BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kompetensi Guru dalam Mendesain Pembelajaran Kemampuan sangat identik dengan kompetensi. Dalam konteks ini kemampuan atau
kompotensi dapat berarti setiap kemampuan seseorang untuk
melaksanakan sesuatu. Barry (2009 : 195) mengartikan kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan. Dalam konteks
jabatan guru Priyono (2006 : 50)
mengartikan kompotensi ialah kemampuan profesional yang berhubungan dengan pekerjaannya mendidik maupun mengajar atau dalam hal ini kemampuan profesional guru (dan tenaga kependidikan lainnya). Finch dan Crunkilton (dalam Mulyasa, 2005 : 38) mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Berdasarkan uraian di atas maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan yang prima yang di tunjukkan guru dalam bentuk kecakapan untuk melaksanakan tugas profesi dengan baik dan penuh akuntabilitas. Mulyasa (2005 : 37) memandang bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Sedangkan Depdiknas (2005 : 9) berpandangan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
9
Berdasarkan uraian di atas maka kemampuan atau kompetensi dapat diartikan sebagai manifestasi dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang kemudian diimplementasikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai gambaran kemampuan guru dalam mengimplementasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terkait dengan profesi keguruan, sehingga mampu untuk mendongkrak performance dan kinerja guru yang optimal. Saiful (2007:2) mengemukakan bahwa kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Komara (2010:2) mengemukakan bahwa tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik
tujuan
nasional,
institusional,
kurikuler
dan
tujuan
pembelajaran;
(2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam
melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja. Kompetensi profesional adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Menurut Sudjana (dalam Ardiansyah, 2011:2) mengemukakan bahwa kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu: a) Kompetensi bidang kognitif
yaitu kemampuan intelektual
seperti
penguasaan mata
pelajaran,
pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya. b)
Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan
kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya, c) Kompetensi perilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar. Ketiga kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi dan mendasari satu sama lain.
Menurut Ardiansyah, (2011:2) bahwa berdasarkan kompetensi tersebut, jika ditelaah secara mendalam, maka hanya mencakup dua bidang kompetensi yang pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni: a) merencanakan program belajar mengajar, b) melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, c) menilai kemajuan proses belajar mengajar, dan d) menguasai bahan pelajaran dalam pengertian bahan pelajaran yaitu bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya. a. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar Sebelum merencanakan belajar mengajar, guru terlebih dahulu mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut dan menguasai secara teoritis dan praktis unsurunsur yang terkandung di dalamnya, adapun makna dari perencanaan program belajar mengajar adalah suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dan tujuannya adalah sebagai pedoman guru dalam melaksanakan praktek atau tindakan mengajar. Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran maka guru perlu melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut: a) Menjabarkan silabus menjadi analisis mata pelajaran. Yang paling pokok dalam tahap ini adalah mengkaji mana pokok bahasan/sub pokok bahasan yang esensial atau yang biasanya sukar dipahami oleh siswa. Pokok bahasan semacam ini diprioritaskan untuk dibahas secara tatap muka di kelas. Pokok bahasan yang
kurang esensial atau mudah dipahami oleh siswa dapat dijadikan tugas/pekerjaan rumah. b) Berdasarkan
kalender pendidikan dari Dinas Nasional Provinsi, kemudian
dihitung hari kerja efektif dan jam pelajaran, memperhitungkan hari libur, hari untuk ulangan, dan hari-hari tidak efektif. c) Kegiatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan program tahunan (Prota). Dalam mengisi prota yang penting adalah membandingkan jumlah jam efektif dengan alokasi waktu tatap muka dalam format silabus. Jika ternyata jam efektif lebih sedikit dibanding alokasi waktu tatap muka, maka harus dirancang tambahan jam pelajaran atau pokok bahasan/sub pkok bahasan yang dijadikan tugas/pekerjaan rumah. Hal tersebut dilakukan agar sejak telah diketahui akan adanya jam pelajaran tambahan atau pokok bahasan esensial, tetapi diberikan sebagai tugas/pekerjaan rumah. d) Langkah selanjunya adalah menyusun program semester (Prosem). Sebenarnya proca tidak jauh berbeda dengan Prota. Yang pokok untuk diperhatikan, pada proca sudah harus semakin jelas bagaimana pokok bahasan dalam satu cawu diselesaikan, termasuk kapan akan diajarkan, baik melalui kegiatan tatap muka maupun tugas pekerjaan rumah. e) Membuat Program Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam
penyusunan RPP guru sudah harus memasukkan secara jelas kegiatan untuk
setiap subpokok bahasan, termasuk bagaimana tes formatif dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran
Kegiatan lain yang dilakukan dalam perencanaan pembelajaran yaitu melakukan penyusunan jadwal pembelajaran. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu sebagai berikut: 1. Penyusunan jadwal pelajaran dan penetapan pengamatan perbuatan, portopolio serta ulangan harian 2. Penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan pengayaan. 3. Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler perlu difokuskan untuk mendukung kegiatan kurikuler dan kegiatan lain yang mengarah
pada
pembentukan
keimanan/ketakwaan,
kepribadian,
dan
kepemimpinan dengan keterampilan tertentu. Setiap awal cawu kegiatan ekstrakurikuler sudah harus disusun bersamaan dengan penyusunan jadwal pelajaran. B. Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran Muatan Lokal Proses belajar mengajar ini kegiatan yang harus dilaksanakan adalah menumbuhkan dan menciptakan kegiatan siswa-siswa dengan rencana yang telah disusun. Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.
Secara jelas, konsep-konsep yang harus dikuasai oleh guru dalam penguasaan bahan pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum, yang disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Dan uraiannya secara mendalam dituangkan dalam bentuk buku paket dari bidang studi yang bersangkutan. Beberapa uraian tersebut
menunjukkan betapa pentingnya penguasaan
kompetensi bagi guru yang profesional, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. C. Kompetensi Guru dalam Menilai Proses Pembelajaran Muatan Lokal Menilai kemampuan dan kemajuan proses belajar mengajar guru harus dapat menilai kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan penilaian ini dapat dikatakan dalam dua bentuk yang dilakukan melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian dengan cara pemberian skor, angka atau nilainilai
yang
bisa
dilakukan
dalam
rangka
penilaian
hasil
belajar
siswa.
D. Konsep Dasar Pembelajaran muatan lokal 1. Pengertian Pembelajaran muatan lokal Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. ( UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Wikipedia
(2012:1)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran adalah
setiap
perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pendapat ini menunjukkan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi
tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati. Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. ( Purwadinata, 1967, hal 22 ). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar ( oleh siswa ) dan Mengajar ( oleh guru ). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen : 1) siswa, seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, 2) guru, Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif, 3) tujuan, Pernyataan tentang perubahan perilaku ( kognitif, psikomotorik, afektif ) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, 4) materi Pelajaran, Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan, 5) metode, Cara yang teratur untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan, 6) media, Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa, 7) evaluasi, Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Ramdani (2011:12) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan ( aspek kognitif ), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap ( aspek afektif ), serta keterampilan ( aspek psikomotor ) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan ( aspek kognitif ), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan ( aspek psikomoto r) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Oleh karenanya kegiatan pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa agar melibatkaan partisipasi siswa secara optimal dan guru bertindak sebagai fasilitator. Terkait pembelajaran muatan lokal Dakir (2010:112) mengemukakan bahwa pembelajaran muatan lokal adalah program pendidikan
yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu. Muatan lokal sekaligus merupakan program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan
lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan kepada siswa. (SK Mendikbud No 0412/U/1987 tentang penerapan muatan lokal di sekolah Dasar). Khusus untuk Kabupaten Gorontalo muatan lokal diajarkan terdiri atas dua bahan kajian pokok yaitu: 1) bahan kajian tentang budaya daerah yang terdiri atas bahasa daerah, adat istiadat daerah, kerajinan tangan di daerah dan kesenian daerah. 2) bahan kajian tentang budidaya tanaman yang terdiri dari budidaya tanaman obat-obatan, rempah-rempah, sayur mayur dan tanaman hias. Muatan lokal berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerah. Satuan pendidikan dasar dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional. (Pasal 14 ayat 3 Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1980. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pembelajaran muatan lokal merupakan kurikulum yang sengaja dikondisikan untuk membekali peserta didik dengan berbagai kecakapan yang sesuai dengan kondisi lingkungannya masingmasing. Hal tersebut dilakukan agar setiap anak didik memiliki wawasan yang memadai tentang lingkungannya sehingga sangat bermanfaat guna penerapan ilmu yang dimilikinya.
2. Tujuan Pembelajaran muatan lokal . Menurut Dakir (2010:113) terdapat beberapa tujuan dari pembelajaran muatan lokal sebagai berikut: 1) berbudi pekerti luhur, memahami sopan santun dan
adat daerah maupun sopan santun dan adat nasional, 2) berkepribadian, mempunyai jati diri mempunyai kepribadian yang sesuai dengan adat daerah dan memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi, 3) mandiri, dapat mencukupo diri sendiri tanpa bantuan orang lain, 4) trampil, 5) beretos kerja, professional, 6) produktif yaitu dapat berbuat sesuai sebagai produsen dan bukanlah hanya sebagai konsumen. Wijaya (2008:3) mengemukakan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran muatan lokal maka pembelajaran muatan lokal perlu dianalisis dengan menggunakan berbagai sumber bahan muatan lokal dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Nara Sumber, (1) Guru irtu sendiri yang mempunyai pengalaman dan ketrampilan, misalnya ahli tari, musik, ukir patung dan sebagainya,. (2) Peserta didik itu sendiri, yang memiliki ketrampilan sperti diatas maupun ketrampilan bawaan seperti bertani, berkebun dan sebagainya, dan (3) Nara sumber lain yang ada di sekitar yang dapat didatangi, b) Software, yaitu bahan ajar yang terdapat pada berbagai tulisan, seperti : Buku cara bertanam, beternak, cara membuat sesuatu , mungkin juga berbagai film dokumentasi, c) Hardware, yaitu suatu bahan ajar yang sifatnya dapat diamati, seperti : upacara daerah, peralatan pertanian, alat kesenian , pusaka kerajan dan sebagainya, d) Lingkungan, sooumber bahan muatan lokal yang ada disekitar yang bersifat historis, misalnya : musium, monumen, adat istiadat dan sebagainya, e) berbagai hasil diskusi oleh berbagai pakar atau nara sumber yang relevan Wijaya (2008:3) mengemukakan bahwa untuk penentuan bahan muatan muatan lokal perlu adanya pemetaan daerah untuk mengidentifikasi berbagai jenis muatan lokal. Bahan muatan lokal telah ditetapkan oleh Depdikbud sebesar 20 % dari
bahan kurikulum keseluruhan dengan harapan dapat memperhatikan : a) silabus yang berlaku, b) sumber daya yang tersedia, c) kekhasan lingkungan alam, sosial, budaya dan kebutuhan daerah, d) mobilitas murid, e) perkembangan dan kemampuan murid, dan f) nara sumber yang ada.
Untuk penentuan muatan lokal dari pihak Dinas
Depdikbud perlu bekerja sama dengan dengan pemerintah daerah, instansi lain yang terkait, badan swasta dan masyarakat agar muatan lokal dapat diterima sebagaimana mestinya. 3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Pembelajaran muatan lokal Dalam mengembangkan pembelajaran muatan lokal perlu mengacu para prinsip pengembangan kurikulum. Terdapat beberapa prinsip pengembangan kurikulum seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (2005: 30-32) bahwa sebagai berikut : 1)
Prinsip Berorientasi pada Tujuan Pengembangan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang
bertitik
tolak dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan kurikulm merupakan
penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengandung aspaek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai; yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup ketiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional. 2)
Prinsip Relevansi dan Efektifitas
Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dalam pendayagunaan dana, waktu, tenaga dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dana yang terbatas harus digunakan sedemikian rupa dalam jangka mendukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar di sekolah juga terbatas harus di manfaatkan secara tepat sesuai dengan mata pelajaran dan bahan pembelajaran yang di perlukan. Tenaga di sekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didayagunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan dan sumber kererbacaan, harus di gunakan secara tepat guna oleh siswa dalam rangka pembelajaran, yang kesemuannya demi untuk meningkatkan efektivitas atau keberhasilan siswa. 3)
Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan) Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau di kurangi
berdasarkan tuntunan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku.Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan keterampilan industri dan pertanian. Pelaksanaanya di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian, Pelaksanaan di kota, karena tridak tersedianya lahan pertanian, maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan keterampilan industri. Sebaliknya, Pelaksanaanya di desa di tekankan pada program pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum. 4)
Prinsip Berkesinambungan (Kontinuitas)
Kurikulum di susun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspekaspek, materi, dan bahan kajian di susun secara berurutan, tidak terlepas-lepas melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. 5)
Prinsip Keseimbangan Penyusunan
kurikulum
supaya
memperhatikan
keseimbangan
secara
propersional dan fungsional antara berbagai program dan sub-program, anatar semua mata pelajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humoniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut di harapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, dan satu sama lainnya saling memberikan sumbangannya terhadap pengembangan pribadi. 6)
Prinsip Keterpaduan Pembelajaran dirancang dan di laksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan.
Perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsurnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat intersektoral. Dengan keterpaduan ini di harapkan terbentuknya pribadi yang bulat dan utuh. Di samping itu juga di laksanakan keterpaduan dalam proses pembelajaran, baik dalam interaksi antara siswa dan guru maupun antara teori dan praktik.
7)
Prinsip Mutu Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu dan mutu
pendidikan. Pendidikan mutu berarti pelaksanaan pembelajaran yang bermutu, sedang mutu pendidikan berorientasi pada hasil pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang bermutu di tentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar, peralatan/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional, yang di harapkan. Prinsip pengembangan pembelajaran muatan lokal di atas hendaknya dijadikan acuan dalam pengembangan pembelajaran muatan lokal di sekolah, sehingga mengoptimalkan hasil yang dicapai. Sejalan dengan hal tersebut proses pengembangan pembelajaran muatan lokal yang mengacu pada prinsip-prinsip ini memudahkan guru dalam mencari format dalam menerapkan pembelajaran muatan lokal di sekolah. Menurut Wijaya (2008:5) bahwa ada dua arah pengembangan dalam muatan lokal, yaitu : a) Pengembangan untuk jangka jauh, Agar para siswa dapat melatih keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan harapan yang nantinya dapat membantu dirinya, keluarga, masyarakat dan akhirnya membantu pembangunan nusa dan bangsanya. Oleh karena itu perkembangan muatan lokal dalam jangka panjang harus direncanakan secara sistematik oleh sekolah, keluarga, dan masyarakat setempat dengan perantara pakar-pakar pada instasi terkait baik negeri maupun swasta. Untuk muatan lokal disekolah dasar masih bersifat concentris, kemudian dilaksanakan secara kontinyu disekolah menengah pertama dan akan terjadi konvergensi disekolah
menengah atas, b) Pengembangan untuk jangka pendek, Perkembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara menyusun pembelajaran muatan lokal kemudian menyusun GBPP-nya dan direvisi setiap saat. Lebih lanjut Wijaya (2008:6) mengemukakan bahwa dalam pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu : a) Perluasan muatan lokal, Dasarnya adalah bahan muatan lokal yang ada di daerah itu yang terdiri dari berbagai jenis jenis muatan lokal misalnya : pertanian, kalau sudah dianggap cukup ganti peternakan, perikanan, kerajianan dan sebagainya. Siswa cukup diberi dasar-dasarnya saja dari berbagai muatan lokal sedang pendalamanya dilaksanakan pada periode berikutnya, b) pendalaman muatan lokal. Dasarnya adalah bahan muatan lokal yang sudah ada kemudian diperdalam samapai mendalam, misalnya masalah pertanian dibicarakan dan dilaksanakan mengenai bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkan, pemasarannya dan sebagainya. Oleh karena itu pelajaran ini diberikan pada siswa yang telah dewasa. Hasil yang diperoleh dalam sangat tergantung pada
pengembangan pembelajaran muatan lokal
beberapa hal sebagai berikut: a) kekreatifan guru, b)
kesesuain program, c) ketersedianan sarana dan prasarana, d) cara pengelolaan, e) kesiapan siswa, f) partisipasi masyarakat setempat, daan g) pendekatan kepala sekolah dengan nara sumber dan instansi terkait Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pengembangan pembelajaran muatan lokal dapat dilakukan dengan memperhatikan dan mengacu pada prinsip pengembangan kurikulum. Melalui pengembangan pembelajaran muatan lokal
diharapkan dapat lebih mengoptimalkan hasil capaian melalui peningkatan kompetensi guru dalam menguasai kurikulum serta mengaktualisasikannya dalam pembelajaran. 4. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran muatan lokal Tahap
pelaksanaan
pembelajaran
muatan
lokal
dilakukan
dengan
mengaplikasikan rencana yang telah dibuat. Dalam hal ini setiap kegiatan perencanaan yang telah dibuat dalam bentuk rencana pembelajaran diaktualisasikan dalam kegiatan pembelajaran. Aktualisasi perencanaan dalam kegiatan pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan kondisi siswa serta ketersediaan fasilitas pembelajaran yang ada. Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu mengkorelasikan antara kondisi riil di lapangan dengan teori yang ada dalam pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dalam suasana yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan baik. Guru perlu memposisikan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran sehingga siswa dapat belajar dengan optimal. Pembelajaran muatan lokal di kelas harus mampu mengakomodir segala kebutuhan siswa, sehingga setiap materi yang diterima dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang menyebabkan terjadinya sinkronisasi antara materi yang diterima dengan keadaan sesungguhnya di lapangan. 5. Tahap Pengawasan Pembelajaran muatan lokal Pada tahap ini paling tidak ada dua aspek yang senantiasa diperhatikan, oleh guru selaku pelaksana pendidikan di sekolah yaitu: (1) jenis evaluasi dikaitkan
dengan tujuannya, dan (2) pemanfaatan hasil evaluasi. Dalam konteks ini maka langkah-langkah yang perlu ditempuh guru yaitu adalah sebagai berikut: 1. Guru perlu mengawasi pelaksanaan secara totalitas pembelajaran muatan lokal dari perencanaan sampai dengan jalannya evaluasi muatan lokal yang dilakukan. Dalam konteks ini guru harus menyadari bahwa evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK) dan mengetahui kesulitan siswa. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai alat penilaian yang sesuai, sedangkan untuk mengetahui kesulitan siswa menggunakan tes diagnostik. 2. Guru harus selalu berusaha agar hasil evaluasi benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran. Untuk itu guru harus selalu menguasai bahan ajar yang esensial. Siswa yang mengalami kesulitan perlu dicarikan jalan, misalnya dibentuk kelompok belajar. Dalam konteks yang bersamaan guru perlu mencoba model pembelajaran kooperatif, sehingga siswa yang kurang pandai terbantu oleh yang lebih pandai. Mengingat pentingnya evaluasi, maka perlu dirancang sejak awal. Untuk itu guru perlu menyiapkan kisi-kisi evaluasi, menyusun butir soal, dan kemudian menelaah (memvalidasi), sampai dihasilkan perangkat soal yang baik, serta cara pensekorannya. Penyusunan semacam biasanya tidak dilakukan oleh guru sendiri-sendiri, tetapi dilakukan oleh beberapa guru dalam kegiatan KKG. Melalui mekanisme yang dilaksanakan guru secara intensif dalam melakukan tahapan maka dapat memperbaiki mekanisme penerapan pembelajaran muatan lokal
dilapangan. Hal tersebut sekaligus dapat lebih memantapkan penguasaan siswa atas berbagai kompetensi yang telah distandarkan dalam pembelajaran muatan lokal