BAB II KAJIAN TEORI A.
Budaya Sekolah
1.
Pengertian Budaya Sekolah Pengertian budaya menurut The International Encyclopedia of the Social
Science dapat dilihat menurut dua pendekatan. Pertama pendekatan proses (processpattern theory, culture pattern at basic) didukung oleh Franz Boas dan Alfred Louis Kroeber. Kedua, melalui pendekatan structural-fungsional (structural-fungsional theory, social structure as abasic) yang dikembangkan oleh Bonislaw Mallinowski dan Tylor. Kemudian dari dua pendekatan itu, Edward Tylor (dalam Zazin, 2011:148) secara luas mendefinisikan budaya, “culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole wich includes knowledges, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” budaya atau peradaban, diambil dalam arti luas etnografi, adalah bahwa seluruh hal kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang ada oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Zazin, 2011:148). Budaya dapat juga diartikan sebagai seluruh sistem gagasan, rasa tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi dan kedaerahan Danim (dalam Zazin, 2011:148). Budaya juga diartikan sebagai seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki
6
bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat (William H. Haviland) Hofstede (dalam Wahab, 2011) mendefinisikan budaya sebagai collective programming of the mind atau collective mental program, yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu (1) Universal level of mental programming, yaitu sistem biologikal operasional manusia termasuk perilakunya yang bersifat universal, (2) Collective level of mental programming, misalnya bahasa dan (3) Individual of mental programming misalnya kepentingan individu. Sejalan dengan itu . Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar. Dari berbagai definisi budaya di atas penulis menyimpulkan budaya adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu Sekolah merupakan salah satu organisasi yang bertujuan membuat perubahan kepada para peserta didik agar lebih baik, cerdas, beriman, bertaqwa, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan dan siap menghadapi perkembangan zaman. Sebagai
bagian dari organisasi, sekolah diperlukan pengelolaan budaya organisasi yang sesuai dengan budaya masing-masing sekolah tersebut (Zazin, 2011:147). Zazin (2011:149) mengistilahkan budaya sekolah adalah kultur akademis. Inti dari kultur akademis mengatur para pendidik agar mereka memahami cara bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya, serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan, citra akademis, dan etos kerja yang menginternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja, baik terbentuk oleh lingkungan tersebut maupun dikuatkan oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima. Menurut Deal dan Peterson (1999), budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas. Menurut Hofstade dalam (Rivai 2003:257) : Budaya sekolah
didefinisikan sebagai perencanaan bersama dari pola pikir
(collective programming mind) yang membedakan anggota-anggota dari suatu kelompok masyarakat dengan kelompok dari suatu budaya yang lain. Pola pikir ini pada dasarnya hanya ada dalam pikiran individu yang kemudian mengalami kristalisasi dan memiliki bentuk. Pada gilirannya pola pikir bersama ini akan meningkatkan sikap mental para anggota kelompok tersebut.
Budaya sekolah menurut Schein dalam Lutan (2007:12): Budaya sekolah sebagai suatu perangkat asumsi dasar akan membantu anggota kelompok dalam memecahkan masalah pokok dalam menghadapi kelangsungan hidup, baik dalam lingkungan eksternal maupun internal, sehingga akan membantu anggota kelompok dalam mencegah ketidakpastian situasi. Pemecahan masalah yang telah ditemukan ini kemudian
dialihkan
pada
generasi
berikutnya
sehingga
akan
memiliki
kesinambungan. Menurut Susanto (1997:3) : “Suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian integrasi ke dalam sekolah, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana meraka harus bertindak atau berperilaku. Dari beberapa pendapat diatas, penulis menyimpulkan budaya sekolah itu sendiri mengacu pada nilai keyakinan dan prinsip-prinsip yang ada sebagai dasar untuk mengelola sekolah. Konsep budaya sekolah pada dasarnya dapat digunakan untuk melihat ke arah mana bergulirnya perubahan baik positif atau negatif yang terjadi dalam konteks mikro (sekolah) sekaligus menjadi modal untuk melakukan evaluasi secara terus menerus untuk peningkatan kualitas. Konsep ini juga banyak membahas tentang bagaimana memahami kombinasi antara sesuatu yang tampak dan tidak tampak dalam sekolah. Bangunan sekolah, struktur bangunan, tata letak kursi meja di kelas, logo sekolah yang terpampang, visi dan misi atau slogan-slogan yang ditempel di dinding pada dasarnya merupakan sesuatu yang tampak. Yang tidak tampak dari
semua itu individu memiliki pemahaman mendalam tentang semua itu yang akan mempengaruhi prilaku selama disekolah, termasuk bagaimana cara mengajar, memotivasi diri dan orang lain, berelasi dengan siswa, guru, administrator ataupun dengan petugas keamanan atau kebersihan Semua hal yang tampak atau tidak tampak, formal maupun informal, pada dasarnya, berkontribusi pada bagaimana warga sekolah,guru, murid, kepala sekolah, administrator, petugas keamanan, orang tua, dan masyarakat membentuk dan memperkuat budaya yang positif. Dengan demikian, setiap warga sekolah diharapkan memiliki kesadaran untuk selalu memastikan bahwa hal tersebut sesuai dengan budaya sekolah yang diharapkan. Dalam hal ini , penting untuk menjadikan sekolah sebagai ruang berbagi semangat dan tujuan yang memungkinkan masing-masing warga sekolah dapat berbicara secara sukarela dan terbuka terkait dengan apa yang terjadin disekolah. Pihak-pihak yang diberi amanah dalam mengelolah sekolah pun mesti mau mendengar dan berbesar hati memperhatikan hal tersebut. Dengan adanya situasi seperti itu dipastikan terbangunnya komitmen, keprcayaan dan kebanggaan atas apa yang selama ini dilakukan. Hal ini dilakukan untuk tujuan utama, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi seluruh warga sekolah khususnya demi kesuksesan para siswa agar menjadi pembelajar sejati. Budaya sekolah merupakan harapan bagi seseorang guru berprilaku berdasarkan nilai-nilai yang telah ada yang juga mencerminkan tujuan dari sekolah itu sendiri Ownes (dalam Deddy 2012 : 145). Menurut Deal &
Peterson (2009: 11-12), memahami budaya sekolah setidaknya akan memudahkan dalam memahami beberapa aspek dari sekolah itu sendiri. Pertama, berkaitan dengan pembentukan fokus terhadap nilai-nilai yang dibangun dalam keseharian. Kedua, bagaimana membangun komitmen dan identifikasi terhadap nilai-nilai utama sekolah. Ketiga, bagaimana sekolah memperkeras suara motivasi. Dan, terakhir, bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas dan produktivitas. Pada dasarnya, setiap sekolah memiliki budaya tersendiri yaitu aturan moral, ritual, dan berbagi bentuk hubungan antar aktor yang berada di dalamnya. Sebagai sesuatu yang diinternalisasikan kedalam masing-masing aktor, budaya tidak hanya berperan dalam aspek-aspek formal sekolah. Ia juga merupakan aspek yang tertambat secara informal yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan tindakan keseharian aktor-aktor yang berada di dalam sekolah. Selain itu, bagaimana menvisualisasikan komitmen dan tujuan dari sekolah, merupakan suatu keniscayaan dalam membangun budaya sekolah. Perubahan positif di sekolah hanya akan terjadi jika seluruh subjek sekolah memhami budaya sekolahnya sendiri dengan baik, baik yang tampak maupun tidak tampak atau yang formal maupun informal. Jika tidak memahaminya dengan baik, subjek akan terjebak dan terombang-ambing dalam ketidakpastian, ketidakjelasan arah, pesimis, tidak peduli, bekerja semaunya, dan hal lain yang sifatnya negatif. Hal tersebut akan berdampak buruk pada hasil pembelajaran murid sekolah. Budaya sekolah dapat dipahami melalui elemn-elemennya, yang terdiri dari beberapa hal : a) Visi, misi dan
tujuan: nilai, kepercayaan, norma dan asumsi, b) Ritual dan seremoni, c) Sejarah dan cerita, d) Manusia dan hubungan, e) Arsitektur, simbol dan artifak. Budaya sekolah merupakan hasil dari perjalanan panjang setiap orang yang berada disekolah, maka perubahan disekolah tidak bisa dilakukan secara cepat. Perlu cara pandang positif dan juga kesabaran yang tinggi dan waktu yang panjang dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita memunculkan kesadaran akan pentingnya perencanaan jangka panjang dan juga perencanaan strategis untuk memastikan bahwa kita berjalan dijalur yang benar. Lain dari itu, penting untuk mendorong leadership dalam jiwa setiap orang yang berada disekolah. Leadership bukan saja urusan pimpinan di sekolah. Leadership merupakan roh terciptanya budaya sekolah yang positif. Tanpa adanya leadership dipastikan bahwa sekolah akan kehilangan ruh untuk bergerak kearah perubahan yang positif. Untuk itu, perlu tindakan-tindakan kolaborasi dalam upaya menciptakan budaya sekolah yang positif. Tindakan-tindakan kolaborasi akan mendorong ke arah keterbukaan dan fokus pada tujuan. Tanpa adanya keterbukaan, bisa dipastikan akan terdapat banyak kecurigaan. Dan, kecurigaan tersebut mengarah pada lahirnya sejumlah tindakan-tindakan negatif yang sangat merugikan semua pihak yang berada disekolah. Harapan baagi setiap sekolah diungkapkan dalam visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah. Visi, misi dan tujuan pada dasarnya menggambarkan harapan sekolah dimasa yang akan datang, selain dari itu, hal tersebut juga menggambarkan
jangkar (anchor)yang dijadikan pengait atau rujukkan tindakkan dan juga sumber semangat (spirit) dari sejumlah aktivitas yang dilakukan disekolah. Hal tersebut dapat dipahami dapat dilihat dari sejauh mana kemampuan sekolah dalam memotivasi positif, mendorong kemajuan, dan saling mendukung satu sama lain. Menurut Deal & Peterson (2009: 14; 2009: 65), visi, misi dan tujuan berkaitan dengan beberapa konsep: nilai, kepercayaan, norma, dan asumsi. Nilai merupakan inti dari segala sesuatu yang dianggap penting oleh sekolah. Nilai didasarkan pada standar aturan untuk memahami apa yang baik atau buruk. Nilai juga merupakan pembentuk kebiasaan. Orang bertindak berdasarkan apa yang dianggap perlu berdasarkan kebiasaan. Sergiovanni (2005:25) menyarankan agar para pengambil kebijakan, para penilik, dan kepala sekolah menggunakan pendekatan budaya sekolah atau school culture approach. Alasannya: Pertama, pendekatan budaya lebih menitikberatkan faktor manusia di atas faktor-faktor lainnya. Peran manusia amat sentral dalam suatu proses perubahan berencana. Sesuai dengan pepatah man behind the gun, manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan perubahan, bukan struktur atau peraturan legal. Kedua, pendekatan budaya menekankan pentingnya peran nilai dan keyakinan dalam diri manusia. Aspek ini merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam membentuk sikap dan perilaku. Karenanya, pendekatan budaya menomorsatukan transformasi nilai dan keyakinan terlebih dahulu sebelum perubahan yang bersifat legal-formal. Ketiga, pendekatan budaya memberikan
penghormatan dan penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Sikap menerima dan saling hormat menghormati akan menciptakan rasa saling percaya dan kebersamaan di antara anggota organisasi. Rasa kebersamaan akan memunculkan kerja sama, dan kerja sama akan mewujudkan sikap profesionalisme yang membawa perubahan sehingga mengubah nilai-nilai lama yang menghambat dengan nilai baru yang mendukung MBS. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, dengan kurikulum baru KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) membuat guru lebih aktif, kreatif, kompetitif, inspiratif, inisiatif, independen dan inovatif dalam menemukan dan mengembangkan kurikulum baru. Sekolah diberi kebebasan dalam membuat program kerja oleh pemerintah melalui Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen) No.23 Tahun 2006. Sekolah yang favorit pasti memiliki sistem pengembangan budaya sekolah yang terintegrasi dan terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sekolah juga telah melakukan inovasi-inovasi kegiatan budaya sekolah dan terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan internasional. Semuanya itu telah menyatu ke dalam kegiatan akademik dan kegiatan kesiswaan melalui kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan ekstrakurikuler sehingga nantinya sekolah itu akan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Pengelola sekolah harus membangun sebuah sistem yang di dalamnya mengutamakan kerjasama atau team work. Kesuksesan dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan kerja satu orang kepala sekolah atau one man show. Kepala sekolah setiap periode akan berganti, tetapi sistem akan terus berjalan mendampingi siapapun pemimpinnya. Setiap sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri sebagai identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya. Kegiatan tidak hanya terfokus pada intrakurikuler, tetapi juga ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan otak kiri dan kanan secara seimbang sehingga melahirkan kreativitas, bakat dan minat siswa. Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah yang kokoh, kita hendaknya juga berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya mencerdaskan otak saja, tetapi juga watak siswa serta mengacu pada 4 tingkatan umum kecerdasan yaitu : kecerdasan intektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan rohani (SQ) dan kecerdasan sosial. Kegiatan komite sekolah harus menjadi budaya sekolah yang kental dan didukung penuh oleh pimpinan sekolah. Bila itu terjadi, maka hasilnya dapat mengumrohkan atau menghajikan para guru ke tanah suci Mekah, menyekolahkan guru ke pasca sarjana, rekreasi guru dan keluarga, dan lain-lain yang sangat menunjang untuk kegiatan siswa dan kesejahteraan para guru. Keterlibatan orang tua dalam menunjang kegiatan sekolah, keteladan guru (mendidik dengan benar, memahami bakat, minat dan kebutuhan belajar anak,
menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan serta memfasilitasi kebutuhan belajar anak), dan prestasi siswa yang membanggakan adalah tiga hal yang akan menyuburkan budaya sekolah. Kegiatan-kegiatan itu menjadi gengsi tersendiri dalam suatu sistem yang utuh (komprehensif) melalui indikator yang jelas, sehingga ”karakter atau watak siswa” dapat terpotret secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Kegiatan itu akan menjadi budaya dan berpengaruh dalam perkembangan siswa selama bersekolah di sekolah itu, sehinga sekolah akan terbebas dari narkoba, rokok, minuman keras, tawuran antar pelajar, dan ’penyakit’ kenakalan pelajar lainnya. Pastikan siswa terbaik yang lulus, akan terukir namanya dalam batu prasasti sekolah. Pastikan pula para alumninya tersebar ke sekolah-sekolah favorit ’papan atas’ baik di tingkat propinsi maupun nasional dan akan menjadi ’leader’ di sekolahnya masing-masing. Lingkungan pendidikan yang harmonis dalam suasana kekeluargaan merupakan faktor yang mendukung terselenggaranya KBM yang baik. Sebab dengan lingkungan yang aman dan nyaman serta bersahabat siswa akan tenang dalam belajar. Salah satu usaha menciptakan keharmonisan tersebut adalah dengan budaya salam yang kental tanpa membedakan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) sehingga terbangun ’tata krama yang sistematik’ dan dapat membangun akhlaqul karimah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Budaya sekolah yang harus diciptakan selain hal-hal tersebut di atas adalah budaya unggul dan mampu bersaing di dunia global. Memiliki daya juang yang
tinggi, tanpa kehilangan jati diri suatu bangsa, dan tak mengenal kata ’putus asa’. Sekolah harus dapat melestarikan budaya lokal dengan tetap mengikuti tren budaya global yang berkembang, misalnya bahasa daerah, gamelan, dan tarian tradisional perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. Tetapi tidak dapat kita pungkiri pula bahwa penguasaan bahasa asing, band, dan modern dance harus juga dipelajari sebagai budaya global yang disukai remaja saat ini. Karena itu, nuansa religius di sekolah dengan pelaksanaan tadarus dan kebaktian sebelum pembelajaran yang dilaksanakan harus dijadikan aktivitas rutin. Membudayakan salam dan saling menegur dengan bahasa yang ramah harus menjadi fenomena yang biasa. Budaya keteladanan, kedisiplinan, dan kerja sama, baik orang tua, guru, dan siswa harus terus dikembangkan dan memiliki tanggung jawab untuk memajukan sekolah. Melalui kegiatan komite sekolah, para orang tua harus berperan aktif membantu programprogram yang dibuat oleh sekolah sehingga dapat membawa nama baik sekolah di masyarakat. Rendahnya mutu pendidikan kita saat ini disebabkan oleh lemahnya komitmen warga sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan sehingga akan berdampak pada rendahnya peran serta dan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan baik secara moril maupun materiil. Kredibilitas sekolah di mata masyarakat, akuntabilitas kinerja sekolah, dan sigma kepuasan orang tua siswa harus sudah terbentuk, sehingga membawa sekolah memiliki budaya sekolah yang tetap eksis. Guru, orang tua, dan siswa harus dapat
bekerja sama menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis di tengah era derasnya globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Budaya sekolah terbentuk dari eratnya kegiatan akademik dan kesiswaan. Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang beragam dalam bidang keilmuan, keolahragaan, dan kesenian membuat siswa dapat menyalurkan minat dan bakatnya masing-masing. Sekarang ini, keunggulan suatu sekolah tidak ditentukan oleh besar kecilnya dana yang tersedia, tetapi lebih pada komitmen dan dedikasi para guru juga peran serta orang tua dalam memajukan sekolah dan dapat menciptakan budaya sekolah yang membangun kredibilitas dan akuntabilitas kinerja, sehingga melahirkan sigma kepuasan di kalangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dari pendapat para ahli di atas epnulis menyimpulkan budaya sekolah adalah budaya sekolah
didefinisikan sebagai perencanaan bersama dari pola pikir yang
membedakan anggota-anggota dari suatu kelompok masyarakat dengan kelompok dari suatu budaya yang lain. B.
Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah Menurut Chatab (2007:10) pengembangan budaya sekolah bermanfaat
sebagai : a) identitas, yang merupakan ciri atau karakter sekolah, b) social cohsion atau pengikat/pemersatu, c) source, misalnya inspirasi, d) sumber penggerak dan pola perilaku, e) kemampuan meningkatkan nilai tambah, f) pengganti formalisasi seperti olah raga rutin, g) mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
Menurut Luthans (dalam Chatab 2007:10 ) beberapa manfaat pengembangan budaya sekolah mencakup sebagai berikut : a) keteraturan perilaku yang dijalankan seperti pemakaian bahasa atau terminology yang sama, b) nama, seperti standar perilaku yang ada pada suatu sekolah, c) nilai dominant, seperti mutu siswa yang tinggi, efisiensi yang tinggi, d) filosofi, seperi kebijakan bagaimana guru dan siswa diperlakukan, e) aturan, seperti tuntutan bagi guru dan siswa di sekolah, f) iklim organisasi, seperi cara para anggota sekolah berinteraksi baik internal maupun eksternal. Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin member.ikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.
C.
Prinsip Pengembangan Budaya Sekolah Menurut Mulyasa (2011:90) Upaya pengembangan budaya sekolah
seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini. 1.
Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah. Pengembangan budaya sekolah
harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi tentang
keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah. 2.
Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi merupakan dasar
bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien. 3.
Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu dimensi budaya
organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat. 4.
Memiliki Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang
oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan. 5.
Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada
sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah. 6.
Sistem Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya
sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang,
dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan. 7.
Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah
sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik. 8.
Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri budaya organisasi yang positif
adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut. 9.
Sistem Imbalan yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah hendaknya
disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah. 10.
Evaluasi Diri. Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui
masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi
pengembangan budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya sekolah. D.
Sasaran dan Tujuan Pengembangan Budaya Sekolah Menurut Mulyasa (2011:92) Manajemen iklim budaya sekolah merupakan
salah satu kebijakan yang harus diperhatikan Depdiknas dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Iklim budaya sekolah yang kondusif diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran yang efektif, sehingga semua pihak yang terlibat didalamnya, khususnya peserta didika merasa nyaman belajar. Dengan demikian, akan tercipta pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. iklim budaya sekolah yang kondusif juga akan membangkitkan semangat belajar, dan akan membangkitkan potensipotensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal. Menurut Mulyasa (201:92) Sasaran iklim budaya sekolah dapat dianalisis dari hal-hal sebagai berikut: 1.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berlangsung
setiap saat, begitu cepatnya perkembangan tersebut sehingga sulit diikuti oleh mata telanjang. 2.
Perkembangan penduduk yang cepat membutuhkan pelayanan pendidikan
yang besar. 3.
Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar sekaligus
menjadi kunci keberhasilan pembangunan nasional jika sumber-sumber daya manusia
atau tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang besar dapat ditingkatkan mutu dan pendayagunaannya. 4.
Perkembangan teknologi informasi yang berlangsung begitu cepat telah
menimbulkan berbagai pemikiran, bukan saja dalam dunia bisnis dan ekonomi, melainkan jiga dalam dunia pendidikan. Untuk menghadapi tantangan masa depan sebagai akibat dari kemajuan dan perkembangan teknologi, sekolah harus mengantisipasi hubungan antar Negara yang semakin erat, seakan tiada batas lagi. Menurut Chatab (2007:11), budaya sekolah bertujuan untuk : a) identitas, yang merupakan cirri atau karakter organisasi, b) pengikat/pemersatu seperti bahasa sunda yang bergaul dengan orang sunda, sama hobi olahraganya, c) Sources, misalnya inspirasi, d) sumber penggerak dan pola perilaku, e) Kemampuan meningkatkan nilai tambah, f) pengganti formalisasi, seperti olahraga rutin jumat yang tidak dipaksa, g) mekanisme adaptasi terhadapa perubahan sperti adanya rumah susun. Sedangkan menurut Luthans dalam Chatab (2007:11) pentingnya budaya organisasi mencakup sebagai berikut: a) keteraturan perilaku yang dijalankan, b) norma, seperti standar perilaku yang ada disekolah, c) nilai yang dominan, sepeti mutu lulusan yang tinggi, efisiensi yang tinggi, d) filosofi seperti kebijakan bagaiman guru diperlukan, e) aturan, seperti tuntunan bagi guru didalam sekolah.
E.
Karakteristik Budaya Sekolah
Menurut Chatab (2011:15) Karakteristik budaya sekolah dapat dipandang menurut hirarki basic assumption values, norms, dan artifacts sebagai berikut : a.
Basic Assmption/ Asusmsi Dasar Kepedulian budaya pada tingkat yang paling dalam ini adalah pra anggapan
dasar di bawah sadar dan sekaligus
keadaan yang diterima tentang bagaimana
persoalan sekolah seharusnya dipecahkan Basic Assmption ini memberitahu para anggota organisasi bagaimana merasakan, berfikir dan adanya sentuhan tentang banyak hal di dalam organisasi. b.
Values Level kepedulian berikut mencakup Values tentang sebaikanya menjadi apa
dalam organisasi. Values membritahu para anggota apa yang penting dan berharga di dalam organisasi dan apa yang mereka butuhkan untuk memberi perhatian. Values merupakan keyakinan dasar yang berperan sebagai sumber inspirasi kekuatan, motivasi dan pendorong seseorang dalam mengambil sikap, tindakan dan keputusan, serta bahkan dalam menggerakkan dan mengendalikan perilaku seseorang dalam upaya pembentukan budaya sekolah. c.
Norma Para guru jangan mengkritik kepala sekolah di depan publik! Mengapa?
Jawabannya adalah norma. Peran norma adalah menuntun bagaimana para anggota orgganisasi seharusnya berkelakuan di dalam situasi tertentu. Hal ini menggambarkan peraturan yang tidak tertulis dari perilaku.
Setiap kelompok menetapkan norma sendiri, yaitu standar perilaku yang dapat diterima, yang dibagi dengan para anggotanya. Norma memberitahukan para anggota apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya untuk melakukan di bawah keadaan tertentu. Ketika disetujui dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai sarana mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan minimum pengendalian dari eksternal. Norma berbeda diantara kelompok, komunitas ataupun organisasi. Norma yang diformalkan, dituliskan dalam SOP atau peraturan agar pegawai mengikutinya. Sejauh ini mayoritas norma di dalam organisasi adalah informal. Norma yang sesuai dapat menjadi sangan kuat di dalam organisasi sehingga meningkatkan produktivitas. d.
Artifacts Artifacts ini merupakan wujud kongkrit seperti sistem, prosedur, sistem kerja,
peraturan, struktur dan aspek fisik dari organisasi. Istilah sistem kerja menunjukan bagaimana bagaimana pekerjaan dari organisasi dilaksanakan. Berdasarkan karakteristik budaya terebut, Chatab (2011:17) berpendapat bahawa mendiagnosis budaya sekolah, dapat dilakukan dengan penddekatan : A) Perilaku, terkait dengan pola perilaku yang memproduksi hasil atau kegiatan. Pendekatan ini menggambarkan secara spesifik
tentang bagaimana tugas
dilaksanakan dan bagaimana interaksi dikelola dalam organisasi. Suatu pekerjaan menunjukan tanggung jawab, wewenang, dan tugas individu. B) Nilai bersaing, terkait dengan penekanan tentang apa yang penting dan berarti bagi organisasi, yang
dipandang dari preferensi dan tata nilai dari para anggotanya. C) Asumsi mendalam, terkait dengan penekanan penting yang paling dalam organisasi, umumnya tidak dapat ditelaah, namun terdapat asumsi bersama dan sama-sama tahu bagaimana menuntun perilaku para anggotanya. Pendekatan ini sering memiliki dampak yang perkasa bagi keefektifan sekolah. Menurut Pedoman Sekolah (2009 : 9-10) Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab. F.
Program Pengembangan Budaya sekolah
1.
Program Intrakurikuler Kegiatan Intrakurikuler menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002:291)
kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh sekolah yang sudah teratur jelas dan terjadwal dengan sistematik yang merupakan program utama dalam proses mendidik siswa.Contohnya: di tiap sekolah umum pasti ada kegiatan mendidik siswa dengan berbagai mata pelajaran seperti Matematika, PKN, Agama, dan lain sebagainya yang dilaksanakan misalkan pukul 07.00-13.00 dengan ada jeda waktu
atau istirahat 2 kali. Jika dilihat dari cirinya kegiatan kurikuler merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap siswa, bersifat mengikat. berisi berbagai kemampuan dasar dan kemampuan minimal yang harus dimiliki siswa di suatu tingkat sekolah (lembaga pendidikan), waktu untuk kegiatan kurikuler pasti dan tetap, dilaksanakan sekolah secara terus-menerus setiap hari sesuai dengan kalender akademik, Teknis pelaksanaan kegiatan kurikuler, sebagai kegiatan inti persekolahan, sangatlah ketat dan teratur, dengan struktur program yang pasti sesuai kalender akademik. Kegiatan kurikuler berada di bawah tanggungjawab guru bidang studi atau guru kelas, dan keberhasilan kegiatan kurikuler ditentukan oleh keberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan oleh sekolah. Evaluasi keberhasilan pencapaian ditentukan dengan menggunakan tes. Adapun jenis kegiatan intrakurikuler menurut Janwar (2003 : 54) adalah :1) Diskusi, diskusi adalah salah satu jenis belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah, yang dimana di dalam jenis ini terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat juga semuanya aktif tidak ada yagn pasif sebagai pendengar. 2) Kerja Kelompok, kerja kelompok adalalah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang sebagi suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru. 3) Penemuan (Discovery), penemuan merupakan proses dimana seorang siswa
melakukan proses mental yang harus mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip, yang dimaksud proses mental ialah mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan membuat kesimpulan dan lain sebagainya. Sedangkan prinsip yang dimaksud dengan prinsip ialah siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberiakn instruksi. 4) Tanya-Jawab, tanya-jawab ialah suatu cara untuk memberikan motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi pelajaran yang sedang diajarkan guru agar dimengerti, bermanfaat dan dapat diingat dengan baik. 2.
Program Ekstrakurikuler Menurut kamus besar bahasa Indonesia ekstrakurikuler yakni luar, sedangkan
ekstrakurikuler yakni berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu komponen dari kegiatan pengembangan diri yang terprogram. Artinya kegiatan tersebut sudah direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam mata pelajaran, untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan bakat, potensi, minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan berkewenangan di satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikulerkulikuler
berfungsi untuk menunjang pengembangan diri, sosial dan persiapan karir siswa melalui prinsip: pilihan, keterlibatan aktif, etos kerja dan kemanfaatan sosial. Kegiatan ekstrakurikuler adalah wahana pengembangan pribadi peserta didik melalui berbagai aktivitas, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan materi kurikulum, sebagai bagian tak terpisahkan dari tujuan kelembagaan. Melalui bimbingan dan pelatihan guru, kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh para siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat memperkaya dan memperluas diri. Memperluas diri ini dapat dilakukan dengan memperluas wawasan pengetahuan dan mendorong pembinaan sikap atau nilai-nilai. Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002:291) yaitu:”suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Menurut
Rusli
Lutan
(2007:72)
ekstrakurikuler
adalah:
Program
ekstrakurikuler merupakan bagian internal dari proses belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan anak didik. Antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, bahkan kegiatan ekstrakurikuler perpanjangan
pelengkap atau penguat kegiatan intrakurikuler untuk menyalurkan bakat atau pendorong perkembangan potensi anak didik mencapai tarap maksimum. Adapun jenis kegiatan ekstrakurikuler menurut Janwar (2003 : 58) yang sering dilaksanakan di sekolah dan dibawahi mengkoordiniran Osis diantaranya sebagai berikut : 1) Berhubungan dengan mempertinggi moral dan etika . Contoh dapat berupa : penyelenggaraan
upacara. 2)
Berhubungan
dengan
meningkatkan
kesadaran
kebangsaan, Kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dilakukan misalnya dengan memperingati hari Pahlawan dan hari besar Nasional dengan Khidmat., kunjungan kemakam pahlawan. 3) Mengadakan latihan Kepramukaan, kegiatan ini dapat diatur jadwalnya, manfaatnya untuk melatih kemandirian, rasa tanggung jawab, kebersamaan dan rasa sosial. 4) Memajukan kesenian seperti membina dan mengembangkan seni tari, seni rupa dan seni suara. Demikian banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dilakukan disekolah, tentunya kegiatan di atas masih bisa untuk dikembangkan. G.
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Pengembangan Budaya Sekolah Menurut Zainudin (2001:34), kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan
melalui beberapa strategi sebagai berikut: 1. Di tingkatan kelembagaan a) Perlu dikembangkan berbagai fasilitas kelembagaan dalam membangun sikap, semangat, dan budaya perubahan. b) Peningkatan kemampuan pembelajaran para guru dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan
profesional secara periodik dan berkelanjutan, misalnya sekali dalam setiap semester yang dilaksanakan oleh masing-masing lembaga pendidikan setempat. c) Peningkatan kemampuan pembimbingan siswa melalui berbagai kegiatan profesional disekolah secara periodik. 2. Dari pihak individu guru adalah sebagai berikut : a) melakukan perbaikan pembelajaran secara terus menerus berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas atau catatan pengalaman kelas atau catatan perbaikan. b) Mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran yang relevan untuk pembelajaran dikelas. c) Guru perlu dirangsang untuk membangun sikap positif terhadap belajar, yang bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai diskusi akademik antar guru dalam menggali, mengkaji, dan memanfaatkan berbagai temuan penelitian dan hasil kajian konseptual untuk meniingkatkan kualitas pembelajaran. Dengan cara itu guru secara perseorangan dan kelompok akan selalu didorong dan ditantang untuk selalu berusaha untuk tampil beda dan unggul. d) Komunitas guru yang penuh dengan diskusi akademis dan profesional dengan nuansa kesejawatan yang berorientasi pada peningkatan kinerja yang unggul terseebut akan memiliki dampak ganda. Di suatu sisi komitmen dan kompetensi guru akan selalu terjaga dan terpelihara.