BAB II KEPALA MADRASAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU A. Kepala Madrasah 1. Pengertian Kepala Madrasah Definisi Kepala Madrasah menurut Wahjo Sumidjo yaitu Kepala Madrasah terdiri dari dua kata, yaitu kepala dan madrasah. Kata kepala dapat di artikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan madrasah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana Kepala Madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.1 2. Syarat-Syarat Kepala Madrasah Kepala Madrasah ideal harus memiliki kelebihan dibandingkan dengan kelompok yang dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran di dalam dirinya bahwa dia memiliki kelamahan. Misalnya, dia memiliki kelemahan dalam pekerjaan
1
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 82.
23
24
teknis, tetapi memiliki kelebihan dalam menggerakkan orang. Lebih jauh lagi, baik karena jabatan formal atau karena kepentingan tertentu. Pemimpin
pendidikan
dalam
memangku
jabatan
yang
dapat
melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial ekonomis yang layak. 2 Abdul Aziz
Wahab
dalam
bukunya
mengemukakan
persyaratan-persyaratan
kepribadian dari seorang pemimpin yang baik, adalah: a. b. c. d. e. f.
Rendah hati dan sederhana Bersifat suka menolong Sabar dan memiliki kestabilan emosi Percaya kepada diri sendiri Jujur, adil dan dapat dipercaya Keahlian dalam jabatan.3 Sanusi dkk, mengemukakan beberapa kemampuan professional yang
harus ditunjukkan oleh Kepala Madrasah, yaitu: a. Kemampuan untuk menjalankan tanggung jawab yang diserahkan kepada selaku unit kehadiran murid. b. Kemampuan untuk menerapkan keterampilan-keterampilan konseptual, manusiawi, dan teknis pada kedudukan dari jenis ini. c. Kemampuan untuk memotivasi para bawahan untuk bekerja sama secara sukarela dalam mencapai maksud-maksud unit dan organisasi. d. Kemampuan untuk memahami dari implikasi-implikasi dari perubahan sosial, ekionomis, politik dan educational.4
2
Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 136. 3 Ibid.
25
3. Standar Kompetensi Kepala Madrasah Standar Kepala Madrasah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Madrasah. Kualifikasi Kepala Sekolah atau Madrasah terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus a. Kualifikasi umum kepala madrasah adalah: 1) Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi 2) Pada waktu diangkat sebagai Kepala Madrasah berusia setiggi-tingginya 56 tahun 3) Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing kecuali di Taman Kanak-kanan atau Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan 4) Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang. b. Kualifikasi Khusus Kepala Madrasah meliputi: 1) Kepala Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs) adalah: a) Berstatus sebagai guru SMP/ MTs b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/ MTs; dan c) Memiliki sertifikat kepala SMP/ MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.5
4
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan: dalam Upaya Peningkatan Profesionalitas Tenaga Kependidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 133. 5 Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan: Aplikasi dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah / Madrasah, Cet. Ke-3 (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h. 39-41.
26
4. Gaya atau Tipe-tipe Kepemimpinan Kepala Madrasah Kata gaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya dapat diartikan sebagai sikap, gerakan, irama dan lagu; ragam; cara dalam melakukan gerakan dalam olahraga; lagak lagu, tingkah laku; sikap elok; gerak-gerik yang bagus.6 Menurut Veithzal Rivai sebagaimana dikutip oleh Baharuddin dan Umiarso mendefinisikan gaya sebagai sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan oleh pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepimimpinan adalah pola perilaku atau strategi yang disukai atau sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Dalam mempengaruhi bawahan di lembaga pendidikan madrasah, biasanya kepala madrasah memiliki gaya yang berbeda-beda dan dimungkinkan menyesuaikan karakter bawahan yang dipimpinnya. Beberapa gaya / tipe kepemimpinan Kepala Madrasah yang biasa atau banyak diterapkan di lembaga pendidikan Madrasah, yaitu:
6
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 340.
27
a. Gaya kepemimpinan otokratis 1) Pengertian Kata otokratik, dapat diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri, setiap produk pemikiran dipandang benar, keras kepala, atau rasa „aku‟ yang keberterimaannya pada khalayak bersifat dipaksakan. Ketika perilaku atau sikap itu ditampilkan oleh pemimpin, lahirlah yang disebut kepemimpinan otokratik atau kepemimpinan yang otoriter.7 Kepemimpinan otokratis berasumsi bahwa semua kewenangan, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu dalam praktik berpusat pada pemimpin.8 Beberapa karakter kepemimpinan ini adalah pemimpin memaksakan putusan-putusan dengan penggunaan ganjaran dan rasa takut akan hukuman, komunikasi cenderung satu arah dari atasan ke bawahan atau pengikutnya. Ganjaran akan tersedia bagi mereka yang berbuat sesuai dengan apa yang di katakan kepada mereka dalam batasan yang ditetapkan. Kepemimpinan yang otoriter atau otokratis bertindak sebagai diktator. Baginya, pemimpin adalah menggerakan dan memaksa kelompok, menunjukan, dan memberi perintah. Kewajiban anggotanya
7
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, Cet. Ke-4 (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 212. 8 Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 215.
28
adalah mengikuti dan menjalankan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki adanya rapat atau musyawarah. Kalaupun ada rapat atau berkumpul, hanyalah untuk menyampaikan intruksi.9 Gaya kepemimpinan otoriter menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang di pimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu di pandang rendah, sehingga di anggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimipin sebagai atasan tidak boleh di bantah, karena di pandang sebagai satu-satunya yang paling benar.10 2) Ciri-ciri Ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah: a) Menganggap organisasi yang dipimpinnya adalah milik pribadi; b) Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; 9
Ibid., h. 216. Daryanto, Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran (Yogyakarta: Gaya Media, 2011), h. 36. 10
29
c) d) e) f)
Menganggap bawahan hanya alat semata-mata; Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya; Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya; Cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari kesalahan / menghukum.11
3) Keuntungan dan kerugian Sutisna berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Nur Zazin, bahwa keuntungan dari kepemimpinan otoriter adalah kecepatan dalam membuat keputusan, pimpinan tidak harus memperoleh persetujuan para anggota kelompok sebelum memutuskan. Sedangkan kerugian kepemimpinan jenis ini adalah pengaruhnya kepada semangat kelompok, mungkin mereka tidak senang dengan cara putusan-putusan dibuat dan karenanya dukungan terhadap putusan itu hanya sekedarnya saja.12 b. Gaya kepemimpinan demokratis 1) Pengertian Gaya kepemimpinan demokratis juga disebut partisipatif, yakni kepemimpinan yang mempertimbangkan keinginan-keinginan dan saransaran dari anggota, yang menggunakan pendekatan hubungan manusia dan semua anggota kelompok dilihat sebagai penyumbang penting kepada putusan akhir.13 Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok / organisasi . 11
Musfiratun Yusuf, Manajemen Pendidikan: Sebuah Pengantar, Cet Ke-3 (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2008), h. 129. 12 Nur Zazin., Op.cit, h. 215-216. 13 Ibid., h. 217.
30
Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung, penyelamat, dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi / kelompok. Disamping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif). Inti demokrasi adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Tipe kepemimpinan demokratis bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan yang bermutu dapat dicapai. Pimpinan yang demokratis berusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan. Tugas dan tanggung jawab dibagi menurut bidang masing-masing. Onteng sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan demokratis ialah suatu gaya kepemimpinan di mana pimpinan memainkan “peran permisif”. Istilah permisif yang berasal dari bahasa inggris permissive diartikan mengizinkan. Istilah ini hendaknya tidak diartikan serba boleh sehingga tidak demokratis lagi, tetapi diartikan sebagai pembagian fungsi-fungsi kepemimpinan dengan para anggota kelompok melalui partisipasi mereka didalam menetapkan perencanaan, tujuan, dan pengarahan kegiatan. Sudarman Danim, merumuskan bahwa kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis tujuan organisasi akan tercapai. Dengan interaksi dinamis, dimaksudkan bahwa pemimpin mendelegasikan tugas
31
dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif.14 Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama, setiap anggota kelompok / organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.15 2) Ciri-ciri
a) b) c) d) e)
Ciri-ciri kepemimpinan demokratis antara lain: Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi; Bawahan, oleh pemimpin dianggap sebagai komponen pelaksana dan secara integral harus diberi tugas dan tnggung jawab; Disiplin, tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama; Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan; Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
3) Keuntungan dan kerugian Keuntungan
kepemimpinan
partisipasif
sering
melingkupi
peningkatan semangat kelompok serta dukungan kepada putusan akhir dan putusan yang lebih baik melalui informasi dan dukungan-dukungan 14 15
Sudarman Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, Op.cit., h. 213. Daryanto, Op. cit., h. 35.
32
yang dimiliki anggota. Kerugian dari gaya ini adalah putusan-putusan yang lambat dan melalui kompromi-kompromi yang dimaksudkan untuk menyenangkan setiap orang, tapi tidak pemecahan yang paling baik. 16 c. Gaya kepemimpinan karismatik 1) Pengertian Kepemimpinan karismatik memiliki energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain sehingga ia memiliki pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya seseorang memiliki karisma besar. Dia dianggap memiliki kekuatan gaib (supernatural power) dan kemampuankemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia yang Maha
Kuasa.
Dia
banyak
memiliki
inspirasi,
keberanian
dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar.17 2) Ciri-ciri Ciri-ciri gaya kepemimpinan karismatik, antara lain: a) Memiliki daya penarik yang sangat besar; b) Pada umumnya memiliki pengikut yang sangat besar;
16
Nur Zazin, Op. cit., h. 217. Didin Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidkan: Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 302. 17
33
c) Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu; d) Dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib; e) Karisma yang dimilikinya tidak bergantung kepada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan seorang pemimpin.18 d. Gaya kepemimpinan permisif (laissez faire) 1) Pengertian Kata permisif bermakna serba boleh, serba mengiyakan, tidak mau ambil pusing, tidak bersikap dalam makna sikap sesungguhnya, dan apatis.19 Gaya kepemimpinan permisif (Laissez faire) adalah gaya kepemimpinan yang tidak menunjukkan kemampuan pemimpin karena ia membiarkan organisasi dan anggota melaksanakan kegiatannya masing-masing tanpa dalam satu arah kebijakan yang jelas dari pemimpin. Ia tidak menunjukkan kualifikasi sebagai pemimpin karena tidak memberikan sumbangsih apa-apa kepada kinerja organisasi.20 2) Ciri-ciri
a) b) c) d) e)
18 19 20
181.
Ciri pimpinan yang permisif antara lain: Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri; Mengiyakan semua saran; Lambat dalam membuat keputusan; Banyak „mengambil muka‟ kepada bawahan; Ramah dan tidak menyakiti bawahan.
Musfirotun Yusuf, Op.cit., h. 130. Sudarwan Danim, Visi Baru Perubahan Sekolah, Op.cit., h. 214. Engkoswara dan Aan Komariyah, Administrasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), h.
34
3) Keuntungan dan kerugian Keuntungan dari gaya kepemimpinan ini adalah tujuan dari organisasi akan lebih cepat tercapai. Namun keberhasilan ini harus didukung kemampuan, kesadaran dan dedikasi yang tinggi dari bawahan. Hal ini karena setiap individu akan melaksanakan tugasnya dengan sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan yang ia miliki tanpa ada perasaan iri dengan yang lain atau pun terpaksa. Tanpa semua itu mustahil tujuan dari organisasi akan tercapai. Sedangkan kerugian dari gaya tersebut yaitu bawahan tidak dapat mengembangkan kemampuan dan pola pikirnya karena tidak ada pengarahan dari pimpinan hingga kendala-kendala yang dihadapi tidak dapat diselesaikan secara tuntas. 5. Peran Kepala Madrasah Menurut Slameto, “peran merupakan bagian dari tugas dan harus dilaksanakan.”21 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran berarti perangkat atau tingkah laku yang diharapkan oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.22
21
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), h. 97. 22 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke-4 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 854.
35
Pihak madrasah dalam menggapai visi dan misi pendidikan perlu ditunjang oleh kemampuaan kepala madrasah dalam roda kepemimpinannya. Pelaksanaan peran, fungsi dan tugas Kepala Madrasah tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena saling terkait dan saling mempengaruhi serta menyatu dalam pribadi seorang Kepala Madrasah professional, yang harus dipahami oleh
kepala
madrasah
adalah
bagaimana
kepala
madrasah
mampu
mengamalkan dan menjadikan hal tersebut dalam bentuk tindakan nyata di sekolah. Kepala madrasah yang demikianlah yang akan mampu mendorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen pendidikan. Dalam paradigma baru manajemen pendidikan, Kepala Madrasah setidaknya harus mampu berfungsi sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), innovator, dan motivator.23 Dalam perspektif kebijakan pendidikan Nasional (Depdiknas), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah dalam peningkatan kompetensi guru yaitu: a. Kepala Madrasah sebagai educator (pendidik) Sebagai seorang pendidik yang diangkat menjadi pemimpin, kepala madrasah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan paling tidak empat macam hal nilai: nilai-nlai yang berkaitan dengan mental,
23
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet.Ke-9 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 97-98.
36
moral, fisik, dan artistik.24 Dalam memainkan nya perannya sebagai pendidik, kepala sekolah perlu memperhatikan tiga kelompok sasaran utama: para guru, tenaga administratif atau staf TU, dan para peserta didik. b. Kepala Madrasah sebagai manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan Kepala Madrasah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini Kepala Madrasah seyogyanya dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.25 Kepala Madrasah sebagai manajer menempati posisi yang telah ditentukan di dalam organisasi sekolah, kepala sekolah mempunyai posisi puncak yang memegang kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah di tentukan.26 Dari uraian diatas, peran inti kepala madrasah sebagai manager adalah mampu berpikir secara kritis dan konseptual dalam menghadapi berbagai macam persoalan disekolah dan menjadi juri menengah dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahannya.
24
Ibid., h. 98. Daryanto, Op. cit., h. 31. 26 Rohiat, Manajemen Pendidikan: Teori dasar dan Praktik (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 33. 25
37
c. Kepala Madrasah sebagai administrator Kepala Madrasah sebagai adminstrator memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program madrasah.Jadi, dalam administrator tugas utama yang harus dilakukan oleh kepala madrasah adalah merencanakan, membuat atau menyusun perencanaan yang bersifat pencatatan, pendokumenan seluruh program madrasah. Secara spesifik, kepala madrasah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif agar dapat menunjang produktivitas madrasah.27 d. Kepala Madrasah sebagai supervisor Kepala Madrasah perlu melaksanakan kegiatan supervisi secara berkala untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 27
E. Mulyasa, Loc. Cit., h. 107.
38
Jadi, kepala madrasah berkewajiban untuk memberikan pembinaan atau bimbingan, pengawasan dalam bekerja kepada para guru dan tenaga kependidikan. 28 e. Kepala Madrasah sebagai leader (pemimpin) Dalam impelementasinya, kepala madrasah sebagai leader dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinannya, yakni demokratis, otoriter, dan laissez-faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang leader, sehingga dalam melaksanaan kepemimpinannya, sifat-sifat tersebut muncul secara situasional.29 Kadangkala kepala madrasah sebagai leader bersifat demokratis, otoriter, dan mungkin bersifat laissez-faire. f. Kepala Madrasah sebagai innovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintergrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di madrasah, dan mengembangkan model-model pembelajaran.30
28
Daryanto, Op. cit., h.33-34. E. Mulyasa, Op. Cit., h. 116. 30 Ibid., h. 118. 29
39
g. Kepala Madrasah sebagai motivator Sebagai motivator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugasnya sebagai pendidik. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar.31 cara garis besar kualitas dan kompetensi kepala madrasah dapat dinilai dari kinerjanya dalam mengaktualisasikan fungsi dan perannya sebagai kepala madrasah, antara lain: a. Kepala Madrasah sebagai pendidik (educator) 1) Kemampuan membimbing guru dalam melaksanakan tugas; 2) Mampu memberikan alternatif pembelajaran yang efektif; 3) Kemampuan membimbing karyawan dalam melaksanakan tugas sebagai tata usaha, pustakawan, laboratorium, dan bendaharawan; 4) Kemampuan membimbing stafnya untuk lebih berkembang terkait pribadi dan profesinya; 5) Kemampuan membimbing bermacam-macam kegiatan kepeserta didikan; 6) Kemampuan belajar mengikuti perkembangan IPTEK.32 b. Kepala Madrasah sebagai manajer 1) Kemampuan menyusun program secara sistematik, periodic, dan kemampuan melaksanakan program yang dibuatnya secara skala prioritas; 31
Ibid., h. 120 Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: Refita Aditama, 2008), h. 37. 32
40
2) Kemampuan menyusun secara organisasi personal dengan uraian tugas sesuai dengan standar yang ada; 3) Kemampuan menggerakkan stafnya dengan segala sumber daya yang ada, serta lebih lanjut memberikan acuan yang dinamis, dalam kegiatan rutin dan temporer. c. Kepala Madrasah sebagai administrator 1) Kemampuan mengelola semua perangkat KBM secara sempurna dengan bukti berupa data administrasi yang akurat; 2) Kemampuan mengelola administrasi kepeserta didikan, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, dan administrasi persuratan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Kepala Madrasah sebagai supervisor 1) Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan di lembaganya dan dapat melaksanakan dengan baik. Melaksanakan supervisi kelas secara berkala baik supervisi akademis maupun supervisi klinis; 2) Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja guru dan karyawan; 3) Kemampuan memanfaatkan kinerja guru atau karyawan untuk pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. e. Kepala Madrasah sebagai pemimpin (leader) 1) Memiliki kepribadian yang kuat. Sebagai seorang muslim yang taat beribadah, memelihara norma agama dengan baik, jujur percaya diri, bertanggungjawab demi kemajuan dan perkembangan; 2) Mau mendengar kritik/usulan yang konstruktif dari semua pihak yang terkait dengan tugasnya baik dari staf, karyawan, atau peserta didiknya sendiri; 3) Kemampuan berkomunikasi dengan baik, mudah dimengerti, teratur dan sistematis kepada semua pihak; 4) Kemampuan menciptakan hubungan kerja yang harmonis, membagi tugas secara merata dan dapat diterima oleh semua pihak. f. Kepala Madrasah sebagai innovator 1) Memiliki gagasan baru (proaktif) untuk inovasi dan perkembangan madrasah, atau memilih yang relevan untuk kebutuhan lembaganya; 2) Kemampuan mengimplementasikan ide yang baru tersebut dengan baik, idea tau gagasan tersebut berdampak positif kearah kemajuan;
41
3) Kemampuan mengatur kerja sehingga lebih kondusif. g. Kepala Madrasah sebagai motivator 1) Kemampuan mengatur lingkungan; 2) Kemampuan mengatur suasana kerja ( non fisik ); 3) Kemampuan menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman sekolah. 33 B. Kompetensi Pedagogik 1. Pengertian Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik berasal dari dua kata yaitu kompetensi dan pedagogik. “Kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan (memutuskan sesuatu).”34 Sedangkan “pedagogik berasal dari bahasa yunani, paedos dan agogos (paedos = peserta didik dan agogos = mengantar atau membimbing). Sehingga pedagogik berarti membimbing peserta didik.”35 Jadi pedagogik berarti segala usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk membimbing anak muda menjadi manusia yang dewasa dan matang.36 Pedagogik merupakan ilmu yang membahas tentang cara mendidik anak. Hubungan antara pendidik dan peserta didik yang terjadi dikelas sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dalam proses pembelajaran peran pendidik sangatlah penting. Pendidik sangat diharapkan
33 34
Ibid., h. 150-151. W. J. S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
h. 518. 35
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 32. 36 Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya (Jakarta: Indeks, 2011), h. 29.
42
dapat memahamkan seluruh materi yang telah disampaikan kepada peserta didik. Oleh karena itu seorang guru hendaklah profesional dalam tugasnya. Yaitu dengan menguasai kompeteni-kompetensi menjadi seorang guru.37 Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik seperangkat keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.38 Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh guru akan menunjukan kualitas guru tersebut. Kompetensi akan terujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Kemampuan dalam mengelola pembelajaran merupakan puncak dari kemampuan seorang pendidik. Dalam pembelajaran, guru hendaknya menciptakan hubungan sosio-emosinal yang baik. Guru menyayangi dan mengayomi peserta didiknya, peserta didik pun menghormati dan menaati gurunya. keduanya harus saling menghormati dan menghargai sehingga pembelajaran dapat berlangsung efektif dan menyenangkan. Pengelolaan
37
Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Pendidik) (Bandung: Alfabeta, 2011),h. 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 & Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2014 tentang Guru dan Dosen, Cet II, (Bandung: Cita Umbara), h. 4. 38
43
pembelajaran setidaknya mengandung kegiatan yang berupa perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.39 Lebih lanjut, dalam RPP tentang Guru dikemukakan bahwa: kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang –kurangnya meliputi hal- hal sebagai berikut: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan 2) Pemahaman terhadap peserta didik 3) Pengembangan kurikulum/ silabus 4) Perencanaan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis40 6) Pemanfaatan teknologi pemebelajaran 7) Evaluasi hasil belajar (EHB) 8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.41 2. Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik a. Kemampuan mengelola pembelajaran Secara
pedagogis,
kompetensi
guru-guru
dalam
mengelola
pembelajaran perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini penting, kareena 39
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan profesi kependidikan ( Jogjakarta: Ar – Ruzz Media, 2012), h. 132- 133. 41
E. Mulyasa, Standart Kompetensi Dan Sertifikasi Guru ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 75.
44
pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat, dinilai kering dari aspek pedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.42 Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran itu meliputi tiga aspek penting, yaitu: perencanaan di kelas (persiapan), pelaksanaan pembelajaran dalam kelas ( kegiatan inti) , dan pengendalian dalam kelas (penutup). Jadi dalam uraian diatas sangat penting bagi para guru dalam mengelola pembelajaran agar peserta didik dapat dikelola dalam proses pembelajaran. b. Pemahaman terhadap peserta didik Siswa atau peserta didik yang dilayani oleh guru adalah individuindividu yang unik. Mereka bukanlah sekelompok manusia yang dapat dengan mudah diatur, didikte, diarahkan, atau diperintah menurut kemauan guru. Mereka adalah subjek yang memiliki latar belakang, karakteristik, keunikan, kemampuan yang berbeda-beda. Karena itu pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan berbagai aspek perkembangannya dan faktorfaktor yang mempengaruhinya merupakan syarat mutlak bagi guru agar guru dapat berhasil dalam pembelajarannya.43 Dapat disimpulkan bahwa
42
Ibid., h. 75-76. Marselus R Payong, Sertifikasi Profesi Guru Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 30. 43
45
pemahaman terhadap peserta didik sangat penting dan harus dimiliki seorang guru karena biar dalam proses pembelajaran itu mudah. c. Perancangan pembelajaran Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogis yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran.44 Jadi perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga aspek, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. d. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat.Pendidikan yang mendidik dan dialogis merupakan respon terhadap praktek pendidikan anti realitas yang harus diarahkan pada proses hadap masalah. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik. Umumnya
44
E. Mulyasa, Standart Kompetensi Dan Sertifikasi Guru ,Op.cit., h. 100.
46
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik mencakup tiga hal: pre test (Test awal), proses dan post test.45 e. Pemanfaatan teknologi pembelajaran Dengan semakin luasnya penetrasi teknologi informasi dan komputer dalam berbagai segi kehidupan manusia, termasuk dalam latar pembelajaran, maka para guru juga dituntut untuk hidup terhadap teknologi informasi dan dapat
memanfaatkan
teknologi
komputer
ini
untuk
memudahkan
pembelajaran atau menggemas pesan-pesan pembelajaran secara menarik, sehingga dapat menggugah minat dan motivasi belajar siswa.46 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran itu mengurangi rasa jenuh siswa dalam pembelajaran yang hanya dikelas saja, namun dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran menuntut agar guru dapat menguasai komputer semaksimal mungkin. f. Evaluasi hasil pembelajaran Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik.47 Dapat disimpulkan dari proses pelaksanaan evaluasi hasil belajar tersebut dapat dijadikan sebuah patokan untuk mengetahui dimana tingkat kelemahan siswa. g. Pengembangan peserta didik
45
Ibid., h.102. Marselus R Payong, Loc. cit., h. 36. 47 E. Mulyasa, Standart Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, Op.cit., h. 106. 46
47
Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain melalui kegiatan ekstra kurikuler (ekskul), pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling (BK). 1. Kegiatan Ekstra Kurikuler Kegiatan ekstra kurikuler yang sering juga disebut ekskul merupakan kegiatan tambahan di suatu lembaga pendidikan, yang dilaksanakan diluar kegiatan formal. Kegiatan ekskul ini banyak ragam dan kegiatannya, antara lain paduan suara, paskibra, pramuka, olah raga, kesenian, panjat tebing, pencinta alam dan masih banyak kegiatan yang dikembangkan oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan kondisi sekolah dan lingkungan masing-masing. Meskipun kegiatan ini sifatnya ekstra, namun tidak sedikit yang berhasil mengembangkan bakat peserta didik, bahkan sampai juga yang membentuk watak dan kepribadian peserta didik48 2. Pengayaan dan Remedial Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-tugas, hasil tes, dan ulangan. Dapat diperoleh 48
Ibid., h. 111.
48
tingkat kemampuan belajar setiap peserta didik. Hasil analisis ini dipandukan dengan catatan-catatan yang ada pada program mingguan dan harian.untuk digunakan sebagai bahan tindak lanjut proses pembelajaran yang telah dilaksananakan. Program ini juga mengidentifikasi materi yang perlu diulang, peserta didik yang wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti program pengayaan. Sekolah perlu memberikan perlakukan khusus terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang cemerlang diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya melalui kegiatan pengayaan. Kedua program ini dilakukan sekolah karena lebih mengetahui kemajuan belajar setiap peserta didik.49 3. Bimbingan dan Konseling Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial belajar, dan karier. Selain guru pembimbing, guru mata pelajaran dan wali kelas harus senantiasa berdiskusi dan berkoordinasi dengan guru bimbingan
dan konseling
dalam melihat siswa yang berbakat dan siswa yang perlu mendapatkan bimbingan khusus.50
49 50
Ibid., h. 112 Ibid., h. 113