22
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Belajar dan Pembelajaran 1.
Konsep Belajar Konsep belajar (learning) sebagai suatu upaya atau proses perubahan
perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain (Pidarta, 2000:197). Dengan demikian belajar menuntut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman (Mayer, 1982:1040 dalam Seels & Richey, 2000:13). Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajar tidak selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar. Namun, dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan, yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis bahan ajar, atau pengembang paket belajar dan sebagainya (Miarso, 2004:553-554). 22
23
Dalam kegiatan pembelajaran ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip belajar ini diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori belajar memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran (Suciati & Irawan, 2001:2). Meskipun banyak teori belajar, namun ada kesamaan umum dalam mendefinisikan belajar. Empat rujukan yang terkandung dalam definisi belajar adalah: a) adanya perubahan atau kemampuan baru; b) perubahan atau kemampuan baru itu tidak berlangsung sesaat, tetapi menetap dan dapat disimpan (permanen); c) perubahan atau kemampuan baru itu terjadi karena ada usaha; dan d) perubahan atau kemampuan baru tidak hanya timbul karena faktor pertumbuhan (Miarso, 2004:550-551).
24
a.
Teori-teori Belajar Ada beberapa teori belajar yang melandasi pelaksanaan pembelajaran di
kelas, yaitu: 1) Teori Belajar Behaviorisme Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadiankejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalamanpengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang diamati. Seseorang dianggap telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori behaviorisme manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan. Menurut pandangan behaviorisme, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (SR). Skinner dengan teori operant conditioning menjelaskan belajar sebagaimana yang dikutip oleh Bell-Gredler (1986:80) adalah: In Skinner's view, learning is behavior. As the subject learns, responses increase and when unlearning occurs, the rate of responding fall (Skinner, 1950). Learning is therefore formally defined as a change in the likelihood or probability of response. Probability or responding is difficult to measure. Therefore, Skinner suggests that learning should be measured by the rate of frequency of responding.
Menurut pandangan Skinner belajar merupakan respon (tingkah laku) yang baru. Pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru. Respon itu terjadi bila siswa belajar
25
dan tidak akan terjadi bila tidak ada proses belajar dan belajar dapat diukur melalaui laju atau frekwensi respon yang diberikan siswa. Menurut Gagne (1985:2) belajar ialah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya disebabkan proses pertumbuhan saja. Perubahan dalam belajar itu sendiri adalah perubahan perilaku, dan kesimpulan seseorang belajar dapat dilihat dengan membandingkan tingkah laku sebelum dan setelah adanya pembelajaran. Perubahan tingkah laku dimaksud adalah penambahan kapabilitas dari beberapa tipe performance. Dengan demikian belajar itu menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berbeda-beda, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berbedabeda inilah yang disebut dengan kapabilitas sebagai hasil belajar. Untuk mencapai perubahan tingkah laku, perlu diterapkan prinsip-prinsip teori behaviorisme dalam sistem pembelajaran di kelas. Menurut Hartley & Davies (1978) dalam Soekamto (1992:23) bahwa prinsip-prinsip tersebut mencakup: 1) proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik ikut terlibat aktif di dalamnya; 2) materi pembelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons yang di berikannya telah benar; 3) setiap kali peserta didik memberikan respon yang benar perlu diberi penguatan (reinforcement). Adapun langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori behaviorisme, dalam merancang kegiatan pembelajaran, adalah: a) menentukan tujuan pembelajaran; b) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk
26
mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) peserta didik; c) menentukan materi pembelajaran; d) memecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya; e) menyajikan materi pembelajaran; f) memberikan stimulus, g) mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik; h) memberikan penguatan (reinforcement) yang berupa penguatan positif atau penguatan negatif, atau hukuman; i) memberikan stimulasi baru; j) mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik; k) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman; dan m) evaluasi hasil belajar (Suciati & Irawan, 2001:31-32).
2) Teori Belajar Kognitif Kelompok pengorganisasian
teori
kognitif
aspek-aspek
beranggapan
kognitif
dan
bahwa
persepsi
belajar
untuk
adalah
memperoleh
pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh persepsi berpikir internal yang terjadi selama proses belajar. Menurut pandangan kognitif belajar sebagai perubahan perilaku peserta didik terbentuk bukan karena hubungan stimulus dan respons, akan tetapi lebih disebabkan dorongan dari dalam atau oleh pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh siswa (Sanjaya, 2005:94). Prinsip-prinsip teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam
27
konteks situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar. Yang termasuk dalam ke kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner, teori belajar bermakna Ausubel dan lain-lain.
a)
Teori Perkembangan Piaget Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika
yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan ini memunglcinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Soekamto, 1992:28). Oleh karena itu, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umumya. Penjenjangan ini bersifat hierarki yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umumya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu di luar kemampuan kognitifnya. Ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu: a) tahap sensorikmotorik yang bersifat internal (0-2 tahun); b) tahap preoperasional (2-6 tahun); c) tahap operasional kongkret (6-12 tahun); dan d) tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun). Perkembangan intelektual seseorang menunjukkan bahwa semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu, para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus dapat memahami tahap-tahap perkembangan
kognitif
melaksanakan
kegiatan
peserta
didiknya
pembelajaran
sehingga sesuai
dapat
dengan
merancang, tahap-tahap
28
perkembangannya.
Dengan
kata
lain
dapat
mengembangkan
kegiatan
pembelajaran sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik. Teori schemata memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada (Warsita, 2008:70). Schemata adalah unit dasar perkembangan
intelektual.
Maka
hasil
belajar
merupakan
hasil
dari
pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru akan menjadi dasar pada kegiatan belajar berikutnya. Artinya, setiap saat kita memperoleh informasi, diidentifikasi, diproses, dan disimpan dengan baik/lebih lama sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam mengklasifikasi objek. Aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan media atau alat peraga dan sumber belajar lain. Menurut Piaget, secara garis besar langkah-langkah pembelajar dalam merancang pembelajaran adalah: 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) memilih materi pembelajaran; 3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik secara aktif; 4) menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan topik; 5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir peserta didik; dan 6) melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001:37). Aplikasi praktisnya dalam pembelajaran menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, proses asimilasi (informasi lama disatukan atau diintegrasikan sehingga menyatu dengan
29
informasi baru) dan akomodasi (mengubah atau membentuk) pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
b) Teori Konstructivist Bruner Tema dalam kerangka teori Bruner adalah bahwa belajar merupakan proses aktif di mana peserta didik mengkonstruk gagasan atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Peserta didik menyeleksi dan mengubah informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan membuat keputusan didasarkan pada stuktur kognitif (TIP, 1998). Bruner menyatakan bahwa tugas mengajar suatu mata pelajaran pada peserta didik dalam usia berapa pun adalah memperkenalkan struktur keilmuan mata pelajaran tersebut sesuai dengan cara berpikir peserta didik (Kamarga, 2000:50). Berdasarkan pernyataan tersebut, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan: a) pembelajaran harus memperhatikan pengalaman dan konteks yang menuntun peserta didik untuk mau dan dapat belajar (readiness); b) pembelajaran harus terstruktur sehingga secara mudah dapat diterima oleh peserta didik (spiral organization); dan c) pembelajaran harus dirancang untuk memudahkan dilakukannya eksplorasi atau mengisi kesenjangan (going beyond the information given) (TIP, 1998). Gagasan utama constructivism adalah bahwa seseorang belajar secara terkonstruksi, membangun pengetahuan berlandaskan apa yang telah dimiliki. Di sini terdapat 2 (dua) pengertian yakni (a) siswa mengkonstruk pemahaman baru dengan menggunakan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya, dan (b) belajar adalah proses aktif, di mana peserta didik dihadapkan dengan apa yang mereka
30
pahami dan dipertemukan dengan situasi baru. Proses aktif di sini mengacu kepada aplikasi pemahaman yang dimiliki, menghubungkannya dengan elemen elemen yang baru, mempertimbangkan konsistensi pengetahuan yang lama dengan yang baru, dan berdasarkan pertimbangan tersebut dapat memodifikasi pengetahuan (Sedletter, 1996 dalam Kamarga, 2000:50).
c)
Teori belajar bermakna menurut Ausubel Teori Ausubel berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari
sejumlah besar materi secara bemakna dari presentasi verbal atau teks dalam lingkup sekolah. Menurut Reilly & Lewis (1983) dalam Warsita (2008:73) ada dua persyaratan untuk membuat materi pelajaran bermakna, yaitu: a) pilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu, dan b) diberikan dalam situasi belajar yang bermakna. Pembelajaran bermakna (meaningful learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa pembelajaran ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsepkonsep, informasi, atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif peserta didik. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep
atau
fakta-fakta
belaka,
tetapi
merupakan
kegiatan
menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus
31
selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
3) Teori Belajar Konstruktivisme Dalam orientasi baru Psikologi, konstruktivisme mengajarkan kita ilmu tentang bagaimana anak manusia belajar. Mereka belajar mengonstruksikan (membangun) pengetahuan, sikap, atau keterampilannya sendiri, tidak dengan memompakan pengetahuan itu ke dalam otaknya. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan bukan merupakan kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungannya. Oleh karena itu, dalam belajar harus diciptakan lingkungan yang mengundang atau merangsang perkembangan otak/kognitif peserta didik (Semiawan, 1997:21). Teori konstruktivisme yang landasan dasarnya schema. Teori schema memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri peserta didik dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Hasil belajar merupakan hasil dari pengorganisasian struktur kognitif yang baru, yaitu integrasi antara pengetahuan lama dengan yang barn. Jadi, struktur kognitif yang baru nantinya menjadi dasar pada kegiatan belajar berikutnya. Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka
32
peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajarinya. Maka para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran ini berperan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Artinya mereka perlu mengatur lingkungan agar peserta didik termotivasi untuk belajar (Budiningsih, 2005). Dengan kata lain para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran ini berperan untuk membantu proses pengonstruksian pengetahuan oleh peserta didik agar berjalan lancar. Dengan demikian, para guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Jean Piaget (1986-1980) dalam Sagala (2005:24) berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu: 1) proses asimilasi, dalam proses ini akan menyesuaikan informasi yang baru dengan informasi yang telah ia ketahui sebelumnya, 2) proses akomodasi, yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Belajar menurut Piaget mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling melengkapi antara asimiliasi dan akomodasi dalam proses penyusunan kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar. Teori konstruktivisme menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa peserta didik. Penataan kondisi bukan penyebab terjadinya belajar, melainkan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan peserta didik menjadi
33
unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan jaminan untuk mencapai hasil belajar yang sejati. Implementasi teori konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran, di mana belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru, oleh karena itu peserta didik perlu: a) didorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari; b) berpikir divergent bukan hanya satu jawaban benar; c) berbagai jenis luapan berpikir atau aktivitas belajar; dan d) gunakan informasi pada situasi baru (Warsita, 2008:79). Proses diselenggarakan
pembelajaran secara
pada
interaktif,
setiap inspiratif,
satuan
pendidikan
menyenangkan,
supaya
menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas. dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Berdasarkan uraian teori dan konsep tentang belajar tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana pembelajaran. Perubahan perilaku itu berupa penguasaan konsep terhadap materi pembelajaran. Penguasaan konsep tersebut adalah baru, bukan yang telah dimiliki siswa sebelum memasuki kondisi atau situasi pembelajaran dimaksud. Hasil belajar dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal dalam pembelajaran. Kondisi eksternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam kegiatan pembelajaran sedangkan kondisi internal menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif yang dilakukan siswa.
34
4) Teori Belajar Sibernetik Teori belajar sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu dan informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah mengolah informasi (pesan pembelajaran). Proses belajar dianggap penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang akan diproses dan akan dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu, proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi. Demikian pula dengan cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi (Warsita, 2008:76). Aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan Landa yaitu model pendekatan algoritmik dan heuristik. Pendekatan belajar algoritmik menuntut peserta didik untuk berpikir secara sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tujuan tertentu. Sedangkan pendekatan heuristik menuntut peserta didik berpikir secara divergen, menyebar ke beberapa target sekaligus, menyeluruh dan fleksibel (Sukmadinata, 2007:134, Budiningsih, 2005:87). Selain itu juga dikembangkan oleh Pask dan Scott yang membagi tipe peserta didik menjadi wholist dan serialist. Peserta didik tipe wholist (menyeluruh) biasanya cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum, kemudian bergerak ke yang lebih khusus (rinci). Sedangkan peserta didik tipe serialist cenderung berpikir secara setahap demi setahap atau linier (algoritmik) (Budiningsih, 2005:88). Dengan demikian, aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran dapat diterapkan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1)
35
menentukan tujuan-tujuan pembelajaran; 2) menentukan materi pembelajaran; 3) mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran; 4) menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik); 5) menyusun materi pembelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya; dan 6) mengkaji materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran (Suciati & Irawan, 2001: 46-47).
b. Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran yang Melandasi Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial
Penerapan
Pembelajaran berbasis komputer model tutorial merupakan pembelajaran dengan
memanfaatkan
multimedia
berbasis
ICT
dalam
implementasi
pembelajaran Geografi. Penggunaan ICT dalam pembelajaran di awali oleh B.F. Skinner
(1954)
dengan
konsep
pembelajaran
terprogram
(programmed
instructions). Tahun 1958 Skinner membuat sebuah mesin pembelajaran (teaching machine). Mesin ini tidak mengajar, tetapi diprogram dengan menggunakan logika tertentu sehingga mesin dapat menyajikan materi pelajaran dan seolah-olah berinteraksi dengan peserta didik. Mesin pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar tingkah laku (behaviorism theory). Menurut teori ini tujuan pembelajaran adalah untuk mengubah tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku harus tertanam dalam diri peserta didik sehingga menjadi suatu kebiasaan. Agar tingkah laku menjadi suatu kebiasaan, perlu diberikan penguatan (reinforcement) berupa
36
pemberitahuan bahwa apa yang dilakukan adalah betul dalam setiap terjadinya perubahan perilaku positif ke arah tujuan yang dikehendaki. Berdasarkan teori tersebut diperoleh prinsip-prinsip pembelajaran sebagai ladasan pemanfaatan pembelajaran berbasis komputer dalam pembelajaran geografi di Madrasah Aliyah. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran tersebut adalah: a) menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku; b) menggunakan prinsip penguatan, yaitu untuk mengidentifikasi aspek paling diperlukan dalam pembelajaran dan untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran; c) mengidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan pembelajaran; dan d) menekankan pada hasil belajar dan perbaikan proses pembelajaran (Warsita, 2008:88-89). Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut maka penerapan program pembelajaran berbasis komputer diarahkan untuk: 1) memperkuat respon peserta didik secepatnya dan sesering mungkin; 2) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontrol laju kecepatan belajar sendiri; 3) peserta didik mengikuti suatu urutan koheren dan terkendalikan; 4) memberikan kesempatan adanya partisipasi dari peserta didik dalam bentuk respon baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan percobaan dan lain-lain (Warsita, 2008:169-170). Aplikasi prinsip-prinsip teori belajar dalam penerapan pembelajaran berbasis komputer model tutorial dalam geografi di atas merupakan hasil pengkajian atas seluruh unsur dan aspek pemanfaatan ICT untuk pembelajaran
37
sehingga bisa didapatkan pegangan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemanfaatan sistem pembelajaran berbasis ICT.
2. Konsep Pembelajaran Konsep pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan menurut Miarso (2004: 528) dibedakan menjadi pembelajaran (instructional) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran merupakan usaha mengelola Iingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik. Istilah mengajar (teaching) sebagai penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik (getting content from the text into the head of learner) dianggap tidak sesuai lagi, sehingga dalam literatur teknologi pendidikan hanya digunakan istilah pembelajaran. Pembelajaran menurut Dick & Carey (1990:2) adalah proses sistematis di mana semua komponen, antara lain guru, siswa, material dan lingkungan belajar merupakan komponen penting untuk keberhasilan belajar. Pembelajaran sebagai sebuah sistem menggunakan pendekatan sistem dalam desain pembelajaran. Dalam pandangan sistem semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah pembelajaran banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitifholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media
38
seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, komputer dan dan sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran (Sanjaya: 2005:78). Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne & Briggs (1979:3), yang menyatakan bahwa: “instructions are a set of event that effect learner in such a way that learning is facilitated”. Sehingga mengajar atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instructions), di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengelola berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne & Briggs (1979:3) menyatakan: Why do we speak of “instruction” rather than “teaching”? It is because we wish to describe all of the events which may have a direct effect on the learning of human being, not just those set in motion by an individual who is teacher. Instruction may include events that are generated by a pade print, by a picture, by television program, or by a combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any these events. Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah teaching menempatkan guru sebagai pemeran utama dalam memberikan informasi kepada siswa, maka dalam istilah instruction guru lebih banyak sebagai fasilitator yang mengelola berbagai sumber belajar untuk dipelajari siswa.
39
Pembelajaran menurut UUSPN No 20 tahun 2003, adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Aktivitas proses pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada perencanaan pembelajaran. Dengan semakin berkembangnya teknologi dalam pembelajaran, pola interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar mengalamai perubahan dari pola pembelajaran yang bersifat tradisional, di mana guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan metode, termasuk dalam menilai kemajuan belajar siswa menjadi guru sebagai facilitator. Hal ini dijelaskan Morris (Rusman, 2009:222) yang mengklasifikasikan empat pola pembelajaran sebagai berikut:
a.
Pola Pembelajaran Tradisional I Merupakan pola pembelajaran dalam bentuk tatap muka antara guru dan
siswa. Dalam pola ini guru bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional, merupakan satu-satunya sumber belajar. Pola ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:
40
Tujuan
Penenetapan Isi dan Metode
Guru
Siswa
Gambar 2.1 Pola Pembelajaran Tradisional I
Contoh:
seorang
guru
yang
mengajar
dengan
metode
ceramah
/tanyajawab. Guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa menggunakan alat bantu media untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan.
b. Pola Pembelajaran Tradisional II Pola pembelajaran tradisional II ini merupakan bentuk tatap muka antara guru dengan murid. Guru dengan menggunakan “ alat bantu audiovisual” untuk membantu kegiatan pembelajaran. Pola ini masih tetap memandang guru sebagai Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber belajar lain (seperti bahan pelajaran, perangkat keras, teknik) yang digunakan sebagai tambahan. Pola ini dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Tujuan
Penerapan dan metode
Guru dengan media
Siswa
Gambar 2.2 Pola Pembelajaran Tradisional II
Contoh: seorang guru yang hanya mengajar dengan menggunakan alat peraga, transparan (OHP). Disamping menerangkan dengan metode ceramah, guru
41
juga mendemonstrasikan dengan alat peraga atau menunjukkan dengan transparan (OHP). Guru yang lebih banyak berbicara menerangkan materi yang berkaitan dengan pokok bahasan saat itu.
c.
Pola Pembelajaran Guru dan Media Pola pembelajaran ini mengandung pemanfaatan sistem pembelajaran
yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana guru terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instruksional. Sebagian besar proses pembelajaran di berikan melalui sistem instruksional yang telah dirancang sebelumnya, dan yang terdiri dari Komonen Sistem Instruksional yang bukan manusia (bahan, peralatan, teknik). Pola ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:
Tujuan
Guru Penerapan dan metode
Siswa
Media
Gambar 2.3 Guru dengan Media
Contoh: seorang guru yang mengajar dengan menggunnakan media komputer, LCD atau media pembelajaran elektronik lainnya, dihadapan siswa. Seorang guru melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar dengan menggunakan media yang sudah dirancangnya sebelumnya. Guru tidak banyak menjelaskan materi pelajaran yang dibahas saat itu, tetapi guru hanya
42
menampilkan materi pelajaran melalui media komputer, LCD atau media elektronik lainnya yang sudah dirancang sebelumnya. Di dalam media pembelajaran tersebut sudah berisi tentang materi pelajaran, penjelasannya dan evaluasi hasil belajarnya.
d. Pola Pembelajaran Bermedia Semakin meningkatnya kebutuhan terhadap kegiatan pembelajaran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, maka semakin dirasakan terbatasnya tenaga pengajar. Dengan demikian, kehadiran guru di kelas dapat digantikan oleh media yang diciptakannya. Media tersebut disebut guru-media. Pola pembelajaran ini meliputi penggunaan sistem pembelajaran lengkap yang hanya terdiri dari pembelajaran bermedia, dimana guru tidak berperan langsung. Pendekatan “media saja” seperti pada gambar berikut:
Tujuan
Penerapan dan metode
Media
Siswa
Gambar 2.4 Pembelajaran Bermedia
Contoh: seorang guru yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh melalui media elektronik seperti TV, Radio atau komputer dll. Guru menyampaikan materi pelajaran, penjelasan dan menyampaikan soal melalui shoting rekaman TV, Radio, CD, Kaset atau memasukan materi pelajaran, penjelasan dan evaluasi belajar kedalam alamat e-mail yang dimilikinya dan di kirim kepada alamat e-mail
43
siswa. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui internet atau alamat e-mail guru atau alamat e-mail yang dimiliki, dan menyampaikan jawaban pertanyaan atau evaluasi belajar kepada guru melaui e-mail atau faximily. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, pembelajaran adalah proses interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses interaksi dalam pembelajaran ini dapat berlangsung dalam beberapa pola pembelajaran, yaitu kurikulum-gurusiswa, kurikulum-guru-media-siswa, kurikulum-guru-media-siswa dan kurikulummedia-siswa.
B. Media Pembelajaran 1.
Pengertian Media Pembelajaran Media merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah
dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Wina Sanjaya dalam buku ”Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan” (2009)
menjelaskan kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam menyampaikan pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran. Media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil pembelajaran secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan mudah (Rohani, 1997: 4).
44
Yudi Munadi (2008: 7) mengungkapkan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Secara umum, ada dua konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966: 3) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televise, buku, Koran, majalah buku dsb. Menurut Rossi alat-alat seperti radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran. Namun demikian media bukan hanya berupa alat dan bahan saja, akan tetapi hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan “A medium, conceived is any person, material or even that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, perlatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, simulasi untuk menambah ketrampilan.
45
Sedangkan Hamalik (2007) mendefinisikan media sebagai tehnik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dengan demikian yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah suatu “alat, sarana” (cetak elektronik) yang dipergunakan untuk menghubungkan siswa dengan substansi bahan ajar yang bertujuan mengoptimalkan pencapaian kompetensi hasil belajar. 2.
Kedudukan Media Dalam Pembelajaran Kedudukan media dalam pembelajaran sangatlah penting bahkan sejajar
dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menutut media yang akan disesuaikan dengan kondisi dalam pembelajaran, baik materi, karakteristik siswa dan bahkan jumlah siswa (kelompok besar, kecil atau individual). Pembelajaran merupakan suatu proses transaksional dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor, maka jika diilustrasikan posisi media sejajar dengan proses komunikasi yang terjadi adalah seperti gambar dibawah ini (Rusman, 2009:153). Komunikator
Pesan
Media
Komunikan
Gambar 2.5 Posisi Media dalam proses komunikasi Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi, komunikasi antara guru dengan siswa untuk menyampikan suatu pesan (materi pembelajaran), untuk
46
proses penyampaian informasi/materi pembelajaran diperlukan media atau sarana untuk membawa informasi tersebut kepada siswa. Rusman (2009: 144) mengemukakan kedudukan media sebagai sumber belajar dapat berfungsi sebagai: a.
Total Teaching Sumber belajar atau media digunakan secara penuh dari awal hingga akhir proses
pembelajaran.
Posisi
guru
hanya
sebagai
fasilitator
dalam
pembelajaran dikelas maupun diluar kelas. b.
Major Resources Sumber belajar atau media digunakan sebagai sumber belajar utama/dominan dalam proses pembelajaran. Posisi guru hanya memperjelas sumber atau media yang digunakan.
c.
Suplement View Posisi sumber belajar atau media pembelajaran hanya sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran, dimana posisi guru lebih banyak sebagai sumber informasi dan sumber/media pembelajaran hanya sebagai pelengkap saja. Rusman (2009:153) mengemukakan dalam proses pembelajaran terdapat tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu: (1) Tingkat pengelolaan informasi, (2) tingkat penyampaian informasi, (3) tingkat penerimaan informasi, (4) tingkat pengolahan informasi, (5) tingkat respon dari peserta didik, (6) tingkat diagnosa dari pengajar, (7) tingkat penilaian dan,(8) tingkat penyampaian hasil. Peranan media dalam pembelajaran dapat ditempatkan sebagai berikut: (1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran, (2) alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut oleh
47
para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa, (3) sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari oleh para siswa baik secara individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya (Rusman 2009: 154). 3.
Pentingnya Media dalam Pembelajaran
Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran. Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan, yang dimaksud dengan dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Bruner (1966: 10-11) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri. Ketiga tingkatan
48
pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, pemahaman, atau sikap) yang baru. Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar ini juga digambarkan oleh Dale (1969) dalam Kerucut Pengalaman (cone experience). Kerucut ini (Gambar 2.6) merupakan elaborasi yang rinci tentang konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Brunner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar sesorang diperoleh melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin keatas dipuncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu.
abstrak
kongkrit
Gambar 2.6 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Cone of Experience) Dasar pengembangan kerucut dibawah ini bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakkan-jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran dan pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang
49
terkandung dalam pengalaman itu. Namun dengan demikian (Sanjaya, 2009: 199) menjelaskan bahwa, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam didasar lautan. Untuk memberikan pengalaman semacam itu, guru memerlukan alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera, memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Oleh sebab itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera pebelajar dengan pemanfaatan berbagai media yang tepat dalam proses pembelajaran.
50
4.
Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
a.
Fungsi Media Pembelajaran Dua sisi penting dari fungsi media dalam proses belajar mengajar dikelas
yaitu: (1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan dan mempercepat keberlangsungan PBM; penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan lengkap; serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; (2) Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian; memelihara keseimbangan mental; serta mendorong belajar mandiri (mempercepat konstruksi dan rekonstruksi) (Arifin, 2000:47). b. Manfaat Media Pembelajaran Kemp & Dayton (1985: 3-4) mengemukakan manfaat media pembelajaran didalam kelas, yaitu: 1.
Penyampaian pembelajaran akan menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar peenyajian melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun para guru menfsirkan isi pelajaran yang berbeda-beda, dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran ini dapat dikurangi sehingga informasi yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.
2.
Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat disosialisasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan ketuntasan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah,
51
penggunaan
efek
khusus
yang
dapat
menimbulkan
keingintahuan
menyebabkan siswa bertanya dan berfikir, yang kesemuanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat. 3.
Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
4.
Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap siswa.
5.
Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilaman integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan jelas.
6.
Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.
7.
Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8.
Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek
52
penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat siswa. Sudjana & Rivai (2009:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: (1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau mengajar pada setiap jam pelajaran;dan (4) Siswa dapat lebih bnayak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) menjelaskan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian siswa. (3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. (4) Memberikan pengalamn nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa. (5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontiniu, terutama melalui gambar hidup. (6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa. (7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan kergaman yang lebih banyak dalam belajar.
53
Arsyad (2007: 26-27) menjelaskan manfaat media pembelajaran sebagai berikut: 1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu: a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model. b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar. c) kejadian langka yang terjadi dimasa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, disamping secara verbal. d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer. e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film dan video. f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses, kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time- lapse untuk film, video, slide, atau simulasi komputer. 4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang. 5.
Jenis-jenis Media Pembelajaran Menurut Brets (Rusman 2009:156) dan Sanjaya (2008:212) terdapat tujuh
klasifikasi media pembelajaran, yaitu: “(1) media audio visual dan gerak, (2) media audio visual diam, (3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media audio, dan (7) media cetak”.
54
Leshin, Pollock dan Reilught (Arsyad, 2007:36-37) mengelompokkan media ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran); (2) media berbasis cetak (buku penuntun, buku latihan, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar;(4) media berbasis audio visual (video, film,televisi) dan (5) media berbasi komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif, video. 6.
Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaan Arsyad (2007:75-76) mengemukakan beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan suatu media, yaitu: a.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, yang secara umum mengacu pada salah satu atau gabungan dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan fisik atau pemakaian prinsip-prinsip sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan tugastugas yang melibatkan pemikiran pada tingkat yang leibh tinggi.
b.
Tepat untuk mendukung isi pembelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. Media yang berbeda misalnya film, grafis dan sejenisnya memerlukan simbol dan kode yang berbeda dan oleh karena itu memerlukan proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar dapat membantu pembelajaran supaya lebih efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
55
c.
Praktis, luwes dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di manapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d.
Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama, apapun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai manfaat media sangat ditentukan oleh kemampuan guru untuk memanfaatkannya.
e.
Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu efektif untk pembelajaran individual. Perlu memilih media yang efektif untuk kelompok besar, sedang dan kecil ataupun individu.
f.
Mutu teknis. Media visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi yang disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang merupakan latar belakang. Anderson (1987:19) menjelaskan langkah-langkah dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu : a) Menentukan tujuan pembelajaran; b) Menentukan metode pembelajaran; c) Menentukan ciri khas pembelajaran; d) Memilih media kategori pertama; e) Menganalisis ciri-ciri atau karakteristik media tersebut; f) Meren-canakan implementasi media
Sanjaya (2009:224) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memilih media dalam proses pembelajaran, yaitu: a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Perlu dipahami tidak ada satupun media yang dapat dipakai cocok untuk semua tujuan. Setiap media memiliki karakteristik tertentu, yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemakaiannya.
56
b. Pemilihan media harus didasarkan pada konsep yang jelas. Artinya pemilihan media tertentu bukan didasarkan pada kesenangan guru atau sekedar selingan dan hiburan, melainkan harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran siswa. c. Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. d. Pemilihan media harus sesuai dengana gaya belajar siswa serta gaya dan kemampuan guru. Oleh sebab itu, guru perlu memahami karakteristik serta prosedur penggunaan media yang dipilih. e. Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran. Sungguhpun demikian pentingnya media pembelajaran dalam suatu peroses pembelajaran, apakah sebagai alat atau sumber belajar, tetapi tidak bisa menggantikan peranan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru adalah suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peranan guru masih tetap diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pembelajaran yang diperlukan oleh peserta didik. Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik tentang apa yang harus dipelajari, bagaimana peserta didik mempelajarinya serta hasil-hasil apa yang diharapkan diperolehnya dari media yang digunakannya. Dengan demikian melalui media pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar peserta didik. 7.
Pemanfatan Komputer sebagai Media Pembelajaran Istilah komputer diambil dari bahasa Latin computare yang berarti
menghitung (to reckon atau to compare). Sedangkan menurut istilah komputer adalah suatu alat elektronik mampu melakukan beberapa tugas, yaitu menerima input, memproses input sesuai dengan instruksi yang diberikan, menyimpan perintah dan hasil pengolahan serta menyediakan output dalam bentuk informasi
57
(Sander. 1985). Seiring dengan perkembangan komputer, penggunaan komputer tidak hanya digunakan untuk keperluan menghitung saja, melainkan juga digunakan untuk berbagai keperluan dalam bidang pendidikan. Pemanfaatan komputer dalam bidang pendidikan mulai berkembang pada awal tahun 1970-an yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual serta melakukan interaksi langsung dengan sumber informasi. Penggunaan komputer dalam pembelajaran banyak diilhami oleh teori operant-conditioningnya B.F.Skinner (Berliner and Gage, 1979:534). Skinner melihat bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh sekolah dalam proses pembelajaran adalah kurangnya reinforcement atau penguatan kepada peserta didik. Dengan adanya reinforcement peserta didik akan lebih termotivasi untuk belajar, karena dalam hal ini reinforcement akan menjadi stimulus atau rangsangan yang diberikan kepada peserta didik agar peserta didik dapat dikondisikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pembelajaran
berbasis
Komputer
akan
memudahkan
pemberian
reinnforcement kepada pemakai program yang dalam hal ini adalah peserta didik yang
belajar
dengan
menggunakan
Pembelajaran
Berbasis
Komputer.
Reinforcement dalam Pembelajaran Berbasis Komputer diberikan dalam bentuk umpan balik (feedback) yang sudah didesain di dalam program Pembelajaran Berbasis Komputer, yang akan muncul ketika peserta didik sudah menyelasaikan materi yang sudah disajikan dalam Pembelajaran Berbasis Komputer, baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian kecil.
58
Penggunaan komputer dalam dunia pendidikan, juga memegang peranan yang cukup sentral dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif berupa penciptaan Pemanfaatan
rangsangan-rangsangan komputer
dalam
yang
memancing
PBM
mempunyai
respon
dan
kelebihan
user. dalam
mempresentasikan grafik dan gambar sebagai bentuk visual yang dapat diamati dan dipelajari siswa, oleh karena itu sangat beralasan jika para pendidik menggunakan komputer untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Donough mengemukakan beberapa keuntungan penggunaan komputer dalam pembelajaran, seperti memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan efek audio visual; membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari, mengaktifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif, membebaskan guru dan tugas berulang, dan menyediakan sumber belajar yang mudah dimodifikasi (Donough, et al, 1994:211). Sementara itu keuntungan pengunaan komputer dalam pembelajaran dikemukakan juga oleh Arsyad (2007: 54), sebagai berikut: a) Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan program yang digunakan. b) Komputer dapat merangsang siswa untuk rnengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme. c) Kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. d) Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan suatu program pengajaran memberi kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perseorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau. e) Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan, peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dan komputer.
59
Selain itu Heinich dalam Johan (2000: 20) mengemukakan keuntungan penggunaan komputer dalam pembelajaran, antara lain: a) Pada umumnya siswa mernpunyai rasa penasaran yang tinggi untuk mencoba sesuatu yang baru termasuk untuk mengemukakan komputer sehingga hal ini membangkitkan motivasi kepada siswa dalam belajar. b) Proses belajar siswa yang lebih sederhana karena pengaturan waktu yang disesuaikan dengan keinginan siswa yang waktunya relatif singkat dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dan memfasilitasi siswa untuk belajar sendiri. c) Kecepatan respon pribadi. terhadap aktivitas belajar yang dilakukan akan menghasilkan penguatan yang tinggi sehingga bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, dapat dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran secara baik. d) Kesabaran memperlihatkan kebiasaan pribadi sehingga melalui program yang dipelajari dapat melengkapi suasana belajar yang lebih positif, terutama dalam membantu anak yang lamban. e) Warna, musik dan grafis animasi dapat. menambahkan kesan nyata dan menuntun dan menuntut latihan, kegiatan laboratorium, simulasi, dan sebagainya. f) Kapasitas memori dan komputer memungkinkan perekaman penampilan siswa pada waktu yang lampau dan dipakai dalam memecahkan langkahlangkah selanjutnya dikemudian hari. g) Karena kemampuan daya rekam yang tinggi maka kemungkinan pengajaran secara individual dapat dilaksanakan, pemberian perintah secara individual dapat disiapkan untuk semua siswa sehingga kemajuan belajar siswa dapat dipantau dan diawasi secara berkelanjutan. h) Waktu pengawasan guru terhadap materi yang diberikan dengan mudah diatur dan dirancang oleh guru sehingga membantu pengawasan yang lebih dekat kepada kontak langsung dengan siswa. i) Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata berbentuk komunikasi verbal melalui lisan guru. j) Pembelajaran bersifat individual sehingga dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing. k) Siswa dapat mempelajari materi secara berulang-ulang. l) Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. m) Dalam pengerjaan soal latihan dengan komputer adanya umpan balik dengan segera.
60
Meskipun banyak kelebihan atau keuntungan dan penggunaan media komputer, namun bukan berarti media komputer tidak mempunyai kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaan maupun pengadaannya, karena komputer pada dasarnya merupakan hasil dan inovasi-inovasi teknologi yang mempunyai kelemahan terutama dalam bidang pendidikan, di antaranya: a)
Untuk pengadaan perangkat komputer memerlukan dana investasi yang relatif cukup besar, sehingga hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan bagi pihak sekolah khususnya untuk memperhitungkan secara hati-hati segi guna dan manfaatnya
dalam
meningkatkan
kualitas
pembelajaran,
selain itu biaya pemeliharaan yang kadang-kadang lebih mahal dan biaya pengadaannya. b) Tidak semua materi yang diberikan pada PBM dapat disampaikan secara teliti oleh komputer kepada siswa secara mandiri. c)
Diperlukan tenaga ahli pemograman yang dapat bekerja sama dengan guru untuk membuat program yang sesuai dengan kebutuhan PBM, karena tidak semua guru dapat membuat progam pembelajaran tersebut.
d) Untuk mengoperasikan program, siswa diharuskan mempunyai keterampilan khusus
dalam
menggunakan
komputer,
sehingga
tidak
semua
siswa dapat menjalankan program secara mandiri. e)
Perangkat keras (hardware) komputer yang bermacam-macam menyebabkan beberapa
perangkat
lunak
perangkat keras yang tersedia.
(software)
tidak
cocok
dengan
61
f)
Penggunaan komputer hanya efektif bila digunakan secara mandiri atau beberapa orang dalam kelompok yang kecil. Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Komputer
sebagai alat, mengandung arti bahwa komputer merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran, sedangkan komputer sebagai tutor mengandung arti bahwa komputer mengganti peranan guru dalam mengajar, mempresentasikan informasi, menguji melalui pertanyaan dan memberikan umpan balik seperti dalam pembelajaran berprograma atau melibatkan siswa dalam simulasi atau permainan.
C. Pembelajaran Berbasis Komputer 1.
Komputer sebagai Multimedia Pembelajaran Interaktif Multimedia sering diartikan sebagai gabungan dari banyak media atau
setidak-tidaknya terdiri lebih dari satu media. Multimedia didefinisikan oleh Haffost (Feldmans, 1994) sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, fotografi, grafik dan animasi dengan suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer. Sejalan dengan hal itu Thompson (1994) mendefinisikan multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi, suara secara interaktif. Multimedia adalah dasar dari teknologi modern yang meliputi suara, teks, video, gambar, dan data (Munir, 2008: 233). Multimedia dinyatakan Rosc (1996) sebagai kombinasi dari komputer dan video, atau kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (Cormick, 1996) yang diperkuat pernyataan Turban dkk (2002) yang menyatakannya sebagai kombinasi
62
dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, vide teks, grafik dan gambar. (Suyanto, 2005: 2020 21). Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa Multimedia disimpulkan sebagai perpaduan dari berbagai media yang berupa teks, grafik,, gambar, suara, video, animasi dalam satu software s pembelajaran yang interaktif (Munir, 2008: 234). Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang secara bersama-sama sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan perangkat keras eras yang masing-masing masing masing tetap menjalankan fungsi utamanya sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu. Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:
Gambar 2.7 Konsep Multimedia (Munir, 2008:234) Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai media tentunya tidak lepas kaitannya dengan elemen-elemen elemen elemen atau objek pendukungnya. Menurut Sutopo (2003 : 8), objek multimedia terbagi menjadi :
63
a. Teks Menurut Sutopo (2003: 8) teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan informasi berbasis multimedia. Dalam kenyataannya multimedia menyajikan informasi kepada audiens dengan cepat, karena tidak diperlukan membaca secara rinci dan teliti. Menurut Hofstetter adalah kebanyakan sistem multimedia dirancang dengan menggunakan teks karena teks merupakan sarana yang efektif untuk mengemukakan ide-ide dan menyediakan instruksi-instruksi kepada user (pengguna). b. Image/grafik Menurut Sutopo (2003 : 9), secara umum image atau grafik berarti still image (gambar tetap) seperti foto dan gambar. Manusia sangat berorientasi pada visual, dan gambar merupakan sarana yang sangat baik untuk menyajikan informasi. c. Animasi Menurut Sutopo (2002: 2), animasi adalah pembentukan gerakan dari berbagai media atau objek yang divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek, juga suara yang selaras dengan gerakan animasi tersebut atau animasi merupakan penayangan frame-frame gambar secara cepat untuk menghasilkan kesan gerakan. Konsep dari animasi adalah menggambarkan sulitnya menyajikan informasi dengan satu gambar saja atau sekumpulan gambar.
64
d. Audio/Suara Menurut Sutopo (2003 : 13), penyajian audio atau suara merupakan cara lain untuk lebih memperjelas pengertian suatu informasi. Contohnya, narasi merupakan kelengkapan dari penjelasan yang dilihat melalui video. Suara dapat lebih menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik dan suara efek (sound effect). e. Video Menurut Sutopo (2003: 279), video merupakan elemen multimedia paling kompleks karena penyampaian informasi yang lebih komunikatif dibandingkan gambar biasa. Walaupun terdiri dari elemen-elemen yang sama seperti grafik, suara dan teks, namun bentuk video berbeda dengan animasi. Perbedaan terletak pada penyajiannya. Dalam video, informasi disajikan dalam kesatuan utuh dari objek yang dimodifikasi sehingga terlihat saling mendukung penggambaran yang seakan terlihat hidup. f. Interactive Link Menurut Sutopo (2002: 220), sebagian dari multimedia adalah interaktif, dimana pengguna dapat menekan mouse atau objek pada screen seperti button atau teks dan menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interactive link dengan informasi yang dihubungkannya sering kali dihubungkan secara keseluruhan sebagai hypermedia. Interactive link diperlukan bila pengguna menunjuk pada suatu objek atau button agar dapat mengakses program tertentu. Interactive link diperlukan untuk menggabungkan beberapa elemen multimedia
65
sehingga menjadi informasi yang terpadu. Cara pengaksesan informasi pada multimedia terdapat dua macam, yaitu linier dan non-linier. Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar. Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk media di dalamnya. Bentuk
penggunaan
komputer
dalam
pembelajaran
sebagaimana
dikemukakan Rusman (2009: 176) diantaranya adalah Multimedia Interaktif. Multimedia Interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah, sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Sifat media ini selain interaktif juga bersifat multimedia dan terdapat unsur- unsur media secara langkap yang meliputi sound,
animasi, video, teks, dan grafis. Beberapa model
multimedia interaktif berbasis komputer (Rusman, 2009: 176), diantaranya sebagai berikut: •
Model Drill and Practice: model ini berupa latihan-latihan soal yang dibuat secara interaktif melalui piranti komputer.
•
Model Tutorial: CBI model tutorial merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang berisi tujuan, materi pelajaran, pengorganisasian materi, latihan dan evaluasi. Sifat dari model tutorial ini adalah mastery learning, yaitu menuntut ketuntasan belajar.
•
Model Simulasi: model Simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar
66
yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan–tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya. •
Model Games Instruction: model permainan ini dikembangkan berdasarkan “ pembelajaran menyenangkan”, di mana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan. Pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu pemanfaatan e-
learning dalam pembelajaran. Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran dalam pendidikan di atas pada prinsipnya membantu para guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dikelas. Penggunaan komputer dalam pembelajaran biasanya dapat dimanfaatkan dalam dua bentuk pembelajaran yaitu Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Bassed Instruction (CBI). Kedua bentuk pembelajaran
model ini mengharuskan setiap siswa untuk
berinteraksi dengan perangkat komputer dan software program. Perbedaan yang mendasar adalah adalah keluasan fungsinya. Dalam pembelajaran dengan bantuan komputer (CAI), perangkat lunak yang digunakan berfungsi untuk membantu proses pembelajaran, seperti sebagai alat multimedia, sebagai alat bantu didalam demonstrasi atau sebagai alat bantu di dalam latihan. Sedangkan pembelajaran berbasis komputer (CBI), perangkat lunak selain dimanfaatkan sebagai fungsi CAI juga dapat dimanfaatkan sebagai sistem pembelajaran individual (Rusman, 2009: 281). Berdasarkan peranan komputer dalam bidang pendidkan itu, maka komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang sangat efektif digunakan dalam proses pembelajaran, baik sebagian maupun secara keseluruhan.
67
2.
Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial Dalam pembelajaran berbasis komputer, sebagaimana dikatakan Rusman
(2009: 283-304) ada empat model yang biasa digunakan yaitu: model tutorial, model drill, model simulasi, dan model games. Berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan mengenai penerapan pembelajaran berbasis komputer model tutorial, maka akan dijelaskan secara lebih terperinci tentang model yang digunakan yaitu model tutorial. a.
Konsep Pembelajaran Tutorial Berdasarkan asal kata, tutorial dapat diartikan dalam dua bentuk kata,
yaitu kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda tutorial berarti pelajaran pribadi, guru pribadi, pengajaran tambahan sedangkan sebagai kata kerja tutorial berarti mengajar di rumah, mengajar ekstra, memberi les, pengajaran tambahan, pengajaran pribadi (Sadily, 1996: 608). Tutorial secara istilah adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan dan motivasi agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal (Hamalik, 2003: 73). Pemberian bimbingan berarti membantu para siswa memecahkan masalahmasalah belajar. Pemberian bantuan berarti membantu siswa dalam mempelajari program. Pemberian petunjuk berarti memberikan cara belajar agar siswa lebih belajar secara efektif dan efisien. Pemberian arahan berarti mengarahkan para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan dan pemberian motivasi berarti memberikan semangat untuk lebih mengikuti pembelajaran yang diterapkan.
68
Definisi tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer sebagaimana diungkapkan Rusman (2011: 300) adalah sebagai bentuk pembelajaran khusus dengan pembimbing yang terkualifikasi, dengan menggunakan software berupa program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai bahan atau materi pelajaran yang sedang dipelajari. Komputer sebagai tutor berorientasi pada upaya membangun perilaku siswa melalui penggunaan komputer. Menurut (Rusman, 2011 : 302) secara sederhana pola-pola pengoperasiannya adalah sebagai berikut : 1) komputer menyajikan materi; 2) siswa memberikan respon; 3) respon siswa dievaluasi oleh komputer dengan orientasi pada arah siswa dalam menempuh presentasi berikutnya; 4) melanjutkan atau mengulangi tahapan sebelumnya. Tutorial dalam program pembelajaran dengan bantuan komputer ditujukan sebagai pengganti manusia yang proses pembelajarannya diberikan lewat teks atau grafik pada layar yang menyediakan poin-poin pertanyaan atau permasalahan, jika respon siswa benar, komputer akan bergerak pada pembelajaran berikutnya, jika respon siswa salah komputer akan mengulangi pembelajaran sebelumnya atau bergerak pada salah satu bagian tertentu pembelajaran ulang tergantung pada kesalahan yang dibuat. Trollip dan Allessi (1995:66) menyebutkan bahwa terdapat delapan identitas dari model tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer yaitu: (1) Pengenalan, (2) Penyajian informasi, (3) Pertanyaan dan respon (4) Penilaian respon, (5) Pemberian umpan balik (feedback) tentang respon, (6) Pembetulan (7) Segmen pengaturan pelajaran, dan (8) Penutup.
69
Perkembangan teknologi komputer membawa banyak perubahan pada sebuah program seharusnya didesain terutama pada upaya menjadikan teknologi ini mampu memanipulasi keadaan sesungguhnya. Penekanannya terletak pada upaya yang berkesenambungan untuk memaksimalkan aktivitas belajar-mengajar sebagai interaksi kognitif antara siswa, meteri subjek, dan komputer yang diprogram. Adapun fungsi tutorial menurut Rusman (2009: 291), yaitu sebagai berikut: 1) Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengkomunikasikannya kepada siswa; 2) Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan ditetapkan; 3) Diagnnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalah dalam pembelajaran berbasis komputer berdasarkan hasil penilaian, baik formatif maupun sumatif, sehingga siswa mampu membimbing diri sendiri; 4) Administratif, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian dan teknis admistratif lainnya sesuai dengan tuntutan program CBI; dan 5) Personal, yakni memberikan keteladanan kepada siswa seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap dan prilaku yang secara tidak langsung menggugah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.
70
Sedangkan tujuan pembelajaran model tutorial, yaitu sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang dimuat dalam software pembelajaran: melakukan usaha-usaha pengayaan materi yang relevan; (2) Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri; dan (3) Untuk meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri dan menerapkannya pada masing-masing CBI yang sedang dipelajari.
b. Flowchart Model Tutorial Untuk menuangkan dialog ke dalam program dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya dengan didahului pembuatan rancangan dalam bentuk bagan alur (flowchart), baik berupa gambaran umum, maupun dalam bentuk sedikit lebih rinci namun tidak terlalu mendalam. Contoh flowchart pembelajara berbasis komputer model tutorial adalah sebagai berikut:
71
Start
Title Page Direction Menu
Student choice
Content First Question
Second Question Third Question
All Correction
How Glacier are Formed More The Formation of Glaciers Question
Correction Yes
No
Remedian Information
Exit
Gambar 2.8 Flowchart CBI Model Tutorial dalam (Rusman, 2009: 293).
72
c.
Langkah-langkah Produksi CBI Model Tutorial
1) Perencanaan Produksi Model Tutorial a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Tutorial b) Perencanaan Program PBK Tutorial • Pendahuluan • Tujuan (SK-KD-Indikator) • Treatment, dan • Storyboard c) Flowchart PBK Model Tutorial 2) Proses Produksi Program Tutorial Setelah membuat perencanaan pengembangan program tutorial, langkah selanjutnya yang harus ditempuh adalah proses produksi. Disinilah seorang programmer
program
pembelajaran
harus
“mengerahkan”
seluruh
kemampuannya untuk menghasilkan program yang layak dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Pada tahap proses produksi program Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial, beberapa tahapan model tutorial yang terdiri dari: 1) Pendahuluan (Introduction), meliputi: a) Judul Program (Title Page) Suatu program Tutorial diawali dengan tampilnya halaman judul yang dapat menarik perhatian siswa. Judul program merupakan bagian penting untuk memberikan informasi kepada siswa tentang apa yang akan dipelajari dan disajikan dalam program tutorial ini.
73
b) Tujuan Penyajian (Presentation of Objektif) Pada bagian ini disajikan tujuan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang akan dicapai melalui program CBI model tutorial. c) Petunjuk (Direction) Petunjuk berisi informasi cara menggunakan program yang di buat, diusahakan agar siswa mampu mengoperasikan program tersebut. d) Stimulsi Prioritas Pengetahuan (Stimulating Prior Knowledge) Prioritas pengetahuan berguna sebagai appersepsi. Dalam program tutorial bentuk stimulasi prioritas pengetahuan dapat berupa sinopsis dari materi yang terdapat dalam program. e) Inisial Kontrol ( Initial Student Control) Tampilan Inisial kontrol berisi pilihan bagi siswa untuk meggunakan program. 2) Penyajian Informasi (Presentasion of Information) a) Mode penyajian atau presentasi Presentasi merupakan bentuk penyajian informasi/ materi yang dibuat. Model umum dari penyajian informasi biasanya mempergunakan informasi visual seperti teks, gambar, grafik, foto dan Image yang dianimasikan. b) Panjang Teks Penyajian ( Length of Text Presentation ) Panjang teks dalam program yang dibuat harus benar-benar diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas program tersebut. Setiap presentasi
74
harus sesingkat mungkin untuk memberikan tambahan frekuensi interaksi siswa, selain itu, harus memperhatikan keseimbangan antara teks yang disajikan dengan kemampuan monitor untuk menyajikannya. c) Grafik dan Animasi Pembuatan grafik dan animasi dalam program yang dibuat ditujukan untuk menambah pemahaman siswa terhadap materi dan fokus informasi pada materi yang disajikan. Grafik digunakan sebagai informasi, analogi atau mnemonik sebagai isyarat. Grafik dan animasi sangat efektif untuk menambah sistem belajar dengan komputer. d) Warna dan Penggunaanya Penggunaan warna sangat berhubungan dengan presentasi grafik, seperti halnya grafik, warna dapat digunakan secara efektif untuk sistem belajar. Penggunaan warna yang sesuai akan berguna untuk menarik perhatian dan memfokuskan siswa. Warna harus berfungsi sebagai acuan, bukan sebagai bagian yang diutamakan dalam proses, pembelajaran. Penggunaan warna pada program tutorial harus konsisten dengan penggunaan yang umum dilingkungan sekitar. e) Penggunaan Petunjuk Petunjuk digunakan untuk memandu siswa dan memberikan arahan tentang apa yang harus dilakukan siswa.
75
3) Pertanyaan dan Respon-respon (Question of responses) Adanya pertanyaan dalam program tutorial dimaksudkan agar siswa selalu memperhatikan materi yang dipelajarinya, serta untuk menilai sejauhmana kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami pelajaran tersebut. Pertanyaan yang diberikan dapat berbentuk benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda atau dalam bentuk jawaban singkat, sedangkan respon diberikan untuk menganalisis jawaban yang diberikan siswa. 4) Penilaian Respon (Judging of responses) Penilaian jawaban merupakan proses mengevaluasi respon agar feedback dapat diberikan siswa. Fungsi penilaian berfungsi untuk mengevaluasi hasil belajar siswa serta membuat keputusan apakah proses belajar dapat dilakukan ke proses berikutnya atau diulang kembali. 5) Pemberian balikan respon (Providing feedback about responses) Feed back atau umpan balik diberikan sebagai reaksi terhadap respon yang diberikan siswa. Umpan balik dapat berupa pesan - pesan dalam bentuk teks dan bentuk ilustrasi grafik. Fungsi adanya umpan balik adalah untuk menginformasikan apakah respon yang diberikan siswa tepat atau tidak. Jika respon yang diberikan siswa benar program akan memberikan reinforcement (penguatan) bagi siswa, namun jika respon siswa salah, maka program akan memberikan keterangan punishment (hukuman) bahwa respon yang diberikannya salah.
76
6) Pengulangan (Remediation) Penyajian materi kembali bagi siswa yang belum memahami materi yang dipelajarinya. Prosedur pengulangan yang paling umum adalah mengulangi informasi yang pemah dilihat siswa. 7) Segmen Pengaturan Pelajaran (Sequencing Lesson Segment) Program Tutorial pola dasarnya mengikuti pola pengajaran berprograma tipe branching. Pencabangan diatur sebelumnya dan dibuat dengan menu yang banyak pilihan. 8) Penutup (Closing) Penutupan tutorial dilengkapi dengan ringkasan tentang informasi pelajaran. Ringkasan dapat berupa poin-poin utama, sebuah paragraf tentang tujuan pembelajaran. Jika program sudah mengumpulkan tentang data kemampuan hasil belajar siswa dan rekomendasi untuk pembelajaran selanjutnya.
77
d. Karakteristik Model Tutorial Henich (1995:243) mengemukakan bahwa pemanfaatan model tutorial dalam Computer Assited Instruction (CAI) adalah: Tabel 2.1 Karakteristik Model Tutorial Diskripsi
Peran Guru
Peran Komputer
Peran siswa
Menampilkan informasi yang baru
Menyeleksi materi pelajaran
Menampilkan informasi/materi pelajaran
Menganjarkan konsep dan prinsip
Mengadaptasi perintah
Menjawab pertanyaan
Berinteraksi dengan komputer Melihat hasil akhir Menjawab pertanyaan
Menyediakan perintah remedial
Memonitoring kemajuan siswa
Memonitoring respon siswa
Menanyakan pertanyaan
Aplikasi /contoh Pelatihan eller bank
Prosedur kesehatan Pelajaran keagamaan
Menyediakan umpan balik dalam bentuk remedial Merangkum poinpoin yang utama/penting Selalu merekam
e.
Keuntungan dan Kekurangan Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial
1) Keuntungan Model Tutorial Keuntungan dari model tutorial diantaranya adalah: a)
Adanya penilaian atas hasil jawaban siswa yang dapat ditunjukkan kepada siswa dan guru, sehingga menjadi landasan untuk evaluasi.
78
b) Adanya pengulangan materi, sehingga siswa betul-betul dapat menguasai materi c)
Lebih individualized, sehingga siswa dapat belajar tanpa harus selalu didampingi oleh guru.
d) Dapat memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak. e)
Memberikan pengalaman yang konkrit untuk menghindari verbalisme.
2)
Kelemahan Model Tutorial
a)
Feedback pada umumnya hanya ada dalam bentuk salah atau benar, tidak ada penjelasan
mengenai
jawaban
yang
benar,
ataupun
dimana
letak
kesalahannya. b) Biasanya jenis jawaban sangat kaku dan singkat, khususnya dalam hal salah ejaan atau tulisan.
D. Hakekat Mata Pelajaran Geografi 1.
Pengertian Mata Pelajaran Geografi Sumaatmadja
(1997:12)
menyatakan
bahwa
“pengajaran
geografi
hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya”. Secara sederhana pembelajaran Geografi adalah geografi yang diajarkan di tingkat sekolah dasar dan menengah, karena itu penjabaran konsep-konsep, pokok bahasan dan sub pokok bahasan harus disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat
79
pengalaman dan perkembangan mental anak pada jenjang-jenjang pendidikan yang bersangkutan. Sementara itu melalui Seminar Lokakarya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Geografi di Semarang Tahun 1988, telah merumuskan konsep Geografi sebagai berikut :” Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan”. Konsep Geografi tersebut secara jelas menegaskan bahwa yang mejadi objek studi Geografi tidak lain adalah geosfer yaitu permukaan bumi yang hakikatnya merupakan bagian dari bumi yang terdiri atas atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), hidrosfer (lapisan air, perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Dengan demikian dapat diketengahkan disini bahwa pengajaran Geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang aspekaspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya.
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan.Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.
80
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat,tempat dan lingkungan pada muka bumi.Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.
2.
Tujuan Mata Pelajaran Geografi di MA Mata pelajaran Geografi di SMA/MA sebagaimana dalam rumusan
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a.
Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan.
b.
Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.
81
c.
Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
3.
Ruang Lingkup Mata Pelajaran Geografi Menurut Sumaatmadja (1997:12) ruang lingkup pengajaran geografi
meliputi : (1) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia. (2) Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya. (3) Interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat dipermukaan bumi. (4) Kesatuan regional yang merupakan perpaduan antara darat, perairan dan udara diatasnya. Ruang lingkup inilah yang memberikan ciri dan karakteristik terhadap pengajaran geografi. Apapun yang akan diproses pada pengajaran geografi, materinya selalu digali dari permukaan bumi pada suatu lokasi untuk mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas pada wilayah yang bersangkutan sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografis pada lokasi yang bersangkutan. Sedangkan secara khusus ruang lingkup mata pelajaran Geografi di SMA/MA sebagaimana dalam rumusan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar geografi. (2) Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer serta pola
82
persebaran spasialnya. (3) Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya. (4) Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya. (5) Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang. (6) Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi. (7) Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra pengideraan jauh. 4.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Geografi di SMA dan MA Menurut Diknas (2003) standar kompetensi mata pelajaran adalah
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran geografi di SMA dan MA. a.
Memahami ciri-ciri fisik dan sosial budaya secara keruangan.
b.
Memahami interaksi antara lingkungan fisik dan sosial budaya wilayah tertentu.
c.
Menggunakan konsep wilayah dalam menginterperetasikan keragaman bumi.
d.
Menggunakan peta dan tampilan geografis lainnya untuk mengelola informasi fisik dan sosial budaya dalam konteks keruangan.
83
E. Hasil Belajar 1.
Pengertian Hasil Belajar Sudjana (2009:22) mendefenisikan hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan perubahan pada diri pembelajar karena mengalami proses belajar. Pendapat lain dikemukakan oleh Purwanto (2009: 44), hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Perubahan-perubahan
tersebut
dapat
ditunjukkan
diantaranya
dari
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu obyek. Perubahan dari hasil belajar ini dalam Taxonomy Bloom dikelompokkan dalam tiga ranah (domain), yakni: (1) domain kognitif atau kemampuan berfikir, (2) domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor atau keterampilan. Selanjutnya Wahidmurni (2010: 18-23) mengemukakan bahwa peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika pada diri mereka telah terjadi perubahan dari minimal salah satu aspek diatas. Tiap-tiap aspek belajar memiliki beberapa tingkatan sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin Bloom sebagai berikut:
84
Tabel 4.2 Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomy Bloom TingCognitive Domain Affective Domain Psychomotor Domain katan 1. Knowledge (C1) Receiving (A1) Perception (P1) 2. Comprehension (C2) Responding (A2) Set (P2) 3. Application (C3) Valuing (A3) Guided response (P3) 4. Analysis (C4) Organization (A4) Mechanism (P4) 5. Synthesis (C5) Characterization Complex overt (A5) response (P5) 6. Evaluation (C6) Adaption (P6) 7. Origination (P7)
Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap peserta didik untuk memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang dituntut semakin tinggi pula tingkat kekomplekkan jawaban atau respon yang dikehendaki. Berdasarkan Masing-masing ranah atau domain diatas dapat digambarkan sebagai tangga dan dalam setiap tangga terdapat anak tangga sejumlah tingkatan yang ada dalam setiap ranah atau domain sebagai berikut:
C6 C5 C4 C3 C2 C1
Gambar 4.7 Tingkatan Anak Tangga Cognitive Domain
85
Berdasar gambar diatas menjadi semakin jelas bahwa untuk mencapai anak tangga yang lebih atas, maka harus melewati anak tangga yang ada dibawahnya. Hal ini juga berlaku bagi ranah atau domain yang lainnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini mengarah pada ranah kognitif. Ranah kognitif mengarah pada taksonomi Bloom. Secara hirarkis, perilaku kognitif mencakup 6 tahapan kemampuan yakni : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Hasil belajar dalam pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa fungsi, seperti yang diungkapakan oleh W.S. Winkel (1985:13) yaitu: (1) Hasil belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik; (2) Hasil belajar sebagai lambang pemusatan hasrat keingintahuan; (3) Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan; (4) Hasil belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari situasi institusi pendidikan; (5) Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap kecerdasan anak didik.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, diambil kesimpulan bahwa hasil belajar
siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
dalam memahami berbagai konsep atau materi yang diberikan khususnya pada pada ranah kognitif, dan itu ditunjukkan dengan kemampuan menjawab
86
pertanyaan dengan benar pada pretes dan postes dengan alat evaluasi yang disusun dan dikembangkan sebagai instrumen penelitian. Dengan kata lain, hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pelajaran komputer yang dilihat dari gain atau selisih nilai pretest dan nilai postest dalam bentuk angka. 2.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Bloom
dalam Susilana (2006:102) terbagi menjadi dua yaitu faktor eksternal atau faktorfaktor yang berada dalam diri siswa, dan faktor internal atau faktor-faktor yang berada diluar diri siswa. Lebih jelasnya menurut Gagne sebagaimana dikutip Bell-Gredler (1986:120), menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu : a.
Kondisi
eksternal
yaitu
stimulus
dari
lingkungan
dalam
kegiatan
pembelajaran, b.
Kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa dan,
c.
Hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap dan strategi kognitif. Each of the five verieties of learning is acquired in different way.That is, each requires a different set of prerequisite skills and a different set of cognitve-processing step. These requirements are referred to by Gagne (1977a) as the internal conditions of learning. Gagne (1977a) also describes the types of enviromental stimuli that are required to support the learner’s cognitive processes during learning. These particilar stimuli are referred to as the external conditions of learning.
87
Hasil belajar ini dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal dalam pembelajaran. Kondisi internal menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif yang dilakukan siswa, kondisi internal yang dimaksud yaitu kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri. Secara psikologi perkembangan, mempelajari
prilaku
dan
karakteristik
individu
dalam
berbagai
tahap
perkembangan. Masa sebelum lahir (prenatal), Masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak kecil, masa anak sekolah dasar, masa remaja awal, remaja tengah dan adolesen, masa dewasa muda, dan dewasa tua, serta masa usia lanjut. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang kompleks, oleh karena itu dalam mengembangkan materi pelajaran hendaknya guru memperhatikan perkembangan peserta didik. Sebagai individu peserta didik mempunyai perbedaan-perbedaan, walaupun secara garis besar struktur manusia sama. Kesamaan tersebut meliputi jasmani dan rohani (fisik dan psikis) yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Namun demikian secara psikologis pria dan wanita itu berbeda, bukan hanya sekedar jenis kelaminnya saja. Menurut Sukmadinata (2009a: 25) “perbedaan jenis kelamin tidak hanya membawa perbedaan dari segi fisik tetapi juga segi kerohanian”. Psikologi ini mempelajari kondisi dan ciri-ciri yang khas dari kedua jenis kelamin. Wanita dan pria secara kodrat berbeda, keduanya memiliki ciri-ciri yang berbeda, dalam hal-hal tertentu kemampuan keduanya juga berbeda. Perbedaan ini bukan hanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kodrati tetapi juga karena adanya perbedaan fungsi dalam kehidupan. Sedangkan Kondisi eksternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan
88
belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan, memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan masyarakat. Menurut Sukmadinata (2009a:163) Faktor-faktor fisik dan sosial psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar anak. Termasuk faktor fisik dalam lingkungan keluarga adalah: ekonomi keluarga yaitu keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana belajar yang ada, suasana dalam rumah apakah tenang atau banyak kegaduhan, juga suasana lingkungan disekitar rumah. Hasil belajar merupakan hasil interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal yang berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap dan strategi kognitif, berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari dari faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern terdiri atas faktor keluarga, sekolah,dan masyarakat. 3.
Pengkuran Hasil Belajar Menurut Sudjana (2009:2), penilaian adalah suatu kegiatan atau tindakan
untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar. Alat penilaian hasil belajar dapat berupa tes dan non tes. Kategori tes seperti tes lisan dan tes tulisan (objektif atau esay), sedangkan kategori non tes
89
meliputi observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus dan checklist. Pada proses pembelajaran, alat ukur yang umumnya digunakan guru untuk mengukur hasil belajar siswa adalah Tes Hasil Belajar (THB). Menurut Purwanto (2009:66), THB merupakan tes penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi tersebut. Bentuk tes yang paling sering digunakan guru adalah tes objektif pilihan ganda. Menurut Sudjana (2009:49), kelebihan bentuk soal ini adalah : (1) materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran yang diberikan, (2) jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban, dan (3) jawaban untuk setiap jawaban sudah pasti benar sehingga penilaian bersifat objektif. Sedangkan kelemahannya adalah : (1) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar, dan (2) proses berfikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2004:100), ada dua jenis tes hasil belajar, yaitu tes baku (standardized test) yang dibuat para ahli dan tes tidak baku (buatan guru atau peneliti). Tes buatan peneliti sekalipun tidak baku tetap dapat digunakan dalam penelitian asalkan telah memenuhi persayaratan validitas dan reliabelitas. Menurut Sukmadinata (2009b:229), beberapa validitas yang harus diperhatikan peneliti adalah validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria. Validitas isi (content validity) berkenaan dengan isi dari instrumen. Pengujian validitas isi bertujuan untuk memastikan apakah isi instrumen
90
mengukur secara tepat keadaan yang akan diukur. Menurut Purwanto (2009:120121), pengujian valisitas isi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) Telaah butir (item review) yaitu dengan mencermati kesesuaian isi butir yang ditulis dengan perencanaan yang dituangkan dalam kisi-kisi. Apabila butir-butir telah sesuai dengan kisi-kisi maka instrumen dikatakan valid. (2) Pertimbangan ahli (expert judgement). Ahli disini berarti orang yang memahami atau memiliki kompetensi dibidang instrumen penelitian. (3) Pertimbangan profesonal (Professional judgmenet), yaitu meminta pertimbangan orang yang menekuni bidang tertentu seperti dokter, guru, mekanik, dan lain-lain. (4) Pertimbangan beberapa orang yang memiliki kompetensi untuk memberikan penilaian (interrater judgement). Validitas konstruk (construct validity) berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik psikologis aspek yang akan diukur dengan instrumen. Pengujian ini bertujuan untuk melihat kesesuai konstruksi butir yang ditulis dengan kisi-kisinya. Menurut Purwanto (2010:125), metode yang dapat digunakan adalah metode telaah butir. Metode ini dilakukan denga mencermati kesesuaian penempatan butir-butir dalam faktornya dari sisi konstruksinya. Instrumen dikatakan valid apabila konstruksinya sesuai dengan kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Validitas criteria (criterion validity) berkenaan dengan tingkat ketepatan instrumen mengukur segi yang akan diukur yaitu hasil belajar siswa. Pengujiannya dilakukan dengan cara membandingkan instrumen dengan kriteria tertentu di luar instrumen. Validitas kriteria dibedakan menjadi validitas konkuren
91
dan validitas prediktif. Validitas konkuren dilakukan dengan cara membandingkan instrumen yang dibuat dengan instrumen yang sudah ada sebelumnya, misalnya hasil pengujian intrumen yang dibuat dengan hasil ulangan harian yang sesuai dengan materi yang diujikan. Validitas prediktif dilakukan dengan cara membandingkan instrumen yang dibuat dengan yang belum ada sehingga pembandingnya harus diprediksi terlebih dahulu. Misalkan saja menguji reliabelitas instrumen tes seleksi siswa baru, kita membandingkan hasil ujicobanya dengan hasil tes ulangan harian yang kira-kira materinya sama karena hasil tes seleksi siswa baru belum ada. Di dalam penelitian ini, validitas criteria diabaikan dengan asumsi bahwa jika tes telah valid secara konten dan konstruk maka instrumen tersebut akan tepat mengukur apa yang akan diukur. Syarat tes hasil belajar berikutnya adalah reliabel. Menurut Purwanto (2009:153-154), reliabelitas berasal dari kata rely yang artinya percaya dan reliabel yang artinya dipercaya. Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan dan konsistensi. Tes hasil belajar dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan hasil pengukuran yang relatif tetap dan konsisten. Menurut Sukmadinata (2009b:229), reliabilitas berkenaan dengan keajegan atau ketepatan hasil pengukuran Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap yang dihitung dengan koefesien reliabilitas.