BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan bahan kajian yang memiliki objek yang abstrak dan dibangun melalui proses penalaran yang bersifat deduktif, yaitu kebenaran yang didapatkan sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Dengan kata lain, suatu kebenaran harus senantiasa didasari, dibangun, dan didukung oleh kebenaran-kebenaran sebelumnya yang telah disepakati. Disamping itu didalam matematika, keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya sangat kuat, akurat dan jelas. Menurut Tinggih (Alin, 2004:1) mengungkapkan bahwa secara etimologis matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar artinya matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio. Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah menata nalar, membentuk sikaf dan menumbuhkan kemampuan menerapkan matematika. Menurut Ruseffendi ET (Lisnawaty, 1999:72) mengungkapkan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktifitas
11
manusia, kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran didalam struktur kognitif, sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenal bunyi. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu terstruktur yang terorganisasikan dengan baik, karena matematika dimulai dari unsur yang tidak terdefinisikan ke unsur yang terdefinisikan, ke aksioma/postulat dan akhirnya ke dalil/teorema. 2. Fungsi dan Tujuan Matematika di SD Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola fikir, dan ilmu atau pengetahuan. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaan-persamaan, tabel-tabel, model-model matematika, atau soal-soal uraian matematika lainnya. Bila seorang siswa dapat melakukan perhitungan tetapi tidak tahu alasannya, maka tentu ada yang salah dalam pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahaminya. Belajar matematika juga merupakan pembentukan pola fikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-
12
pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh, diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Pembelajaran matematika harus disertai fungsi matematika sebagai ilmu atau pengetahuan. Kita sebagai guru harus mampu menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuanpenemuan sepanjang mengikuti pola fikir yang sah. Dari ketiga fungsi matematika tersebut diatas, maka kita sebagai guru mengetahui perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah. Tujuan
pembelajaran
matematika
disekolah
mengacu
kepada
fungsi
matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola fikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
13
Dalam kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa fungsi mata pelajaran matematika di SD adalah wahana untuk meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat membantu memperjelas dan menjelaskan permasalahan sehari-hari, dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan symbol-simbol yang tersusun. 3. Teori Belajar Matematika Trianto (2007: 13) mengungkapkan bahwa teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses didalam fikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil akhir. Teori belajar matematika adalah suatu teori yang bercerita tentang kesiapan siswa untuk belajar matematika. Menurut Teori belajar Bruner, begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam system pembelajaran di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus disesuaikan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Tidak hanya tingkat kedalaman konsep yang
diberikan
pada
siswa,
tetapi
harus
disesuaikan
dengan
tingkat
kemampuannya. Cara penyampaian materi pun demikian. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan dengan pengajaran yang harus dilakukan sesuai tahapannya.
14
Jean Peaget, salah seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Swiss, melalui Teori Belajar Perkembangan Mentalnya, menyatakan bahwa setiap individu akan melalui tahap perkembangan kognitif secara kronologis melalui empat tahap tertentu yang berurutan, yaitu: 1. Tahap sensorimotor (rentang usia 0 – 2 tahunan) Pada tahap ini pengalaman seseorang diperoleh melalui kegiatan berbuat dan sensori, berfikir melalui tindakan atau perbuatan, gerak dan reaksi spontan. 2. Tahap praoperasi (rentang usia 2 – 7 tahunan) Pada bagian ini seseorang mulai berfikir internal, diawali dengan berfikir prakonseptual kemudian berfikir secara intuitif. 3. Tahap operasi konkrit (rentang usia 7 - 12 tahunan) Pada tahap ini seseorang mulai memahami operasi yang logis melalui bantuan benda-benda konkrit. Ia mulai dapat mengelompokkan sesuatu berdasarkan sifat dan karakteristiknya. 4. Tahap operasi formal (rentang 12 – dewasa) Pada bagian ini, seseorang mulai tidak memerlukan bantuan benda-benda konkrit dalam menyajikan abstraksi mental secara verbal. Ia mulai dapat merumuskan hipotesis dan teori serta berfikir secara deduktif dan induktif. Menurut ET Russefendi agar anak didik memahami dan mengerti akan konsep (struktur) matematika yang seyogiyanya diajarkan dengan urutan konsep murni,
15
dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan konsep terapan. Disamping itu
untuk
dapat
mempelajari
dengan
baik
struktur matematika maka
representasinya (model) dimulai dengan benda-benda konkrit yang beraneka ragam. Agar penanaman akan konsep-konsep matematika dapat dipahami oleh anak harus diadakan pendekatan belajar dalam proses pembelajaran, antara lain: a. Peserta didik yang belajar matematika harus menggunakan benda-benda konkrit dan membuat abstraksinya dari konsep-konsepnya. b. Materi pelajaran yang akan diajarkan harus ada hubungannya atau pengaitan yang sudah dipelajari. c. Supaya anak/ peserta didik memperoleh sesuatu dari belajar matematika harus mengubah suasana abstrak dengan menggunakan symbol. d. Matematika adalah ilmu seni kreatif karena itu harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. Tujuan akhir dari setiap kegiatan pembelajaran adalah agar siswa mampu menguasai dan memahami konsep-konsep pelajaran, mampu berfikir secara formal dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan masalah sehari-hari. Hal yang penting untuk diperhatikan sebelum melaksanakan pembelajaran, kita harus memahami aspek psikologis siswa. Aspek psikologis yang dimaksud adalah tepatnya pembelajaran bagi siswa yang bersangkutan dan sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan. (ET Ruseffendi, 2003)
16
4. Pembelajaran Matematika di SD Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan prilaku yang telah ditentukan sebelumnya, yang harus nampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang dilakukan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, dan metode yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun social. Strategi belajar mengajar yang berorientasi pada pembelajaran menurut hierarkhinya (Gagne) adalah membilah-bilah bahan yang akan diajarkan kedalam bagian-bagian lebih lanjut (makin kompleks). Dengan strategi belajar mengajar yang sudah tersusun dapat ditentukan metode mengajar atau teknik mengajar dan akhirnya dapat dipilih alat peraga sebagai pendukung materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan demikian tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. JS Bruner mengungkapkan pembelajaran matematika di SD adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda konkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika.
17
Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di SD dilakukan dengan cara: (1) Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang guru ajarkan, (2) Bantu anak/ peserta didik untuk melihat adanya hubungan antar konsep- konsep, (3) Berikan satu pertanyaan dan biarkan anak/ peserta didik untuk mencari jawabannya sendiri, (4) Ajak dan beri semangat anak/ peserta didik untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Kecakapan matematika yang harus dicapai siswa SD adalah memahami konsep, symbol, grafik, table dan diagram, menggeneralisasikan pola, sifat, dalil, memecahkan masalah, menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. B. PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Contextual Teaching and Learning) 1. Apa pembelajaran kontekstual itu? Pendekatan konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Trianto, 2007: 103) Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan yang praktis kehidupan mereka, baik dilingkungan sekolah maupun di masyarakat. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan
18
tingkat hafalan dan sekian rentetan tofik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya. 2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Menurut Nurhadi (Masnur, 2007:42) karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut : 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan tugastugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing). 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok dan berdiskusi saling mengoreksi antar teman (learning in a group). 5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
19
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together). 7) Proses pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity). 3. Komponen pembelajaran kontekstual Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu : 1) Kontruktivisme (Constructivism) Komponen ini merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan CTL. Pembelajaran
yang
berciri
konstruktivisme
menekankan
terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya. Prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran harus dipegang guru adalah sebagai berikut: -
Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.
20
-
Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
-
Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
-
Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
-
Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
-
Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
-
Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
2. Bertanya (questioning) Kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topic atau permasalahan yang akan dipelajari. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
21
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran yang berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut: -
Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
-
Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab.
-
Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.
-
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa dan menyegarkan pengetahuan siswa.
3. Menemukan (inquiry) Kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topic atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil “menemukan” sesuatu. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
22
Prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: -
Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
-
Informasi yang diperoleh siswa akan lebih baik apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
-
Siklus inquiri adalah observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion).
4. Masyarakat belajar (learning community) Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman lain. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning commuity ini. Prinsip-prinsip yang bisa diperhatian guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah:
23
-
Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
-
Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan menerima informasi.
-
Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
-
Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
-
Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
5. Pemodelan (modeling) Komponen
pendekatan
CTL
ini
menyarankan
bahwa
pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model
yang
dimaksud bisa berupa pemberian
contoh tentang
mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:
24
-
Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
-
Model atau contoh yang bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
-
Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya atau model penampilan.
6. Refleksi (reflection) Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan pemikiran apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut: -
Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
25
-
Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas dan pengetahuan yang baru diperolehnya.
-
Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuka catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau untuk kerja.
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assesement) Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi
tentang
perkembangan
pengalaman
belajar
siswa.
Gambaran
perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: -
Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
-
Penilaian dilakukan secara komprehensip dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
26
-
Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
-
Penilaian
autentik
memberikan
kesempatan
siswa
untuk
dapat
mengembangkan penilaian diri (self assessement) dan penilaian sesama (peer assessment). -
Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan kriteria yang jelas.
-
Penilaian
autentik
dilakukan
dengan
berbagai
alat
secara
berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan sekolah untuk mengdiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan untuk menentukan prestasi siswa. 4. Strategi Pembelajaran Kontekstual Berdasarkan
pemahaman,
karakteristik,
dan
komponen
pendekatan
kontekstual, beberapa strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual (Blanchard, 2001) antara lain sebagai berikut:
27
a. Pembelajaran berbasis masalah. Sebelum memulai proses belajar mengajar didalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah merangsang siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada dan mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. b. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. Siswa diharapkan memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajarinya. c. Memberikan aktivitas kelompok. Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas persfektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. d. Membuat aktivitas belajar mandiri. Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa
28
harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. e. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat. Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. f. Menerapkan penilaian authentic. Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demostrasi dan laporan tertulis. John A. Zahorik dalam Contructivist Teaching (Masnur, 2007:52) mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut: 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
29
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), yaitu dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi), dan atas tanggapan itu konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. 4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi ( reflecting knowledge ) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. C. GEOMETRI Geometri berasal dari dua kata yaitu ge dan metria yang secara bahasa berarti pengukuran bumi. Secara etimologis, istilah “geometri” berarti hal-hal yang berkaitan dengan pengukuran tanah. Salah satu buku sumber geometri yang dijadikan rujukan sampai sekarang adalah The Elemen yang disusun oleh Euclid. Jadi geometri yaitu cabang matematika yang mempelajari tentang bentuk, bangun, dan ukurannya. Bell (Suhendra, 2006 : 153) Menurut Bell (Suhendra, 2006 : 153), secara umum matematika dapat dibagi kedalam empat cabang utama yaitu aritmetika, aljabar, analisis, dan geometri. Keempat cabang utama matematika tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan cabang lainnya. Pada saat kita membahas sebuah materi dalam geometri, kita mau tidak mau memerlukan kaidah dan prinsip-prinsip aritmetika
30
dan aljabar, bahkan tidak jarang kita menggunakan analisis untuk membahas berbagai permasalahan didalamnya. Sementara itu Van Hiele, seorang guru matematika berkebangsaan Belanda, berdasarkan
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
terdapat
lima
tahap
perkembangan mental dalam memahami geometri, yaitu: 1) Tahap pengenalan, yaitu tahap ketika seseorang mulai mengenal bentuk-bentuk geometri dan nama-namanya tetapi belum memahami sifat-sifatnya. 2) Tahap analisis, yaitu tahap ketika seseorang sudah mengetahui dan memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri, tetapi belum memahami hubungan antara bentuk-bentuk geometri tersebut. 3)
Tahap
pengurutan,
yaitu
tahap
ketika
seseorang
sudah
dapat
mengklasifikasikan, mengurutkan, dan menggenelalisasikan bentuk-bentuk geometri berdasarkan sifat-sifat tertentu. 4) Tahap deduksi, yaitu tahap ketika seseorang mulai dapat berfikir secara deduktif dan mengembangkan bukti melalui definisi, aksioma, postulat dan dalil, tetapi belum memahami pentingnyasuatu system deduktif. 5) Tahap keakuratan atau rigor, yaitu tahap ketika seseorang dapat memahami bahwa ketepatan dari sesuatu yang mendasar itu penting, ia juga sudah dapat bekerja dalam berbagai system geometri. Selanjutnya
berkaitan
dengan
pembelajaran
geometri,
Van
Hiele
mengemukakan beberapa hal mengenai pembelajaran geometri, yaitu bahwa
31
materi ajar, waktu, dan strategi pembelajaran yang digunakan dapat menigkatkan kemampuan berfikir siswa menuju tahap yang lebih tinggi. Selain itu ia pun menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran geometri harus sesuai dengan tahap berfikir siswa, agar siswa memahami materi ajar dengan pengertian yang penuh. Para siswa belajar geometri pada tahap awal seyogianya melalui benda-benda geometri yang sering mereka temui dalam aktivitas sehari-harinya. Melalui bendabenda yang sudah tidak asing bagi mereka, agar mereka dapat lebih memahami hal-hal yang harus mereka kuasai. Pengalaman melalui berbagai model geometri akan membantu siswa berfikir tentang visualisasi atau penggambaran gambargambar yang bersifat geometris. D. PENGERTIAN SUDUT Didalam geometri dikenal istilah konsep pangkal, yang mendasari konsepkonsep geometri lainnya. Beberapa konsep pangkal yang dimaksud antara lain adalah hal-hal yang melibatkan titik dan garis. Konsep geometri yang mendasar yaitu titik. Titik merupakan satuan dasar dalam geometri yang menyatakan suatu tempat dalam ruang, tidak memiliki dimensi dan titik biasanya diwakili oleh noktah. Garis terdiri dari titik yang banyaknya tak hingga dan tersusun lurus. Garis memiliki ketebalan dan dapat diperpanjang tanpa batas dalam ruang dua dimensi. Sinar garis dapat diartikan sebagai kumpulan atau himpunan titik-titik yang berderet tanpa ada celah yang salah satu titik ujungnya diperpanjang hingga tak terbatas, sementara titik ujung yang lain tetap pada posisinya.
32
Sudut adalah suatu daerah yang dibatasi oleh dua sinar garis yang mempunyai titik pangkal yang sama. Yang kita sebut sudut biasanya digambarkan sebagai berikut: Catatan :
A eksterior B
> Sinar garis BA dan BC disebut kaki sudut. > Daerah bagian dalam yang diapit oleh sinar garis BA dan BC disebut interior sudut.
interior C
> Daerah bagian luar yang diapit oleh sinar garis BA dan BC disebut eksterior sudut.
Geometri dan pengukuran adalah salah satu kajian didalam matematika yang unik karena memiliki berbagai kekhasan. Geometri dan pengukuran adalah dua hal yang saling terkait. Didalam geometri ada pengukuran, demikian pula untuk kemudahan pengukuran diperlukan ilustrasi geometri. Untuk memahami pembelajaran geometri kita memerlukan alat peraga untuk memudahkan pemahaman dalam proses pembelajaran.