10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya Menurut data yang peneliti dapatkan pada skripsi, jurnal, dan hasil penelitian di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Udayana, belum ditemukan penelitian mengenai penggunaan setsuzokushi [ga] dan [keredomo] dalam novelet Kappa karya Akutagawa Ryunosuke. Penelitian tentang setsuzokushi peneliti temukan di beberapa skripsi, antara lain sebagai berikut. Oktarina (2010) memfokuskan penelitian pada setsuzokujoshi {-temo} dan {noni}. Teori yang digunakan adalah teori pembentukan kata oleh Tsujimura (1996), teori tentang hubungan antarklausa yang dikemukakan oleh Arifin dan Junaiyah (2009), juga teori tentang makna gramatikal oleh Djajasudarma (1993). Hasil akhir yang diperoleh adalah pada proses penggabungan {-temo} dengan kata, baik dengan verba, adjektiva, maupun nomina terjadi proses yang berbeda karena adanya perbedaan perubahan konjugasi. Struktur kalimat
yang
menggunakan {-temo} dan {noni} pada umumnya meletakkan {-temo} dan {noni} di antara klausa pertama dan klausa selanjutnya. Makna gramatikal yang timbul setelah {-temo} dan {noni} digabungkan dengan fungsi-fungsi kalimat adalah ‘meskipun’. Akan tetapi, terdapat perbedaan makna antara {-temo} dan {noni}, yaitu {-temo} memiliki makna pertentangan ‘meskipun’ yang bersifat subjektif. Pada {noni}, maknanya ‘meskipun’ bersifat objektif. Penelitian ini dapat dijadikan acuan karena {-temo} dan {noni} juga berfungsi sebagai penghubung dan sama-
11
sama menimbulkan makna yang berlawanan. Shihhatul (2008) memfokuskan skripsinya pada ~temo dan ~keredomo sebagai kata sambung (setsuzokushi). Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Moleong tentang penelitian bahasa jenis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah kata sambung temo dan keredomo kedua-duanya mempunyai fungsi yang menyatakan pertentangan. Perbedaan kata sambung temo dan keredomo adalah bahwa penggunaan keduanya bukan hanya pertentangan, tetapi ada juga penggunaan yang lainnya. Temo berfungsi sebagai penekanan dan batas jumlah, keredomo berfungsi sebagai persiapan, penghalus, dan pengharapan. Kedua kata sambung tersebut dapat dipertukargantikan penggunaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Shihhatul dapat dijadikan acuan karena sama-sama membahas keredomo sebagai kata sambung (setsuzokushi). Suwendra (2008) meneliti pergeseran makna penerjemahan setsuzokushi yang terdapat dalam cerpen Rashomon karya Akutagawa Ryūnosuke. Teori yang digunakan adalah teori terjemahan dari Rochayah Machali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat setsuzokushi yang menunjukkan keterangan tambahan, seperti mata, sonoue, sorekara, shikamo; dan terdapat setsuzokushi yang menunjukkan hubungan yang berlawanan, seperti shikashi, keredomo, demo, tokoraga, sorega serta terdapat setsuzokushi yang menunjukkan keterangan sebab akibat, seperti dakara, suruto dan shitagatte. Kedudukan setsuzokushi sama dengan fukushi, tetapi setsuzokushi tidak dapat menjadi subjek, predikat, objek, dan keterangan dalam sebuah kalimat. Dalam novel Rashomon, tidak ditemukan pergeseran makna penerjemahan setsuzokushi ke dalam bahasa Indonesia.
12
Penelitian mengenai pergeseran makna penerjemahan setsuzokushi yang terdapat dalam cerpen Rashomon karya Akutagawa Ryūnosuke ini dapat dijadikan acuan selain karena sama-sama meneliti kata sambung dalam bahasa Jepang, data yang digunakan juga terdapat dalam penelitian ini, yaitu kata sambung [keredomo]. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa, dalam penelitian ini dibahas setsuzokushi (kata sambung) yang khususnya ditinjau dari penggunaan setsuzokushi [ga] dan [keredomo] dalam dalam novelet Kappa. Penggunaan setsuzokushi [ga] dan [keredomo] yang dibahas meliputi fungsi dan makna serta perbedaan penggunaannya pada kalimatkalimat yang terdapat dalam novelet Kappa karya Akutagawa Ryūnosuke. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan setsuzokushi [ga] dan [keredomo] sebelumnya memang pernah dilakukan, namun aspek dan objek yang diteliti berbeda dengan penelitian ini.
2.2 Konsep Dalam penelitian ini dijelaskan konsep-konsep yang dapat mendukung penelitian mengenai setsuzokushi [ga] dan [keredomo]. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. 2.2.1 Jenis-Jenis Kata (Hinshi Bunrui) Takayuki (1993:1) menyatakan bahwa satu simpulan yang diungkapkan dari pikiran dan informasi dalam kata-kata disebut kalimat. Kalimat terdiri atas kata. Sifat tata bahasa pada kata dibagi menurut cara kerjanya dalam kalimat,
13
yaitu menyatakan nama benda, menyatakan tindakan atau kegiatan, menyambung kalimat dengan kalimat, dan lain-lain. Kata yang dibagi ke dalam tiap-tiap kelompok disebut “hinshi”, lalu pemberian nama itu disebut “hinshimei”. Dalam tata bahasa sekolah (di sekolah, orang Jepang belajar tata bahasa bahasa Jepang), kata dibagi menjadi sepuluh. Selanjutnya tata bahasa sekolah dibagi menjadi sepuluh kelas kata, yaitu nomina (meishi), verba (doushi), adjektiva yang berakhiran {i} (keiyoushi), adjektiva yang berakhiran {na} (keiyoudoushi), kata keterangan (fukushi), kata penunjuk keterangan waktu dan benda (rentaishi), kata sambung (setsuzokushi), kata yang menyatakan perasaan (kandoushi), kopula (jodoushi), dan partikel (joshi). 2.2.2 Kata (Tango) Sudjianto dan Dahidi (2004:148) menyatakan bahwa satuan terkecil yang membentuk kalimat (bun) sering dikenal dengan istilah tango (kata). Tango dibagi menjadi dua bagian besar, yakni jiritsugo dan fuzokugo. Jiritsugo adalah kelompok kelas kata yang dapat berdiri sendiri. Di dalam kelompok jiritsugo ada kata-kata yang dapat mengalami perubahan bentuk dan ada juga kata-kata yang tidak dapat mengalami perubahan bentuk. Kelas kata yang termasuk jiritsugo yang dapat mengalami perubahan dan dapat menjadi predikat disebut yougen. Kata yang termasuk dalam yougen adalah verba (doushi), adjektiva yang berakhiran {i} (keiyoushi), dan adjektiva yang berakhiran {na} (keiyoudoushi). Lalu di dalam jiritsugo yang tidak memiliki bentuk perubahan terdapat kata-kata yang dapat menjadi subjek yang biasa disebut taigen yang mencakup satu kelas kata, yaitu kata benda (meishi). Di dalam kelompok ini ada juga kata-kata yang
14
menerangkan yougen, yaitu kata keterangan (fukushi), kata penunjuk keterangan waktu dan benda (rentaishi), kata sambung (setsuzokushi), dan kata yang menyatakan perasaan (kandoushi). Di dalam fuzokugo kata-kata yang dapat mengalami perubahan disebut kopula (jodoushi), sedangkan kata-kata yang tidak mengalami perubahan disebut partikel (joshi). 2.2.3 Pengertian Setsuzokushi Koizumi (1993:167) menyebutkan definisi kata sambung (setsuzokushi) adalah ungkapan yang menanggapi kalimat yang mendahului kalimat yang ada di depannya. Takayuki (1993:26) juga menyebutkan bahwa kata yang menghubungkan kalimat
dengan
kalimat
atau
kata
dengan
kata
disebut
setsuzokushi.
Berdasarkan kedua difinisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata sambung adalah kelas kata yang menanggapi kalimat yang ada di depannya dan digunakan untuk menghubungkan dua kalimat atau menghubungkan bagian-bagian kalimat. Takayuki (1993:27) menggolongkan kata sambung (setsuzokushi) ke dalam tujuh jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Setsuzokushi yang digunakan ketika isi kalimat setelahnya menambahkan isi kalimat sebelumnya, misalnya: soshite/soushite, sorekara, soreni, sonoue, shikamo, mata, dan oyobi. 2. Setsuzokushi yang digunakan ketika isi kalimat sebelumnya menyatakan sebab atau alasan sehingga terjadi seperti kalimat setelahnya, misalnya: sorekara/dakara, sorede, sokode, shitagatte, dan suruto.
15
3. Setsuzokushi yang menyatakan bahwa isi kalimat setelahnya berlawanan dengan isi kalimat sebelumnya, misalnya: shikashi, keredomo, daga, dan tokoroga. Contoh: 今 は 日曜日 です。けれども、山田さん は Ima wa nichiyoubi desu. Keredomo, Yamadasan wa Sekarang TOP hari Senin KOP. Namun, Yamada TOP 会社 へ 行きました。 kaisha e ikimashita. perusahaan ke pergi-LAM. ‘Sekarang hari Minggu. Namun, Yamada pergi ke perusahaan’. (Bunpou no kiso, 1993:26) 4. Setsuzokushi yang memilih apakah kalimat sebelumnya atau kalimat sesudahnya, misalnya: soretomo, matawa, dan aruiwa. 5. Setsuzokushi yang digunakan untuk melengkapi kalimat yang sebelumnya, maka diucapkanlah kalimat setelahnya, misalnya: tatoeba, sunawachi, tsumari, nazenara, dan tadashi. 6. Setsuzokushi yang digunakan di awal kalimat untuk memulai pembicaraan yang berbeda (mengalihkan topik pembicaraan), misalnya: tokorode dan sate. 7. Setsuzokushi yang digunakan untuk menyatakan “bila seperti itu”, “kalau demikian” terhadap apa yang telah diucapkan lawan bicara, misalnya: soredewa/dewa, soushitara/soshitara, dan sorenara.
16
2.2.4 Novelet Burhan Nurgiyantoro (2007:10) menyatakan bahwa novelet adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek
2.3 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan beberapa teori mengenai setsuzokushi [ga] dan [keredomo]. Teori tersebut dipaparkan sebagai berikut. 2.3.1 Fungsi Setsuzokushi Sudjianto (1996:100) membagi fungsi setsuzokushi (konjungsi) menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Setsuzokushi digunakan untuk merangkaikan, menjajarkan, atau mengumpulkan beberapa kata. Setsuzokushi digunakan di antara kata-kata itu. Contoh: Borupen matawa enpitsu de kakinasai! Pulpen atau pensil dengan tulis lah! ‘Tulislah dengan pulpen atau pensil’! (GBJM Seri A, 1996:100)
2. Setsuzokushi digunakan untuk menggabungkan dua klausa atau lebih dalam suatu kalimat, menghubungkan induk kalimat dengan anak kalimat.
17
Setsuzokushi diapit oleh bagian-bagian kalimat yang digabungkan itu. Contoh: Ji o kaki, mata hon o yomu. Huruf Aku menulis, dan buku Aku membaca. ‘Menulis huruf dan membaca buku’. 3. Setsuzokushi
digunakan
untuk
(GBJM Seri A, 1996:100) menggabungkan dua kalimat,
menyatakan bahwa kalimat yang disebutkan mula-mula berhubungan dengan kalimat yang disebutkan berikutnya. Setsuzokushi diletakkan setelah titik pada kalimat pertama. Contoh: Kare wa atama ga ii. Shikashi, undo wa dame desu. Dia TOP kepala NOM bagus. Akan tetapi, olahraga TOP tidak bisa KOP ‘Dia pintar. Akan tetapi, tidak bisa olahraga’. (GBJM Seri A, 1996:100)
2.3.2 Setsuzokushi [Ga] Takayuki (1993:117) menyebutkan kata sambung (setsuzokushi) [ga] adalah sebagai berikut. 「が」が文と文をつないでいる場合には、その「が」は接続詞と分類されます。 “ga” ga bun to bun o tsunaide iru baai ni wa, sono “ga” wa setsuzokushi to bunrui saremasu. Apabila [ga] menghubungkan antara kalimat dengan kalimat, maka [ga] diklasifikasikan sebagai setsuzokushi. Contoh: A さんは 英語 は できます。が、 日本語 は Asan wa eigo wa dekimasu. Ga, nihongo wa A tuan TOP Inggris bahasa TOP bisa. Namun, Jepang bahasa TOP
18
できません。 dekimasen. bisa tidak. ‘Tuan A bisa bahasa Inggris. Namun tidak bisa bahasa Jepang’. (Bunpou no kiso, 1993:117)
Katsumi dan Y. Shinichi (1998:98) juga menyebutkan definisi kata sambung (setsuzokushi) [ga] adalah sebagai berikut. 助詞「が」が独立して接続詞になったもの。「が」を助詞として使うと、意味は変わらな い。 Joshi “ga” ga dokuritsu shite setsuzokushi ni natta mono.”ga” o joshi toshite tsukau to, imi wa kawaranai. Partikel [ga] yang berdiri sendiri menjadi setsuzokushi. [Ga] kalau digunakan sebagai partikel, artinya tidak akan berubah. Contoh: 朝 から 何 も 食べない。 が、 食べ たい Asa kara nani mo tabenai. Ga, tabetai Pagi dari apa juga makan tidak. Namun, makan ingin という 気 も 起こら ない ん だ。 to iu ki mo okoranai n da. disebut perasaan juga marah tidak NOMI KOP. ‘Dari pagi tidak makan apa pun. Namun, rasa ingin makan itu pun tidak muncul’. (Sugu ni Tsukaeru, 1998:98)
2.3.3 Setsuzokushi [Keredomo] Takayuki
(1993:119)
menyebutkan
pengertian
kata
sambung
(setsuzokushi) [keredomo] adalah sebagai berikut. 「けれども」が文と文をつないでいる場合には、その「けれども」は接続詞と分類されます。
19
“keredomo” ga bun to bun o tsunaide iru baai ni wa, sono “keredomo” wa setsuzokushi to bunrui saremasu. Apabila [keredomo] menghubungkan antara kalimat dengan kalimat, maka [keredomo] diklasifikasikan sebagai setsuzokushi. Contoh: 母 は 丈夫 です。けれども、父 は もう なくなりました。 Chichi wa joubu desu. Keredomo , haha wa mou naku narimashita. Ayah TOP sehat KOP. Namun, ibu TOP sudah meninggal-LAM. ‘Ayah sehat. Namun, ibu sudah meninggal’. (Bunpou no kiso, 1993:119)
2.3.4 Fungsi dan Makna Setsuzokushi [Ga] dan [Keredomo] Menurut Katsumi dan Y. Shinichi (1998:52) fungsi dan makna setsuzokushi [ga] dan [keredomo] dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. ある事柄にそれと反対の事柄を結びつけるときに使う。 Aru kotogara ni sore to hantai no kotogara o musubi tsukeru toki ni tsukau. Digunakan ketika menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa lain yang berlawanan. Contoh: この 服 は 生地 は とてもいい。けれども色 が 気に入らない。 Kono fuku wa kiji wa totemo ii. Keredomo iro ga ki ni iranai. Ini baju TOP bahan TOP sangat bagus. Namun warna NOM tidak suka. ‘Bahan baju itu sangat bagus. Namun, warnanya saya tidak suka’. (Sugu ni Tsukaeru, 1998:52)
夜 になって 雪 は やんだ。 だが 寒さ は Yoru ni natte yuki wa yanda. Daga samusa wa Malam menjadi salju TOP berhenti-LAM. Namun dinginnya TOP ますます 厳しくなり そうだ。 masu masu kibishikunari souda. semakin dingin menjadi MOD.
20
‘Menjelang malam salju berheti. Namun, sepertinya semakin dingin’. (Sugu ni Tsukaeru, 1998:52) 2. 二つの事柄を並べて、単に結びつけるときに使う。 Futatsu no kotogara o narabete, tan ni musubi tsukeru toki ni tsukau. Digunakan hanya untuk menghubungkan dan menjajarkan dua peristiwa. Contoh: 自動車 の 輸出 は 今 の ところ好調 だ。 が、 Jidousha no yushutsu wa ima no tokoro kouchou da. Ga, Mobil GEN ekspor TOP sekarang GEN waktu memuaskan KOP. Namun, これが いつ まで 続くか、 すこし 心配 だ。 kore ga itsu made tsuzukuka, sukoshi shinpai da. hal itu kapan sampai berlanjutkah, sedikit khawatir KOP. ‘Sekarang ekspor mobil memuaskan. Namun, sampai kapankah hal itu saya sedikit cemas’. (Sugu ni Tsukaeru, 1998:98) 彼 は もともと 声 が いいかめしれない。けれど, Kare wa moto moto koe ga ii kamoshirenai. Keredo, Dia TOP dasarnya suara NOM bagus kemungkinan. Namun, 練習 も よくする から 歌 が うまいんだな。 renshuu mo yoku suru kara uta ga umainda-na. latihan juga sering melakukan karena nyanyi NOM pintar-NOMI-KOP-SHU. ‘Mungkin pada dasarnya suara dia bagus. Namun, karena sering berlatihan nyanyiannya jadi lebih bagus’. (Sugu ni Tsukaeru, 1998:52)
Yuriko dkk (1998:109) mengemukakan fungsi dan makna [keredomo] adalah sebagai berikut. 文頭に用いて、その前に述べられたことから予想されるのとは異なった展開で次に続く ことを表す。「しかし」に比べて、やや話ことば的。ただし、くだけた文頭でも使う。 buntou ni mochiite, sono mae ni noberareta koto kara yosou sareru no to wa kotonatta tenkai de tsugi ni tsuzuku koto o arawasu. “shikashi” ni kurabete, yaya hanashi kotoba teki. Tadashi, kudaketa buntou demo tsukau.
21
Digunakan pada pokok kalimat, hal yang dipikirkan dan telah dijabarkan sebelumnya berbeda, lalu berlanjut ke titik selanjutnya. Dibandingkan dengan “shikashi” lebih bersifat bahasa percakapan. Akan tetapi, digunakan juga dalam bahasa percakapan sehari-hari. Contoh: 二時間 待った。 けれども、一郎 は 姿 を 表さなかった。 Ni jikan matta. Keredomo, Ichirou wa sugata o arawasanakatta. Dua jam menunggu-LAM. Namun, Ichirou TOP wujud Aku muncul-LAM. ‘Sudah dua jam menunggu. Namun, Ichirou tidak memunculkan diri’. (Bunkei Jiten, 1998:109) 彼 は 話す のが 下手だ。 けれども、 彼 の Kare wa hanasu no-ga heta-da. Keredomo, kare no Dia TOP bicara NOMI-NOM tidak pintar-KOP. Namun, dia GEN 話し方 には 説得力がある。 hanashikata niwa settokuryoku ga aru. cara berbicara pada meyakinkan. ‘Dia tidak pintar dalam berbicara. Namun, cara berbicaranya meyakinkan’. (Bunkei Jiten, 1998: 109) Menurut Koizumi (1993:167) kata sambung (setsuzokushi) [keredomo] mempunyai fungsi dan makna sebagai berikut. 「けれども」は接続詞と「それにくじけなかった」という文の間には対象 ∙ 形相の関係が あると思う。 “keredomo” wa setsuzokushi to “sore ni kujikenakatta” to iu bun no aida ni wa taishou gyousou no kankei ga aru to omou. [keredomo] sebagai kata penghubung “sore ni kujikenakatta” yang berada di antara kalimat dan mengandung atau disebut menyatakan ekspresi.
Contoh: 試験 に 失敗してしまった。けれども、それに くじけなかった。 Shiken ni shippaishiteshimatta. Keredomo, sore ni kujikenakatta.
22
Ujian pada gagal-LAM. Namun, hal itu menyerah tidak-LAM. ‘Telah gagal dalam ujian. Namun, tidak menyerah’. (Nihongo Kyoushi, 1993:167)
23
2.3.5 Makna Gramatikal Chaer (1995:62-64) mengemukakan bahwa makna gramatikal itu bermacam-macam. Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal itu. Kata terangkat, misalnya memiliki kemungkinan makna (1) ‘dapat’ atau (2) ‘tidak sengaja’. Kepastian maknannya baru diperoleh setelah berada dalam konteks kalimat atau sintaksis lain, seperti makna ‘dapat’ dalam kalimat 1 dan makna ‘tidak sengaja’ dalam kalimat 2. 1. Batu seberat itu terangkat juga oleh adik. 2. Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas. Karena makna sebuah kata, baik kata dasar maupun kata jadian, sering sangat bergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal itu sering disebut makna struktural atau makna situasional. Selain itu, bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan. Ditambah lagi kata-kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen, maka banyak orang menyatakan katakata tersebut tidak memiliki makna. Kata-kata tersebut hanya memiliki fungsi atau tugas. Karena hanya mempunyai fungsi atau tugas, maka kata-kata tersebut dinamailah dengan nama kata fungsi atau kata tugas. Sebenarnya kata-kata ini juga mempunyai makna, hanya tidak mempunyai referen. Hal ini jelas dari makna yang diberikan semantik, yaitu kata yang bermakna nonreferensial. Mempunyai makna, tetapi tidak mempunyai referen.