1
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002: 132), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Halim (2007: 96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari definisi pendapatan asli daerah yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama. Maka dari itu penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah adalah segala penerimaan daerah setempat yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,
2
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara
menyebutkan
Pemerintah
bahwa
sumber
Pusat
dan
pendapatan
Pemerintah daerah
Daerah
terdiri
dari
Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: 1.
Pajak daerah
2.
Retribusi daerah
3.
Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
4.
Lain-lain PAD yang sah. Menurut Halim (2007: 67), PAD dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.
1. Pajak Daerah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang
3
dikenakan berdasarkan Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak. Menurut Mardiasmo (2009: 21), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa
mendapatkan
berdasarkan
imbalan
secara
Undang-Undang, langsung
dan
dengan
digunakan
tidak untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Siahaan (2010: 64) pajak kabupaten atau kota yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1) Pajak Hotel Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh.
4
2) Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering. 3) Pajak Hiburan Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. 4) Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan
komersial
memperkenalkan,
menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum. 5) Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik
5
untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pengganti dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang semua diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.Saat ini, sampai dengan diberlakukannya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, khususnya tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, pemerintah kabupaten/kota
masih
dimungkinkan
untuk
memungut
Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraanturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6
7) Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. 8) Pajak Air Tanah Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Pajak Air Tanah semula bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air
Tanah
dan
Air
Permukaan
(PPPABTAP)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan merupakan jenis pajak provinsi, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Tanah; dimana Pajak Air Permukaan dimasukkan sebagai pajak provinsi sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota. 9) Pajak Sarang Burung Walet Pajak
Sarang
Burung
Walet
adalah
pajak
atas
kegiatan
pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet.Yang dimaksud dengan burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia
7
esculanta, dan collocalia linchi. Pajak Sarang Burung Walet merupakan
jenis
pajak
kabupaten/kota
yang
baru
diterapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. 10) . Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut.PBB Perdesaan dan Perkotaan merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. 11) . Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.Yang dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum uang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
8
bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. 2. Retribusi Daerah Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Menurut Mursyidi (2009: 135) retribusi dipungut oleh pemerintah daerah karena pemberian ijin atau jasa kepada orang pribadi atau badan. Retribusi menurut Siahaan (2010: 5) adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Dari definisi retribusi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dari itu, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pelayanan dan penggunaan fasilitas yang disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Menurut Siahaan (2010: 620) penggolongan jenis retribusi dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan
9
sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah. Sesuai UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 2 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 2-4, retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, sebagaimana disebut di bawah ini 1) Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah, untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan
atau
diberikan
pemerintah
daerah
untuk
tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2) Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta.Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. 3) Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau
pengaturan,
badan
yang
pengendalian
dimaksudkan dan
untuk
pengawasan
pembinaan,
atas
kegiatan
10
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana,
atau
fasilitas
tertentu
guna
melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
yang
dimaksudkan
untuk
pembinaan,
pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Menurut Darise (2006: 89) jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari : 1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan 3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Menurut Darise (2006: 89) jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri dari : 1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan;
11
2) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; 3) Jasa giro; 4) Bunga deposito 5) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi; 6) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; 7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; 8) Pendapatan denda pajak; 9) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; 10) Pendapatan dari pengembalian; 11) Fasilitas sosial dan fasilitas umum; 12) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 2.1.2 Program Kerja Pemerintah Program
merupakan
kumpulan
kegiatan-kegiatan
yang
sistimatis dan terpadu guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan untuk merelalisasikan program yang telah ditetapkan dan merupakan cerminan dari strategi konkrit untuk diimplementasikan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran.
12
Dalam pemerintah
rangka daerah
mencapai harus
tujuan
dapat
yang
telah
mengenali
ditetapkan,
potensi
dan
mengidentifikasi sumber-sumber daya yang ada di daerah dan diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan, khususnya untuk
memenuhi
kebutuhan
pembiayaan
pemerintahan
dan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu juga
pemerintah dituntut untuk semakin meningkatkan
kemandirian (keuangan) untuk membiayai berbagai belanja daerah. Terkait dengan hal itu, kesiapan daerah menjadi faktor penting yang
cukup
menentukan
keberhasilan
daerah
dalam
mengimplementasi semua program kerja yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa setiap program kerja yang dianggarkan oleh pemerintah akan mengakibatkan belanja daerah. Belanja daerah merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 belanja daerah terdiri dari: 1. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
13
a.
Belanja pegawai
b.
Bunga
c.
Subsidi
d.
Hibah
e.
Bantuan sosial
f.
Belanja bagi hasil
g.
Bantuan keuangan
h.
Belanja tidak terduga
2. Belanja Langsung (urusan wajib dan urusan pilihan) Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja pegawai dimaksudkan untuk pengeluaran, honorarium, upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. b. Belanja barang dan jasa c. Belanja modal
2.1.3. Pengertiaan Anggaran. Menurut (John F. Due dalam Rabia Mei Ranti Dama:2012:13) Anggaran adalah rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu. Anggaran pemerintah kerena itu adalah peryataan dari pengeluaran yang diusulkan dan pendapatan yang diharapkan untuk periode yang
14
akan datang bersama-sama dengan data pengeluaran aktual pendapatan untuk periode saat ini dan sebelumnya.
dan
Anggaran
merupakan rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan dan merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan moneter untuk jangka weaktu tertentu. Adapun tujuan penyusunan anggaran yaitu: 1. Digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan investasi dana. 2. Memberikan batasan atas jumlah dana yang dicari dan digunakan. 3. Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana sehingga dapat memudahkan pengawasan. 4. Merasionalkan sumber dana dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 5. Menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan anggaran lebih jelas dan nyata terlihat. 6. Menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan. 2.1.4. Pengertian APBD Dalam UU. No. 33 pasal 1 ayat 17, memyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan pertaturan derah. APBD merupakan rencana
15
keuangan tahunan daerah, dimana disuatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyekproyek
daerah
dalam
satu
tahun
anggaran
dan
disisi
lain
menggambarkan penerimaan daerah guna membiyai pengeluaran yang telah dianggarakan. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan paragraf 8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) (Musyidi:2009. dalam Rabia Mei Ranti Dama:2012:13) APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh rencana penerimaan
dan
pengeluaran
pemerintah
daerah
yang
akan
dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan demikian APBD dapat menjadi cermin kinerja dan kemampuan pemerintah daerah dapat membiayai dan mengelola penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing pada satu tahun anggran (Maito dalam Kifliansyah,2009:319). 2.1.5 Pengukuran Pelaksanaan Program Kerja Pemerintah Untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif diperlukan indikator tertentu. Terdapat 3 (tiga) perhitungan dalam metode analisis yaitu analisis terhadap keadaan PAD Kabupaten Gorontalo Utara, analisis terhadap keadaan Program Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara serta Analisis terhadap PAD dalam menunjang Program Pemerintah
16
Kabupaten Gorontalo Utara dimana terdapat rasio-rasio perhitungan untuk membantu dalam penelitian ini yaitu: 1. Analisis terhadap Pendapat Asli Daerah. Rasio yang digunakan dalam analisis Pendapat Asli Daerah adalah: a. Analisis Derajat Desentralisasi. Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pendapatan asli daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi
kemampuan
pemerintah
dalam
penyelenggaraan
desentralisasi, (Mahmudi, 2010: 142). b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi
serta
menunjukan
pinjaman
pemerintah
daerah. daerah
Semakin semakin
tinggi
rasio
ini
tinggi kemandirian
keuangannya, (Mahmudi, 2010: 142), c. Analisis Ekonomi Ekonomi berkaitan antara perolehan input dengan kualitas tertentu dengan harga terendah. Pengukuran ekonomi melalui ratio antara masukan aktual dengan yang direncanakan (Mahmudi, 2010). Kinerja pemerintah daerah akan dikatakan ekonomis jika
17
ratio yang dihasilkan diatas 100 %, atau jumlah realisasi penerimaan melebihi jumlah anggaran yang ditetapkan. 2. Analisis Terhadap Program Pemerintah a. Analisis Pertumbuhan Belanja Analisis pertumbuhan belanja bermanfaat untuk mengetahui pertumbuhan belanja dari tahun ke tahun positif atau negatif. Pada umumnya belanja memiliki kecenderungan untuk selalu naik. Alasan kenaikan belanja biasanya dikaitkan dengan penyesuaian terhadap inflasi, perubahan kurs rupiah, perubahan jumlah cakupan layanan, dan penyesuaian faktor makro ekonomi. b. Analisis Keserasian Belanja Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja secara optimal. Semakin tinggi prosentase dana yang dialokasikan untuk belanja yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil, (Mahmudi, 2007). Analisis keserasian belanja antara lain berupa analisi belanja langsung dan tidak langsung. 3. Analisis Terhadap PAD dalam Menunjang Program Pemerintah Analisis Terhadap PAD dalam Menunjang Program Pemerintah dapat dilakukan dengan analisi efisiensi. Efisiensi pengelolaan anggaran daerah dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar
18
efisiensi dari suatu pelaksanaan kegiatan/proyek dengan melakukan perbandingan antara output dan input. 2.2
Penelitian Terdahulu yang Relevan Banyak penelitian yang membahas tentang Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang telah dilakukan dengan analisis dan obyek yang berbeda. Telaah terhadap penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan pembanding dan acuan yang dapat memperjelas pembahasan. Warsito Utomo (1997) dengan judul Peranan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Dati II Sleman. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Sleman memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada pemerintah pusat. Ketergantungan ini tidak saja dalam bentuk banyak atau jumlahnya tetapi didalam pelaksanaan atau penggunaannya yang ditentukan oleh pusat. Sehingga nampak bahwa penggunaan dan pemanfaatannya
sering
tidak
sesuai
dengan
perioritas
atau
kebutuhan/keinginan seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan dalam pendekatan implementasi, PAD belum dapat menunjukan peranannya dalam pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Dati II Sleman.
19
Machfud Sidiki (2002) meneliti tentang
optimalisasi
pajak
daerah dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan hasil penelitian dapat kami simpulkan hal-hal sebagai sumber pembiayaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen PAD, seharusnya merupakan sumber penerimaan utama bagi daerah, sehingga ketergantungan daerah
kepada Pemerintah Pusat (Dana
Perimbangan) semakin berkurang, yang pada gilirannya daerah diharapkan akan memiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masyarakat lokal. Memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan saat ini, disarankan agar pengadaan pajak dan retribusi baru perlu dipertimbangkan secara hati-hati sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat yang pada gilirannya akan mendistorsi kegiatan perekonomian daerah yang bersangkutan. Penciptaan suatu jenis pajak selain mempertimbangkan kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum juga perlu mempertimbangkan ketepatan suatu jenis pajak sebagai pajak daerah, karena pajak daerah yang baik akan mendorong peningkatan pelayanan publik yang pada gilirannya akan meningkatkan bersangkutan.
Nasution,
dkk
kegiatan perekonomian daerah yang (2008)
meneliti
tentang
strategi
peningkatan PAD dalam pelaksanaan otonomi daerah (Studi tentang
20
perusahaan daerah pasar untuk meningkatkan PAD di Kota Medan). Hasil analisis menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan PAD melalui perusahaan daerah pasar adalah pertama, masalah pembangunan pasar berikut potensinya
tidak
terlaksanakan
dengan
baik.
Kedua,
masalah
keuangan dan sumber daya manusia. Ketiga, masalah ketertiban dan keempat masalah kebersihan. Hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Penelitian Terdahulu yang Relevan No. 1.
2.
Peneliti
Judul
Warsito Utomo Peranan dan (1997) Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Dati II Sleman. Machfud Sidiki Optimalisasi (2002) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah alam rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah
Hasil Penelitian - Pemerintah Daerah Kab. Dati II Sleman masih bergantung ke pemerintah pusat. - Penggunaan anggaran ditentukan pusat - Pengunaan anggaran tidak sesuai prioritas. - PAD belum dapat menunjukan perananya. - PAD Semakin dimaksimalkan agar ketergantungan kepada pemerintah pusat semakin berkurang. - Memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan saat ini. - Pengadaan pajak dan retribusi baru dipertibangkan dengan hati-hati serta mempertimbangkan
21
ketetapan jenis pajak sebagai pajak daerah. Karena pajak daerah baik akan mendorong peningkatan pelayanan publik serta meningkatkan kegiatan perekonomian daerah yang bersangkutan. 3
Nasution, dkk Strategi (2008) Peningkatan PAD dalam pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi tentang perusahaan daerah pasar untuk meningkatkan PAD di Kota Medan).
- Masalah pembangunan pasar berikut potensinya tidak terlaksana. - Keuangan dan sumber daya manusia belaum memadai serta ketertiban dan kebersihan.
2.3 Kerangka Pikir (Termuat Pada Gambar I) Untuk mengetahui apakah program-program pemerintah daerah Kab Gorontalo Utara bisa ditunjang oleh PAD yaitu dengan melakukan analisis-analisis terhadap PAD Kab. Gorontalo Utara. Analisis yang digunakan untuk mengukur PAD antara lain adalah Analisis Rasio Derajat Desentralisasi, Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Ekonomis, Analisis Rasio Pertumbuhan Belanja antara belanja langsung dengan belanja tidak lansung, serta analisis rasio efisiensi.Kerangka Pemikiran secara praktis mengenai analisis PAD dalam menunjang Program pemerintah daerah Kab. Gorontalo Utara dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:
22
Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris maka kerangka pikir penelitian dapat digambarkan 1 sebagai berikut: Analisis Pendapatan Asli Daerah Dalam Menunjang Program Pemerintah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Analisis Terhadap Program Pemerintah
Analisis terhadap PAD ‐ Desentralisasi ‐ Kemandirian ‐ Ekonomi
‐ ‐
Pertumbuhan Belanja Keserasian Belanja
Analisis PAD dalam menunjang Program
Pemerintah -
efesiaensi
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Sumber: dikembangkan berdasarkan kajian-kajian pustaka