BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1
Optimisme
2.1.1 Definisi Optimisme Optimisme merupakan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan sosial dalam kehidupannya (Myers, 2008). Dalam keadaan yang memicu stress pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan tetapi adanya rasa optimis yang muncul dapat merubah pencapaian negatif untuk hasil yang lebih maksimal atau mampu membahagiakan individu. Ubaedy (2007) mengutarakan bahwa optimisme memiliki dua pengertian. Pertama, optimisme adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih baik. Kedua, optimiesme berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi terhadap hasil yang lebih baik. Memikirkan sesuatu yang positif merupakan kekuatan yang luar biasa untuk membangun perkembangan pikiran dan dari pikiran postif tersebut akan menghadirkan kebahagian, suka cita, kesehatan, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan yang ingin dicapai. Kemudian, Seligman (dalam Myres, 2008) percaya bahwa seseorang cenderung menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik. Akan tetapi, semakin banyak pengalaman yang menegangkan dalam hidup seseorang maka ia rentan terhadap rasa pesimis (Segerstrom &Miller, 2004). Seperti halnya ketika seseorang saat latihan, lalu gagal mengendarai sebuah mobil
6
dengan benar maka ia akan menganggap bahwa dirinya belum cukup pandai atau lihay dalam menyetir dan timbul rasa pesimis dalam dirinya, namun semakin sering ia mengalami kegagalan maka ia semakin optimis untuk berhasil dan tidak menghiraukan kesalahan-kesalahan kecil hingga mencapai hasil yang baik. Optimisme itu sendiri dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh (Ghufron Nur et al., 2010). Semakin tinggi rasa optimis dalam diri individu maka semakin kecil kemungkinan ia akan larut dalam pesimisnya sebab orang pesimis cenderung memikirkan hal-hal kecil yang menghambat atau yang membuatnya tidak bahagia dan ini dapat mengganggu keadaan psikis atau pun mood orang tersebut dalam memecahkan masalah.
2.1.2 Optimistic Bias Optimistic bias merupakan cara untuk melihat atau menangani informasi yang negatif dengan kuat sehingga kecenderungan kuat untuk mengharapkan halhal berubah baik secara keseluruhan (Baron et al., 2008). Dari penelitian yang dilakukan oleh Oullette & Fernandez (dalam Baron, 2008) menunjukkan bahwa kebanyakan orang percaya bahwa mereka lebih mungkin untuk mengalami peristiwa positif dan lebih kecil kemungkinan untuk mengalami peristiwa negatif dibandingkan orang lain. Demikian pula yang terjadi dalam diri kita sering meyakini atau menilai sesuatu yang baik dari pada
7
memikirkan hal-hal buruk yang akan menjadi penghalang untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Memprediksikan sesuatu yang sangat optimis tentang masa depan dan cenderung melihatnya sebagai masa keemasan, setidaknya dalam janji atau potensi yang kita miliki (Branscombe, 1994). Keinginan seseorang untuk memperoleh hal-hal baik menjadikannya untuk membesar-besarkan nilai positif dan merendahkan kemungkinan buruk yang terjadi pada dirinya. Sehingga, unrealistic optimism ini membuat individu kurang peka terhadap kerentanan mereka untuk mengalami kejadian buruk. Maka bias optimis tampak terjadi pada orang-orang yang sedang menghadapi tugas atau situasi tertentu dan memproyeksikan kehidupan masa depan mereka.
2.1.3 Aspek-aspek Optimisme Menurut Seligman (2005) terdapat beberapa cara individu memandang suatu peristiwa berhubungan erat dengan gaya penjelasan (explanatory style), yaitu: a. Permanence Bagaimana seseorang melihat peristiwa berdasarkan waktu yang bersifat sementara dan menetap. Orang-orang yang pesimis meyakini bahwa kejadian buruk yang mereka alami bersifat permanen sehingga menghantui hidup mereka. Sedangkan, orang yang memiliki rasa optimis percaya bahwa hal buruk hanya bersifat sementara.
8
b. Pervasif (spesifik versus universal) Gaya penjelasan peristiwa ini berkaitan dengan ruang lingkup peristiwa tersebut. Dari beberapa orang mungkin membiarkan sutu masalah meluas atau membiarkan salah satu aspek penting berlalu dan melanjutkan kehidupan seperti biasa. c. Personalization Merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan sumber penyebab terjadinya hal buruk dari internal (dari dalam diri) atau eksternal (luar diri).
2.1.4 Ciri-ciri Optimisme Menurut McGinnis (1995) terdapat 12 ciri-ciri orang yang optimis, yaitu sebagai berikut: a. Orang yang optimis jarang merasa terkejut oleh kesulitan. b. Optimis mencari pemecahan masalahnya. c. Optimis merasa yakin bahwa mereka mempunyai pengendalian atas masa depan mereka. d. Optimis memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. e. Optimis menghentikan alur pemikiran mereka yang negatif. f. Optimis meningkatkan kekuatan apresiasi mereka. g. Optimis menggunakan imajinasi mereka untuk melatih sukses. h. Optimis selalu gembira bahkan ketika mereka tidak bisa merasa bahagia.
9
i. Optimis merasa yakin bahwa mereka memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diulur. j. Optimis membina banyak cinta dalam kehidupan mereka. k. Optimis suka bertukar berita baik. l. Optimis menerima apa yang tidak bisa dirubah. Dari dua belas ciri-ciri tersebut dapat di simpulkan bahwa seseroang yang optimis memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa setiap kesulitan pasti ada penyelesaiannya dan tidak ingin berlama-lama memikirkan hal buruk yang menimpa, keinginan untuk selalu bergerak maju tanpa ada batasan mencari informasi atau sumber daya yang dapat meringankan masalah hingga menggapai tujuan utama dalam kehidupannya untuk bahagai (sukses dan berhasil).
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Optimisme Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi optimisme, hal ini diungkapkan oleh beberapa ahli sebagai berikut: a. Pesimistik, sebagian orang mengatakan mereka mampu berpikir lebih positif namun pemikiran mereka terkadang terketuk oleh sifat pesimistik sehingga untuk merubahnya menjadi optimis dapat di mulai dari tindakan yang ditetapkan sendiri (McGinnis, 1995). b. Prasangka, prasangka hanyalah prasangka, hal tersebut bisa menjadi fakta dan bisa pula tidak (Seligman, 2005). c. Pengalaman bergaul dengan orang lain dan lingkungan sekitar membentuk kemampuan
untuk mengagumi daya tarik yang di miliki orang lain
10
sehingga membantu mereka memperoleh optimisme (Clark dalam McGinnis, 1995). Pesimis, prasangka, dan pengalaman bergaul dengan orang lain menjadi faktor bagi seseorang untuk tidak larut dengan pesimis dan prasangka buruk mereka dan selalu berpusat pada pemikiran positif yang dapat membangunnya.
2.2
Definisi Skripsi Menurut KBBI (2008) skripsi merupakan suatu karangan ilmiah yang
harus ditulis oleh mahasiswa sebagai persyaratan dari akhir jenjang pendidikan akademis. Bagi mahasiswa wajib untuk menyelesaikan karya ilmiahnya sebagai bentuk dari tanggungjawab serta mengaplikasikan kemampuan berpikir sesuai dengan jurusan atau bidang ilmu yang telah di pilih dalam perkuliahan. Pada buku pedoman penyusunan skripsi psikologi (2012) dalam menyusun skripsi ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh mahasiswa semester akhir seperti telah menyelesaikan beban studi minimal 134 sks, mempunyai IPK
2,25
lalu tidak lewat dari 14 semester. Adapun kemampuan akademik lain yang harus dimiliki mahasiswa adalah mampu merancang ulasan proposal skripsi, kesiapan melaksanakan seminar proposal skripsi, kesigapan dalam pengumpulan data ke lapangan, mampu mengelola dan membahas hasil penelitian, menyelesaikan laporan hasil penelitian skripsi, sehingga siap untuk sidang skripsi. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi berarti mampu memadupadankan pengetahuan serta keterampilan dalam memahami, menganalisis, menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah yang berhubungan dengan bidang keilmuan
11
(dalam http://idtesis.blogspot.com). Dalam penulisan skripsi dilakukan secara sistematis sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai bentuk keabsahan atas isi karya ilmiah tersebut. Adapun prosedur yang dikemukkan dalam buku pedoman dan prosedur penyusunan skripsi fakultas psikologi Universitas Mercu Buana (2012) meliputi: membuat surat pengajuan menyusun skripsi, menentukan judul, penulisan bab 1 sampai 5 (pendahuluan, kajian teoritis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan dan saran), lalu selalu melakukan bimbingan dengan dosen untuk merevisi setiap bab yang ditulis hingga ada keputusan untuk melakukan seminar proposal dan sidang skripsi. Sehingga dapat terlihat bagaimana cara mahasiswa menuangkan ide, pemanfaatan waktu dan sumber daya, serta kemampuan logis yang telah di peroleh selama perkuliahan berlangsung yang nantinya penelitian tersebut dapat di pertanggungjawabkan hasilnya. Kemampuan mahasiswa dalam menyikapi situasi atau kondisi juga diperlukan selama melakukan penelitian (skripsi) karena banyak rintangan atau hambatan dalam pelaksanaannya maka dibutuhkan sikap optimis yang mampu membangkitkan semangat, pikiran positif apa lagi di sertai dengan dukungan dari orang-orang dekat yang memiliki pengaruh besar bagi individu.
12
2.3
Dukungan Sosial
2.3.1 Definisi Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan suatu bentuk tingkah laku yang dapat menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat seseorang percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Sejalan dengan itu pula Sarason (1990) mengemukakan dukungan sosial sebagai keberadaan orang yang dapat dipercaya, orang yang dapat membuat seseorang tahu bahwa orang lain peduli, berharga dan mencintai orang tersebut. Setiap individu membutuhkan dukungan sosial dalam kehidupannya terlebih disaat seseorang itu dalam keadaan tertekan atau banyak tuntutan dari lingkungan sekitar. Gottlieb (1988) mendefinisikan dukungan sosial yang terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal yang diberikan oleh seseorang atau kelompok sosial yang akrab. Terlepas dari disadari atau tidak disadari bahwa dukungan sosial sering muncul dalam keseharian kita seperti dalam situasi penuh tuntutan seseorang cenderung akan mengalami kemerosotan secara emosional, hadirnya dukungan sosial seperti informasi atau nasehat yang dibutuhkan oleh individu maka akan membuat orang tersebut merasa diperhatikan oleh pihakpihak terdekat atau akan merasa tertolong. House (dalam Goittlieb, 1988) mengemukakan dukungan sosial sebagai interaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih hal-hal seperti perhatian emosional (cinta, suka, empati), bantuan instrumental (benda-benda dan layanan), informasi tentang lingkungan, dan penilaian terhadap informasi yang
13
relevan untuk evaluasi diri. Maka adanya dukungan sosial merupakan sumber untuk saling memberi yang dapat dirasakan oleh dua orang atau lebih sebagai penerima bantuan tingkah laku, umpan balik, informasi dan keakraban. Dukungan sosial yang diperoleh dari orang-orang terdekat seperti fasilitas pelayanan, informasi dan perhatian emosional merupakan sarana bagi seseorang untuk lebih baik lagi dalam menjalani serta membantu dalam penyelesaian dari suatu masalah yang di alami orang tersebut. Sehingga dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan atau pertolongan untuk seseorang yang sedang menglami kesulitan secara emosional atau finansial yang diperoleh dari orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, tetangga atau suatu kelompok organisasi.
2.3.2 Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Terdapat beberapa bentuk-bentuk dukungan sosial yang sering kita peroleh dari orang-orang terdekat (kelurga, teman, organisasi). Seperti yang di kemukakan oleh Cohen & Cobb (dalam Taylor, 2008), yaitu: a. Dukungan Emosional (Emotional Support) Dukungan sosial secara emosional dapat diwujudkan dalam bentuk dorongan yang mampu membangkitkan kehangatan dan kasih sayang serta melibatkan perhatian, kepercayaan dan rasa empati sehingga seseorang mendapatkan kenyamanan akan rasa disayangi, dicintai dan dipedulikan.
14
Dukungan ini melibatkan ungkapan emosional dari seseorang kepada orang lain. b. Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Bentuk lain dari dukungan sosial yaitu pemberian penghargan atau nilai positif mengenai suatu hal seperti gagasan atau membuat perbandingan positif yang dapat memicu semangat seseorang. Sehingga individu tersebut
merasa dihargai,
berarti dan berpikir
positif mengenai
kemampuannya. c. Dukungan Instrumental (Instrumental Support) Dukungan material mengacu pada pemberian atau ketersediaan barang dan jasa yang dapat dipergunakan seseorang untuk pemecahan masalah yang sedang di alami. Seperti kesediaan dana (uang) yang bisa dimanfaatkan dan jasa yang diperlukan. d. Dukangan Informasi (Informational Support) Dalam dukungan informasi terdapat dua bentuk yaitu, dukungan yang memberikan informasi atau mengajarkan sesuatu keterampilan yang mampu dipergunakan sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan. e. Dukungan Jaringan (Network Support) Adanya keterikatan atau rasa saling memiliki keanggotaan dalam suatu perkumpulan orang-orang yang dapat saling berbagi dalam kegiatan sosial atau keahlian untuk mengajarkan ilmu yang di punya. Dukungan emosional, penghargaan, material, informasi, dan dukungan jaringan sangat dibutuhkan oleh individu dalam membantunya memecahkan
15
permasalahan yang sedang di alami, bentuk-bentuk dukungan sosial ini merupakan fasilitas atau solusi penting dalam kehidupan.
2.3.3 Sumber-sumber Dukungan Sosial Gottlieb (1988) mengemukakan bahwa sumber-sumber dukungan sosial berasal dari beberapa kelompok yaitu: a. Orang-orang yang berada di sekitar individu yang termasuk kalangan nonprofesional (significant others). Seperti; keluarga, teman, atau kerabat dekat. Significant others memiliki pontensi yang sangat besar dalam kehidupan seseorang sehingga setiap individu membutuhkan dukungan sosial ini. b. Dukungan sosial yang berasal dari tenaga ahli atau profesional seperti, psikolog atau dokter yang mampu menganalisis secara psikis maupun klinis. c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support groups). Dukungan ini memberikan dampak positif dari interaksi sosial dimana seseorang dapat merasakan bahwa dirinya merupakan suatu bagian dari kelompok tersebut dan menjalani aktivitas atau menghabiskan waktu bersamaan. Dari beberapa sumber dukungan sosial yang telah dijelaskan diatas, keluarga memiliki efek yang sangat besar bagi fungsi psikologis seseorang (Taylor, 2005). Keluarga atau teman dekat (significant others) merupakan sumber dukungan sosial yang paling mudah diterima langsung oleh seseorang dan pihak
16
yang lebih tahu mengenai keadaan orang tersebut serta apa yang dibutuhkannya, lain hal dengan tenaga profesional dalam memberikan dukungan diperlukan pengeluaran atau biaya untuk mendapatkan jasanya.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengruhi Dukungan Sosial Tidak semua orang selalu mendapatkan dukungan sosial, seperti yang dikatakan Sarfino (2002) terdapat beberapa faktor yang meliputi seseorang menerima dukungan sosial, yaitu: a. Potensi Penerima Pendukung Seseorang tidak mungkin menerima dukungan sosial jika mereka tidak ramah, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang mengetahui bahwa dia membutuhkan bantuan. Beberapa orang tidak terlalu assertive untuk meminta bantuan pada orang lain atau adanya perasaan bahwa mereka harus mandiri tidak membebani orang lain atau perasaan tidak nyaman menceritakan pada orang lain atau tidak tahu akan bertanya kepada siapa. b. Penyedia Dukungan Seseorang yang harusnya menjadi penyedia dukungan mungkin saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.
17
c. Faktor Komposisi dan Sturktur Jaringan Sosial Hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungan. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang tersebut, komposisi (apakah orang-orang tersebut keluarga, teman, rekan kerja) dan intimasi (kedekatan hubungan individu dan kepercayaan satu sama lain). Dari penjelasan di atas untuk mendapatkan dukungan sosial biasanya seseorang memilliki hubungan atau saling merasa keterkaitan satu sama lain, seberapa berpengaruhnya individu bagi pemberi dukungan sosial hal ini terlihat dari hubungan baik atau interaksi individu terhadap individu lain sehingga ada rasa kepercayaan, empati, dan saling meberikan pertolongan.
2.4
Kerangka Berpikir Optimisme merupakan doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk
meyakini adanya kehidupan yang lebih baik dan kecenderungan batin untuk merencanakan aksi terhadap hasil yang lebih baik (Ubaedy, 2007). Ada pun beberapa faktor yang mempengaruhi optimisme seperti pesimistik (McGinnis, !995), prasangka (Seligman, 2005) dan pengalaman bergaul dengan orang lain (Clark). Salah satu faktor yang mempengaruhi optimisme adalah pengalaman bergaul dengan orang lain dan lingkungan sekitar, sehingga terjadi interaksi komunikasi yang mampu mempengaruhi dukungan sosial terhadap diri seseorang.
18
Dukungan sosial menurut Saroson (1990), menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi
interpersonal
yang ditunjukkan dengan
memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Seseorang dengan dukungan sosial tinggi mungkin saja akan memiliki sikap optimis yang lebih baik. Selaras dengan Seligman (1990), pada penelitiannya menunjukkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang untuk bersikap optimis. Kemudian, pada penelitian yang dilakukan oleh Khalid (2011) bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang signifikan terhadap optimisme seseorang. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi tingkat optimisme seseorang, dan berlaku sebaliknya rendah tingkat dukungan sosial maka rendah tingkat optimismenya.
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Mahasiswa
Dukungan Sosial: 1. Dukungan emosional 2. Dukungan penghargaan
Optimisme: 1. 2. 3.
Permanence Pervasif personalization
3. Dukungan instrumental 4. Dukungan informasi 5. Dukungan jaringan sosial 19
2.5
Hipotesis Penelitian Berdasarkan apa yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti membuat
hipotesis penelitian, sebagai berikut: a. Hipotesis nol (H0): Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dan optimisme pada mahasiswa dalam menyusun skripsi.
b. Hipotesis alternatif (Ha): Ada hubungan antara dukungan sosial dan optimisme pada mahasiswa dalam meyusun skripsi.
20