memilih untuk menerima atau
Universitas Sumatera Utara
menolak pengetahuan yang ditawarkan menjadi bagian yang penting. Berdasarkan teori atau hasil penelitian petugas kesehatan seringkali gagal untuk bertanya tentang validitas dari praktik umum atau tindakan tersebut dalam praktik. 1.5.2. Kesadaran diri Pengenalan akan diri sendiri adalah langkah yang penting untuk menjadi pemimpin yang efektif, (Pagonis, 1992 dalam Tappen 1995). Kesadaran diri merupakan pengetahuan dan pemahaman tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dalam berinteraksi dengan dunia yang selalu berubah, pengetahuan secara penuh tentang emosi baik suka dan duka, kesenangan dan cinta. Pemimpin harus menyadari gejala-gejala kecemasan, dan mengenalinya. Jika gejala tersebut sudah meningkat, bagaimana mengatasinya, apakah mengetahui respon terhadap situasi sulit, dan bagaimana menggunakan koping yang sesuai. Di samping itu apakah pemimpin dapat mengenali dan mengekspresikan perasaan secara konstruktif, seperti mengekspresikan perasaan marah, hangat atau pengakuan positif kepada orang lain. Pentingnya kesadaran diri sebagai pemimpin berguna untuk mengevaluasi kemampuan secara realistik. Objektif terhadap kemampuan diri sendiri sehingga dapat mengidentifikasi area yang perlu untuk dikembangkan dan membangun kekuatan. Selanjutnya
mempengaruhi
perkembangan
hubungan
interpersonal yang efektif, membangun untuk memotivasi yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi membantu
perilaku.
Pengenalan
mengembangkan
diri
berguna
empati
dan
untuk
akhirnya
membangkitkan rasa percaya. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri adalah mengembangkan
pemahaman
terhadap
perilaku
manusia,
terutama peran dan emosi, kebutuhan manusia dan perilaku koping. Selanjutnya White (2004) menyatakan pemimpin yang efektif
dapat
mengembangkan
kesadaran
diri
dengan
mengidentifikasi, mengakui dan memahami kekuatan dan kelemahan,
percaya
pada
diri
sendiri,
kompetensi
dan
kemampuan. 1.5.3. Komunikasi Tappen (1995) menjelaskan komunikasi merupakan inti dari kepemimpinan, komunikasi dapat verbal dan non verbal, tertulis atau lisan. Kepemimpinan tidak terjadi kecuali dalam hubungan dengan orang lain. Pesan mempunyai tingkat arti yang berbeda, meliputi informasi, emosi dan tingkat hubungan. Emosi seringkali tampak pada komunikasi non verbal dan kadangkadang sangat jelas dan halus. Dalam berkomunikasi seorang pemimpin harus dapat: a. Mendengarkan secara aktif Kehadiran dan respon adalah dasar keterampilan komunikasi yang berguna untuk membangun hubungan kerja yang baik. Kalau tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang lain, kita
Universitas Sumatera Utara
tidak akan memahami mereka. Mendengarkan secara aktif membutuhkan konsentrasi untuk menangkap tingkat dari arti komunikasi. Kurang perhatian, atau mendengarkan pada permukaan, seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Kondisi psikologis bising, ansietas tinggi dapat juga mengganggu kemampuan untuk mendengarkan secara penuh, sehingga pembicara penting melakukan klarifikasi (Mullholland, 1991 dalam Tappen 1995). b. Saluran komunikasi Saluran komunikasi yang adekuat antara seseorang dengan orang lain yang bekerja bersama (perawat primer, perawat asosiate) adalah penting karena dapat terjadi salah paham dan kesalahan. c. Asertif Komunikasi
yang
sering,
jelas
dan
langsung
adalah
merupakan hal penting untuk efektivitas kepemimpinan. Hindari pesan yang tidak langsung, kurang jelas karena akan gagal menyampaikan pesan. Umpan balik negatif sekalipun disampaikan secara jelas dan konstruktif tanpa menyakiti. d. Memberikan umpan balik Anggota tim membutuhkan umpan balik sama seperti pemimpin untuk meningkatkan kesadaran diri, menghindari asumsi yang salah tentang perilaku seseorang dan menerima bimbingan untuk tumbuh dan berubah. Umpan balik negatif
Universitas Sumatera Utara
pun
harus
dikomunikasikan
tanpa
menyalahkan
atau
menyerang pribadinya karena fokus dari komunikasi adalah perilakunya. Membuat dialog terbuka dengan orang lain untuk menyelesaikan masalah dan menghindari respon yang bersifat defensif yang mengakibatkan terjadinya konflik, tetapi untuk kondisi yang menuntut pengembilan keputusan segera dapat dilakukan perbaikan sesegera mungkin. e. Membuat hubungan (linking) dan jaringan (networking) Linking adalah memciptakan hubungan dengan sesama karyawan dimana informasi yang didapat dalam kelompok dikomunikasikan kepada seluruh karyawan sehingga masingmasing karyawan dalam kelompok dapat memahami informasi tersebut dan bersama-sama untuk melaksanakannya f. Komunikasi visi Visi harus dikomunikasikan untuk mencapai tujuan kelompok. Komunikasi visi akan meningkatkan motivasi dan menambah semangat
tim,
dan
yang
paling
penting
memberikan
pengarahan dan gairah terhadap pekerjaan (Bryman, 1992 dalam Tappen 1995) 1.5.4. Semangat Pemimpin membutuhkan semangat dalam melakukan tindakan , jadi harus dapat menggunakan energi dengan baik. Semangat pemimpin terkait dengan fisik, emosional, dan antusias. Semangat pemimpin dalam bekerja mempunyai pengaruh
Universitas Sumatera Utara
potensial yang kuat terhadap orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang seseorang, tingkat energi akan berpengaruh saat memberikan respon. Semangat yang tinggi akan meningkatkan kepemimpinan yang kurang efektif. 1.5.5. Menentukan tujuan Kepala ruangan membuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai diruangan, sehingga staf perlu dilibatkan untuk membuat rencana kerja. Agar tujuan dapat tercapai, maka kepala ruangan harus dapat memahami tingkatan tujuan, penyamaan tujuan, mulai dari kelompok yang ada dan aktivitas prifesi. a. Tingkatan tujuan Pemimpin harus menyadari tiga tingkat tujuan, yaitu tujuan induvidu, kelompok dan lingkungan (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1974 dalam Tappen 1995). Tujuan tingkat individual, disebut juga sebagai tujuan personal. Ada beberapa alasan mengapa seseorang ingin melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Walaupun setiap orang berbeda dalam kelompok, mereka mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan juga dapat membuat konflik dengan tujuan personal. Tujuan berikut adalah tujuan tingkat kelompok sebagai keseluruhan. Kelompok memiliki karakteristik termasuk perbedaan tujuan. Tujuan kelompok juga dapat menimbulkan konflik bagi pemimpin jika dia memisahkan tujuan personal dengan tujuan kelompok.
Universitas Sumatera Utara
b. Menyamakan tujuan Tindakan pemimpin paling efektif, jika tujuan pada tingkat yang berbeda disamakan agar bermakna bagi kelompok termasuk pemimpin dapat bergerak ke arah yang sama. Pemimpin akan lebih efektif jika kelompok melihat pemimpin sebagai seseorang mempunyai
yang dapat
perhatian
yang
mengenal mereka dan
menarik
terhadap
mereka
(Hollander, 1974 dalam Tappen 1995). c. Mulai dari kelompok berada Dalam membuat tujuan kelompok, perlu dipertimbangkan tentang: siapa yang terlibat dalam pencapaian tujuan, atau siapa yang memiliki tujuan; apa target dari tujuan, dapat berupa orang atau objek; dan hasil akhir yang diinginkan. d. Aktivitas profesi Pemimpin harus mengembangkan diri, tidak menunggu seseorang untuk memberitahukan kepadanya apa yang harus dilakukan.
Perawat
harus
memiliki
kemampuan
kepemimpinan dan ide-ide yang jelas tentang keperawatan. Perawat sebagai pemimpin dapat berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya, harus memiliki identitas profesional yang kuat dan memiliki percaya diri atau tepatnya disebut sebagai ahli ketika dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Membuat keputusan Pemimpin yang efektif biasanya berfikir dulu sebelum melakukan tindakan. Pemimpin dalam mengatasi masalah dihadapkan dengan situasi yang sulit. Pemecahan masalah adalah proses sistematik untuk membantu pemimpin dalam menganalisa situasi dan memilih tindakan. Pemecahan masalah terdiri dari langkah-langkah, pengumpulan data, menentukan masalah, memilih strategi, menentukan tindakan dan evaluasi hasil, memerlukan petunjuk untuk mengatasi masalah atau tugas yang sulit. Pemimpin merencanakan dan mengorganisir kegiatan untuk melaksanakan usaha secara efektif dan efesien. f. Bekerjasama dengan orang lain Pemimpin membimbing orang lain, membagikan pengetahuan dan pengalaman dengan mereka. Sejumlah petunjuk dan arahan diperlukan sesuai dengan situasi. Perawat baru membutuhkan bimbingan dari perawat berpengalaman, tetapi sebagai pemimpin tidak hanya memberikan bimbingan termasuk juga terbuka terhadap perubahan, menerima saransaran dari orang lain, ingin untuk belajar dari pengetahuan dan pengalaman dari orang lain. 1.5.6. Memprakarsai / memulai tindakan Pemimpin efektif memprakarsai tindakan, ide-ide, saran-saran, dan
perencanaan
yang
harus
dilaksanakan.
Pemimpin
Universitas Sumatera Utara
mengambil tindakan untuk mengatasi masalah. Pemimpin harus mengetahui waktu yang tepat untuk memulai tindakan. Sebagai pemimpin, berani mengambil resiko, karena setiap tindakan pemimpin memiliki resiko, memperbaiki seseorang jika mereka salah, dan membantu orang lain. Dalam melakukan perannya, pemimpin memilih apakah bertindak atau tidak harus membuat keputusan. Jika memilih untuk memimpin, berarti memiliki resiko
untuk
kecaman,
konfrontasi
dan
menantang
kepemimpinan. Tetapi memilih tidak menjadi pemimpin juga menanggung resiko, kehilangan otonami, kesempatan berkurang untuk mengaktualisasikan diri, dan kehilangan harga diri. Menghadapi resiko dalam kepemimpinan adalah pilihan untuk membuka kesempatan lebih memuaskan interaksi induvidu terhadap induvidu dan untuk penghargaan yang lebih besar terhadap kehidupan pribadi dan dalam karir. 1.6.
Fungsi Kepemimpinan Efektif Kepemimpinan efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan
fungsinya. Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok organisasi masing-masing dan pemimpin berada di dalam dan bukan di luar organisasi. Oleh karena itu, fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar induvidu di dalam situasi sosial suatu organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tappen (1998); Nawawi dan Hadari (2000) fungsi kepemimpinan efektif memiliki dua dimensi yaitu dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan aktivitas memimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya, dan dimensi yang berhubungan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui kebijakan-kebijakan pemimpin. Berdasarkan dua dimensi tersebut dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan efektif, yaitu : 1.6.1. Fungsi instruktif Pemimpin
sebagai
pengambil
keputusan
berfungsi
memerintahkan pelaksanaan pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin menentukan isi perintah, cara mengerjakan perintah, waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya dan dimana tempat-tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Perintah yang jelas dari segi kepemimpinan
berarti
juga
sebagai
perwujudan
proses
bimbingan dan pengarahan, yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan kelompok/organisasi. Jadi kepemimpinan
yang
efektif
memerlukan
kemampuan
menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Fungsi konsultatif Pada tahap pertama dalam menetapkan keputusan, pemimpin berkonsultasi
dengan
orang
mendapatkan
informasi.
yang
dipimpinnya
Selanjutnya
pada
untuk
pelaksanaan
keputusan, konsultasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik yang
dapat
dipergunakan
untuk
memperbaiki
dan
menyempurnakan keputusan yang ditetapkan. 1.6.3. Fungsi partisipasi Fungsi ini mewujudkan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif,
antara pemimpin dengan dan sesama orang yang
dipimpin. Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Pemimpin tidak boleh hanya sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana. 1.6.4. Fungsi delegasi Pemimpin memberikan pelimpahan wewenang, menetapkan keputusan, mengevaluasi tugas pokok yang dapat dilimpahkan kepada orang yang dapat dipercayai, karena fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan
seorang
pemimpin
karena
kemajuan
dan
perkembangan organisasi tidak mungkin diwujudkan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
1.6.5. Fungsi pengendalian Kepemimpinan
yang
efektif
mampu
mengatur
aktivitas
anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan, dalam hal ini pemimpin harus aktif dengan mengikutsertakan kelompok. 2. Kemampuan Komunikasi 2.1. Defenisi Komunikasi Kata komunikasi berasal dari bahasa Inggris “communication” dan bahasa Latin “communicatio” yang bersumber dari kata “communis” yang artinya sama. Pengertian komunikasi sering didasarkan pada arti kata bahwa komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat (Nurhidayah, 2009). Kata komunikasi juga berasal dari kata “to commune,” yang berarti “menjadikan milik bersama ” (Tamsuri, 2005). Sunarto (2007) mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari satu ke orang lain agar informasinya dapat dipahami. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengiriman dari seseorang kepada orang lain (Rivai, 2008). Selain itu, komunikasi juga adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam
Universitas Sumatera Utara
komunikasi terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi sehingga mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993). Koont & O’Donell (1996) menyatakan bahwa komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang lain terlepas percaya atau tidak, tetapi informasi yang ditransfer tentulah harus dimengerti oleh penerima. Sehingga kemampuan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu dan mengubah sikap, pendapat atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan maupun tidak langsung melalui media. 2.2. Jenis-jenis Komunikasi Tamsuri
(2005)
mengungkapkan
bahwa
jenis-jenis
komunikasi
diklasifikasikan berdasarkan bentuk, konteks, umpan balik, dan jumlah peserta. 2.2.1. Komunikasi Berdasarkan Bentuk Berdasarkan bentuk komunikasi antar induvidu, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. a. Komunikasi verbal, merupakan pertukaran informasi dengan menggunakan kata-kata, baik dalam bentuk tulisan maupun tertulis. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. b. Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa/kata-kata. Komunikasi nonverbal disebut juga
bahasa
tubuh
(body
language).
Informasi
dapat
dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata,
Universitas Sumatera Utara
ekspresi, wajah, postur tubuh, kinesik (bahasa isyarat dengan gerakan tubuh), posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan keadaan diam (senyap). 2.2.2. Komunikasi Berdasarkan Konteks Selain berdasarkan bentuk, komunikasi dapat dibedakan atas konteks formal dan informal yaitu : a. Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi dalam lingkungan (setting) peran formal, misalnya hubungan guru dengan murid, petugas kesehatan di rumah sakit dan sebagainya. b. Komunikasi informal terjadi dalam lingkungan sosial, misalnya pembicaraan di antara anak-anak, pembicaraan antara suami dan istri dan sebagainya. 2.2.3. Komunikasi Berdasarkan Umpan Balik Komunikasi juga dapat dibedakan berdasarkan umpan balik yang timbul dalam suatu komunikasi, yaitu komunikasi satu arah dan dua arah. a. Komunikasi
satu
arah
adalah
komunikasi
yang
tidak
memerlukan umpan balik dari komunikan. Contoh komunikasi ini adalah media elektronik, seperti; televisi, melalui media cetak, seperti; seperti buku dan koran, dan kadangkala dalam komunikasi antarinduvidu secara langsung. b. Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang memerlukan umpan balik. Model komunikasi ini banyak digunakan. Komunikasi bentuk ini memungkinkan unsur-unsur manusia
Universitas Sumatera Utara
yang terlibat saling memberi umpan balik atas informasi yang dikomunikasikan. 2.2.4. Komunikasi Berdasarkan Jumlah Peserta Komunikasi Berdasarkan jumlah orang yang terlibat, komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi perorangan, komunikasi kelompok, komunikasi massa. a. Komunikasi perorangan adalah komunikasi yang melibatkan dua orang saja dalam suatu setting komunikasi. b. Komunikasi kelompok adalah proses pertukaran informasi yang melibatkan lebih dari dua orang; umumnya tiga sampai sepuluh orang. c. Komunikasi massa adalah komunikasi yang melibatkan banyak orang, misalnya; komunikasi dari radio, spanduk dan iklan, ceramah dan sebagainya. 2.3. Unsur-Unsur Komunikasi Unsur-unsur dalam proses komunikasi terdiri dari 9 yaitu sender (komunikator), encoding (penyandian), message (pesan), channel (saluran), decoding (pengawasandian), receiver (penerima), response (tanggapan), feedback (umpan balik) dan noise atau gangguan tak terencana (Effendy, 2004). Rivai (2008) menyatakan bahwa unsur atau elemen pokok di dalam proses komunikasi ada delapan yaitu : 2.3.1. Sender/source (pengirim/sumber) adalah orang yang mempunyai ide atau nisiatif untuk mengadakan komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Encoding (penyandian) adalah lambang informasi agar dapat diteruskan
dengan
menterjemahkan
informasi
ke
dalam
serangkaian simbol atau isyarat. 2.3.3. Message (pesan) adalah informasi yang telah dikirimkan oleh pengirim kepada penerima. 2.3.4. Channel (saluran) adalah media komunikasi formal antara seorang pengirim dan seorang penerima. 2.3.5.
Receiver
(penerima/komunikan)
adalah
induvidu
yang
menanggapi pesan dari pengirim. 2.3.6. Decoding (pengartian) adalah proses interpretasi yang dilakukan oleh penerima terhadap suatu pesan menjadi informasi yang berarti. 2.3.7. Noise (suara/kebisingan) adalah faktor yang menimbulkan gangguan, kebingungan terhadap komunikasi. 2.3.8. Feedback (umpan balik) adalah balikan dari proses komunikasi sebagai suatu reaksi terhadap informasi yang disampaikan oleh pengirim. 2.4. Proses Komunikasi Proses
komunikasi
dimulai
saat
seorang
komunikator
yang
mengembangkan ide membuat lambang-lambang kemudian menyampaikan lambang dan menyampaikan pesan yang dimilikinya. Komunikator membaca lambang/kode dan menggunakannya kemudian komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator (Purwanto, 1998). Effendy (2004)
Universitas Sumatera Utara
mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat dinyatakan dalam bentuk skema.
Pengirim Sandi
Pesan
Pengartian
Penerima
Media
Feedback
gangguan
Response
Skema 1. Proses komunikasi
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Potter & Perry (2005) mengindikasikan ada sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya proses komunikasi yaitu : 2.5.1. Perkembangan Sebagaian besar anak-anak lahir dengan mekanisme fisik dan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Tingkat perkembangan berbicara bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan perkembangan neurologi dan intelektual (Whaley & Wong, 1995, dikutip dari Potter & Perry, 2005). Lingkungan yang disediakan oleh orangtua memberikan pengaruh terhadap kemampuan untuk berkomunikasi. Agar perawat dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak-anak,
Universitas Sumatera Utara
perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan proses berpikir. 2.5.2. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Persepsi terbentuk oleh apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan dalam persepsi antar induvidu yang berinteraksi dapat menjadi kendala dalam komunikasi. 2.5.3. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi tingkah laku. Nilai adalah apa yang dianggap penting dalam hidup oleh seseorang dan pengaruh dari ekspresi pemikiran dan ide. Nilai juga mempengaruhi interpretasi pesan. Karena nilai adalah panduan umum tingkah laku, sangat penting bagi perawat untuk mengembangkan kepekaan dalam nilai. Perawat sebaiknya tidak membiarkan nilai pribadi mempengaruhi
hubungan
profesional.
Gerakan
tubuh
yang
menghakimi akan menghancurkan kepercayaan dan mengganggu komunikasi yang efektif. 2.5.4. Emosi Emosi adalah perasaan subjektif seseorang mengenai peristiwa tertentu. Cara seseorang bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang
lain dipengaruhi oleh emosi.
Emosi
mempengaruhi
kemampuan untuk menerima pesan dengan sukses. Emosi juga dapat menyebabkan seseorang salah menginterpretasikan sesuatu atau tidak mendengar pesan. Perawat dapat mengkaji emosi klien
Universitas Sumatera Utara
dengan mengamati interaksinya dengan dokter, perawat dan keluarga. Selain itu, perawat juga harus dapat mewaspadai dan menghindari emosi diri sendiri ketika mengasuh klien. 2.5.5. Latar Belakang Sosiokultural Budaya adalah jumlah total dari mempelajari cara berbuat, berpikir dan
merasakan.
Budaya
merupakan
bentuk
kondisi
yang
menunjukkan dirinya melalui tingkah laku. Budaya mempengaruhi cara klien dan perawat melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai situasi, yang direfleksikan asal budayanya seperti bahasa, pembawaan, nilai, dan gerakan tubuh. 2.5.6. Pengetahuan Komunikasi dapat menjadi sulit ketika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Pesan akan menjadi tidak jelas jika kata-kata dan ungkapan yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar. 2.5.7. Peran dan Hubungan Sesorang yang berkomunikasi dengan orang lain menggunakan pola peran dan hubungan yang tepat sesuai dengan peran dan pola hubungan yang dipunyai lawan bicaranya. Akan tetapi, dapat pula terjadi peran dan hubungan diantara seseorang dengan yang lainnya sangat berbeda. Sehingga peran dan pola hubungan yang dimiliki lawan bicara dapat diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.5.8. Lingkungan Proses komunikasi akan menjadi lebih efektif jika dilakukan pada kondisi yang nyaman dan kondusif. Kebisingan dan kurangnya kebebasan
seseorang
dapat
mengakibatkan
kebingungan,
ketegangan dan ketidaknyamanan dalam komunikasi. Gangguan lingkungan dapat mengganggu pesan yang dikirimkan antara dua orang. 2.5.9. Jender Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi proses komunikasi. Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama lain saling mempengaruhi proses komunikasi yang unik. Tannen (1990, dikutip dari Potter & Perry) menyatakan bahwa friksi antara kedua jenis kelamin bangkit karena pria dan waanita tumbuh dalam budaya yang secara esensial berbeda, maka akibatnya percakapan tersebut mengalami lintas kultural. Perawat perlu mewaspadai perbedaan ini ketika bekerja dengan klien atau dengan anggota tim kesehatan lainnya yang berlawanan jenis. Aktif menyimak dan mencari kejelasan akan membantu mencegah salah persepsi dan salah paham (Ebersole dan Hess, 1994) 2.5.10. Ruang dan teritorial Teritorial menetapkan makna dari hak seseorang pada suatu area dan sekitarnya. Teritorial membuat orang merasa memiliki identitas, keamanan dan kontrol. Seseorang merasa terancam ketika orang lain memasuki teritorialnya karena akan mengganggu
Universitas Sumatera Utara
homeostatis
psikologis,
menimbulkan
kecemasan,
dan
menyebabkan munculnya perasaan kehilangan kontrol. Ketika ruang personal terancam oleh karena gangguan, respon yang bersifat defensif akan muncul, menghalangi komunikasi efektif. Jika jarak fisik ditingkatkan, akan lebih mudah bagi klien dan perawat untuk berkomunikasi karena perawat menjadi tidak berperan. Komunikasi pada jarak sosial tidak terlalu mengancam jika dibandingkan komunikasi pada jarak personal atau intim karena saling berbagi pikiran secara intim jarang terjadi.
2.6. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan dan penerima dapat menerima pesan secara langsung (Hardjana, 2003). Komunikasi interpersonal menurut Joseph De Vito, dapat diartikan ”is the communication that takes place between two person who have an established relationships (De Vito, 2004). Kemampuan komunikasi interpersonal pemimpin memegang peranan penting karena pemimpin akan berhadapan dengan bermacam pribadi yang berbeda, watak maupun latar belakangnya. Dalam berkomunikasi interpersonal, tentunya kita memerlukan keterbukaan diri. Menurut Altman & Taylor (1973), keterbukaan diri adalah suatu pertukaran sosial sebagai dasar membangun hubungan. Berkaitan dengan keterbukaan diri ini, terdapat sebuah penelitian dari Hansen & Schuldt (1984, dalam Brehm & Kassin, 1996) bahwa:
1. Kita terbuka dengan apa yang kita suka
Universitas Sumatera Utara
2. Kita suka terhadap orang yang mampu membuka diri 3. Kita suka terhadap informasi yang terbuka
Dalam keterbukaan diri, terdapat beberapa penelitian yang mengacu terhadap perbedaan individu dalam menyampaikan keterbukaan diri, yaitu:
a. Usia. Semasa kecil manusia mempunyai keterbukaan diri yang lebih tinggi daripada ketika dewasa. Kemudian menginjak usia tua, manusia kembali mempunyai keterbukaan diri yang lebih besar. Contoh, sewaktu kecil sering membuka diri terhadap apa yang kita lakukan kepada orang tua. Setelah menginjak remaja hingga dewasa, kembali menutup diri kepada lingkungan sosial. Namun setelah tua, kembali membuka informasi tentang diri kita kepada orang lain. Hal ini dapat diasumsikan dengan kurve U.
b. Perbedaan gender Dindia & Allen (1992, dalam Brehm & Kassin, 1996) mempunyai penelitian dengan hasil sebagai berikut: (1) Perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap perempuan, (2) perempuan membuka diri terhadap sesama perempuan akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap sesama laki-laki, (3) perempuan membuka diri terhadap lakilaki akan lebih bisa terbuka daripada laki-laki membuka diri terhadap perempuan, (4) perempuan membuka diri terhadap laki-laki sama-sama bisa terbuka antara laki-laki membuka dirinya terhadap laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian-penelitian tersebut (setting budaya barat) belum tentu sama jika dilakukan di setting budaya timur, seperti di Indonesia, sebagaimana dipahami bahwa budaya dapat mempengaruhi proses komunikasi.
c. Budaya E.B.
Taylor
(1973,
dikutip
Koentjaraningrat
2005)
menyatakan
kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan adat istiadat.Kedudukan budaya dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal yaitu: menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur akan mengundang perbedaan persepsi terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul; menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan dalam bahasa. Oleh karena berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketika menggunakan kata yang sama. Misalnya kata ”awak” untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu. Sehingga dalam proses kegiatan komunikasi interpersonal, selain hambatan dalam bahasa juga terdapat hambatan semantik, yaitu perbedaan peristilahan
Universitas Sumatera Utara
dalam masing-masing bahasa; menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan pesan non-verbal mungkin
akan
mengundang
penafsiran
berbeda
hingga
tujuan
penyampaian pesan tidak akan tersampaikan; menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan adat / kebisaannya, norma-normanya, maka akan terjadi penolakan komunikasi interpersonal (Jalaludin, 1994)..
d.Pengalaman Pengalaman adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang perjalanan hidup. Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang dibesarkan
sama-sama
dalam
lingungan
keluarga
yang
sama
pengalamannya tidak akan persis sama bahkan mungkin akan berbeda. Perbedaan pengalaman antara individu (bahkan antar anak kembar) ini bermula dari perbedaan persepsi masing-masing tentang sesuatu hal. Perbedaan persepsi tersebut banyak disebabkan karena perbedaan kemampuan kognitif antara individu termasuk anak kembar tersebut, sedangkan bagi individu yang saling berbeda budaya tentu saja perbedaan persepsi tersebut karena perbedaan budaya. Perbedaan persepsi tersebut kemudian ditambah dengan perbedaan kemampuan penyimpanan hal yang dipersepsi tadi dalam strorage sirkit otak masing-masing individu tersebut menjadi long-term memorinya. Setelah itu perbedaan akan berlanjut dalam hal
perbedaan
kemampuan
memanggil
memori
jika
diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam komunikasi interpersonal (Jalaludin, 1994).
e. Pendidikan Pendidikan keperawatan bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komunikasi diruangan, tidak semua kepala ruangan yang mempunyai pendidikan keperawatan yang tinggi menganut komunikasi yang efektif. Selain itu pengalaman kerja juga bisa mempengaruhinya. Tetapi manajemen ruangan akan tercapai secara maksimal apabila pemegang manajemen itu sendiri mempunyai latar belakang standart mutu pendidikan yang telah ditetapkan, sebab standar mutu pendidikan sebagai salah satu dalam memberikan tanggung jawab, kewenangan dan kompetensi yang diberikan oleh rumah sakit (Wulandari, 2005).
f. Pelatihan Manajerial/Kepemimpinan Pemimpin dalam memanajemen ruangannya, pemimpin harus dapat menciptakan iklim kerja yang menyenangkan sehingga kreativitas staf berkembang. Staf diarahkan agar dapat menghayati makna visi dan misi ruangan sehingga tujuan pribadi sejalan dengan tujuan kelompok/organisasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pelayanan praktik kesehatan diruangan, perlu diadakannya pelatihan kepemimpinan/manajerial bagi pemimpin (Swansburg, 2000).
Menurut Robbin (2007) manajer berkomunikasi langsung bertatapan wajah dengan anggota lain pada organisasi besar adalah hal yang mustahil bagi diri manajer. Sehingga manajer harus mengembangkan keterampilan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
interpersonal yaitu komunikasi nonverbal, komunikasi asertif, dan keterampilan mendengar.
2.6.1. Komunikasi nonverbal Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. (Hardjana, 2005). Robbin (2007) menyatakan terdapat tujuh bagian sebagai petunjuk nonverbal yang dapat terjadi dengan atau tanpa komunikasi verbal :
a. Tempat Tempat antara pengirim dan penerima mempengaruhi apa yang dikomunikasikan. Meskipun jarak termasuk sebuah kekurangan kepercayaan
atau
kehangatan,
tidak
adekuatnya
tempat,
didefenisikan dengan normamembudaya, dapat membuat induvidu merasa diancam atau terintimidasi.
b. Lingkungan Area dimana tempat komunikasi berlangsung adalah bagian penting dari proses komunikasi. Komunikasi yang berlangsung di kantor besar secara umum lebih serius dari pada komunikasi yang berlangsung
di
kantin.
Lingkungan
merupakan
tempat
dilaksanakannya komunikasi (Nursalam, 2008).
c. Penampilan luar Banyak yang dikomunikasikan dengan pakaian , gaya rambut, kosmetik dan menarik (cantik). Frasa “pakaian untuk sukses” secara
Universitas Sumatera Utara
langsung mengartikan pengaruh pakaian dan penampilan pada persepsi peran dan kekuatan. Pakaian, kosmetik dan sesuatu yang menarik merupakan bagian dari komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi (Nursalam, 2008).
d. Kontak mata Petunjuk nonverbal ini sering diasosiasikan dengan ketulusan. Payne (1987, Robbin 2007) mengungkapkan bahwa kontak mata merupakan
sebuah
mempengaruhi.
undangan
Demikian
atau
juga,
kesiapan perubahan
untuk
saling
kontak
mata
mengindikasikan secara nonverbal bahwa interaksi tersebut berhenti. Bagaimanapun, manajer harus menyadarinya, seperti tempat, timbul atau ketidaktimbulan kontak mata dipengaruhi secara kuat oleh standar budaya. Kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan seseorang untuk berkomunikasi (Nursalam, 2008). Tatapan yang tajam kepada seseorang bisa berarti kekaguman atau bentuk perlawanan (Mundakir, 2006).
e. Postur tubuh / Gesture Beratnya sebuah pesan ditingkatkan jika wajah si pengirim bertatap wajah dengan penerima, berdiri atau duduk dengan tepat dan dengan kepala tegak lurus, bersandar ke depan menghadap penerima. Ketika berkomunikasi dengan postur tubuh sedikit membungkuk, berdiri tegak atau dengan menopang tangan di pinggang memberikan arti dan suasana komunikasi yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
(Mundakir, 2006). Postur tubuh adalah bobot suatu pesan bisa ditunjukkan dengan orang yang menudingkan telunjukkny, berdiri atau duduk (Nursalam, 2007).
f. Gerak isyarat Sebuah pesan ditekan dengan gerak isyarat yang tepat mendapat perhatian. Misalnya, gerakan tangan saat bicara, anggukan kepala sebagai ungkapan persetujuan dan gelengan kepala sebagai ungkapan
penolakan.
Terlampau
banyak
gerak
isyarat,
bagaimanapun, menjadi membingungkan. Contoh, pergerakan tangan dapat memberi tekanan atau mengalihkan pesan.
g. Ekspresi wajah Komunikasi efektif membutuhkan ekspresi wajah setuju dengan pesan yang diterima. Manajer memberikan sebuah kesenangan dan ekspresi terbuka diterapkan oleh staf sebagai sesuatu yang mudah dijumpai. Demikian juga, ekspresi wajah seorang perawat dapat berefek dengan baik dan klien sudi menjalin hubungan. Leathers (1976, dikutip dari Jalaludin, 1994) menyimpulkan penelitianpenelitian tentang wajah yaitu: wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tidak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan; wajah mengkomunikasikan intensitas
keterlibatan
dalam
situasi-situasi;
wajah
Universitas Sumatera Utara
mengkomunikasikan
tingkat
pengendalian
individu
terhadap
pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian. Menurut Roger dkk (2000, dikutip dari Mundakir, 2006) bahwa ungkapan perasaan seseorang dapat dilihat dari ekspresi wajahnya terutama dari lokasi sekitar mata dan mulut.
h. Waktu Keragu-raguan sering mengurangi efek pada pernyataan atau penuh dengan ketidakbenaran.
i. Petunjuk vokal Petunjuk vokal sebagai nada, volume, dan infleksi. Semua petunjuk ini ditambahkan ke pesan agar dapat di transmisikan. Pemimpin efektif memiliki kesesuaian komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal. Pemimpin harus lebih sensitif terhadap pesan verbal dan nonverbal dari bawahan dan melihat ketidakkonsistenan, yang dapat menunjukkan masalah yang belum terselesaikan.
2.6.2. Komunikasi asertif (tegas) Tingkah laku asertif adalah sebuah cara komunikasi yang mengizinkan induvidu untuk mengekspresikan diri secara langsung, jujur, dan tepat, serta tidak melanggar hak-hak pribadi orang lain. Stewart dan Sylvia (dari Spector,
1973)
mengungkapkan
bahwa
ketegasan
menunjukkan
pengungkapan perasaan, pendapat dan keyakinan secara langsung, jujur dan tepat. Belajar bersikap tegas bagi seseorang yang tidak biasa bersikap
Universitas Sumatera Utara
tegas, terasa tidak menyenangkan. Stewart dan Sylvia (dari Berko, 1985) menjelaskan beberapa prinsip ketegasan penting untuk diperhatikan, yaitu: (1) mengubah reaksi terhadap aksi seseorang, menjelaskan dan meminta apa yang menjadi keinginan, kebiasaan bukan alasan untuk melakukan sesuatu, perasaan merupakan tanggung jawab masing-masing, berusaha menerima penolakan dalam setiap hubungan, tegas bukan berarti kekerasan; (2) tidak sedikit perilaku seseorang dalam mempertahankan haknya dilakukan dengan cara agresif, yaitu menyerang. Perilaku tegas, menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan hak tanpa melanggar dan merampas hak orang lain. Untuk menjadi sukses pada fase kepemimpinan dalam manajemen, pemimpin harus memiliki keterampilan komunikasi asertif yang dikembangkan dengan baik. Terdapat empat kesalahpahaman tentang komunikasi asertif yaitu :
a. Semua komunikasi adalah baik asertif ataupun pasif. Kenyataannya, terdapat empat kemungkinan untuk keberadaan komunikasi: pasif, agresif, agresif secara tidak langsung atau pasifagresif, atau asertif. Komunikasi pasif terjadi ketika seorang induvidu diam, meskipun induvidu tersebut merasakan dengan kuat tentang isu. Induvidu yang agresif mengekspresikan diri sendiri melanggar hak-hak induvidu lain; tingkah laku ini secara umum diorientasikan terhadap “ menang pada seluruh biaya” atau mendemonstrasikan diri-unggul. Komunikasi pasif-agresif adalah sebuah pesan yang dipresentasikan dengan cara pasif. Secara umum meliputi perubahan verbal yang dibatasi (dengan tingkah laku
Universitas Sumatera Utara
nonverbal yang tidak sesuai) oleh induvidu yang merasakan situasi. Induvidu tersebut berpura-pura mengambil kembali usaha untuk memanipulasi situasi.
b. Siapa yang berkomunikasi atau berkelakuan asertif memperoleh segalanya yang diinginkan.
Ini tidak benar, karena menjadi asertif meliputi hak-hak dan tanggung jawab. Cheneveut (1988, Robbin, 2007) hak-hak dan tanggung jawab asertif induvidu. Hak-hak ini terdiri dari hak untuk berbicara, memperoleh, memiliki masalah, bahagia, bekerja, membuat kesalahan, tertawa, memiliki teman, kritis, imbalan atas usaha, kebebasan, menangis, dan dicintai. Sedangkan tanggung jawab tersebut terdiri dari mendengar, memberi, menemukan solusi, memberi kenyamanan orang lain, melakukan yang terbaik, mengoreksi kesalahan, membuat yang lain bahagia, menjadi teman, berdoa, memberikan imbalan terhadap usaha lain, mampu bergantung, mengeringkan air mata, mencintai yang lain.
c. Ketegasan adalah sesuatu yang tidak lemah gemulai (lembut). Luke (1992, dikutip dari Robbin, 2007) percaya bahwa kekurangan suara wanita pada masyarakat Amerika adalah sebuah konsekuensi dari sejarah. Meskipun peran wanita pada masyarakat secara umum telah mengalami perubahan besar pada 100 tahun terakhir, perawat secara terus menerus menemukan kesulitan pada penerimaan
Universitas Sumatera Utara
dimana perawat berkecimpung pada asertif, aktif, peran membuat dan memutuskan.
d. Kesalahpahaman konsep tentang bentuk asertif dan agresif Menjadi asertif adalah tidak menjadi agresif. Meskipun ketika diketemukan dengan seseorang yang agresif, komunikator asertif tidak menjadi agresif.
2.6.3. Keterampilan mendengar Kerfoot (1998, dikutip dari Robbin, 2007) mengungkapkan bahwa mendengar apa yang disampaikan orang adalah sebuah ilmu dan seni. Untuk menjadi seorang pendengar yang baik, pemimpin harus mengetahui atau sadar akan bagaimana pengalaman, nilai, tingkah laku pemimpin dan efek prasangka, bagaimana pemimpin menerima dan menerapkan pesan. Kemudian pemimpin harus menguasai informasi dan komunikasi berlebihan yang melekat pada pertengahan peran manajemen. Akhirnya, pemimpin secara terus-menerus harus bekerja untuk mengembangkan keterampilan mendengar. Pemimpin yang aktif mendengar ikhlas memberikan waktu dan memperhatikan pengirim, memfokuskan pada komunikasi verbal dan nonverbal.
Universitas Sumatera Utara