6
BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Kemampuan Menulis Solchan
(2008:9.4)
menyatakan
kemampuan
menulis
bukanlah
kemampuan yang diperoleh secara otomatis. Kemampuan itu bukan dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh melalui tindak pembelajaran. Seseorang yang telah mendapatkan pembelajaran menulis pun belum tentu memiliki kompetensi menulis yang handal tanpa banyak latihan menulis. Jadi, yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa Indonesia dengan fokus menulis adalah pembelajaran bahasa indonesia yang dipusatkan atau bertumpu pada kegiatan menulis. Menurut Resmini dkk, (2006:238) menulis merupakan kegiatan produktif yang dilakukan secara kontinyu dan berulang-ulang. Dengan demikian, sebelum menulis siswa harus menyiapkan apa yang akan ditulisnya dan memanggil kembali pengetahuan (skemata) yang dimilikinya. Dengan demikian, mereka akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya difokuskan pada apa yang telah mereka simpan kemudian menyusun kembali, mengekspresikan kembali, dan mempresentasikan kembali apa yang mereka pikirkan. Selanjutnya menurut Abbas (2006:125) kegiatan menulis tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bahasa lainnya. Menulis didorong oleh kegiatan berbicara, mendengar dan membaca. Kemampuan atau keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung oleh ketepatan bahasa yang digunakan, selain komponen kosa kata dan
6
7
gramatikal, ketepatan kebahasaan juga sebaliknya didukung oleh konteks dan penggunaan ejaan. Selain itu, Iskandarwassid (2008:248) menyatakan aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan penutur ahli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu. Seperti halnya kemampuan berbicara, kemampuan menulis mengandalkan kemampuan berbahasa yang bersifat aktif dan produktif. Kedua keterampilan berbahasa ini merupakan usaha untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada diri seseorang pemakai bahasa melalui bahasa pikiran dan perasaan dalam berbicara diungkapkan secara lisan, sedangkan penyampaian pesan dalam menulis dilakukan secara tertulis. Nurjamal dkk, (2010:4-5) mendefinisikan bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa aktif. Menulis merupakan kemampuan puncak seseorang untuk dikatakan terampil berbahasa. Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Menulis tulisan juga merupakan media untuk melestarikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Meracik teks tidak semudah meracik ucapan. Meracik teks perlu keterampilan yang luar biasa dalam mengolah dan menyusun
8
kalimat. Teks tidak dapat menampung seluruh gagasan yang ingin dikeluarkan oleh seseorang. Teks itu punya keterbatasan. Pada kenyataannya, tidak semua orang dapat menguasai keempat aspek keterampilan berbahasa itu dengan sama baiknya kita menyaksikan ada orang yang produktif menghasilkan tulisan yang enak dan menarik untuk dibaca, tetapi kalau berbicara tidak menarik untuk diikuti, cara gaya dia berbicara tak seenak menikmati tulisannya. Menurut Laboro (2011:24) menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Tulisan yang baik memanfaatkan kedua belahan otak masuk dalam lingkaran ini dan lapis lingkaran kedua adalah lapisan tengah sebelah kiri (logika), lapis tengah sebelah kanan (emosi). Kelompok lapis sebelah kiri mencakup perencanaan, Outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, tanda baca. Kelompok lapis sebelah kanan adalah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajenasi gairah, ada unsur baru dan kegembiraan. Selain itu Mulyati dkk, (2007:5.3) menyatakan menulis adalah suatu proses perpikir dan menuangkan pemikiran itu dalam bentuk wacana (karangan). Untuk dapat memahami proses menulis harus memperhatikan tahapan proses menulis. Dalam menulis, seseorang mulai dengan membuat perencanaan. Kemudian,
mungkin
yang
bersangkutan
langsung
menulis,
kemudian
merevisinya, kemudian menulis lagi, merevisi lagi, dan menulis lagi. Tahapan itu dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh sebuah tulisan akhir. Resmini
dkk,
(2006:229)
menyatakan
mengacu
pada
proses
pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai (1)
9
suatu keterampilan, (2) proses berpikir (kegiatan bernalar), (3) kegiatan transformasi, (4) kegiatan berkomunikasi, dan (5) sebuah proses. Sebagai suatu keterampilan, menulis sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek. Sebagai suatu proses berpikir (kegiatan bernalar), dalam menulis penulis dituntut memiliki penalaran yang baik sehingga menghasilkan tulisan yang baik. Selanjutnya Resmini dkk, (2006:230) menyatakan sebagai kegiatan transformatif, dalam menulis diperlukan dua kompetensi dasar, yaitu kompetensi mengelola cipta, rasa dan karsa, serta kompetensi memformulasikan ketiga hal itu dalam bahasa tulis. Selanjutnya menulis merupakan kegiatan berkomunikasi. Seorang penulis dengan mempertimbangkan audiens (pembaca) karena menulis tidak diajukan hanya untuk diri sendiri. Pada akhirnya menulis merupakan suatu proses yang berisi serangkaian kegiatan mulai dari menyusun rencana (perencanaan, pramenulis), menulis draf (pengedrafan), memperbaiki draf (perbaikan), menyunting draf (penyuntingan) dan memuplikasikan hasil tulisan. Menurut Saudi (2007:2) menulis adalah proses membuat pendapat tersebut dalam bentuk tertulis. Orang yang pandai mengarang, belum tentu pandai menulis. Penyebabnya adalah adanya tambahan aturan-aturan menulis yang banyak jumlahnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan lambang-lambang bahasa untuk menyimpulkan sesuatu baik berupa ide ataupun gagasan kepada orang lain ataupun pembaca yang dilakukan dengan menggunakan bahasa tulis.
10
2.1.1 Tujuan Menulis Danial (2010:6) menyatakan tujuan menulis yaitu : (1) aktivitas melahirkan apa yang ada dipikiran atau apa yang diproses dipikiran, dan (2) memenuhi kebutuhan pembaca, penulis yang mampu menjembatani tujuan dan kebutuhan pembaca, menyambungkan frekuensi, itulah penulis yang baik. Sehubungan dengan tujuan menulis Suparno dkk, (2008: 3.7) menyatakan tujuan yang ingin dicapai seorang penulis bermacam-macam yaitu : a. Menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar. b. Membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan. c. Menjadikan pembaca beropini. d. Menjadikan pembaca mengerti. e. Membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan. f. Membuat
pembaca
senang
dengan
menghayati
nilai-nilai
yang
dikemukakan seperti nilai kebenaran, nilai agama, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai estetika. Selanjutnya
menurut
Hugo
(dalam
Cahyani
dkk,
2006:98)
mengklasifikasikan tujuan menulis sebagai berikut. 1) Tujuan penugasan (assignment purpose) Kegiatan menulis dilakukan karena ditugaskan menulis sesuatu, bukan atas kemauan sendiri. Misalnya, mahasiswa ditugaskan menulis laporan buku secretariat notulen rapat.
11
2) Tujuan altruistik (altruistic purpose) Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. 3) Tujuan persuasif (persuasive purpose) Tulisan bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4) Tujuan penerangan (informational purpose) Tulisan ini bertujuan memberikan informasi atau keterangan/penerangan kepada pembaca. 5) Tujuan pernyataan diri (self expressive purpose) Tulisan bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca. 6) Tujuan kreatif (creative purpose) Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistic, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistic, nilai-nilai kesenian. 7) Tujuan pemecahan masalah (problem solving purpose) Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta
12
meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca. 2.1.2 Manfaat Menulis Menurut Danial (2010:4) ada beberapa manfaat menulis yaitu : (1) dengan menulis, kita bisa menuangkan gagasan, ide atau nilai dengan lebih leluasa dan terkontrol, (2) dengan tulisan, sebuah gagasan kita menjadi lebih luas, (3) gagasan yang kita tulis dan tersebar tersebut akan terdokumentasi cukup lama. Beberapa lembaga yang akan mendokumentasikan tulisan-tulisan kita yang termuat dalam koran, majalah, jurnal dan internet, (4) dengan menulis, kita bisa melakukan banyak hal. Bukankah menulis proposal (usulan kegiatan), menulis laporan, memerlukan kemampuan menulis. Sabarti (dalam Cahyani dkk, (2006:102-103) menyatakan ada beberapa manfaat menulis diantaranya yaitu : 1) Mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan tentang topik yang dipilih. Dengan mengembangkan topik itu, maka terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan di bawah sadar. 2) Dengan mengembangkan berbagai gagasan penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah kita lakukan kalau tidak menulis. 3) Lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Dengan demikian, kegiatan menulis memperluas wawasan baik secara teoretis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
13
4) Menulis
berarti
mengorganisasi
gagasan
secara
sistematik
serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian permasalahan yang semula masih samar menjadi lebih jelas. 5) Melalui tulisan dapat menjadi peninjau dan penilai gagasan secara lebih objektif. 6) Lebih mudah memecahkan masalah dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkrit. 7) Dengan menulis kita aktif berpikir sehingga kita dapat menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar penyadap informasi. 8) Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir dan berbahasa secara tertib. Selanjutnya Suparno dkk, (2008:1.4) banyak manfaat yang dapat dipetik dari menulis, diantaranya : (1) peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan kraetivitas, (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan serta kemampuan mengumpulkan informasi. 2.1.3 Tahapan dalam Menulis Tompkins (dalam Resmini dkk, 2006:231) menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yang diidentifikasikan melalui serangkaian penelitian tentang proses menulis. Lima tahap proses menulis yang teridentifikasi melalui penelitian yang dimaksud meliputi : a. Pramenulis (Prewriting) Pramenulis merupakan tahap siap menulis. Murray (dalam Resmini dkk, 2006:231) menyebutkan tahap ini dengan tahap penemuan menulis. Murray
14
meyakini bahwa 20% atau lebih waktu tersita pada tahap ini. Aktivitas pada tahap ini meliputi ; (1) memilih topik, (2) memikirkan tujuan, bentuk dan audiens, serta (3) memanfaatkan dan mengorganisir gagasan-gagasan. Pada tahap pramenulis siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis. b. Penyusunan Draf Tulisan (Drafting) Resmini dkk, (2006:232) menyatakan tahap kedua dalam proses menulis adalah menulis draf. Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaring tulisan mereka melalui sejumlah konsep. Selama tahap penyusunan konsep, siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan.Perlu disampaikan kepada siswa bahwa pada tahap ini mereka tidak perlu merasa takut melakukan kesalahan. Kesempatan dalam menuangkan ide-ide dilakuakan dengan sedikit memperhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal yang lain. Aktivitas dalam tahap ini meliputi ; (1) menulis draf kasar, (2) menulis konsep utama, dan (3) menekankan pada pengembangan isi. c. Perbaikan (Revising) Menurut Resmini dkk, (2006:232) selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam tulisan mereka. Siswa biasanya mengakhiri proses menulis begitu mereka mengakhiri dan melengkapi draf kasar, mereka percaya bahwa tulisan mereka telah lengkap. Revisi bukan penyempurnaan tulisan, revisi adalah mempertemukan kebutuhan pembaca dengan menambah, mengganti, menghilangkan, dan menyusun kembali bahan tulisan. Kata revisi berarti melihat kembali, pada tahap ini penulis dapat melihat tulisannya kembali dengan teman sekelas dan guru yang membantu mereka. Aktivitas dalam tahap ini meliputi ; (1)
15
membaca ulang draf kasar dalam proses menulis, (2) menyempurnakan draf kasar dalam proses menulis, dan (3) memperbaiki bagian yang mendapat balikan dari kelompok menulis. d. Penyuntingan (Editing) Penyuntingan merupakan penyempurnaan tulisan sampai pada bentuk akhir. Sampai tahap ini, fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan mereka dengan mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanikal yang lain. Tujuannya membuat tulisan menjadi siap baca secara optimal (Smith dalam Resmini dkk, 2006 : 233). Aktivitas pada tahap ini meliputi ; (1) mengambil jarak dari tulisan, (2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan (3) mengoreksi kesalahan. e. Pemublikasian (Publishing). Tompkins (dalam Resmini dkk,
2006:233) pada tahap akhir proses
penulisan, siswa mempublikasikan tulisan mereka dan menyempurnakannya dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa lain, orang tua dan komunitas mereka sebagai penulis. Pada tahap publikasi siswa mempublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan berbagi hasil ini dapat dilakukan diantaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan di depan kelas Suparno dkk, (2008:1.14-25) menyatakan bahwa menulis melibatkan beberapa fase yaitu fase prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Lebih lanjut akan dipaparkan satu-persatu.
16
1. Tahap Prapenulisan Tahap ini merupakan fase persiapan menulis, seperti halnya pemanasan (warming up) bagi orang yang berolahraga. Tahap ini merupakan fase mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam menulis sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan baik. Fase ini sangat menentukan aktivitas dan hasil menulis berikutnya. Persiapan yang baik sangat memungkinkan bagi kita untuk mengumpulkan bahan secara terarah, mengaitpadukan antar gagasan secara runtut, serta pembahasannya secara kaya, luas dan mendalam. Sebaliknya tanpa persiapan yang memadai, banyak kesulitan yang akan kita temukan sewaktu menulis. 2. Tahap Penulisan Dengan selesainya tahap prapenulisan, berarti kita telah siap untuk menulis. Tatkala mengembangkan setiap ide, kita dituntut untuk mengambil keputusan. Keputusan tentang kedalaman serta keluesan isi, jenis informasi yang akan disajikan, pola organisasi termasuk di dalamnya teknik pengembangan alinea, serta gaya dan cara pembahasan (pilihan kata, pengalimatan, dan pengalineaan). Menulis mrupakan suatu proses. Jangan berharap sekali tulis langsung menjadi bagus. Sebagai penulis kita memang harus sabar. Jangan ingin sempurna hanya dengan sekali tulis. Atau, baru menulis sudah langsung diperbaiki. Diulang lagi, dan menulis lagi.
17
3. Tahap Pascapenulisan Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang kita hasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Kegiatan ini terjadi beberapa kali. Penyuntingan di sini diartikan sebagai kegitan membaca ulang suatu buram dengan maksud untuk merasakan, menilai, dan memeriksa baik unsur mekanik ataupun isi karangan. Tujuannya adalah untuk menemukan atau memperoleh informasi tentang unsur-unsur yang perlu disempurnakan. Berdasarkan hasil penyuntingan itulah maka kegiatan revisi atau perbaikan karangan dilakukan. Kegiatan revisi itu dapat berupa penambahan, penggantian, penghilangan, pengubahan, atau penyusunan kembali unsur-unsur karangan. Kadar revisi itu sendiri tergantung pada tingkat keperluannya. Bisa revisi berat, bias juga sedang atau ringan. 2.2 Hakekat Karangan Tarigan (2008:40) menyatakan karangan pada hakikatnya adalah akumulasi dari beberapa paragraf yang tersusun secara sistematis, koheren, memiliki kesatuan, ada bagian utama penghantar, isi, dan penutup. Dalam perencanaan karangan, pengarang bekerja mulai dari bagian yang umum menuju ke bagian yang khusus, mula-mula pengarang merumuskan dan membatasi topik karangan, lalu dijabarkan kedalam bagian-bagian kecil dalam bentuk out-line. Selanjutnya Resmini dkk, (2006:229) menyatakan karangan merupakan suatu hasil proses berpikir. Karangan merupakan hasil ungkapan ide, gagasan, dan perasaan yang diperoleh melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif. Pelaksanaan kegiatan menulis menuntut proses berpikir. Dalam menulis, siswa akan
18
memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dituliskannya sehingga ide dan gagasan dapat dituliskan secara baik. Menulis karangan mendorong anak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum menuliskan karangannya. Selain itu, Saudi (2007:24) menyatakan karangan dapat bersifat penjelasan, analitis atau mengemukakan pendapat. Walaupun sifat tulisan tidak selalu dapat dibedakan dengan jelas, mengetahui sifat karangan adalah penting karena jenis karangan ikut menentukan bahan yang diperlukan untuk mengarang. Karangan yang bersifat mengemukakan pendapat memerlukan bukti, sedangkan tulisan yang lain tidak. Yang dilakukan dalam karangan yang bersifat menjelaskan adalah membuat sesuatu menjadi jelas atau mudah dipahami. Karangan yang bersifat analitis, memecahkan sebuah topik menjadi komponen-komponen untuk tujuan tertentu. Tujuan tertentu tersebut dapat berupa memberi penjelasan atau membuktikan sesuatu. Abbas (2006:128) menyatakan mengarang memerlukan ide. Bagi siswa sekolah dasar untuk mengkonstruksi daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami secara berulang-ulang merupakan objek ide terdekat. Siswa telah melakukan, merasakan dan menikmati pekerjan itu di rumah. Daya ingat siswa terhadap suatu kegiatan yang menarik atau yang membawa kesan tersendiri, akan sangat mudah diingat anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil tulisan yang terdapat ide, gagasan ataupun pendapat dari seorang pengarang yang ditulis dengan tujuan tertentu.
19
2.2.1 Jenis-jenis Karangan Resmini dkk, (2006:113-152) menyatakan ada beberapa jenis karangan yaitu ; a. Deskripsi Kata deskripsi berasal dari bahasa latin describere yang berarti menggambarkan atau memberikan suatu hal. Dari segi istilah deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. Karangan jenis ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya, atau sesuatu yang lain kepada pembaca. Perlu dipahami, sesuatu yang dapat dideskripsikan tidak hanya terbatas pada apa yang kita lihat dan kita dengar saja, tetapi juga yang dapat kita rasa dan kita pikir, seperti rasa takut, cemas, tegang, haru, dan kasih sayang. Begitu juga suasana yang timbul dari suatu peristiwa, seperti suasana mencekam, putus asa, kemesraan dan keromantisan panorama pantai. b. Narasi Istilah narasi berasal dari bahasa Inggris narration (cerita) narrative (yang menceritakan). Karangan yang disebut narasi menyajikan serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian atau kronologis atau dengan maksud memberi arti kepada seluruh atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Tujuan menulis narasi secara fundamental ada dua, yaitu : (1) hendaknya memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan
20
pembaca, (2) memberikan pengalaman kepada pembaca. Tujuan pertama disebut narasi informasional atau cerita ekspositori, sasaran utama adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan pada pembaca setelah membaca karangan tersebut. Sedangkan pengalaman estetis menghasilkan jenis narasi yang disebut artistic atau sugestif, sasaran utamanya berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. c. Eksposisi Kata eksposisi berasal dari bahasa Inggris exposition yang berarti membuka atau memulai. Memang karangan eksposisi itu merupakan karangan bertujuan
utama
untuk
memberitahukan,
mengupas,
menguraikan,
atau
menerangkan sesuatu. Dalam karangan eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama adalah informasi. Hal atau sesuatu yang dikomunikasikan terutama berupa : (a) data faktual, misalnya tentang suatu kondisi yang benar-benar terjadi atau bersifat historis, tentang bagaimana mesin bekerja, tentang sesuatu operasi diperkenalkan, (b) suatau analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta, dan (c) mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang khusus, asalkan tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi. Yang harus kita ingat adalah tujuan utama karangan eksposisi itu semata-mata untuk membagikan informasi, dan tidak sama sekali untuk mendesak atau memaksa pembaca untuk menerima padangan atau pendirian tertentu sebagai suatu yang benar.
21
d. Argumentasi Karangan argumentasi ialah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan.
Karangan
argumentasi ditulis dengan maksud memberikan alasan, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Corak karangan ini termasuk karangan yang paling sulit bila dibandingkan dengan corak karangan lain. Dalam hal ini tidak berarti bahwa karangan argumentasi lebih penting atau lebih berharga dari karangan-karangan lainnya, tetapi kesulitan tersebut muncul karena perlu adanya alasan dan bukti yang dapat meyakinkan, sehingga pembaca terpengaruh dan membenarkan gagasan, pendapat, sikap, dan keyakinan kita. Jadi, pada setiap karangan argumentasi selalu kita dapati alasan ataupun bantahan yang memperkuat
ataupun
menolak
sesuatu
secara
sedemikian
rupa
guna
mempengaruhi keyakinan pembaca sehingga berpihak kepada atau sependapat dengan penulis. e. Persuasi Istilah persuasi merupakan alihan bentuk kata persuasion dalam bahasa Inggris. Bentuk kata persuasion diturunkan dari kata to persuade yang artinya membujuk dan menyakinkan. Jadi karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan
berdaya-bujuk,
berdaya-ajak,
ataupun
berdaya-himbau
yang
membangkitkan ketergiuran pembaca untuk menyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis. Dengan kata lain persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat bahasa.
22
Selanjutnya Suparno dkk, (2008:1.11-13) menyatakan ada beberapa ragam karangan yaitu : 1. Deskripsi Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya. 2. Narasi (penceritaan atau pengisahan) Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Bentuk karangan ini dapat kita temukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau autobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu hal. 3. Eksposisi (paparan) Eksposisi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan atau pandangan pembacanya. Sasarannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang akan disampaikannya.
23
4. Argumentasi (pembahasan atau pembuktian) Argumentasi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. 5. Persuasi Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. BuktiBerbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai suatu kebenaran, persuasi lebih menggunkaan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi bukti-bukti itu digunakan seperlunya atau kadangkadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca bahwa apa yang disampaikan si penulis itu benar. 2.2.2 Langkah-Langkah Menulis Karangan Menurut Akhadiah (dalam Purwandari, 2012:22-24), terdapat beberapa langkah – langkah menulis karangan secara umum yaitu : a. Pemilihan Sumber Topik Topik merupakan masalah yang akan dibicarakan dalam karangan. Topik ini menjiwai seluruh karangan. Topik bisa ditentukan oleh guru, bisa ditentukan oleh siswa sendiri. Sumber – sumber topik adalah sebagai berikut :
24
1) Pengalaman yaitu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang. 2) Pengamatan yaitu kegiatan mengamati suatu objek. Sumber ini baik dilatih untuk siswa dalam menggunakan pancainderanya secermat mungkin dan siswa dapat belajar mengungkap fakta kemudian menulisnya dalam bentuk karangan. 3) Imajinasi atau daya khayal, kreativitas siswa dapat dikembangkan dengan daya imajinasi namun perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. 4) Sumber pendapat atau hasil penalaran seseorang dapat digali untuk melahirkan topik. b. Membuat Judul Setiap karangan tentu mempunyai judul. Judul ialah titel, nama atau semacam label untuk sebuah karangan. Syarat – syarat judul yang baik yaitu : 1) Harus sesuai dengan topik atau isi karangan. 2) Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase bukan kalimat. 3) Usahakan judul sesingkat mungkin. 4) Judul harus jelas bukan kiasan dan tidak mengandung makna ganda. c. Menentukan Tujuan Penulisan Seorang penulis harus mengungkapkan dengan jelas tujuan tulisan yang digarapnya.
Tujuan
penulisan
menjadi
pedoman
bagi
penulis
dalam
mengembangkan topik. Dengan menentuan tujuan, penulis dapat mengetahui apa yang harus dilakukannya, dapat mengetahui bahan apa yang diperlukan dan sudut
25
pandang yang akan dipilih. Kesadaran penulis tentang tujuannya, akan menjaga keutuhan tulisannya. d. Menentukan Bahan Penulisan Bahan penulisan merupakan semua informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Bahan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti bahan dari bacaan, pengamatan, angket dan wawancara. e. Membuat Kerangka Karangan Kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang mengandung ketentuan-ketentuan tentang bagaimana menyusun karangan. Kerangka karangan dapat memebantu penulis menyusun karangan secara logis dan teratur serta menghidarkan dari kesalahan yang tidak perlu. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis antara lain: 1) Dapat membantu penulis menulis karangan secara teratur, tidak membahas satu gagasan dua kali, dapat mencegah penulis keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul. 2) Dapat memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan serta memberi kemungkunan perluasan dari bagian tersebut. 3) Dapat memperlihatkan kepada penulis bahan – bahan atau materi yang diperlukan dalam pembahasan yang akan ditulisnya. Selain itu, Suparno dkk, (2008:3.3-9) menyatakan pada umumnya terdapat beberapa tahapan dalam menulis karangan yaitu :
26
a. Penentuan topik karangan Istilah topik dapat diberi batasan atau pengertian sebagai hal pokok yang dibicarakan. Dengan demikian topik karangan atau topik tulisan dapat diartikan sebagai hal pokok yang dituliskan atau diungkapkan dalam karangan. Topic karangan berbeda dengan tema karangan. Tema karangan adalah gagasan dasar yang mendasari sebuah karangan. Dengan demikian, tema menjadi gagasan dasar tempat beradanya topik. Dalam proses penulisan karangan, tema merupakan gagasan dasar yang menjadi tumpuan topik karangan. Tema adalah gagasan sentral yang menjiwai seluruh isi karangan. Topik dapat dijabarkan menjadi rinci materi topik, sedangkan tema tidak dapat dijabarkan sedemikian. Topik karangan menjadi hal pokok yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan tema. Sebuah
karangan
dituliskan
dengan
sejumlah
pertimbangan.
Pertimbangan-pertimbangan itu juga berlaku dalam penentuan topik karangan. Pertimbangan tersebut berupa : (1) Kemanfaatan, karangan ditulis untuk pembaca. Karena itu, manfaat yang diharapkan akan diperoleh pembaca layak dipertimbangkan. Pertimbangan tersebut berarti juga menjadi pertimbangan dalam memilih topik. Dalam kaitan itu, perlu lakukan analisis (need analysis). Dengan analisis kebutuhan itu, akan dapat mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pembaca. Ingat bahwa pertimbangan kemanfaatan berhubungan dengan kebutuhan pembaca. (2) Kemenarikan, kemanfaatan suatu topik merupakan salah satu daya tarik suatu topik karena orang akan tertarik terhadap suatu tulisan karena ada
27
manfaat yang diperolehnya. Di samping itu, suatu topik akan menarik perhatian orang jika topik itu bersifat actual. Dengan sifatnya itu topik yang dipilih adalah topik yang sesuai dengan kondisi masa kini, bahkan topik yang terkini sesuai dengan perkembangan situasi dan zaman. (3) Fisibilitas, makna istilah itu adalah kelayakan dapat dikerjakan. Fisibilitas ditentukan oleh kemampuan penulis. Karena itu dalam memilih topik, tanyakan pada diri sendiri apakah topik itu dapat dikerjakan dalam menuliskan karangan. b. Penentuan tujuan penulisan Dengan dan melalui karangannya, tentunya ada tujuan yang ingin dicapai oleh seorang pengarang. Tujuan itu bermacam-macam, seperti menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar, membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan, menjadikan pembaca beropini, menjadikan pembaca mengerti, membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan dan membuat pembaca senang dengan menghayati nilai-nilai yang dikemukakan seperti nilai kebenaran, nilai agama, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai estetika. Tujuan-tujuan tersebut merupakan tujuan umum penulis yang ditentukan oleh jenis karangan. Di samping itu, ada tujuan khusus yang ditentukan oleh topik karangan yang khas. c. Penyusunan rancangan karangan penyusunan rancangan karangan adalah langkah kegiatan pra penulisan setelah penentuan topik. Kerangka karangan (out line) adalah kerangka tulis yang menggambarkan bagian-bagian atau butir-butir isi karangan dalam tatanan yang
28
sistematis. Karena tataannya yang sistematis itu, kerangka karangan sudah menggambarkan organisasi isi karangan. Gambaran isi yang demikian itu menampakkan butir-butir isi karangan dalam hubungannya dengan butir-butir yang lain. Dalam kerangka karangan itu akan tampak butir-butir isi karangan yang menggambarkan sub-sub topik, karangan baik dari segi jumlah dan jenisnya, urutan sub-sub topik isi karangan, dan hubungan antar sub topikdalam karangan. Hubungan logis atau kronologis, dan hubungan setara atau hubungan bertingkat. Selanjutnya Arom, (2011:11-12) menyatakan ada beberapa langkahlangkah dalam menyusun karangan yaitu : 1. Menentukan tema dan judul Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok pembicaraan yang mendasari suatu karangan. Sedangkan judul adalah kepala karangan. Misalkan tema cakupannya lebih besar dan menyangkut pada persoalan yang diangkat sedangkan judul lebih pada penjelasan awal (penunjuk singkat) isi karangan yang akan ditulis. 2. Mengumpulkan bahan Bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan, banyak cara mengumpulkannya, masing-masing penulis mempunyai cara masing - masing sesuai juga dengan tujuan tulisannya. 3. Menyeleksi bahan Agar tidak terlalu bias dan abstrak, perlu dipilih bahan-bahan yang sesuai dengan tema pembahasan. Polanya melalui klarifikasi tingkat urgensi bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan sistematis.
29
Berikut ini petunjuk – petunjuknya : a. Catat hal penting semampunya. b. Jadikan membaca sebagai kebutuhan. c. Banyak diskusi, dan mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah. 4. Membuat kerangka Kerangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur. Kerangka karangan belum tentu sama dengan daftar isi, atau uraian per bab. Kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna. Berikut fungsi kerangka karangan : a. Memudahkan pengelolaan susunan karangan agar teratur dan sistematis b. Memudahkan penulis dalam menguraikan setiap permasalahan c. Membantu menyeleksi materi yang penting maupun yang tidak penting 5. Mengembangkan kerangka karangan Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya pada penguasaan terhadap materi yang hendak ditulis. jika benar-benar memahami materi dengan baik, permasalahan dapat diangkat dengan kreatif, mengalir dan nyata. 2.2.3 Pengertian Paragraf Menurut The American Heritage Dictionary (dalam Suadi, 2007:14) paragraf adalah bagian mandiri yang mengemukakan sebuah pendapat dan merupakan bagian dari sebuah karangan. Bagian tersebut dapat terdiri dari satu atau beberapa kalimat.
30
Widjono (2007:173-174) menyatakan paragraf mempunyai beberapa pengertian ; (1) paragraf adalah karangan mini. Artinya, semua unsur-unsur keterangan yang panjang ada dalam paragraf, (2) paragraf adalah satuan bahasa tulis yang terdiri beberapa kalimat yang teratur secara runtut, logis, dalam satu kesatuan ide yang tersusun secara lengkap, utuh dan padu, (3) paragraf adalah bagian dari suatu karangan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan satuan informasi dengan pikiran utama sebagai pengendalinya dan pikiran penjelas sebagai pendukungnya, (4) paragraf yang terdiri atas satu kalimat berarti tidak menunjukkan ketuntasan atau kesempurnaan. Selain itu, Mulyati dkk, (2007: 5.22) menyatakan bahwa bentuk karangan terkecil adalah sebuah paragraf. Ini dapat dimaklumi karena sebuah paragraf memiliki sebuah gagasan utama, disebut juga topik utama atau pikiran utama yang disampaikan kepada pembaca melalui serangkaian kalimat. Dalam sebuah paragraf, gagasan utama atau disebut juga pikiran utama atau topik utama dapat dikemukakan dalam sebuah kalimat topik atau disebut juga dengan kalimat utama. Umar (2008:22) menyatakan paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam bentuk gagasan atau topik tersebut. Laboro (2011:35) menyatakan bahwa paragraf adalah rangkaian kalimat yang utuh dan koheren yang berisi ide, gagasan, konsep atau pokok pikiran yang mendukung atau berkaitan dengan topik yang sedang dibahas. Sedangkan menurut Nur‟aini dkk, (2008:10) paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan yang mengandung satu ide pokok dan dimulai penulisannya
31
dengan garis baru atau alinea. Jadi dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah rangkaian kalimat yang terdiri dari kalimat utama dan kalimat pendukung yang membahas suatu topik tertentu. 2.2.4 Fungsi Paragraf Saudi (2007:18) menyatakan bahwa terdapat beberapa fungsi paragraf, yaitu ; (1) pengantar, transisi, penutup, (2) alat untuk memahami ide penulis, (3) menampung bagian pikiran/tema pokok, (4) pengembangan sistematis tema pokok/pikiran, (5) pedoman mengikuti alur pikiran penulis, dan (6) tanda dimulainya pikiran baru. Sedangkan menurut Widjono (2007:175) fungsi paragraf yaitu ; (1) mengekspresikan gagasan tertulis dengan memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis, dalam suatu kesatuan, (2) menandai peralihan gagasan baru bagi karangan yang terdiri beberapa paragraf, ganti paragraf berarti ganti pikiran, (3) memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis, dan memudahkan pemahaman bagi pembacanya, (4) memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam satuansatuan unit pikiran yang lebih kecil, dan (5) memudahkan pengendalian variabel terutama karangan yang terdiri atas beberapa variabel. 2.3 Hakekat Media Pembelajaran Fathurrohman dkk, (2007:65) menyatakan kata media berasal dari kata medium yang secara harafiah berarti „perantara‟, atau„pengantar‟ atau dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai
32
sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik. Selanjutnya Siddiq dkk, (2008:36) menyatakan media pembelajaran adalah segala bentuk perantara atau pengantar
penyampaian pesan dalam proses
komunikasi pembelajaran. Papan tulis yang ada di ruang kelas dapat berperan sebagai media pembelajaran, karena sering digunakan guru menjadi perantara dalam menyampaikan pesan-pesan bidang studi. Media pembelajara juga termasuk dalam kategori bahan pembelajaran, apabila media pembelajaran diperankan sebagai desain materi pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Susilana (2009:7) mengemukakan media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (massage/software). Dengan demikian perlu sekali anda camkan, media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi belajar yang dibawakan oleh media tersebut. Perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu sendiri yang akan disampaikan kepada siswa, sedangkan perangkat keras (hardware) adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar tersebut. Pengertian media secara terminology cukup beragam, sesuai sudut pandang para pakar media pendidikan. Selanjutnya Sadiman (dalam Musfiqon, 2011:26) menyatakan media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Selain itu, Gagne (dalam Musfiqon, 2011:27) menyatakan
33
bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran agar siswa lebih memahami materi pembelajaran. 2.3.1 Manfaat Media Pembelajaran Menurut Susilana (2009:10-11) media pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut : 1) Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep yang dirasakan masih bersifat abstrak dan sulit dijelaskan secara langsung kepada siswa bisa dikonkritkan atau disederhanakan melalui pemanfaatan media pembelajaran. Misalnya untuk menjelaskan tentang system peredaran darah manusia, arus listrik, berhembusnya angina, dsb bisa menggunakan media gambar atau bagan sederhana. 2) Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapatkan di lingkungan. Misalnya guru menjelaskan dengan menggunakan media gambar atau program televise tentang binatang-binatang buas seperti haraimau dan beruang, atau hewan-hewan lainnya seperti gajah, jerapah, dinosaurus. 3) Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil. Misalnya guru menyampaikan gambaran mengenai sebuah kapal laut, pesawat udara, pasar, canda atau menampilkan objek-objek yang terlalu kecil seperti bakteri, virus, semut, nyamuk atau hewan kecil lainnya.
34
4) Memperhatikan gerakan yang terlalu cepat dan lambat. Dengan menggunakan teknik gerakan lambat (slow motion) dalam media film bisa memperlihatkan tentang lintasan peluru, melesetnya anak panah, atau memperlihatkan suatu ledakan. Demikian pula gerakan-gerakan yang terlalu lambat seperti pertumbuhan kecambah, mekarnya bunga wijaya kusumah dan lain-lain. Selain itu, Djuanda (2006:102) menyatakan ada beberapa manfaat media, salah satu upaya untuk mengatasi kurangnya minat, kegairahan siswa dalam belajar, dan menetapkan penerimaan siswa terhadap isi pembelajaran adalah dengan menggunakan media. Ini penting, karena fungsi media dalam proses pembelajaran merupakan penyaji stimulus atau informasi yang berguna juga untuk meningkatkan keserasian penerimaan informasi. Media akan memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalitas. Selain itu media juga bermanfaat untuk mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Selanjutnya Musfiqon (2011:35) mengemukakan ada beberapa fungsi media pembelajaran antara lain : a. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pembelajaran. b. Meningkatkan gairah belajar siswa. c. Meningkatkan minat dan motivasi belajar. d. Menjadikan siswa berinteraksi langsung dengan kenyataan. e. Mengatasi modalitas belajar siswa yang beragam. f. Mengefektifkan proses komunikasi dalam pembelajaran. g. Meningkatkan kualitas pembelajaran.
35
2.3.2 Prinsip Pemilihan Media Musfiqon (2011:116-118) menyatakan ada tiga prinsip utama yang bisa dijadikan rujukan bagi guru dalam memilih media pembelajaran, yaitu : 1. Prinsip Efektifitas dan efisiensi Dalam konsep pembelajaran, efektifitas adalah keberhasilan pembelajaran yang diukur dari tingkat ketercapaian tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Jika semua tujuan pembelajaran telah tercapai maka pembelajaran disebut efektif. Sedangkan efesiensi adalah pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan biaya, waktu dan sumber daya lain seminimal mungkin. Media yang telah memenuhi aspek afektifitas dan afesiensi ini tentunya akan meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar dan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Materi yang disampaikan melalui media ini juga akan lebih mudah diserap anak didik. Karena itu, prinsip ini menjadi lebih penting untuk digunakan dasar dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan. 2. Prinsip Relevansi Pertimbangan kesesuaian media dengan materi yang akan disampaikan juga perlu menjadi pertimbangan guru dalam memilih media pembelajaran. Relevansi ini ada dua macam, yaitu relevansi kedalam dan relevasi keluar. Relevansi
kedalam
adalah
pemilihan
media
pembelajaran
yang
mempertimbangkan kesesuaian dan sinkronisasi antara tujuan, isi, strategi dan evaluasi materi pembelajaran. Sedangkan relevansi keluar adalah pemilihan media yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan masyarakat. Media yang dipilih disesuaikan dengan apa yang biasa digunakan masyarakat secara luas. Oleh
36
karena itu media pembelajaran disesuaikan dengan problem yang dihadapi siswa serta disesuaikan denganapa yang lagi kecenderungan dikalangan anak didik. 3. Prinsip Produktifitas Produktifitas dalam pembelajaran dapat difahami pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Dalam pemilihan media pembelajaran, guru dituntut untuk bisa menganalisis apakah media yang akan digunakan bisa meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran atau tidak. Jika media yang digunakan bisa menghasilkan dan mencapai target dan tujuan pembelajaran lebih bagus dan banyak maka media tersebut dikategorikan media produktif. Sedangkan menurut Sudjana (dalam Fathurrohman dkk, 2007:68-69) dalam menggunakan media pengajaran, hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip-prinsip tertentu agar penggunaan media dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip yang dimaksud sebagai berikut : a.
Sebaliknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang diajarkan.
b. Menetapkan atau mempertimbangkan subjek dengan tepat. Artinya perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik. c. Menyajikan media dengan tepat. Artinya teknik atau metode penggunaan media dalam pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana.
37
d. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat menggunakan media pengajaran, tanpa kepentingan yang jelas. 2.3.3 Kriteria Pemilihan Media Menurut Sudjana & Rivai (dalam Fathurrohman dkk, 2007:71-72) mengemukakan rumusan pemilihan media dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsur-unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, biasanya lebih mungkin menggunakan media pengajaran. 2. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya yang bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami oleh siswa. 3. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang memerlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya mudah dibuat oleh guru tanpa biaya yang mahal, disamping sederhana dan praktis penggunaannya. 4. Keterampilan guru dalam menggunakan apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaannya dalam interaksi bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
38
5. Sesuai dengan taraf berpikir siswa, memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa. Menyajikan grafik yang berisis data dan angka atau proposi dalam bentuk gambar atau poster. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi siswa yang telah memiliki kadar berpikir tinggi. Selain itu, menurut Susilana (2009:69-74) terdapat kriteria umum dan khusus dalam pemilihan media yaitu : a. Kriteria Umum Pemilihan Media Ada beberapa kriteri umum yang diperlu diperhatikan dalam pemilihan media. Namun demikian secara teoritik bahwa setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan yang akan memberikan pengaruh kepada afektifitas program pembelajaran. Sejalan dengan hal ini, pendekatan yang ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian integral dalam proses pendidikan yang kajiannya akan sangat dipengaruhi beberapa kriteria umum sebagai berikut : 1) Kesesuaian dengan tujuan (instructional goals). Perlu dikaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari kajian Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ini bisa dianalisis media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. 2) Kesesuaian dengan materi pembelajaran (instructional content), yaitu bahan atau kajian apa yang akan diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya, dari bahan atau pokok bahasan tersebut
39
sampai sejauhmana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk penyampaian pesan tersebut. 3) Kesesuaian dengan karakteristik pembelajar atau siswa. Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa/guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri media yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik siswa, baik secara kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri dan kebiasaan lain) dari siswa terhadap media yang akan digunakan. 4) Kesesuaian dengan teori. Pemilihan media harus didasarkan atas kesesuaian dengan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap suatu media yang dianggap paling disukai dan paling bagus, namun didasarkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan media bukan pula karena alasan selingan atau hiburan semata. Melainkan media harus merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, yang fungsinya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran. 5) Kesesuaian dengan gaya belajar siswa. Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa. Bobbi De Porter (dalam Susilana, 2009:71) dalam buku “Quantum Learning” mengemukakan terdapat tiga gaya belajar siswa, yaitu : tipe visual, auditorial dan kinestetik. Siswa yang memiliki tipe visual akan mudah memahami materi jika media yang digunakan adalah media visual seperti TV, video, grafis dan lain-lain. Berbeda dengan siswa dengan tipe
40
auditif, lebih menyukai cara belajar dengan mendengarkan disbanding menulis dan melihat tayangan. Tipe kinstetik lebih suka melakukan dibandingkan membaca dan mendengarkan. Ciri-ciri tipe ini diantaranya: berbicara dengan perlahan, mennaggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk memperoleh perhatian dari orang lain, belajar melalui manipulasi dan praktek, belajar dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari telunjuk ketika membaca dan lain-lain. 6) Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung dan waktu yang tersedia. Bagaimana bagusnya sebuah media tidak didukung oleh fasilitas dan waktu yang tersedia, maka kurang efektif. Misalnya guru merencanakan untuk mengadakan pembelajaran dengan memanfaatkan TV Edu, tentu saja guru tersebut harus mengalokasikan waktu yang tepat sesuai dengan jam tayang dalam TV Edu tersebut. Media juga terkait dengan user atau penggunanya dalam hal ini guru, jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan media tersebut dengan baik, maka akan sia-sia, begitu halnya dengan fasilitas lainnya. b. Kriteria Khusus Pemilihan Media Sejumlah kriteria khusus dalam memilih media pembelajaran yang tepat dapat kita rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari access, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty. 1) Access, kemudahan access menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Misalnya kita ingin menggunaka internet, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu apakah ada saluran untuk koneksi internet.
41
2) Cost, biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan kita, pada umumnya media canggih biasanya cenderung mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus kita hitung dengan aspek manfaatnya. 3) Technology, mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tapi kita perlu perhatikan apakah teknologinya tersedia menggunakan media audio visual dikelas. 4) Inrweactivity, media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atai interaktivitas. Setiap kegiatan memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. 5) Organization, pertimbangan juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan menduku, bagaimana pengorganisasiannya. 6) Novelty, kebaruan media yang anda pilih juga harus menjadi pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa. Diantara media yang relative baru adalah media yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi khusunya penggunaan internet. 2.3.4 Media Gambar Seri dalam Pembelajaran Darmadi dkk, (2008:26) menyatakan bahwa gambar yang memuat cerita dari awal sampai akhir disebut gambar seri. Biasanya gambar seri terdiri dari beberapa gambar yang berurutan. Gambar seri dapat disusun secara urut dan membentuk sebuah cerita yang runtut. Langkah pertama mengurutkan gambar seri
42
yang disusun secara acak yaitu menemukan tema cerita dalam gambar seri tersebut. Setelah menemukan tema cerita, kamu dapat menentukan peristiwa pertama yang mungkin terjadi dalam cerita. Langkah selanjutnya, yaitu menentukan urutan peristiwa lain yang disusun secara logis sehingga membentuk sebuah cerita yang runtut. Suparno (dalam Purwandari, 2012:31-32), media gambar seri biasa disebut flow cart atau gambar susun. Media gambar seri bisa dibuat dari kertas yang ukurannya lebar seperti kertas manila yang didalamnya terdiri atas beberapa gambar. Gambar – gambar tersebut saling berhubungan satu sama lainnya sehingga merupakan satu kesatuan atau satu rangkaian cerita. Masing – masing gambar diberi nomor sesuai urutan jalan ceritanya. Umumnya gambar seri yang digunakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia SD terdiri dari 3 – 4 gambar yang ceritanya berangkaian. Musfiqon (2011:74) mengemukakan ada beberapa kelebihan media gambar/foto yaitu : 1. Sifatnya konkret, gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. 2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa di kelas dan tidak selalu bisa dibawa ke objek/peristiwa tersebut. Gambar atau foto dapat mengatasi hal tersebut. Air terjun Niagara dan Danau Toba dapat disajikan ke kelas lewat gambar atau foro. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, kemarin, atau bahkan semenit yang lalu kadang-kadang tidak dapat kita lihat seperti apa
43
adanya. Gambar atau foto amat bermanfaat dalam hal ini. 3. Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau penampang daun yang tidak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto. 4. Foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalah pahaman. 5. Foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto juga mempunyai kelemahan-kelemahan seperti yang diungkapkan oleh Musfiqon (2011:75) yaitu : 1. Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata. 2. Gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. 2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan Sri Mastuti Hippy (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Kemampuan Siswa Menulis Karangan Melalui Gambar Seri di Kelas IV SDN 2 Pohe Limboto Barat ”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan siswa menulis karangan melalui gambar seri di kelas IV SDN 2 Pohe Kecamatan Limboto Barat. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa menulis karangan melalui gambar seri di kelas IV SDN 2 Pohe Limboto Barat yang berjumlah 20 orang.
44
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat pengumpulan data berupa lembar pengamatan dan hasil penilaian dengan memberikan ceklis pada setiap aspek. Adapun yang menjadi aspek dalam penelitian ini adalah ketepatan gambar dengan isi kalimat, ide, bahasa, penyusunan kalimat, tanda baca. Dari data ditemukan bahwa pada tahap persiapan 63% siswa yang mampu menulis karangan melalui media gambar seri, pada tahap pelaksanaan mencapai 85%. Hasil tersebut sudah mencapai aspek yang ditentukan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa menulis karangan melalui media gambar seri dapat berhasil. Maryam Paki (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Siswa Menulis Karangan Deskriptif Melalui Media Gambar Seri Pada Siswa Kelas V Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah keterampilan siswa menulis karangan deskriptif dapat ditingkatkan melalui penggunaan nilai gambar seri. Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus. Sedangkan teknik pengumpulan data yang ia gunakan adalah observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap observasi awal problema nilai pasa aspek bentuk karangan 30%, untuk aspek keruntutan isi 30%, untuk aspek kemampuan memilih kata 40%, serta aspek penggunaan ejaan 35%. Pada siklus I mengalami peningkatan bentuk karangan 50%, untuk aspek keruntutan isi 55%, untuk aspek memilih kata 65% dan penggunaan ejaan 60%. Pada siklus II untuk aspek bentuk karangan 78,4%, untuk aspek keruntutan isi 76%, untuk aspek kemampuan memilih kata 89,3%, dan pada aspek penggunaan
45
ejaan 89%. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga gambar seri dapat mningkatkan keterampilan menulis karangan deskriptif bagi siswa kelas V SDN Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato. Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian yang akan dilakukan ini berbeda dengan penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa menulis karangan menggunakan media gambar seri di kelas III SDN 3 Bulango Timur Kecamatan Bulango Timur Kabupaten Bone Bolango. Penelitian yang akan dilakukan ini, menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu abservasi, wawancara dan dokumentasi.