BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1
Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa PAUD
adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Urgensi pendidikan anak usia dini berdasarkan tinjauan didaktis psikologi adalah untuk mengembangkan berbagai aspek kecerdasan yang merupakan potensi bawaan. Kecerdasan yang dimiliki oleh seorang anak hanya akan berarti apabila dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sujiono (2009: 43) menjelaskan dalam kehidupan nyata agar seseorang anak dapat bertahan hidup dan mengembangkan segala sesuatu yang ada pada dirinya dibutuhkan suatu kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Salah satu alasan terbentuknya pendidikan anak usia dini karena menurut AlGhazali, "Anak-anak merupakan amanah dan tanggung jawab orang tuanya, jiwanya suci murni merupakan permata mahal yang bersahaja dan bebas dari ukiran dan gambaran dan ia boleh menerima setiap ukiran dan cenderung kepada apa yang dicenderungkan kepadanya". Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun. Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang masuk PAUD mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk PAUD di kelas I SD Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak.
Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain, karena inilah yang menjadi konsep dasar pendidikan prasekolah.. Dengan bermain, anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan. Selain itu, bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Frobel sendiri menghendaki adanya suasana yang sesuai dengan kodrat hidupnya anak-anak. Menurutnya, para guru jangan memasuki alam anakanak, seperti ibunya sendiri. Pandanglah hidup anak-anak sebagai taman. Tujuan pendidikan prasekolah menurut pasal 3 PP No.27 tahun 1990 adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Sedangkan menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004, tujuan Lembaga
PAUD
sebagai
sarana
pendidikan
adalah
untuk
membantu
anak
didik
mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilainilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/ motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Dalam garis-garis besar program kegiatan belajar PAUD (Depdikbud : 1995) disebutkan bahwa fungsi kegiatan belajar di Lembaga pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan seluruh kemampuan yang dimiliki anak sesuai dengan tahap perkembangannya, mengenalkan anak dengan dunia sekitar, mengembangkan sosialisasi anak, mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya. Sedangkan fungsi pendidikan Lembaga PAUD/Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 adalah mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak, mengenalkan anak dengan dunia sekitar, menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik, mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, mengembangkan keterampilan, kreativitas dan kemampuan yang dimiliki anak, dan menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah mempunyai prinsip dalam segala kegiatannya, salah satunya adalah harus menyenangkan dan menarik. Anak-anak pada sekitar umur 3 atau 4 tahun merupakan masa permulan terbukanya jiwa anak-anak untuk menerima pengaruh dari luar melalui panca inderanya secara luar biasa. Anak-anak sangat tertarik kepada gambar-gambar teristimewa yang berwarna, lagu-lagu dan suara pada
umumnya, cerita-cerita tentang apapun juga. Masa ini dinamakan “gevoelige periode” oleh Montessori. Selain itu, pendidikan prasekolah harus senantiasa berfokus kepada kepentingan anak. Aktivitas belajar adalah milik anak, berilah kesempatan yang luas agar setiap anak terlibat secara aktif dalam kegiatan tersebut. Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak karena anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek erkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak. Prinsip lainnya adalah fleksibel, memperhatikan adanya perbedaan individual, dan tidak melupakan unsur bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia PAUD dan TK/RA. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Bermain bagi anak merupakan proses kreatif untuk bereksplorasi, dapat mempelajari keterampilan yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan
dunianya. Ketika bermain mereka membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya.
2.2 Hakikat Peranan Orang Tua 2.2.1
Pengertian Peranan Sebelum mengacu pada pengertian Peranan, terlebih dahulu kita menelaah
pengidentifikasian Peranan dan peran orang tua. Peran adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, Peranan merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Uno (2008: 3) mengemukakan Peranan sebagai kontruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Dalam Peranan tercakup konsep-konsep, seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang terhadap sesuatu. Rohani (2005: 12) menjelaskan bahwa Peranan merupakan bentuk keinginan individu untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan yang menimbulkan ketidakseimbangan, rasa ketegangan yang menuntut kepuasan supaya kembali pada keadaan keseimbangan (balancing). Ketidak-seimbangan disebabkan rasa tidak puas
(dissatisfaction). Dissatisfaction is on essential element in motivation. Dan bila kebutuhan itu telah terpenuhi dan terpuaskan aktivitas menjadi berkurang atau lenyap. Selanjutnya dijelaskan pula, kebutuhan seseorang itu selalu berubah selama hidupnya. Sesuatu yang menarik dan diinginkannya pada suatu waktu, tidak akan lagi diacuhkannya pada waktu yang lain. Karena itu peran (segala daya yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu) harus dipandang sebagai sesuatu yang dinamis. Di sisi lain Sutikno (2007: 138) menjelaskan ada tiga komponen utama dalam Peranan, yaitu: 1) kebutuhan; 2) dorongan; dan 3) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak-seimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti Peranan. 2.2.2 Peranan Orang Tua Dalam Penyelenggaraan PAUD Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak siap atau tidak, sering mengubah hal dalam kehidupan kita, dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik. Sauri (2006: 80) menjelaskan orang tua sebagai kepala rumah tangga mempunyai fungsi yang cukup besar dalam melengkapi dan mengisi perannya dalam kehidupan anak.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang mudah. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak yang namun dalam kepemilikannya sering bergantung pada peranan orang tua. Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak-anak kita, agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada tahun itulah mereka memasuki kehidupan mereka yang sesungguhnya. Masuk ke dalam kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang sudah seharusnya terlepas penuh dari orang tua di mana keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus mereka dapat lakukan sendiri. Di situlah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan sebagai orang tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita sekarang, tanpa dapat melakukan perubahan apapun. Menurut Psikolog, Bibiana Dyah Cahyani (2002 ; 40), Keberhasilan pendidikan yang dijalani seorang anak, tidak terlepas dari peran orang tua.Orang tua memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan mengarahkan sekolah yang tepat buat anaknya.Tapi bukan suatu hal yang bijak jika pendidikan sepenuhnya diserahkan hanya pada pihak sekolah saja. Menurut Psikolog, Bibiana Dyah Cahyani (2002 ; 40), “Sebagus apapun kualitas tempat anak menuntut ilmu secara formal, orang tua tetap memiliki andil yang besar apakah pendidikan yang dijalaninya berhasil atau tidak,”.Melihat kondisi
anak yang masih labil, pada dasarnya anak sering mengalami kebingungan dalam memilih
sekolah
yang
tepat.
Hal
ini
disebabkan
anak
belum
mampu
mempertimbangkan pendidikan model apa yang terbaik buat dirinya, maka orangtua berkewajiban mencarikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Pendidikan yang baik tentunya sesuai dengan karakteristik anak. ”Masing-masing anak mempunyai kebutuhan berbeda untuk model pendidikannya, sesuai dengan kemampuan anak sesuai dan juga kemauan anak, dalam hal ini bukan berarti orang tua boleh memaksakan kehendaknya, tapi lebih pada memberi pengertian pada si anak sekolah apa yang cocok buat dirinya, dan prospek ke depan bagaimana dan tentunya harus paham kemampuan anak bagaimana. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangan orang tua ketika memilih sekolah, buat anak-anaknya.Misalnya saja dari fasilitas sekolah yang terdiri dari ruang kelas, lapangan olahraga, fasilitas pendukung lainnya.SDM sekolah, guru, kepala sekolah, kurikulum yang ditawarkan lokasi, dan tentu saja biaya yang dibutuhkan. Sebagus apapun fasilitas pendidikan dimana anak bersekolah, bukan berarti orang tua lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada orang tuanya. Justru pendidikan sebenarnya diperoleh anak melalui sosialisasi keluarga. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk putera-puterinya yang tercinta. Bagaimana anak-anak anda dapat tetap memandang masa depan mereka di dalam angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa kita. Masa depan bangsa Indonesia kelak di tangan mereka dan masa depan mereka dipersiapkan oleh orang tua saat ini.
Bagi para orang tua, mengirimkan anak-anak ke sekolah sudah merupakan sebuah kewajiban yang disertai harapan-harapan agar si anak dapat memperoleh wawasan, dunia baru, hidup bersosial, ilmu-ilmu yang intinya demi mempersiapkan mereka menghadapi masa depan mereka dengan baik. Kalau dilihat dari sisi seorang anak, pada awalnya pergi ke sekolah adalah suatu aktivitas baru dari yang biasa mereka dapatkan di seputar rumah dan orang tua, masuk ke lingkungan baru yang masih menjadi tanda tanya. Lingkungan yang bisa mereka rasakan aman di rumah, dunia yang sudah dan biasa mereka kenal sejak lahir, yang tidak Sering berhubungan dengan dunia luar. Sering kita temui hari-hari pertama anak di play group atau PAUD diiringi dengan tangis. Mereka memiliki ketakutan, kecemasan, kekhawatiran akan situasi baru, wawasan baru, lingkungan baru, tuntutan baru. Sebab itu perlu bagi kita para orang tua mempersiapkan mereka dengan baik secara mental untuk masuk ke sekolah. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan yang cukup penting dan bahkan menjadi landasan kuat untuk mewujudkan generasi yang cerdas dan kuat. PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Karena
pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Periode sensitif perkembangan otak manusia terjadi pada interval umur 3-10 bulan. Para ahli menemukan bahwa perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50% pada masa anak usia dini. Para ahli menyebut usia dini sebagai usia emas atau golden age. Anak-anak Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan saat masuk Sekolah Dasar, tetapi telah lebih dulu dibina di PAUD. Sebagaimana tertulis pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 yang menjelaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan melalui 3 jalur yaitu: Pertama, jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; Kedua, jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat dan ketiga, jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan . Guna terbentuknya lembaga pendidikan yang dapat menciptakan anak didik yang berkualitas dalam segala aspek perkembangannya, maka diperlukan peranan orang tua dalam penyelenggaraan kegiatan PAUD Assyarif. Peranan orang tua terhadap penyelenggaraan lembaga PAUD berupa partisipasi orang tua dalam penyelenggaraan PAUD dan Upaya – upaya orang tua dalam penyelenggaraan PAUD. Mengapa orang tua perlu memiliki peranan dalam penyelenggaraan PAUD?, Ahmad (2007: 20) menguraikan sekolah saat ini meminta standar/pernyataan yang
cukup tinggi dari kualitas seorang anak. Melalui PAUD, anak-anak yang mempunyai intelektualitas yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan baik semua yang diajarkan. Mereka akan bisa memiliki rasa percaya diri yang tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima hal-hal yang baru. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa perlu keterlibatan orang tua terhadap lembaga PAUD, begitu pula dengan keterlibatan orang tua pada lembaga PAUD antara lain : Orang tua berpartisifasi dalam penyelenggaraan PAUD seperti turut serta dalam memfasilitasi kegiatan yang diadakan oleh PAUD dan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan PAUD. Bentuk – bentuk peranan orang tua terhadap penyelenggaraan Paud adalah sebagai berikut : 1) Partisipasi orang tua dalam penyelenggaraan PAUD a) Kerjasama orang tua anak didik dengan guru dalam penyelenggaraan PAUD. Kerjasama ini meliputi : orang tua membiasakan anak datang ke sekolah tepat waktu, serta orang tua selalu menyiapkan perlengkapan anak pada setiap kegiatan sekolah dan orang tua mengajak anak untuk mengulang kembali pelajaran yang diterima anak dirumah. b) Keterlibatan orang tua dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran Keterlibatan orang tua dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran meliputi tidak menunggu anak didalam kelas pada saat anak belajar, tidak ribut diluar kelas sementara anak belajar, dan ikut rapat sekolah. c) Penyiapan media yang digunakan dalm pembelajaran
Penyiapan media ini berupa kerjasama orang tua dalam membantu media yang diperlukan pada kegiatan pembelajaran, membuat media sederhana (alat permainan) untuk menunjang proses belajar mengajar , membawa mainan bekas untuk melengkapi fasilitas permainan disekolah. d) Memberi perhatia pada aktivitas pembelajaran anak Perhatian ini berupa orang tua sepenuhnya memberi perhatian pada kegiatan sekolah dengan cara menyiapkan anak secara fisik maupun psikis Dalam mengikuti pembelajaran.
2) Upaya – upaya orang tua dalam penyelenggaraan PAUD a) Pemberian motivasi pada anak untuk mengikuti kegiatan sekolah Pemberian motivasi ini meliputi : partisipasi orang tua menemani anak dalam proses pembelajaran serta memberikan inspirasi atau ide pada anak agar lebih aktif dlam pembelajaran serta banyak banyak mendampigi anak pada kegiatan sekolah . b) Menyiapkan hal – hal yang dibutuhkan sekolah pada penyelenggaraan PAUD . Penyiapan ini berupa kemampuan orang tua dalam memberikan bantuan dana pada
penyelenggaraan
kegiatan
sekolah,
serta
menyadari
bahwa
penyelenggaraan kegiatan sekolah tidak terlepas dari kerjasama antara orang tua dan guru.
Suyadi (2010: 336) mengemukakan tiga prinsip yang perlu dipahami orang tua pada penyelenggaraan PAUD, yakni: a) Menawan hati, artinya memiliki kemampuan dalam memikat perasaan atau emosi anak; b) Tenang dalam menghadapi berbagai persoalan; c) Berempati secara mendalam. Rich (2008: 30) menguraikan orang tua berharap, sekolah akan melakukan pada anaknya hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada dirinya, atau orang tua yang menduga sekolah akan melakukan semua hal yang tidak berhasil dilakukan di rumah. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama, hendaknya memahami fungsinya yang terbatas dalam mengajarkan anaknya tentang ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Danar Santi (2009: 74) yang menyatakan oleh karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan orang tua, maka potensi luar biasa yang ada pada setiap anak sebagian besar tersia-siakan. Orang tua mempunyai cara-cara tersendiri dalam mendidik, sering kurang tepat. Dikarenakan orang tua kurang memiliki pengetahuan, wawasan yang kurang memadai dalam mendidik puteraputerinya. Pada dasarnya penyelenggaraan PAUD bagi orang tua perlu mendapat perhatian sepenuhnya, terutama keterlibatan orang tua dalam memahami programprogram pembelajaran yang ada di PAUD. Di samping itu, mengetahui keunikan setiap anak. Anak dengan berbagai karakteristiknya perlu dibimbing, dibina, diberi contoh, pembiasaan yang mengarah pada perubahan perilaku. Adanya PAUD didasarkan bahwa masa usia dini merupakan periode yang sangat tepat dalam mengembangkan segala kemampuan yang dimilikinya. Tanpa stimulus yang tepat
dari guru maupun orang tua, membuat anak Sering mengalami hambatan dalam perkembangan selanjutnya. Sebagai orang tua, sebaiknya dapat menjadikan anak kreatif. Abdurrahman (2009: 101) mengemukakan beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua sebagai komponen utama dalam penyelenggaraan PAUD antara lain: a) Berikan anak ruang dan kebebasan untuk bermain dan berekspresi; b) Biarkan anak memilih sendiri media permainannya, jangan terlalu diatur; c) Kenalkan anak pada orang lain, budaya pengalaman, dan cara berpikir yang berbeda dari kebiasaannya; d) Biarkan anak merasa tenang, nyaman dan menikmati proses kreativitasnya tanpa intervensi dari anda; e) Orang tua yang terlalu berlebihan memberikan berbagai hal kepada anak cenderung memilih anak yang kurang kreatif. Ciptakan lingkungan yang terbuka dan menerima anak apa adanya; f) Dukung pertumbuhan kreativitas anak anda dengan memberikan nutrisi tepat yang sesuai dengan perkembangannya. Karena kekurangan atau kelebihan gizi akan menghambat proses kreativitas anak. 2.2.3
Peran Orang Tua Dalam Mengoptimalkan Potensi Anak Pendidikan anak usia dini merupakan tanggungjawab penuh dari orang tua
dan guru. Keterlibatan dan komponen utama pada proses pembelajaran, merupakan faktor utama dan penentu dalam mengoptimalkan potensi anak didik. Ahmad Anwar (2007: 27) menguraikan peran orang tua hendaknya memperhatikan suasana harmonis dan kondusif dalam keluarga yang meliputi: 1) Sikap orang tua yang authoritative dengan memberikan kebebasan pada anak untuk berpendapat melalui pemberian pengarahan-pengarahan yang tidak hanya bersifat satu arah, sediakan
waktu untuk diskusi, hargai pendapat mereka sekalipun mungkin salah; 2) Pertanyaan-pertanyaan anak yang tidak diperhatikan akan mematikan rasa ingin tahu, yang berdampak pada anak menjadi masa bodoh dan bersikap tidak peduli dan akan menjadikannya sulit berkembang, baik kecerdasan maupun kreativitasnya; 3) Bermain, baik dalam arti metode belajar (learning by playing) maupun bermain bersama anak anak (aktivitas fisik) gerakan-gerakan seperti berguling-guling, melompat-lompat, berayun-ayun, sangat mempengaruhi syaraf-syaraf kecerdasan anak; 4) Berikan keteladanan, bagi anak menirukan pekerjaan yang dilakukan orang tua lebih mudah dibandingkan dengan melakukan apa yang diucapkan, tunjukan sikap, ucapan maupun perilaku baik yang dapat dicontoh oleh anak; 5) Hindari hukuman fisik, hukuman fisik lebih sering menimbulkan dampak negatif, jika emosi orang tua sudah tinggi, hukuman fisik seringkali merupakan pelampiasan yang tidak terkendali; 6) berikan perhatian pada kebutuhan anak khususnya yang berkaitan dengan emosi dan intelektual mereka, harus disadari bahwa kebutuhan seorang anak tidak hanya fisik semata. Para orang tua dapat memperkenalkan buku cerita kepada anak sedini mungkin dan saat yang paling mudah menanamkan kebiasaan membaca adalah saat anak belum bisa protes, yaitu waktu bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Jika kita membacakan cerita kepada bayi setiap malam secara rutin, maka acara tersebut menjadi suatu ritual yang dinantikan anak. Membacakan cerita kepada bayi juga mengembangkan keingintahuan serta kecerdasan anak. Ketika bayi semakin besar, sudah bisa duduk di pangkuan, mulai meraba buku dan merasakan kehangatan orang
tua pada saat membacakan cerita dan itu suatu perasaan yang sangat menyenangkan anak. Dengan demikian bagi anak, buku menjadi suatu yang menyenangkan saat besar, tiap kali anak memegang buku, perasaan nyaman akan dirasakan kembali sehingga anak akan merasa sangat senang atau kehadiran buku di dekatnya. Hal ini juga dapat dihubungkan untuk mengimbangi dampak televisi bagi anak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar waktu dari perjalanan hidup manusia lebih sering mendapatkan sugesti yang negatif dibandingkan yang positif. Untuk itulah disarankan agar memberi dorongan pada apa yang harus dilakukan bukan yang dilarang, karena dorongan akan membuat anak berani mencoba sementara larangan membuat anak menjadi takut untuk mencoba. Sedangkan tidak diserahkan membandingkan dengan anak lain karena secara umum manusia tidak akan berkenaan jika dibandingkan dengan orang lain demikian pula pada anak. Hal ini akan berdampak rendahnya rasa percaya diri yang disebabkan eksistensi diri yang tidak dihargai. Semua anak secara universal ska mengajukan pertanyaan, demikian juga anak-anak Indonesia. Tetapi begitu mereka dewasa, nampak perbedaan dengan orang-orang di negara-negara maju pada umumnya, yaitu sebagian besar orang Indonesia tidak suka bertanya atau lebih suka diam, sedangkan orang eropa rasa ingin tahu mereka tetap tinggi. Para ahli mengatakan bahwa pada otak orang Indonesia terdapat neuro pathway. Di negara-negara maju karena setiap pertanyaan anak selalu mendapatkan perhatian dan penghargaan dengan memberikan jawaban yang memuaskan berakibat neuro pathway mereka semakin kuat. Sebaliknya pada masyarakat kita pertanyaan
anak seringkali diremehkan dan tidak mendapatkan perhatian yang serius, sehingga berakibat munculnya nuro pathway dan hilangnya keingintahuan. Hasil penelitian terakhir di bidang pendidikan anak menunjukkan bahwa masa-masa keemasan dalam pembentukan tingkat kecerdasan anak adalah pada masa-masa usia balita. Pada usia ersebut, sebagian besar anak menghabiskan waktunya sesering di rumah. Adalah suatu kesia-siaan apabila orang tua mengabaikan waktu tersebut
hanya dengan
membiarkan anak-anak bermain, menonton TV tanpa suatu arahan pendidikan yang jelas. Sebagai orang tua, tentu menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Di era modern sekarang ini, ketika waktu kebersamaan orang tua berkurang karena tuntutan kesibukan, jawaban pertanyaan di atas tentu bukan hanya dengan menyadiakan seperangkat mainan mewah yang akan usang pada suatu saat atau memberikan program games (televisi atau komputer) yang akan membuat anak lupa waktu. Sebaliknya, orang tua dapat memberikan suatu program pendidikan di rumah yang akan meningkatkan kualitas penggunaan waktu kebersamaan orang tua dengan anaknya. 2.3 Upaya - Upaya Yang Mempengaruhi Peranan Orang Tua Dalam Penyelenggaraan PAUD Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi Peranan orang tua dalam penyelenggaraan PAUD, antara lain: 1. Tingkat Pendidikan
Maya dan Wido (2006: 4) mengemukakan pendidikan dan pola anak orang tua pada 3 tahun pertama kehidupan anak, akan sangat berpengaruh pada 20-25 tahun yang akan datang bagi kehidupan anak. Pendidikan dan pola asuh pra sekolah yang baik akan menghantarkan anak menuju masa depan yang lebih baik. Untuk itu orang tua harus belajar bagaimana memberikan pendidikan dan pola asuh yang tepat bagi anak usia pra sekolah. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam hal ini, tingkat pendidikan orang tua yang berbeda-beda dapat mempengaruhi Peranan mereka dalam pendidikan anaknya. 2. Lingkungan Memahami tujuan pendidikan PAUD merupakan hal penting bagi pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan PAUD. Cara dan kebiasaan anak belajar dalam lingkungannya, sebaiknya diperhatikan. Begitu berbagai hipotesis dan rasa ingin tahu anak terus difaslitasi secara baik dan memuaskannya. Perilaku mengamati, berinteraksi secara sosial, memikirkan segala sesuatu yang ditemukannya, kebiasaan bertanya dan keberanian menyampaikan berbagai jawaban, kemampuannya dalam menyesuaikan pemahamannya degan informasi baru perlu terus dirangsang, difasilitasi dan dibina secara optimal. Tuntutan tersebut menjadi sangat penting apabila kita menyadari bahwa anak adalah investasi dan praktisi masa depan. Nugraha, dkk (2010: 12) menjelaskan lingkungan yang sistematis, terencana, dan teratur akan membantu mendapatkan respons yang sesuai dari setiap anak. Logikanya adalah semakin baik suatu lingkungan dipersiapkan, maka akan semakin
tinggi respon positif dari anak-anak. Dengan demikian akan diperoleh dampak yang semakin relevan baik harapan guru maupun orang tua.