EKOLOGI BAHASA DAN PENGARUHNYA DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN BAHASA MELAYU LOLOAN BALI
I Nyoman Suparwa Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract Ecology of language is interaction between language and its environment. Language can only exist if there are speakers and it is used a means of communication. Language is within the self (mind/soul) of the speakers, it functions as a means of social interaction (communication) also it is concededly created to communicate and it is the result of social life. The dynamics of language interrelated to its environment are affected by the relation between the user/use with the physical/natural, religious and social environment. The formulation of the relation concept applies life philosophy of Balinese society (Hindu) which is generally known as Tri Hita Karana (three causes of bliss) that in linguistic field by the linguists it is only differentiated into natural environment and social environment. This study classified language environment into three kinds according to life philosophy of Balinese and it apparently matched to the phenomenon of the use of Balinese Loloan Malayan language. Natural/physical relation significantly affected in the use of vocabularies related to traditional Loloan Malayan house, house on stilts (Rumah Panggung), such as the word kelam ‘wood plank to close the spaces’ (placed on windows/doors), sendi ‘foundation of house’s pillars’, tontongan ‘windows of house on stilts (Rumah Panggung)’, were barely unrecognized except the word sendi which was still found. In religious relation, the vocabularies such as ruah ‘celebration’, tungsten ‘customary ceremony’, nela’i/kepus pungsed ‘the ceremony of loosened umbilical cord in babies’, lepas kambuhan ‘the ceremony of forty days after babies’ birth’ and khitanan ‘ceremony of circumcision for boys aged 4-12 years old’, were barely underused except the word khitanan in which the ceremony itself was still prevailed. The last, social relation showed the greatest dynamics because basically language existed depending on its use as a social means (communication). In this matter, there was accommodation of Loloan Malayan language with Balinese and Bahasa Indonesia which was absorbed through the process of adoption, for example the word pait ‘pahit’ (Balinese) and telepon (Bahasa Indonesia), and process of adaptation, such as the word kuping ‘telinga’ (Balinese) became koping and the word lain (Bahasa Indonesia) became laen. Key words: ecology of language, Balinese Loloan Malayan language, Tri Hita Karana, accomodation, lexicon
1. Pendahuluan Istilah
sebuah studi tentang interaksi antara ekologi
bahasa
bahasa
dengan
(languages ecology) diperkenalkan oleh
(ecologi
of
Haugen (1972) dalam bukunya yang
1972:325;
berjudul The Ecology of Language.
1982:39). Lingkungan bahasa dalam
Ekologi bahasa didefinisikan sebagai
pengertian ini menyangkut pemakaian
1
lingkungannya
language) juga
(Haugen,
Kridalaksana,
bahasa sebagai sebuah kode (tanda)
juga bahasa yang fungsinya identik
yang
dalam
digunakan
sebagai
alat
setiap
masyarakat, setiap
tetapi
komunikasi oleh sebuah masyarakat.
berbeda
di
masyarakat,
Dengan demikian, bahasa diartikan
sehingga
bahasa
sebagai kosa kata referensial dari
berfungsi di antara individu di dalam
sebuah masyarakat dan gramatika (tata
kelompok tertentu saja.
bahasa)-nya serta lingkungan diartikan
Bahasa
tertentu
yang
pranata
bahasa
meliputi
bermasyarakat (bukan bahan dasar)
lingkungan
tidaklah tetap/statis. Bahasa, seperti
lingkungan
alam,
yang dan
hasil
merupakan
sebagai masyarakat sebagai pemakai tersebut
sebagai
hanya
kehidupan
pranata lain, dapat berubah/dinamis di
sosial. Bahasa hanya bisa eksis bila ada
bawah tekanan berbagai kebutuhan
penuturnya dan digunakan sebagai alat
dan di bawah pengaruh masyarakat
komunikasi. Bahasa itu berada dalam
lain. Berbagai perubahan kebutuhan
diri
hidup manusia, seperti perubahan
(pikiran/jiwa)
penutur
dan
berfungsi sebagai alat interaksi sosial
bentuk
(berkomunikasi) serta memang bahasa
perubahan mata pencaharian, dan
dibentuk untuk berkomunikasi dan
perubahan cara, pihak, serta alat
merupakan
kehidupan
komunikasi akan menuntut perubahan
bermasyarakat. Sehubungan dengan itu,
bahasa dalam sebuah masyarakat.
bahasa cenderung ditempatkan sebagai
Perubahan itu terjadi secara psikologis
sebuah pranata (di samping pranata
(dalam diri) pemakai bahasa yang
yang lain, seperti pranata politik) yang
mungkin bilingual atau multilingual
mensyaratkan kerja kemampuan yang
dan perubahan secara sosiologis, yaitu
paling beraneka ragam. Kemampuan itu
perubahan
dapat tersebar luas, seperti bahasa yang
sebagai media komunikasi.
hasil
dan
peralatan
dalam
interaksi
rumah,
sosial
bersifat universal, namun tidak identik
Bahasa Melayu Loloan, Bali
pada setiap masyarakat. Seperti halnya
adalah bahasa yang dipakai oleh
keluarga
ciri
komunitas yang menamakan dirinya
kelompok manusia, tetapi di sana-sini
“Orang Loloan” sebagai penutur inti.
berbeda dalam penampilan. Demikian
Daerah pemakaian bahasa tersebut
yang
merupakan
2
adalah Loloan Barat dan Loloan Timur
Barat)
sebagai daerah pusat serta beberapa
peperangan itu Kesultanan Pontianak
daerah
Kecamatan
mengadakan perjanjian damai dengan
Negara dan Melaya, seperti Banyubiru,
Belanda, tetapi armada perangnya
Cupel, dan Melaya Bawah (berada
yang dipimpin oleh Syarif Abdullah
sekitar 90 km ke arah Barat dari Kota
menolak
Denpasar)
daerah
perang itu berlayar meninggalkan
Loloan
pontianak menyusuri pantai sampai
umumnya beragama Islam dengan mata
masuk wilayah Jembrana melalui
pencaharian pokok sebagai nelayan,
Kuala
namun belakangan ini profesi nelayan
berlabuh di Sungai Air Kuning,
mulai
oleh
Negara, Jembrana. Syarif Abdullah
masyarakat setempat terkait dengan
yang digelari Syarif Tua dengan anak
perkembangan pembangunan. Profesi
buahnya yang keturunan berbagai
penutur
nelayan
etnik
tersebut
Trengganu, Pahang, dan Johor) diberi
pesisir
pantai
sebagai
perkembangan.
Orang
banyak
ditinggalkan
bahasa
(sekaligus
sebagai
pedagang)
dengan
Belanda.
perjanjian
Perancak
(Bugis,
dan
selanjutnya
Melayu
Pontianak,
izin
tersebarnya bahasa Melayu dari daerah
Jembrana dan bertugas membantu
asalnya (Riau, Sumatra) sampai ke
pembangunan Kota Negara. Sejak saat
daerah Bali (Bawa, 1981:6).
itulah penutur bahasa Melayu menetap
kesejarahan,
antara
Kalimantan,
lain:
Sumatra,
Negara,
Pemimpin kelompok pendatang itu adalah etnik Melayu Pontianak
Sulawesi, dan
di
di Jembrana.
Orang
Loloan Bali berasal dari berbagai daerah,
tinggal
Pasukan
merupakan salah satu faktor penyebab
Secara
untuk
itu.
Dalam
dengan
Jawa.
penasihat
agama
campuran
Trengganu,
keturunan dari berbagai etnis, seperti
Melayulah,
Bugis, Melayu, Arab, Jawa, dan Bali.
Pontianak
Mereka diperkirakan masuk ke Bali
sebagai bahasa pengantar di antara
pada pertengahan abad ke-17 (Reken, t.
pencampuran
t.). Waktu itu terjadi peperangan antara
tersebut.
Kesultanan
berbagai etnis itu sudah menyatu dan
Mereka
merupakan
Pontianak
(Kalimantan
3
sehingga
dari
yaitu dan
Saat
bahasa
Malaysia
kelompok ini
bahasa etnik dipakai
etnik
percampuran
tidak bisa dikenali lagi asal-usul per
Loloan itu merupakan ciri identitas
keluarga. Mereka umumnya tidak tahu
Melayu Islam di Jembrana. Daya
dan
sentrifugal
tidak
membedakan
lagi
asal
merupakan
usaha
etnisnya untuk masing-masing keluarga
akomodasi bahasa tersebut dalam
(Melayu Pontianak, Malaysia, Bugis,
perkembangannya
Jawa, dan lain-lain). Mereka menyebut
komunikasi
dirinya
Orang
intraetnis dan antaretnis. Dalam hal ini
Loloan yang berasal dari berbagai
pengaruh bahasa Bali sebagai bahasa
daerah
serta
mayoritas di Jembrana dan di Bali
mendiami daerah terkonsentrasi di Desa
serta bahasa Indonesia sebagai bahasa
Loloan (Loloan Barat dan Loloan
nasional di Indonesia tidak bisa
Timur), Kecamatan Negara, Kabupaten
dihindari.
sebagai
dan
komunitas
berbagai
etnis
di
sebagai dalam
pergaulan
Terkait dengan itu, Haugen
Jembrana, Provinsi Bali (Lihat Peta
(1972:327)
Kota Negara).
mengatakan
kehidupan
sebuah
sebagai warisan sejarah bangsa sangat
lingkungan
bahasa-bahasa
menarik
atau
Bahasa
Melayu
untuk
Loloan
dilakukan.
alat
Bali
Bahasa
ekologi
bahasa
bahwa
bahasa
di
lainnya
tidak
bisa
Melayu Loloan Bali sekarang ini masih
menghindarkan diri dari terjadinya
digunakan sebagai salah satu bahasa
pengaruh
daerah di Indonesia. Keterkaitan bahasa
Terjadinya pengaruh tersebut terkait
Melayu Loloan Bali sekarang dengan
dengan faktor ekstralinguistik dan
bahasa Melayu Kuna dan bahasa
faktor kebahasaan (intralinguistik).
Melayu Klasik serta dengan bahasa
Situasi kebahasaan (ekstralinguistik)
Indonesia merupakan fenomena yang
yang terkait dengan orang yang diajak
menarik untuk dibahas. Perkembangan
bicara,
bahasa Melayu tersebut tentu tidak
dorongan dari dalam diri pembicara,
lepas
seperti
dari
sentrifugal
daya
sentripetal
(Kridalaksana,
dan
unsur-unsur
topik
pembicaraan,
dorongan
sejajar/diterima
1996:1).
kebahasaan.
dalam
dan
untuk penggunaan
usaha
bahasa oleh penutur bahasa lain
penutur bahasa untuk mempertahankan
merupakan alasan sosial-kebahasaan
bahasanya
seseorang menggunakan unsur bahasa
Daya
sentripetal
karena
merupakan
bahasa
Melayu
4
lain. Selain itu, faktor kesiapan atau kemudahan pengucapan unsur bahasa
2.
tertentu merupakan faktor kebahasaan
Lingkungan Bahasa
Bahasa
Lingkungan
dan
Dalam bidang Psikolinguistik
seseorang menggunakan unsur bahasa
sudah sejak lama dipakai istilah
lainnya.
bahasa
Penelitian bahasa Melayu Loloan
lingkungan
atau
bahasa
Bali menjadi semakin menarik karena
lingkungan umum (Chomsky, 1957)
bahasa itu memiliki ciri dan berada
dan sesuai dengan pendapat Beheydt
dalam ekologi bahasa tersendiri yang
(1979) yang mengusulkan pemakaian
membedakannya dengan bahasa daerah
istilah “bahasa lingkungan” dibedakan
atau bahasa Melayu yang lain di
dengan istilah “bahasa yang ditujukan
Indonesia,
sosial-
kepada anak”. Dalam hal ini, bahasa
kebahasaan (makrolinguistik) maupun
Lingkungan adalah semua bahasa
kebahasaan
yang
baik
secara
(mikrolinguistik).
didengar
oleh
anak
dalam
Keberadaan bahasa Melayu Loloan
lingkungannya, tempat si anak itu
sebagai bahasa minoritas di lingkungan
tinggal. Bahasa yang termasuk bahasa
bahasa
Bali)
lingkungan itu seperti bahasa dari
menyebabkan bahasa ini berinteraksi
radio, dari radio, dari percakapan
secara ekstralingual. Penutur bahasa
antara orang dewasa, dan lain-kain
Melayu
termasuk
mayoritas
(bahasa
Loloan,
umumnya,
bahasa
yang
khusus
bahasa
ditujukan kepada anak. Tidak semua
Melayu Loloan dan bahasa Indonesia
bahasa-bahasa itu akan menunjang
serta mengerti bahasa Bali) dengan
pemerolehan bahasa anak. Para ahli
pemakaian
Loloan
Psikolinguistik umumnya menyatakan
seperti
keheranannya mengenai bagaimana
dan
cara si anak membentuk bahasanya
pengajian. Dalam situasi kebahasaan
dari kekacauan yang didengarnya di
seperti
bahasa
sekelilingnya. Ada suara gaduh, ada
Melayu Loloan merupakan salah satu
suara keras, ada suara pelan ada
fenomena kebahasaan yang menarik
percakapan yang berlangsung dengan
pada bahasa tersebut.
cepat dan terus-menerus, dengan dua
dwibahasawan
dalam
bahasa
ranah
intrakeluarga,
itu,
(menguasai
Melayu
informal, upacara
adat,
kebertahanan
5
orang atau lebih bersuara pada saat
Indonesia, dalam kelompok kata ini
bersamaan, dengan struktur kalimat
terkandung pengertian semua hal yang
yang salah dan sering tidak lengkap.
menjadi
Berdasarkan
uraian
lingkungan
sebuah bahasa.
tersebut
pemakaian
Lingkungan yang
bahasa
dimaksud meliputi lingkungan alam
lingkungan itu adalah bahasa yang
dan sosial-budaya. Kelompok kata
berada di lingkungan pemakaian sebuah
lingkungan bahasa itu sesuai dengan
bahasa. Pengertian itu sesuai dengan
pengertian
pengertian kata dan struktur kelompok
(language ecology) seperti tersebut di
kata bahasa Indonesia, yaitu bahasa dan
depan. Dalam pengertian ini, kata
lingkungan. Untuk situasi pemakaian
lingkungan
bahasa Melayu Loloan Bali, bahasa
menyebut bahasa, tetapi menyangkut
lingkungan pemakaian bahasa Melayu
semua hal yang menjadi lingkungan
tersebut adalah bahasa Bali yang
pemakaian sebuah bahasa. Dengan
merupakan bahasa mayoritas penduduk
demikian, pengertian lingkungan di
Negara, Jembrana. Di samping itu,
sini lebih luas daripada pengertian
terdapat juga bahasa Indonesia sebagai
dalam bidang Psikolinguistik tersebut.
bahasa resmi Negara Indonesia (sesuai
Dalam kaitan dengan bahasa
dapat
disimpulkan
bahwa
ekologi
dipakai
tidak
Melayu
Undang-undang Dasar 1945. Bahasa
pemakaian bahasa tersebut meliputi
Indonesia juga harus digunakan oleh
lingkungan non-bahasa (non-lingual)
masyarakat Loloan dalam situasi resmi
dan
yang merupakan bagian dari wilayah
Lingkungan
Republik Indonesia.
lingkungan alam dan sosial-budaya yang
Bali,
hanya
dengan bunyi Pasal 36, Bab XV
Di pihak lain, istilah lingkungan
Loloan
bahasa
lingkungan
lingkungan
bahasa
(lingual).
non-bahasa
dapat
adalah
mempengaruhi
bahasa juga terdiri atas kata lingkungan
perkembangan bahasa bersangkutan,
dan bahasa, namun struktur kelompok
sedangkan lingkungan bahasa adalah
katanya berbeda. Dalam hal ini, kata
bahasa-bahasa
lingkungan sebagai kata inti, sedangkan
berinteraksi di lingkungan pemakaian
kata
bahasa Melayu itu. Dalam hal ini,
Sesuai
bahasa
sebagai
dengan
penjelasnya.
struktur
yang
berada
dan
bahasa Bali merupakan bahasa etnik
bahasa
6
Bali yang berdomisili di sekitar wilayah
sebagai
penutur
bahasa
tinggal tersebut juga berpengaruh
Indonesia sebagai bahasa resmi (di
pada bentuk rumah yang umumnya
sekolah, di kantor) para pemakai BM
adalah
Loloan.
tersebut
rumah seperti itu dapat membuat
lingkungan
penghuninya merasa lebih aman dan
pemakaian bahasa Melayu Loloan Bali.
lebih nyaman daripada rumah bukan
3. Pengaruh Hubungan Alam: Unsur Nonbahasa dalam Perkembangan BM Loloan Bali Lingkungan alam (fisik dan
panggung karena rumah yang tinggi
BM
Loloan
Kedua
merupakan
dan
bahasa
bahasa
BM
Loloan
Penutur
BM
merupakan
kelompok
etnik
panggung.
tempat
Bentuk
gangguan binatang buas. Lingkungan
alam
seperti
terurai di atas menyebabkan penutur
adalah
BM
lingkungan tempat tinggal penutur dan pekerjaan.
rumah
Daerah
lebih aman dari gangguan banjir atau
biologi) yang sangat berpengaruh pada perkembangan
nelayan.
Loloan
mengenal
Loloan
sangat
kata-kata
akrab/banyak yang
terkait
dengan laut, nelayan, dan rumah
yang
panggung, seperti terlihat dalam tabel
bermukim di daerah pesisir dan pinggir
berikut.
sungai dengan mata pencaharian utama Tabel 1 Istilah Terkait dengan Nelayan dan Rumah Panggung Istilah Beje brayungan gadangan kondo lendrong ris kalong kelam sendi tontongan bagie
Dalam
Arti ‘ikan asin’ ‘brayungan (tangkai katir pada jukung)’ ‘nama sejenis pancing sebagai alat penangkap ikan’ ‘daging yang disayat tipis dan digoreng’ ‘alat penggulung tali kail’ ‘tali pengikat pinggir layar’ ‘kolong pada rumah panggung’ ‘kayu penutup celah-celah (pada jendela/daun pintu)’ ‘pengalas tiang pada rumah’ ‘jendela pada rumah panggung’ ‘ sejenis rantang sebagai tempat nasi’
perkembangan
pemakaian
terutama oleh generasi muda, banyak
bahasa Melayu Loloan akhir-akhir ini,
kata tersebut di atas sudah tidak
7
dikenal lagi. Misalnya, kata yang
penggundulan hutan di hulu sungai,
berhubungan dengan nelayan, seperti
dan sangat kurangnya persediaan kayu
brayungan, brayungan,
dan ris dan
untuk rumah panggung, menyebabkan
kata yang berkaitan dengan rumah
perubahan dalam lingkungan alam
panggung, seperti kalong, kelam, dan
penutur bahasa Loloan. Sungai Ijo
tontongan tidak dikenal dan digunakan
Gading tidak bisa lagi dilayari kapal
lagi. Fenomena tersebut merupakan
yang agak besar karena pendangkalan
akibat langsung dan tidak langsung dari
sungai dan berkurangnya permukaan
faktor alam. Pada mulanya, penutur
air,
bahasa Melayu Loloan tinggal di
ekonomisnya rumah panggung yang
pinggir pantai (pantai Pengambengan,
dari kayu; rumah panggung menjadi
Negara, Jembrana) dan tersebar pula di
sangat mahal, serta tidak menarik dan
pinggir Sungai Ijo Gading (sungai besar
tidak menjanjikan kehidupan layak
yang membelah Kota Negara). Sungai
sebagai nelayan. Perubahan tersebut
itu merupakan sungai yang sangat besar
menyebabkan perubahan pada cara
dan dalam serta bermuara ke laut,
hidup orang Melayu Loloan. Mereka
sehingga sangat representatif sebagai
menyesuaikan
prasarana transportasi dari Kota Negara
termasuk pola pikir tentang hidup dan
ke pelabuhan (Pengambengan) atau
menjalani kehidupan.
sebaliknya yang memang pelabuhan itu
Sekarang
tidak
praktis
cara
mereka
dan
tidak
hidupnya,
umumnya
adalah pelabuhan besar sebagai tempat
berprofesi sebagai pedagang, buruh,
berlabuh berbagai kapal besar dari
tukang, atau pelayan jasa yang lain,
berbagai daerah di Indonesia atau dari
misalnya
luar negeri. Sungai Ijo Gading sangat
menempati rumah biasa, seperti rumah
ramai dilayari oleh perahu-perahu dan
orang Bali pada umumnya, bukan
selalu tersedia air yang cukup untuk
rumah panggung lagi. Sejalan dengan
berlayar.
perubahan profesi itu, mereka lebih
ojek.
Mereka
juga
Akhir-akhir ini, keadaan itu
sering memakai istilah yang terkait
berubah sangat drastis. Pengaruh dari
dengan jasa, seperti sepeda motor, dan
berbagai
dari
ongkos. Demikian juga kata-kata yang
hujan,
terkait dengan kehidupan nelayan,
faktor
berkurangnya
alam curah
mulai
8
lebih-lebih istilah teknis dalam nelayan
pengirim/pembicara/penulis
tradisional,
penerima/pendengar/pembaca. Dalam
seperti
brayungan,
lendrong, atau ris hampir tidak dikenal
kaitan
lagi. Sejalan dengan perubahan bentuk
seharusnya melibatkan lebih dari satu
rumah; dalam hal ini yang berkembang
orang. Akan tetapi, dalam peristiwa
sekarang adalah rumah yang bukan
tuturan yang khusus, seperti dalam
rumah panggung, menyebabkan istilah-
tuturan
istilah yang biasa digunakan, seperti
sepihak,
sendi, tembok, dan lantai. Contoh itu
pengirim/pembicara,
membuktikan
penerimanya
lingkungan
bahwa alam
perubahan
ini
kepada
pemakaian
ritual,
pelibatnya yaitu
pemaknaan
istilah pada perkembangan bahasa.
penerima
4. Pengaruh Hubungan Religi: Unsur Nonbahasa dalam Perkembangan BM Loloan Bali Manusia, pada umumnya,
oleh
secara
ada
pesan
dan
(umumnya
pengirim.
Misalnya,
orang
yang
ada sudah
dalam proses komunikasi (Sudjiman dan van Zoest, 1992:73). Bahasa dalam tuturan ritual
sebagai
umumnya memiliki ciri khusus, yaitu:
pencipta dan pengatur hidup manusia
(1)
(kekuatan spiritual). Konsekuensi dari
mempunyai
bentuk
yang
cenderung tetap; (2) dituturkan oleh
keyakinan tersebut adalah adanya ritual
orang tertentu; (3) dituturkan pada
dan doa tradisi berupa tuturan ritual komunikasi
transendental,
meninggal menjadi penerima pesan
di luar dirinya. Kekuatan itu adalah
media
imajinatif
diyakini
kemungkinan
senantiasa menyadari adanya kekuatan
sebagai
sedangkan
berupa permintaan) yang disampaikan
adalah makhluk religius yang artinya
diyakini
hanya
bersifat
mendengarkan
yang
hanya
(Reichling, 1971:9). Dalam konteks
berpengaruh
signifikan pada pemakaian kata dan
kekuatan
bahasa
upacara ritual atau tindakan lain yang
antara
bersuasana
manusia dengan Sang Penciptanya atau
sakral;
(4)
digunakan
untuk berkomunikasi dengan Yang
Tuhan.
Kuasa atau roh leluhur; dan (5) kata-
Bahasa dalam hal ini adalah alat
katanya berdaya magis (Pox, 1986 dan
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
pesan/ide
Foley, 1997; dalam Ola, 2004:xxii).
dari
9
Dalam kaitan ini, bahasa merupakan
kala ‘tempat dan waktu (zaman)’.
daya pengungkap sistem relegi suatu
Dalam hal ini pelaksanaan kegiatan
masyarakat yang berhubungan dengan
keagamaan disesuaikan dengan tempat
kebudayaan.
sistem
dan waktu. Pada batas tertentu, Islam
relegi/kepercayaan akan berakibat pada
pun menganut paham seperti itu.
perubahan piranti bahasanya.
Dengan demikian, terbentuk toleransi
Perubahan
Pada
awal
masyarakat Jembrana
keberadaan
Muslim Bali,
Loloan
mereka
di
menganut
yang cukup tinggi dan terbina dengan baik antara masyarakat Bali (Hindu) dengan masyarakat Loloan (Islam). Berkaitan dengan hal tersebut,
kepercayaan Islam, tetapi Islam yang disebut
sebagai
Islam
Nusantara
istilah-istilah
dalam
pelaksanaan
(Brandan, 1995:8). Islam ini memiliki
upacara agama (sistem religi) dikenal
kemiripan
dan digunakan dengan frekuensi yang
dalam
cara
pandang
kulturalnya. Dalam budaya menurut
cukup
tinggi.
agama Hindu dikenal istilah desa dan Tabel 2 Istilah Terkait dengan Religi Istilah
Arti
awik kebuaye’an
‘kerudung wanita’ ‘kerangsukan roh leluhur karena kesalahan dalam pelaksanaan upacara, seperti dalam perkawinan’ ‘penganan yang dibuat dari tepung dan gula merah untuk upacara’ ‘tali selempang saat upacara’ ‘selamatan’ ‘upacara adat’ ‘upacara mulai bersih atau putus tali pusar pada bayi’ ‘ upacara 40 hari setelah bayi lahir’ ‘upacara sunatan yang dilakukan pada waktu anak berumur 4—12 tahun’
kole kuare ruah tungsten nela’i/kepus pungsed lepas kambuhan khitanan
Sejalan dengan perkembangan zaman,
ditinggalkan.
disertai usaha “pemurnian” dalam
istilah-istilah tersebut di atas tidak
agama; pelaksanaan agama Islam,
dikenal lagi oleh penutur golongan
beberapa jenis upacara itu mulai
muda
10
dan
Dengan
anak-anak.
demikian,
Kata-kata,
seperti kepus pungsed ‘ upacara mulai
dengan manusia (individu) lainnya.
bersih atau putusnya tali pusar pada
Hubungan horizontal sesama umat
bayi’, lepas kambuhan ‘ upacara 40
manusia
hari setelah bayi lahir’, dan ruah
bahasa
‘selamatan’ hampir tidak dikenal lagi
sehingga
karena kata-kata itu merupakan adopsi
dialogis. Berbeda dengan hubungan
dari bahasa Bali. Kegiatan keagamaan
vertikal-transendental umat manusia
dan
dengan Sang Penciptanya (seperti
alat-alat
yang
berhubungan
tersebut sebagai
menggunakan
alat
komunikasi,
melahirkan
hubungan
dengan upacara, seperti selamatan,
dijelaskan di depan)
khitanan, dan kerudung wanita masih
dalam
ditemukan,
kata-kata
monologis. Kedua hubungan tersebut
selamatan dan khitanan masih cukup
yang menggunakan bahasa sebagai
dikenal. Sementara itu, kata awik
alat komunikasi merupakan hakikat
untuk nama kerudung wanita diganti
kehidupan bahasa pada umat manusia
dengan
dan merupakan anugerah Tuhan yang
sehingga
kata
bahasa
Indonesia
yaitu
jilbab.
doa-doa
bersifat
tidak ternilai.
kerudung wanita atau kata yang lebih khusus,
bentuk
yang biasanya
Kehidupan
Dengan
bahasa
Melayu
demikian, kata-kata dalam bidang
Loloan Bali sebagai alat komunikasi
religi banyak yang tidak dikenal lagi
dalam
dan beberapa diganti dengan kata
dipengaruhi oleh lingkungan sosial
bahasa Indonesia.
masyarakat penuturnya. Lingkungan
hubungan
sosial
sangat
sosial masyarakat Melayu Loloan adalah
masyarakat
Bali
sebagai
penduduk mayoritas di Kota Negara, 5. Pengaruh Hubungan Sosial: Unsur Bahasa dalam Perkembangan BM Loloan Bali Bahasa itu hidup, tumbuh dan
Kabupaten Jembrana, dan di Provinsi Bali yang merupakan penutur bahasa Bali. Kontak sosial antara penutur
berkembang karena digunakan sebagai alat komunikasi oleh penuturnya.
antara
manusia
Melayu
penutur
bahasa
dihindari
Proses komunikasi adalah hubungan sosial
bahasa
karena
Loloan Bali
dengan
tidak
mereka
bisa hidup
berdampingan dan kontak tersebut
(individu)
11
telah berlangsung sejak pertama kali
Loloan (dalam situasi nonresmi) dan
penutur bahasa Melayu tinggal di
juga
daerah itu. Kontak sosial terjadi, baik
Indonesia
dalam hubungan ekonomi, seperti
Dalam bidang kebahasaan keadaan
jual-beli
seperti itu disebut sebagai masyarakat
(di
pendidikan,
pasar,
di
warung);
seperti
di
sekolah
merupakan (dalam
penutur
bahasa
situasi
resmi).
dwibahasawan (penutur dua bahasa).
Sekolah
Dalam hubungan itu, secara
pemerintahan/politik
psikologis masyarakat Loloan akan
(seperti di kantor desa); kesehatan
menggunakan bahasa Loloan dan
(seperti di Puskesmas); maupun dalam
bahasa Indonesia serta minimal paham
organisasi
(seperti
bahasa Bali dalam kehidupan sehari-
kegiatan
harinya. Dua bahasa lingkungan, yaitu
upacara). Dalam bidang agama tidak
bahasa Bali dan bahasa Indonesia,
tampak adanya hubungan itu karena
selalu berdampingan dalam kehidupan
masing-masing
dan
(Sekolah
Dasar
Lanjutan);
saling
dan
kemasyarakatan
kunjungi
dalam
guyup
(kelompok)
pemakaian
bahasa
Melayu
menganut kepercayaan yang berbeda,
Loloan. Dalam kaitan tersebutlah
yaitu masyarakat Loloan merupakan
selalu terjadi saling pengaruh unsur
penganut
sedangkan
bahasa, baik dalam bidang kosakata,
masyarakat Bali merupakan penganut
bunyi, maupun bidang-bidang bahasa
Hindu.
lainnya. Dinamika sosial masyarakat
Islam,
penutur bahasa Melayu Loloan Bali
Di pihak lain, bahasa Melayu Loloan merupakan bahasa daerah
berpengaruh
yang umumnya digunakan dalam
perkembangan bahasa Melayu Loloan
situasi
yang terlihat dalam perubahan bahasa
nonresmi.
Dalam
situasi
pada
dinamika
bersangkutan.
resmi/formal mesti digunakan bahasa
Keadaan
Indonesia yang merupakan bahasa
seperti
itu
resmi Negara Indonesia sesuai dengan
menyebabkan secara tidak sengaja,
amanat UUD 1945. Dengan demikian,
pengaruh bahasa Bali juga terlihat
situasi kebahasaan tersebut membuat
dalam pemakaian bahasa Melayu
masyarakat
Loloan. Sikap akomodatif masyarakat
Melayu
Loloan
Loloan
merupakan penutur bahasa Melayu
12
dalam
pergaulan
dengan
masyarakat
Bali
menyebabkan
dipilah menjadi dua, yaitu secara
beberapa unsur bahasa Bali masuk ke
adopsi (diserap secara utuh) dan
dalam bahasa Melayu Loloan. Proses
adaptasi (diserap melalui perubahan
masuknya kata-kata bahasa Bali ke
bentuk), seperti terlihat dalam tabel
dalam bahasa Melayu Loloan dapat
berikut.
Tabel 3 Kata Bahasa Bali dalam Bahasa Melayu Loloan Kata
Arti
Adopsi mayah
‘membayar’
pancing
‘kail’
kebus
‘panas’
sidu
‘sendok’
Adaptasi subeng Æ sobeng
‘giwang’
asem
Æ asam
‘asam’
due
Æ duo
‘dua’
Unsur bahasa lain yang dipakai dalam
pemakaian
bahasa
Melayu
pemakaian bahasa pada komunitas Loloan
ketika
seseorang
tidak
Loloan adalah bahasa Indonesia. Dalam
menggunakan bahasa Melayu Loloan
pandangan penutur bahasa Melayu
lagi,
Loloan
bisa
Indonesia dalam komunikasi sehari-
bahasa
Melayu
harinya. Hal itu, misalnya terjadi
Indonesia.
Bahasa
ketika seseorang tinggal lama di
Melayu Loloan disebut sebagai base
daerah lain (di kota seperti Denpasar).
lame ‘bahasa lama’ sedangkan bahasa
Akan
Indonesia
bahasa
menggunakan bahasa Melayu Loloan
Bali,
dibedakan dengan
sangat
antara
bahasa
jelas
adalah
tetapi
menggunakan
tetapi,
bila
bahasa
seseorang
“baru/modern”.
Istilah
sambet
“murni” disebut menggunakan “base
(gaya/lupa
muncul
dalam
lame” (bahasa lama). Bahasa Melayu
diri)
13
Loloan yang dianggap berterima di
Melayu dengan serapan unsur-unsur
komunitasnya adalah “base karang
bahasa
ini”, yaitu bahasa Melayu Loloan Bali
dalam
Indonesia,
seperti
tabel
terlihat berikut
yang hidup saat ini, yaitu berupa bahasa . Tabel 4 Kata Bahasa Indonesia dalam Bahasa Melayu Loloan Kata Adopsi
Kata Adaptasi dan Arti
televisi radio telepon padi pait
tidur Æ tedur ‘tidur’ lain Æ laen ‘lain’ air Æ aer ‘air’
Unsur bahasa Indonesia sangat
pemerhati bahasa Melayu Loloan.
banyak memperkaya kosakata bahasa
Penyusutan pemakaian bahasa Melayu
Melayu Loloan Bali. Unsur bahasa
Loloan, baik dalam ranah pemakaian
Indonesia dipandang cocok dipakai
bahasa maupun dalam unsur bahasa
untuk pengungkapan ilmu pengetahuan
memungkinkan
dan teknologi modern. Selain itu,
Loloan akan semakin menyusut dalam
bahasa Indonesia dekat dengan bahasa
pemakaiannya.
bahasa
Melayu
Melayu dan “dipandang” netral dalam artian
bahasa
melambangkan
Indonesia identitas
tidak
6. Simpulan dan Saran Bahasa
golongan
merupakan
aspek
tertentu, seperti bahasa Bali yang
penting dalam kehidupan manusia,
melambangkan identitas orang Bali
baik secara religius, secara sosiologis,
(Hindu). Begitu besarnya pengaruh
maupun secara ekologis. Dalam kaitan
bahasa
bahasa
itu kehidupan dan perkembangan
Melayu Loloan dan sikap penutur yang
bahasa dipengaruhi faktor ekologi
“merasa” bahasa Indonesia sebagai
bahasa,
bahasa sendiri dan tidak perlu ditolak
bahasa dengan lingkungan alamnya,
dalam
hubungan
sangat
Indonesia
pemakaian
terhadap
bahasa
Melayu
mengkhawatirkan
para
14
yaitu
hubungan
sosial
penutur
penutur
bahasa
dengan penutur lainnya (baik penutur
bahasa yang sama maupun penutur
kata khitanan yang upacaranya masih
bahasa yang berbeda), dan hubungan
dipertahankan.
religius (penutur bahasa dengan Sang
hubungan sosial terlihat dinamika
Penciptanya). Hal itu sesuai dengan
yang
falsafah kihidupan masyarakat Hindu-
hakikatnya bahasa eksis tergantung
Bali yang dikenal dengan Tri Hita
pada pemakaian bahasa sebagai sarana
Karana (tiga penyebab kebahagiaan:
sosial (komunikasi). Dalam hal ini,
hubungan
Tuhan,
terjadi akomodasi bahasa Melayu
manusia dengan manusia lain, dan
Loloan dengan bahasa Bali dan bahasa
manusia
Indonesia
manusia
dengan
dengan
lingkungan
paling
Terakhir,
besar
yang
dalam
karena
diserap
pada
melalui
adopsi, seperti pait ‘pahit’ (bahasa
fisik/alamnya). Hubungan alam berpengaruh
Bali) dan telepon (bahasa Indonesia),
signifikan dalam pemakaian kosa kata,
dan adaptasi, seperti kuping ‘telinga’
seperti kata kelam ‘kayu penutup celah-
(bahasa Bali) menjadi koping dan lain
celah (pada jendela/daun pintu)’, sendi‘
(bahasa Indonesia) mejadi laen.
pengalas tiang pada rumah’, tontongan
Terkait dengan pembahasan
‘jendela pada rumah panggung’ yang
ini, perlu direkomendasikan untuk
terkait dengan rumah panggung, hampir
memperhatikan
tidak dikenal lagi, kecuali kata sendi
pemakaian
yang
menjaga kelestarian sebuah bahasa.
masih
ditemukan.
Dalam
lingkungan
bahasa
dalam
usaha
hubungan relegi, kosa kata seperti ruah
Walaupun
tidak
‘selamatan’, tungsten ‘upacara adat’,
menstatiskan
kehidupan
nela’i/kepus pungsed ‘ upacara mulai
bahasa karena bahasa digunakan oleh
bersih atau putusnya tali pusar pada
masyarakat penutur yang dinamis,
bayi’, lepas kambuhan ‘ upacara 40
usaha
hari setelah bayi lahir’, dan khitanan
pola/sistem bahasa (tata bahasa) perlu
‘upacara sunatan yang dilakukan pada
dilakukan. Dinamika kosa kata dan
waktu anak berumur 4—12 tahun’
istilah perlu dikembangkan sesuai
hampir tidak digunakan lagi, kecuali
dengan perkembangan masyarakat.
15
menjaga
mungkin sebuah
“kemurnian”
Daftar Pustaka Adelaar, Alexander dan Nikolaus P. Himmelmann (ed.). 2005. The Austronesian Languages of Asia and Madagascar. Routledge, London and New York. Anderson, James N. 1979. Structural Aspects of Language Change. Longman Group Ltd., London. Bappeda Kabupaten Jembrana. 2003. Jembrana Dalam Angka. Bappeda Kabupaten Jembrana, Jembrana. Brandan, Arifin. 1995. Loloan: Sejumlah Potret Ummat Islam di Bali. Yayasan Festival Istiqlal II, Jakarta. Chomsky, Noam. 1971. Syntactic Structures. The Hague, Mouton, Paris. Collins, James T. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Alih bahasa Alma Evita Almanar. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Darma Laksana, I Ketut. 1980. “Kamus Dialek Melayu Bali-Bahasa Indonesia” (skripsi). Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Fishman, J.A.1968. Reading in the Sociology of Language. The Hague- Mouton, Paris. Gussmann, Edmund. 2002. Phonology: Analysis and Theory. Cambridge University Press. Haugen, Einar. 1972. The Ecology of Language. California.
Stanford University Press,
Kridalaksana, Harimurti. 1982a. Kamus Linguistik. PT Gramedia, Jakarta. Kridalaksana, Harimurti. 1986. “Pendekatan Historis dalam Kajian Bahasa Melayu dan Indonesia”; makalah dalam Masyarakat Linguistik Indonesia Th. 4 No. 8 Desember 1986. Jakarta. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia. Laksmi, A.A. Rai. 1984. “Kata-kata Pungut Bahasa Bali dalam Dialek Melayu Bali di Kecamatan Negara” (skripsi). Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar. Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali. Proyek Penelitian dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Daerah Jakarta, Jakarta.
16