BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Persepsi 1. Pengertian Persepsi Purwadarminta (2004: 759) mengartikan persepsi sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005: 39). Sedangkan menurut Walgito (2001: 83), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Maramis (2005: 119) bahwa “persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang”. Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda.
16
17
2. Sifat Persepsi Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada informasi yang diperoleh lewat memori organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi. Menurut Mulyana (2005: 16) Persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah persepsi berdasarkan pengalaman pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas sosial yang telah dipelajari (pengalaman). Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. a. Persepsi bersifat selektif. Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses
18
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. b. Persepsi bersifat dugaan Data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum. c. Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi. d. Persepsi bersifat kontekstual. Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting
19
dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield (Jalaludin Rakhmat 2003:55) faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. a. Faktor Fungsional Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. b. Faktor Struktural Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Tertarik tidaknya individu untuk memperhatikan stimulus dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal (kebiasaan, minat, emosi dan keadaan biologis) dan faktor eksternal (intensitas, kebaruan, gerakan, dan pengulangan stimulus).
20
1) Faktor internal a) Kebiasaan, kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas. b) Minat, suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhannya sendiri. c) Emosi, sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi, walaupun emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi akan mengakibatkan stress, yang menyebabkan sulit berpikir efisien. d) Keadaan biologis, misalnya keadaan lapar, maka seluruh pikiran didominasi oleh makanan. Sedangkan bagi orang yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal lain. Kebutuhan boilogis menyebabkan persepsi yang berbeda. 2) Faktor eksternal a) Gerakan, seperti organisme lain, bahwa manusia secara visual tertarik pada obyek-obyek yang bergerak. Contohnya kita senang melihat huruf dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang diiklankan. b) Intensitas stimuli, dimana kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain.
21
c) Kebaruan (novelty), bahwa hal-hal baru, yang luar biasa, yang berbeda akan lebih menarik perhatian. d) Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Disini unsur “familiarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur-unsur “novelty” (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti yang mempengaruhi bawah sadar kita. Krech dan Crutchfield (1977: 235) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Adapun faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan Menurut Rakhmat (2005: 32) faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah pengalaman seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
22
Motivasi-motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil. Kepribadian Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
B. Konsep Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan menurut Gary A. Yukl (1981: 2-5) diterjemahkan ke dalam istilah: sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antarperan, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain tentang legitimasi pengaruh. Menurut Heinz Wiehrich and Harold Koontz (1993: 490) kepemimpinan tidak lain adalah sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka mau berjuang bekerja secara sukarela dan penuh antusias kearah tujuan kelompok. Pendapat lain dikemukakan oleh Robert. G. Owens (1987: 132) menyatakan bahwa kepemimpinan hanya terjadi melalui proses interaksi antara dua orang atau lebih. Didalam proses interaksi setiap orang dapat menyebabkan orang lain berpikir dan bekerja didalam menjalankan programnya. Kepemimpinan diartikan juga penggunaan perilaku orang lain.
23
Menurut Patrica Patton (1999: 9) pemimpin harus memperhatikan peran yang lebih penting yang tidak hanya membuat pengaruh, tetapi juga memupuk karyawan
berbakat
dan
terampil
untuk
membuat
organisasi
makmur.
Mengabarkan pentingnya komunikasi dan hubungan antar pribadi adalah naif jika berpikir bahwa hadiah berupa uang akan membuat orang loyal dan senang. Karyawan akan antusias ketika merasa menjadi bagian tim sehingga membuat kontribusi yang berarti kepada organisasi ketika dihadiahi berdasarkan usaha dan loyalitasnya. Produktivitas sinonim dengan validitas. Jika karyawan merasa apa yang dikerjakan valid berguna, maka minat dan kreativitasnya bertambah. Jika karyawan dalam kondisi tidak berdaya, tidak penting, dan membosankan, biasanya cenderung tidak antusias, cemberut dan tidak imajinatif. Selanjutnya Gary A. Yukl (1989: 2) menyatakan “kepemimpinan adalah perilaku seseorang ketika dia mengatur aktivitas untuk mencapai tujuan sebuah organisasi”. Dijelaskan pula kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi sebuah aktivitas untuk mengatur kelompok dalam mencapai hasil yang diharapkan. Kemudian menurut John P. Kotter (1988: 5) mengatakan bahwa “kepemimpinan merupakan suatu proses langkah kelompok yang berisi aturan yang diterapkan secara terus menerus”. Sedangkan kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat menemukan cara untuk menarik minat anggotanya. Di samping itu, Jerald Greenberg and Robert A. Baron (1993: 444) mengatakan
bahwa
“kepemimpinan
adalah
suatu
proses
cara
seorang
mempengaruhi orang lain dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan atau tujuan organisasi”.
24
Selanjutnya
Soewadji
Lazaruth
(1984:
61)
mengatakan
bahwa
Kepemimpinan adalah kemampuan dan kecakapan seseorang untuk mengarahkan, membimbing atau mengatur orang lain. Karena kepemimpinan itu merupakan kemampuan mereka : 1) besar kecilnya kepemimpinan pada setiap orang tidak sama; 2) orang yang memiliki kepemimpinan belum tentu menjadi pemimpin, setidak-tidaknya pemimpin formal. Selanjutnya dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan dan penerjemahan keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan kelompok, serta diterima oleh kelompok, maka ini berarti juga bahwa kelompok akan menerima kepemimpinan tersebut dengan sukarela. Kesukarelaan terjadi karena adanya kesadaran pada kelompok akan adanya kemampuan yang istimewa. Menurut Kartini Kartono (1994: 48) Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta peralatan-peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus. Miftah Thoha (1999: 229) mengatakan bahwa “kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok”. Setiap orang memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengembangkan seni kepemimpinan. Menurut Heinz Wiehrich and Harold Koontz (1993: 491) Kepemimpinan itu dapat dilihat dalam gabungan empat unsur-unsur kepemimpinan yaitu : (1) kemampuan menggunakan kekuasaan secara efektif dan menanamkan rasa tanggungjawab, (2) kemampuan memahami karakter manusia yang memiliki motivasi yang berbeda pada waktu dan
25
situasi berbeda, (3) kemampuan memberi semangat, (4) kemampuan untuk bereaksi , mengembangkan suasana yang kondusif untuk merespon dan membangkitkan motivasi. Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan terutama yang berhubungan dengan bagaimana cara atau upaya memperlakukan karyawan supaya dapat bekerja dengan efektif. Fred Luthans (1995: 387) mengatakan bahwa “gaya dan peranan dari seorang pemimpin dapat mempengaruhi (mendorong) menumbuhkan semangat karyawan untuk menampilkan skill dan tehnik dari karyawan”. Di samping itu, Dean Tjosvold and Mary M. Tjosvold (1991: 12) mengatakan bahwa “kepemimpinan sesuatu yang harus dimiliki dalam mengelola suatu kelompok untuk dapat bergiat, berlomba, membangkitkan semangat orang”. Sejalan dengan itu, (James A. F. Stoner, 1996: 161) mengatakan bahwa “Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Ada empat implikasi penting yaitu : (1) kepemimpinan melibatkan orang lain, karyawan atau pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, (3) kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku pengikut dengan berbagai cara, (4) kepemimpinan yang menggabungkan tiga aspek dan mengakui bahwa kepemimpinan adalah mengenal nilai moral”. Moefti Wiriadihardja (1987: 88) memberi definisi, “kepemimpinan adalah proses dimana seorang pelaksana memberi petunjuk pengarahan, pembinaan, atau mempengaruhi pekerjaan orang lain agar memilih atau mencapai maksud dan tujuan tertentu”. Pandji Anoraga dan Sri Suyati (1995: 186) mengatakan bahwa “Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan”.
26
Menurut Burhanuddin (1994: 63) kepemimpinan atau kegiatan memimpin merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk : mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam mancapai tujuan-tujuan organisasi. Ditegaskan pula kepemimpinan itu sebenarnya dapat muncul kapan dan dimanapun, apabila ada unsur-unsur sebagai berikut : (1) ada orang-orang yang memimpin, mempengaruhi dan memberikan bimbingan, (2) ada orang yang dipengaruhi atau pengikut seperti anggota organisasi, bawahan maupun kelompok yang mau dikendalikan, (3) adanya kegiatan tertentu dalam menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan bersama, (4) adanya tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian tindakan. 2. Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Miftah Thoha (1999: 251-252) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pemimpin organisasi yaitu : (1) kecerdasan, hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi, (4) sikap-sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin-
27
pemimpin yang berhasil mau menghargai harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Paul Hersey, Kenneth H. Blancard (1988: 374) menyatakan ada empat kekuatan internal yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu : (1) sistem penilaian seorang pemimpin, (2) kepercayaan terhadap bawahan, (3) sifat inclination kecenderungan seorang pemimpin, dan (4) perasaan aman dalam suatu situasi yang tidak pasti. 3. Karakteristik Pemimpin yang Baik Menurut Sondang P. Siagian (2001: 24) ada tiga hal kepemimpinan dan gaya manajerial dalam mengelola organisasi yaitu : (1) kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan situasional, (2) gaya manajerial yang tepat ditentukan oleh tingkat kedewasaan dan kematangan para anggota organisasi dan (3) peranan yang dimainkan oleh para manejer dalam organisasi. K. Permadi (1996: 16) menjelaskan bahwa konsep mengenai kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting : (1) kekuasaan ialah kekuatan, obaritas dan legalitas yang memberi wewenang kepadapemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu, (2) kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga seseorang sampai “mebawahi” atau mengatur orang lain sehingga orang tersebut patuh terhadap pemimpin dan berusaha melakukan perbuatan tertentu, (3) kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
28
Pemimpin juga harus memiliki beberapa kelebihan yaitu : (1) kapasitas : kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keahlian dan kemampuan menilai, (2) prestasi : gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dan lain-lain, (3) tanggung jawab : mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan hasrat untuk unggul, (4) partisipasi : aktif memiliki sosiobilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau serba bekerja sama, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa humor, (5) status : kedudukan sosial ekonomi cukup tinggi, populer dan tenar. Nanang Fattah (1996: 90) mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki : (1) kekuatan jasmani yang cukup, (2) kekuatan rohani yang cukup, (3) semangat untuk mencapai tujuan, (4) penuh antusias, (5) ramah dan penuh perasaan, (6) jujur dan adil, (7) memiliki kecakapan teknis, (8) dapat mengambil keputusan, (9) cerdas, (10) punya kecakapan mengajar, (11) penuh keyakinan, (12) punya keberanian, (13) ulet dan tahan uji, (14) suka melindungi, (15) penuh inisiatif, (16) memiliki daya tarik, (17) simpatik, (18) percaya diri, (19) inteligensi tinggi, (20) waspada, (21) bergairah dalam bekerja, (22) bertanggung jawab, (23) rendah hati dan (24) obyektif. Adapun ciri lain dari seorang pemimpin yaitu, bahwa pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal : (1) menggunakan pikiran, (2) rohani dan (3) jasmani. Selanjutnya dikatakan bahwa pada dasarnya efektifitas sebagai pemimpin bergantung pada kepemimpinan kita mempengaruhi dan dipengaruhi oleh para anggota tim kita dalam pelaksanaan tugas. Dalam praktek ini berarti : (1) memastikan bahwa tugas-tugas yang diminta selalu diselesaikan, (2) membina
29
dan mengukuhkan tim. Dan membantu mengembangkan kerja tim dan semangat tim, (3) mengembangkan setiap anggota tim. Ditambahkan pula bahwa sumbangan utama pemimpin untuk mencapai tugas terletak pada bidang-bidang antara lain : (1) mengerti secara jelas apa yang menjadi tujuan, menyebarkannya dengan antusias. Dan seringkali mengingatkan orang-orang akan hal itu, (2) memahami bagaimana tugas dapat cocok dengan keseluruhan rencana organisasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, (3) merencanakan bagaimana menyelesaikan tugas, (4) menentukan dan menyediakan sumber daya yang perlu, termasuk sumber daya manusia, waktu dan wewenang, (5) membuat semuanya mungkin untuk memastikan struktur organisasi memungkinkan tugas terselesaikan secara efisien, (6) melangkah maju menuju penyelesaian tugas, (7) mengevaluasi hasil dan membandingkannya dengan rencana asli dan dengan tujuan organisasi secara menyeluruh. Ciri lain dari kepemimpinan yang dapat mendorong untuk bekerja mencapai suatu tujuan pasti, menurut (Mike Pegg, 1994: 6) antara lain : (1) karisma, (2) kepedulian, (3) komitmen, (4) kejelasan , (5) komunikator, (6) konsisten, (7) kreatif, (8) kompeten, (9) keberanian dan (10) kenekatan.
C. Konsep Motivasi Daniel C. Kambey (2002:59) yang mengatakan bahwa istilah motivasi berasal dari kata motif sama dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan driving force. Motif tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak
30
atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak. Rumusan yang berbunyi “motive are the why’s of behavior” adalah amat tepat. Motive manusia didasarkan atas kebutuhan, apakah disadari atau tidak disadari. Sebagian dari kebutuhan itu adalah primer, seperti kebutuhan fisiologis akan air, udara, makanan, seks, tidur dan tempat tinggal. Kebutuhan-kebutuhan lain dapat dipandang sebagai kebutuhan sekunder, seperti kebutuhan akan harga diri, status, afiliasi dengan orang lain, kasih sayang, prestasi, dan penonjolan diri. Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, bawahan/seseorang dengan lingkungan. Motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik dan faktor dari luar seseorang yang disebut ekstrinsik. B. Berelson dan G.A. Steiner (1964: 240), mendefinisikan motive sebagai suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Lebih lanjut mereka mendefinisikan motivasi istilah umum/konsep yang mencakup keseluruhan golongan, dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis. Pendapat senada dikemukakan oleh Donnely H. James, Gibson L. James dan John F. Invancevich (1987: 292) mendefinisikan “motivasi sebagai semua dorongan dari dalam diri untuk bekerja yang menggambarkan keadaan-keadaan sebagai keinginan, hasrat, kemauan”. Dorongan dari dalam tersebut merupakan bagian dari aktivitas atau langkah-langkah dari suatu pekerjaan.
31
Fred Luthan (1995: 141) berpendapat bahwa “motivasi adalah proses yang berawal dari kebutuhan psikologis maupun psikis diri seseorang sehingga perilaku aktif atau dorongan yang diarahkan pada tujuan maupun insentif”. Dalam hal ini motivasi memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yakni kebutuhan (need), dorongan (drives), dan perangsang (incentives). Kunci untuk memahami proses motivasi terletak pada makna dan hubungan antar unsur di atas. Jack W. Duncan (1991: 138) memberikan rumusan sebagai berikut; motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi. (from a managerial perspective, motivation refers to any conscious attempt to imfluence behaviour toward the accomplishment of organizational goals). Motif, pada hakikatnya merupakan termilogi umum yang memberikan makna, daya dorong, keinginan, kebutuhan, dan kemauan. Motif-motif atau kebutuhan tersebut, merupakan penyebab yang mendasar perilaku seseorang. Bahkan hubungan antara kebutuhan, keinginan, dan kepuasan digambarkan sebagai suatu mata rantai yang disebut “Need – want satisfaction chain” (Wahjosumidjo, 1994: 403). Hubungan antara mata rantai digambarkan sebagai berikut : (1) Needs
(2)
(3)
Give rise to
(4)
Wants
(6)
(7)
Which give Rise to
Action
(5)
Cause
(8) which result in
Tensions
(9) satisfactions
32
Gambar 2.1 Mata Rantai Motivasi Hubungan mata rantai di atas, Jack W. Duncan (1991:138) memberikan gambaran arti sebagai berikut : 1. Kebutuhan (needs), yang timbul pada diri seseorang, dan kebutuhan mengandung arti luas, seperti kebutuhan fisik, makan, rumah, dan kebutuhan psikis. 2. Apabila dalam diri seseorang timbul suatu kebutuhan tertentu, maka kebutuhan tertentu tersebut akan menyebabkan lahirnya daya dorong tertentu (give rise to). 3. Akibat daya dorong lahirlah keinginan dalam diri seseorang (wants). 4. Lahirnya keinginan dalam diri seseorang akan menyebabkan timbulnya suatu sebab (which cause). 5. Akibat sebab yang timbul, lahirlah ketegangan (tensions). 6. Ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya sesuatu (which give wise to) 7. Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan dalam diri seseorang tersebut disebut “perilaku” atau “perbuatan” (actions) 8. Perilaku yang ditampilkan seseorang, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati (which results in). 1) Kepuasan (satisfactions). Berdasarkan gambaran mata rantai tersebut, jelaslah bahwa perilaku yang timbul dalam diri seseorang atau bawahan dalam rangka motivasi sebagai konsep
33
manajemen, didorong adanya kebutuhan. Kebutuhan yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk berperilaku. Sikap perilaku seseorang selalu berorientasi pada tujuan, yakni terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau berbuat sesuatu. Setiap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, tidak bisa tidak dalam rangka terwujudnya suatu kepuasan. Dengan demikian apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan, pada akhirnya harus dapat memberikan kepuasan kepada bawahan. Kepuasan itu sendiri dapat terwujud apabila kebutuhan yang ada dalam diri setiap bawahan dapat terpenuhi. Motivasi dalam diri manusia tidak terlepas dari adanya pemenuhan kebutuhan yang menyebabkan terjadinya dorongan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang terprogram dan terarah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi dalam diri manusia dapat dibangkitkan melalui dorongan dari dalam diri sendiri maupun berasal dari orang lain. Dorongan dari diri sendiri dapat berupa minat atau keinginan untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik, sedangkan dorongan yang berasal dari luar dapat berupa bantuan dalam segi moril maupun materil. Di dalam organisasi pemahaman tentang motivasi adalah masalah yang tidak sederhana karena kebutuhan dan keinginan individu sebagai anggota organisasi sangat heterogen, namun sebagai acuan dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia yang memberi energi, aktivasi dan gerakan yang mengarahkan perilaku setiap orang untuk mencapai tujuan.
34
Selanjutnya Koont’z, Harold, Cyril O’Donnel, Heinz Wheihrich (1984: 489) mengatakan bahwa ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk berkuasa (need for power), kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement). Manusia yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi mempunyai keinginan tinggi untuk sukses sama besarnya dengan ketakutannya untuk gagal. Mereka berani menghadapi tantangan, mengambil resiko, suka akan bertanggung jawab. Stephen P Robbins (1995: 212) mengatakan bahwa motivasi bagi seorang anggota organisasi dapat dikatakan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuantujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Tokoh motivasi lain yang mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain adalah David C. McClelland. Kemampuan seseorang untuk berprestasi ini membuat McClelland terpesona melakukan riset empirisnya bersama asosiasinya di Universitas Harvard Amerika Serikat. Selama lebih dari 20 tahun bersama timnya McClelland melakukan penelitian tentang desakan untuk berprestasi ini. Hasil penelitian McClelland membuat dia lebih percaya bahwa kebutuhan untuk berprestasi itu adalah suatu yang berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Lebih penting lagi kebutuhan berprestasi ini dapat diisolasikan dan diuji pada setiap kelompok. Menurut McClelland, (Miftah Thoha, 2003: 236) seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk
35
melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga kebutuhan manusia menurut McClelland, yakni kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk kekuasaan. Ketiga kebutuhan ini terbukti merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang dalam bekerja. Selanjutnya, ada beberapa karakteristik dari orang-orang yang berprestasi tinggi, antara lain : 1. Suka mengambil resiko yang moderat (moderate risk). Pada umumnya Nampak permulaan usaha, bahwa orang berprestasi tinggi resikonya juga besar, tetapi penemuan McClelland menunjukkan lain. Sebagai ilustrasi McClelland melakukan percobaan laboratorium. Beberapa parsipan diminta olehnya melempar lingkaran-lingkaran kawat pada pasak-pasak yang telah dipasang. Pada umumnya orang-orang tersebut melempar secara acak kadang-kadang lebih dekat dengan pasak dan kadang-kadang agak jauh. Orangorang yang mempunyai untuk berprestasi lebih tinggi cara melemparnya akan jauh berbeda dengan cara kebanyakan orang tersebut. Orang ini akan lebih hatihati mengukur jarak. Dia tidak akan terlalu dekat supaya semua kawat bisa masuk pasak dengan mudah, dan juga tidak terlalu jauh sehingga kemungkinan meleset itu besar sekali. Dia ukur jarak sedemikian rupa sehingga kemungkinan masuknya kawat lebih banyak dibandingkan dengan melesetnya. Orang semacam ini mau berprestasi dengan suatu resiko yang moderat, tidak terlalu besar resikonya dan pula tidak terlampau rendah. 2. Memerlukan umpan balik yang segera.
36
Ciri ini amat dekat dengan karakteristik di atas. Seseorang yang mempunyai kebutuhan prestasi tinggi, pada umumnya lebih menyenangi akan semua informasi mengenai hasil-hasil yang dikerjakannya. Informasi yang merupakan umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya dikemudian hari sangat dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan memberikan kepadanya penjelasan
bagaimana
ia
berusaha
mencapai
hasil.
Sehingga
ia
tahu
kekurangannya yang nantinya bisa diperbaiki untuk peningkatan prestasi berikutnya. 3. Memperhitungkan keberhasilan. Seseorang yang berprestasi tinggi, pada umumnya hanya memperhitungkan prestasinya saja dan tidak memperdulikan penghargaan-penghargaan materi. Ia lebih puas pada nilai intrinsic dari tigas yang dibebankan kepadanya sehingga menimbulkan prestasi dan sama sekali tidak mengharapkan hadiah-hadiah materi atau penghargaan lainnya atas prestasi tersebut. Kalau dalam berprestasi kemudian mendapatkan pujian, penghargaan, dan hadiah-hadiah yang melimpah, hal tersebut bukanlah karena ia mengharapkan tetapi karena orang lain atau lingkungannya yang akan menghargainya. 4. Menyatu dengan tugas. Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan untuk dicapai, maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaannya sampai ia benarbenar berhasil secara gemilang. Hal ini berarti ia bertekad untuk mencapai tujuan yang dipilihnya dengan ketekatan hati yang bulat tidak setengah-setengah. Dia tidak bisa meninggalkan tugas yang baru separo perjalanan, dan dia tidak akan
37
puas sebelum tugas pekerjaan tersebut selesai seluruhnya, dengan memberikan hasil maksimal. Tipe komitmen pada dedikasinya ini memancar dari kepribadiannya yang teguh, yang kadang kala mempunyai pengaruh kurang baik terhadap orang yang berhubungan dengannya. Orang lain merasakan bahwa orang yang berprestasi tinggi ini seringkali tidak bersahabat. Dia lebih condong berpikir realistik mengenai kemampuannya dan tidak menyenangi orang lain bersamasama dalam satu jalan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa tipe orang yang berprestasi tinggi ini tidak selalu ramah dengan orang lain. D. Konsep Kinerja Kinerja merupakan terjermahan dari performance atau biasa dikenal dengan performansi. Suyadi Prawirosentono (1999: 1) menyatakan bahwa dari istilah tersebut performance diartikan secara entries yaitu : (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan, (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar, (3) menggambarkan suatu karakter dalam permainan, (4) menggambarkan dengan suara atau alat musik, (5) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, (6) melakukan suatu kegiatan atau permainan, memainkan (pertunjukan) musik, dan (8) melakukan suatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. Lebih lanjut dikatakan bahwa arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satu entrynya adalah suatu hasil yang telah dikerjakan. Berdasarkan hal tersebut dijelaskan pula bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
38
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, dan tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Salah satu teori dasar yang berhubungan dengan kinerja adalah Expectancy Theory, yang menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil fungsi antara motivasi dengan kemampuan dasar. James AF Stoner dan Edward Freeman. (1992: 449-450) mengatakan bahwat teori ini pada dasarnya mempunyai tiga komponen yaitu (1) Ekspektansi kinerja (performance-outcome expectancy), dimana individu mengharapkan konsekuensi dari perilaku, dan akan mempengaruhi tentang bagaimana berperilaku, (2) Valensi (Valence), yaitu kekuatan memotivasi yang bervariasi setiap individu, (3) Harapan kinerja-upaya (effort-performance expectancy), yang berhubungan dengan tingkat kesulitan dalam usaha mencapai hasil yang mempengaruhi keputusan berperilaku. Teori lain yang berhubungan dengan kinerja adalah teori tujuan (Goal Theory) yang dikemukakan oleh Hugh J Arlnold (1986: 57) menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi untuk berprestasi. Pada hakekatnya menurut teori ini manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu : (1) kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement/n-Ach), (2) kebutuhan berafiliasi (Need for Affiliation/n-Aff), dan (3) kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power/n-Pow). Menurut teori ini, kinerja adalah tujuan yang akan dicapai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dari kedua teori tersebut di atas, dapat terlihat bahwa Goal Theory menggambarkan tentang proses lahirnya kinerja yang tinggi tergantung motivasi.
39
Sedangkan pada Expectancy Theory melihat motivasi dari sudut individu. Dengan demikian teori ini memperlihatkan perbedaan individu. James AF Stoner James AF Stoner dan Edward Freeman (1992: 449-450) mengatakan bahwa perbedaan kinerja manusia satu dengan lainnya di dalam suatu situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu. Sejalan dengan teori ini Ricky W Griffin (1987: 389) mengungkapkan bahwa orang yang termotivasi adalah yang memiliki dorongan dari dalam dirinya yang bersifat interaktif untuk meningkatkan kinerja. Hal ini yang akan mendorong manusia untuk memiliki kinerja yang tinggi guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Prinsip dasar teori ini adalah jalur untuk memuaskan kebutuhan tertentu, maka ia harus berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari tuntutan yang bersangkutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satu entrynya adalah suatu hasil yang telah dikerjakan. Berdasarkan hal tersebut dijelaskan pula bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, dan tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Selanjutnya Willian B. Werther Jr dan Keith Davis (1996: 341) menyatakan bahwa : Performance appraisal is the proces by wich organizations evaluate individual job the orgaperformance. When it is done correctly, employees, their supervisors and ultimately the organization benefit by ensuring that individual efforts contribute to the strategic focus of the organization.
40
However, performance appraisals are influenced by other activities in the organization and in turn effect the organization success. Maksudnya adalah kinerja diartikan sebagai proses dimana organisasiorganisasi mengevaluasi kinerja pekerjaan yang dilakukan secara individu. Apabila hal ini dilakukan secara tepat, maka para pekerja, para pengawas, dapat mencapai hasil yang tertinggi dari keuntungan organisasi. Hal ini menjadi jaminan bahwa usaha-usaha individu yang memberikan kontribusi terhadap fokus yang stategis dari organisasi tersebut. Penilaian kinerja dipengaruhi oleh kegiatankegiatan lain dalam organisasi dan pada giliran berikutnya memberikan efek atau pengaruh pada kesuksesan organisasi. Stephen Robbins (1994: 237-238) berpendapat bahwa kinerja dapat diartikan sebagai berikut“Performance is the measurement of result. It asks the simple questiont : Did you ged the job done? To Reward people in the organization therefore, requires some agreed upon criterion for defining their performance”. Maksudnya, kinerja adalah ukuran dari hasil kerja yang dilakukan dengan menggunakan kriteria yang disetujui bersama. Menurut John Suprihanto (1998:23) ada tiga hal yang dapat dilihat pada kinerja yaitu : (1) perilaku, (2) tugas-tugas, (3) hasil pelaksanaan pekerjaan. Menurut Suprihanto aspek-aspek kinerja yang dapat dinilai adalah : (1) prestasi kerja, (2) rasa tanggung jawab, (3) kesehatan dan pengabdian, (4) prakarsa, (5) kejujuran, (6) disiplin, (7) kerjasama dan (8) kepemimpinan. Lebih lanjut Brockka dan Brocka (1992:158) menyatakan bahwa :
41
Maximizing individual performance requires an awareness of one’s own capabilities and limitations. Stress management and time management allow and understanding for the finite capacity of any individual, and pursues avenues that lead to to procrastinationand failure. Stress and time management are the adverse of the some coin. Managing time well reduces stress, and reducing stress leads to better time management. This may not mean greater quantity of output, but better quality. They are skills that the supervisor can little influence other than to make available appropriate training, furnish resources, and identify and remove organizational roadblocks. Removing individual readblocks may well require professional psyichological counseling and therapy. Maksudnya adalah memaksimalkan kinerja individu menuntut kewaspadaan dari kemampuan dan ketidakmampuan seseorang. Manajemen waktu dan manajemen tekanan merupakan cara memperbaiki perasaan-perasaan tidak menentu, dan frustrasi yang mengarah pada keterlambatan dan kegagalan. Pengelolaan waktu, dan tekanan merupakan hal yang berlawanann dan bagaikan uang logam yang memiliki sisi yang sama. Pengolahan waktu yang baik akan mengurangi tekanan sehingga dapat mengarahkan pengelolaan waktu yang lebih baik lagi. Hal ini bukan berarti memperbesar output, tetapi memperbaiki kualitas. Keterampilam-keterampilan yang dapat dilakukan supervisor dalam membuat latihan yang cocok dengan sumber-sumber serta mengenal dan mengatasi hambatan-hambatan organisasi. Mengatasi hambatan-hambatan secara individual biasanya menuntut terapi dan penyuluhan secara profesional. Selain itu Patricia Patton King (1994:7) menyatakan bahwa : Performance appraisal involves the amployee, the manager or supervisor, and the larger organizational unit. Each has objectives or hopes for what performance appraisal will accomplish. In many organizations performance appraisal is the basis or other personel programs, like conseling, salary administration, or personel planning. Sometimes, it is the only formal program of communication between boss and subardinate requiret by a company.
42
Penilaian kinerja adalah melibatkan pegawai, manajer atau supervisor dan unit orgaisasi yang lebih luas. Masing-masing memiliki tujuan-tujuan atau harapan-harapan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Pada banyak organisasi kinerja adalah merupakan dasar untuk menyusun program-program, seperti penyuluhan, administrasi gaji ataupun perencanaan pegawai. Kadangkadang hal itu hanya merupakan program formal darikomunikasi antar atasan dan bawahan yang dituntut oleh suatu perusahaan. Dari kedua konsep para ahli di atas dapat ditarik garis merah bahwa kinerja adalah merupakan kegiatan evaluasi suatu organisasi yang melibatkan seluruh unsur yang ada dalam suatu organisasi yaitu dengan memanfaatkan komunikasi dan administrasi sehingga dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan dan kesuksesan suatu organisasi. Dari pernyataan seperti tersebut di atas maka kinerja akan menunjukkan kemampuan dan ketidakmampuan seseorang melaksanakan tugas dengan baik dalam suatu periode tertentu yang telah ditentukan sebelumya. Selain itu Stephen P. Robbins (1996:309) berpendapat juga bahwa adanya hubungan beberapa faktor dengan kinerja seseorang yaitu sejumlah faktor struktural menunjukkan adanya suatu hubungan dengan kinerja. Beberapa faktor yang agak menonjol adalah : persepsi peran, norma, inekuitas status, ukuran kelompok, susunan demografi, tugas kelompok dan kekohesifan. Antara persepsi peran dan evaluasi kinerja seseorang karyawan diduga memiliki hubungan yang penting. Derajat kemitraan yang terdapat antara karyawan dan atasannya dalam persepsi mengenai pekerjaan karyawan itu akan dinilai sebagai pekerja yang efektif oleh atasannya. Sejauh
43
persepsi peran dari seseorang atasan, karyawan itu akan menerima evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Selanjutnya John M.Ivancevich dan Michael T. Matteson (1996:201) menyatakan mengenai evaluasi kinerja sebagai berikut: Virtually every organization of at least moderate size has a formal employee performance evaluation system. Assessing and providing feedback about performance is considered essential to an employee’s ability to perform job duties effectivity. Pada umumnya setiap organisasi dari yang berukuran menengah memiliki sistem evaluasi kinerja para pekerja. Penilaian serta pemberian umpan balik terhadap kinerja dinilai penting untuk memperlihatkan kemampuan para pekerja dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara efektif. Berdasarkan pendapat tersebut di atas konsep kinerja merupakan batasan tentang perilaku, hasil tugas yang dicapai, situasi dan sistem evaluasi kinerja yang dipandang sebagai bagian pokok yang menyangkut kemampuan pekerja dalam mengerjakan tugas-tugasnya secara efektif. Kinerja berarti mendifinisikan ciri-ciri perilaku, memberi batasan perilaku dan tugas-tugas atau mendifinisikan hasil-hasil yang akan dicapai, atau memberi batasan situasi di mana situasi ini harus terjadi atau seluruhnya seperti yang telah disebutkan di atas. Memaksimalkan kinerja individu menuntut kewaspadaan dari kemampuan dan ketidakmampuan seseorang. Manajemen waktu dan manajemen tekanan merupakan cara memperbaiki perasaan-perasaan tidak menentu, dan frustrasi yang mengarah pada keterlambatan dan kegagalan. Pengelolaan waktu, dan tekanan merupakan hal yang berlawanann dan bagaikan uang logam yang
44
memiliki sisi yang sama. Pengolahan waktu yang baik akan mengurangi tekanan sehingga dapat mengarahkan pengelolaan waktu yang lebih baik lagi. Hal ini bukan berarti memperbesar output, tetapi memperbaiki kualitas. Keterampilanketerampilan yang dapat dilakukan supervisor dalam membuat latihan yang cocok dengan sumber-sumber serta mengenal dan mengatasi hambatan-hambatan organisasi. Mengatasi hambatan-hambatan secara individual biasanya menuntut terapi dan penyuluhan secara profesional. Dari pendapat para ahli tersebut di atas terdapat perbedaan cara pandang, namun pada intinya mempunyai kesamaan yaitu kinerja merupakan prestasi, kemampuan dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas pada suatu periode atau waktu tertentu termasuk tenaga pendidik (Pamong Belajar). Dengan demikian kinerja pamong belajar dapat diketahui dari kemampuan dan perilakunya dalam melaksanakan tugas sehari-hari terutama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik. Kinerja yang tinggi ditunjukkan pada pendekatan-pendekatan kerja yang biasanya secara sistematik menuntut kinerja individu pada semua tingkat. Pendekatan-pendekatan terhadap kinerja kerja yang tinggi berbeda-beda dalam bentuk, fungsi dan system insentif. Pendekatan yang efektif umumnya terdiri atas: kerjasama antar manajemen dan tekanan kerja termasuk unit-unit kerjasama diantara unit kerja, selalu melibatkan tim, pemberdayaan diri sendiri, perencanaan yang baik, keterampilan dalam berorganisasi atau belajar dari organisasi lain, kemampuan mendisain pekerjaan dan sistem beban kerja.
45
Sehubungan
dengan
konsep
kinerja seperti
yang telah
dibahas
sebelumnya, selanjutnya akan dibahas persyaratan yang menentukan kinerja tersebut, yakni evaluasi/ penilaian kinerja dimana hal ini sangat menentukan kinerja seseorang yang pada akhirnya akan merupakan akuntabilitas suatu organisasi atau team. Seperti disebutkan oleh Michael Armstrong dan Angela Baron (1998: 282) dinyatakan bahwa “Team and individual measures are related to key accountabilities and set out under the main criteria headings of quantity, Quality, Productivity, timeliness and cost-effectiveness”. Penilaian tim dan individu adalah merupakan kunci akuntabilitas dan alat perangkat yang dapat menunjukkan kriteria dari suatu kuantitas, kualitas, produktivitas, waktu yang dipakai serta efektifitas biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan penilaian ini diharapkan dapat dilihat bagaimana kinerja team atau individu tersebut dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan beberapa kajian teori tentang kinerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pamong belajar adalah hasil kerja pamong belajar yang berhubungan dengan tugas yang dikerjakannya yang didasarkan pada tanggung jawab profesional yang dimilikinya yang ditandai dengan: (1) kualitas kerja, (2) ketepatan kerja, (3) inisiatif, (4) kemampuan kerja.
E. Konsep Pamong Belajar Dalam penyelenggaraan pendidikan terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran dibutuhkan tenaga pendidik. Tenaga pendidik di samping melaksanakan proses pembelajaran juga mempunyai tugas membimbing peserta
46
didik dalam berbagai hal, terutama dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam pendidikan formal, tenaga pendidik disebut guru,sedangkan dalam pendidikan nonformal dinamakan pamong belajar dan ada juga yang dinamakan tutor. 1. Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Belajar Pamong belajar adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang ditugaskan sebagai tenaga pendidik pada institusi pendidikan nonformal yakni pada SKB maupun Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB). Sebagai tenaga pendidik, pamong belajar mempunyai tugas pokok antara lain merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan
dan
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor:
25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa pamong belajar adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga. Oleh karena itu, kepada setiap pamong belajar dipersyaratkan kompetensi melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
yang harus dimiliki dalam
47
2. Kompetensi Pamong Belajar Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan kompetensi pendidik pamong belajar meliputi; kompetensi pedagogi/andragogi, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kempetensi sosial. a. Kompetensi Pedagogik/Andragogik Kompetensi utama yang harus dimiliki pamong belajar agar pembelajaran yang dilakukan efektif dan dinamis adalah kompetensi pedagogik/andragogik. Pamong belajar harus belajar secara maksimal untuk menguasai kompetensi pedagogik/andragogik ini secara teori dan praktek. Dari sinilah, perubahan dan kemajuan akan terjadi dengan pesat dan produktif. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogi adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara operasional, kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanan, pelaksanaan, dan pengendalian. 1) Perencanaan Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi ke masa depan. Dalam pengambilan dan pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran, pamong
48
belajar sebagai manajer pembelajaran harus melakukan berbagai pilihan menuju tercapainya tujuan. Pamong belajar sebagai manajer pembelajaran harus mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber, baik sumber daya, sumber dana, maupun sumber belajar untuk membentuk kopetensi dasar, dan mencapai tujuan pembelajaran. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam fungsi pelaksanaan ini termasuk pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkan penentuan berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan ke dalam berbagai tugas khusus yang harus dilakukan pamong belajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam fungsi manajerial pelaksanaan proses pembelajaran, selain mencakup fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi kepemimpinan. fungsi pelaksanaan merupakan fungsi manajerial yang mempengaruhi pihak lain dalam upaya mencapai tujuan, yang akan melibatkan berbagai proses antar pribadi, misalnya bagaimana memotivasi dan memberikan ilustrasi kepada peserta didik, agar mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran dan membentuk kompetensi pribadinya secara optimal. 3) Pengendalian Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang
49
telah ditetapkan. Dalam proses manajerial terakhir ini perlu dibandingkan aktual dengan kinerja yang telah ditetapkan (kinerja standar). Pamong belajar sebagai manajer pembelajaran harus mengambil langkah-langkah atau tindakan perbaikan apabila terdapat perbedaan yang signifikan atau adanya kesenjangan antara proses pembelajaran actual dengan yang telah direncanakan. Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sistem pembelajaran, sebagai keseluruhan proses untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pamong belajar diharapkan membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program, pamong belajar hendaknya tidak membatasi diri pada pembelajaran dalam arti sempit, tetapi harus harus menghubungkan program-program pembelajaran dengan seluruh kehidupan peserta didik, kebutuhan masyarakat, dan dunia usaha. Pamong belajar merupakan seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yakni menilai kesesuaian program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan peserta didik, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.
50
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran, pamong belajar sebagai pengelola pembelajaran bersama tenaga kependidikan lain harus menjabarkan kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program pembelajaran (silabus dan rencana pembelajaran) dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut : 1) Tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai harus jelas, makin operasional tujuan dan kompetensi, makin mudah terlihat dan makin tepat programprogram yang dikembangkan untuk mencapainya. 2) Program itu harus sederhana dan fleksibel. 3) Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan dan kompetensi yang telah ditetapkan. 4) Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan jelas pencapainnya. 5) Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program pembelajaran. Kompetensi pedagogi merupakan kemampuan pendidik (pamong belajar) dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan 2) Pemahaman terhadap peserta didik 3) Pengembangan kurikulum/silabus 4) Perancangan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis 6) Pemanfaat teknologi pembelajaran 7) Evaluasi hasil belajar
51
8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. b. Kompetensi Kepribadian. Seorang pamong belajar dinilai tidak hanya dari aspek keilmuan saja, tapi juga dari aspek kepribadian yang ditampilkan. Mampukah menarik peserta didik dan memunculkan aura optimis dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, atau kepribadian yang acuh tak acuh, pesimis, dan tidak mampu memancarkan aura optimis. Di sinilah, pentingnya kompetensi kepribadian bagi pamong belajar agar pembelajaran berjalan dengan baik. Kepribadian menurut Theodore M. Newcomb diartikan sebagai organisasi sikap-sikap (Predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir dan merasakan secara khususnya apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapai keadaan. Kapribadian merupakan abstraksi individu dan keakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan, maka ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Kepribadian mencakup kebiasaankebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Kepribadian adalah keseluruhan dari inividu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dengan
52
demikian dalam kepribadian tercermin dalam seluruh sikap, perbuatan maupun tingkah laku yang terdapat dalam diri seseorang Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Pribadi pamong belajar memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi pamong belajar juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi pamong belajarnya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian pamong belajar sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan pamong belajar yang mantap, berakhlak mulia, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik, guna menyiapkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa pada umumnya. Sehubungan dengan uraian di atas, setiap pamong belajar dituntut untuk memiliki kompetensi keperibadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dalam hal
53
ini pamong belajar tidak hanya dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. c. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, perencanaan pendidikan harus ditata dan dirancang oleh orang-orang yang ahli dibidangnya yang ditandai dengan kompetensi sebagai persyaratannya. Pamong belajar harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam mencakup materi kurikulum mata pelajaran dan substansi keilmuannya secara filosofis. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian. Merujuk pada hal tersebut, diperlukan pamong belajar yang efektif, yaitu pamong belajar yang dalam tugasnya memilih khazanah kompetensi yang banyak (pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan) yang memberi sumbangan sehingga dapat mengajar secara efektif. Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
54
keterampilan merupakan perangkat kompetensi persyaratan bagi profesionalitas pamong belajar dalam mengelola kegiatan belajar mengajar (KBM). Menurut Endang Komara (2007: 58), kompetensi profesional adalah kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini sangat penting. Sebab, langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat profesionalitas seorang pamong belajar dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut : (1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasioanl, institusi, kurikuler, dan tujuan pembelajaran; (2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan peserta didik, paham tentang teori-teori belajar; (3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan; (4) Kemampuan
dalam
mengaplikasikan
berbagai
metodologi
dan
strategi
pembelajaran; (5) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (g) Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (7) Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi penyelenggaraan; (8) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah. d. Kompetensi Sosial. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan
pamong
belajar
sebagai
bagian
dari
masyarakat
untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
55
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyaraka sekitar. Dalam uraian lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru (pamong belajar) sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk : 1) Berkomunikasi secara lisan, tulisan isyarat. Komunikasi adalah kebutuhan asasi manusia, karena komunikasi adalah alat utama dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam menggunakan alat komunikasi lisan, tulisan, dan isyarat ini pamong belajar harus memberikan teladan yang baik. Artinya komunikasi yang dibangun berisi hal-hal yang positif, menasehati, motivasi, arahan, dan sejenisnya, bukan hal-hal yang bermuatan negative, seperti marah, mencela, menjelekkan, membuka aib orang lain, memfitnah,
dan
hal-hal
yang
dilarang
oleh
agama
dan
membuat
ketidakharmonisan sosial. 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. Teknologi komunikasi dan informasi saat ini berkembang dengan pesat. Seorang pamong belajar harus memanfaatkan teknologi komunikasi ini untuk kepentingan pembelajaran, bermasyarakat, dan berorganisasi dengan banyak orang. Kecepatan di era globalisasi ini membutuhkan ketangkasan dan kepiawaian pamong belajar dalam menggunakan teknologi komunikasi dan informasi yang sudah membanjiri relung-relung kehidupan pribadi manusia. Maka belajar mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sangat penting bagi pamong belajar untuk menambah wawasan, meningkatkan
56
kepercayaan diri, dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidang dan kebutuhan. 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, peserta didik. Pamong belajar harus bergaul dengan elemen-elemen pendidikan, mulai dari peserta didik, sesama pamong belajar, penyelenggara, ketua/kepala institusi pendidikan, orang tua dan wali peserta didik dengan baik. Mereka adalah partner dan mitra kerja dalam menjalankan dan mengembangkan dunia pedidikan. Dengan komunikasi yang baik dan lancar, pamong belajar akan menjadi bagian dari tim besar yang dimaksimalkan untuk kemajuan dunia pendidikan. Jika pamong belajar tidak mampu membangun pola komunikasi yang baik dan konstruktif, maka akan mengganggu proses pembelajaran yang dijalankan. Ia akan menghadapi banyak masalah, dan merasa seperti orang asing yang teralienasi dari kehidupan sosial. Oleh sebab itu, ia harus berlatih membangun pola komunikasi yang baik semaksimal mungkin demi efektivitas proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Pamong belajar tinggal bersama masyarakat. Waktunya dengan masyarakat lebih besar dari pada waktunya dengan peserta didik. Maka, pamong belajar harus bisa bergaul dengan masyarakat dan memberikan keteladanan, dan berjuang di tengah masyarakat dengan semangat tinggi dan komitmen untuk memajukan aspek-aspek kemasyarakatan, misalnya ekonomi, moral pendidikan, dan kebudayaan, Partisipasi aktif pamong belajar di tengah masyarakat akan membuat
57
eksistensi pamong belajar bertambah kuat dan kewibawaannya terhadap peserta didik bertambah. Pamong belajar adalah mahluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial msyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu pamong belajar dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat. Kompetensi sosial adalah kemampuan pamong belajar dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisiensi dengan peserta didik, pamong belajar lain, orang tua, dan masyarakat sekitar. Menurut Arbi (Subroto, 2002: 6) Kompetensi adalah kemampuan pendidik dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik sebagai tenaga professional maupun sebagai anggota masyarakat. Senyatanya pamong belajar tidak hanya bertanggungjawab dalam kegiatan pembelajaran, tetapi juga harus mewarnai perkembangan anak didik di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain bahwa pamong belajar tidak hanya menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga sebagai anggota masyarakat harus aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat. Sebagai pendidik, kehadiran pamong belajar di masyarakat sangat diharapkan baik secara langsung sebagai anggota masyarakat maupun secara tidak langsung yaitu melalui peranannya membimbing dan mengarahkan peserta didik.
58
Karena pada kenyataannya di mata masyarakat seorang pamong belajar juga merupakan panutan yang layak diteladani. Pamong belajar merupakan salah satu manusia teladan. Sikap dan perilakunya menjadi cermin masyarakat. Maka, dalam kehidupan sehari-hari, pamong belajar harus mempunyai kompetensi sosial. Kompetensi sosial menjadi keniscayaan bagi peserta didik. Pamong belajar sebagai bagian dari manusia memerlukan kecakapan sosial yang fleksibel dalam membangun kehidupannya ditengah masyarakat. Apalagi pamong belajar tidak sekedar manusai biasa, tetapi sosok manusia yang mempunyai juga idealism dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih dinamis. Pamong belajar sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu pribadi yang mendapatkan perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan segala tingkah laku yang dilakukan pamong belajar senantiasa dipantau oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan sejumlah kompetensi sosial yang perlu dimiliki pamong belajar dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat di tempat dia tinggal. Kompetensi sosial dalam kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan kemampuan pamong belajar dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar tempat dimana dia melakukan pembelajaran kepada peserta didik dan masyarakat tempat dimana pamong belajar tinggal, sehingga peranan dan cara pamong belajar berkomunikasi di masyarakat diharapkan memeiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan pamong belajar. Misi yang diemban pamong belajar adalah misi kemanusiaan.
59
Kompetensi sosial pamong belajar merupakan kemampuan pamong belajar untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi, kompetensi sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai pamong belajar. Dari teori-teori yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pamong belajar yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi adalah pamong belajar yang memiliki dorongan, usaha dan tantangan yang besar untuk mencapai tujuan yang diinginkan yang dicerminkan oleh adanya aktivitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja agar diterima oleh rekan kerja, keinginan untuk menunjukkan kemampuan dan keterampilan agar ia mendapat pengakuan sebagai pamong belajar yang baik, bekerja dengan keras agar sukses dalam pekerjaan, aktif menjalin hubungan dengan teman sekerja dan berambisi mengejar posisi atau kedudukan lebih tinggi agar mendapat kekuatan yang lebih besar, berusaha menjadi terampil dan aktif dalam bidangnya (competence) mengejar tanggung jawab yang lebih besar, keinginan untuk mendapat kebebasan inisiatif dan kreatif. Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi berprestasi pamong belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri pamong belajar yang menggerakkan serta mengarahkannya untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya atau yang dibuat atau diraih orang lain dengan indikator : berusaha unggul,
60
menyelesaikan tugas dengan baik, rasional dalam meraih keberhasilan, menyukai tantangan, menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, menerima resiko tingkat menengah dan umpan balik.
F. Konsep Pendidikan Luar Sekolah 1. Definisi Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu dari sistem pendidikan nasional. Ruang lingkupnya sangat luas dan kompleks. Untuk memudahkan dan memahami pengertian mengenai Pendidikan Luar Sekolah, berikut ini adalah definisi tentang Pendidikan Luar Sekolah. Selanjutnya Coombs (Sudjana, 2001: 22), mengemukakan pengertian Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut : Pendidikan Nonformal ialah setiap kegiatan terorganisir dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dilakukan secara terprogram, terencana, dilakukan secara mandiri ataupun merupakan bagian pendidikan yang lebih luas untuk melayani peserta didik dengan tujuan mengembangkan kemampuan-kemampuan seoptimal mungkin serta untuk mencapai kebutuhan hidupnya. 2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah pada prinsipnya memiliki tujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam kualitas dan potensi dirinya melalui
61
pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, hal ini sebagaimana dikemukakan Seameo (Sudjana, 2001: 47) sebagai berikut : Tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya. Dengan demikian Pendidikan Luar Sekolah tidak hanya membekali warga belajarnya
dengan
sejumlah
kemampuan
yang
meliputi;
pengetahuan,
keterampilan dan sikap, melainkan juga mempersiapkan warga belajarnya untuk menjadi sumber daya manusia yang mampu mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya di tengah masyarakat. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi warga belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan nonformal
memiliki
keluwesan
yang
dapat
dilaksanakan
berdasarkan
permasalahan dan kebutuhan peserta didik dengan tujuan untuk pengembangan intelektual, aktualisasi diri, pengembangan personal dan sosial, dan rekonstruksi sosial berdasarkan nilai-nilai potensi masyarakat setempat. Pendidikan Nonformal menyediakan peluang memperoleh pendidikan melalui berbagai program pembelajaran yang dikembangkan secara luwes. Dari sisi sasaran didik, Pendidikan Nonformal memiliki cakupan garapan yang sangat luas serta besar variabilitasnya. Khalayak sasaran yang dilayani pendidikan
62
nonformal sejalan dengan kebutuhan belajar manusia untuk belajar sepanjang hayat, sejak anak usia dini sampai usia lanjut. Pada kapasitas inilah pendidikan nonformal bersifat beragam sasaran, baik individu, kelompok dan komuniti. Peserta didik tidak saja ditinjau dari karakteristik individu seperti usia, jender, pekerjaan, melainkan juga dari faktor sosial, budaya dan geografis. Ditinjau dari faktor tujuannya, pendidikan nonformal menyediakan berbagai program pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar yang sangat luas, baik jenis, tingkatan, maupun cakupannya. Dalam hal inilah muncul ciri pendidikan nonformal yang bersifat beragam tujuan. Ditinjau dari faktor penyelenggara, pendidikan nonformal memiliki keragaman yang luas, baik yang berada di bawah koordinasi pemerintah, swasta, LSM, maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Bentuk satuan pendidikan nonformal bersifat beragam penyelenggara, terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dalam berbagai situasi inilah pendidikan nonformal menunjukkan karektaristiknya sebagai praktik pendidikan yang luwes dan fungsional. Ketika
perorangan,
kelompok
dan/atau
masyarakat
membutuhkan
pembelajaran untuk kepentingan fungsional dalam kehidupan sehari-hari, pendidikan nonformal mampu menyediakan jenis-jenis program melalui berbagai satuan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan belajar yang singkat, praktis dan cepat menghasilkan. Ketika seseorang sudah usai menjalani pendidikan persekolahan, tetap muncul kebutuhan belajar yang baru. Hal ini mendorong peningkatan derajat dan kualitas hidup yang diinginkan.
63
Program Pendidikan Nonformal (PNF) diarahkan untuk memberikan layanan pendidikan kepada warga masyarakat yang belum sekolah, tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat terpenuhi melalui jalur pendidikan formal. Sasaran Pendidikan Nonformal (PNF) mencakup segala lapisan masyarakat, tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan sebelumnya. Sasaran tersebut tidak hanya diprioritaskan kepada mereka yang belum pernah sekolah, putus sekolah, atau mereka yang tamat sekolah serta ingin mendapat pekerjaan, PNF juga melayani semua masyarakat tanpa kecuali, termasuk mereka yang telah memiliki tingkat pendidikan tinggi dan pekerjaan tetap. Dengan demikian, Pendidikan Nonformal bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua warga masyarakat, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan vokasional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga Pendidikan Nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. SKB merupakan salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan nonformal yang melayani berbagai kebutuhan pendidikan masyarakat. SKB sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan yang diberi kewanangan untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan nonformal dengan berbagai program pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat. Sehunbungan dengan hal tersebut, maka SKB mempunyai tugas pokok Melakukan pembuatan percontohan
64
dan pengendalian mutu Program Pendidikan Non Formal berdasarkan kebijakan teknis Dinas Pendidikan. Disamping tugas pokok tersebut SKB juga berfungsi ; (1) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat yang gemar belajar, (2) Pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam azas saling membelajarkan (3) Pemberian layanan informasi dan kegiatan pendidikan Luar Sekolah (4) Pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (5) Penyusunan dan pengadaan sarana belajar muatan local (6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar (7) Pengintegrasian dan penyinkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang Pendidikan Luar Sekolah, dan (8) Pengelolaan Ketatausahaan.