BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektualitas saja melainkan juga dari tata cara berprilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati seorang guru. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan menengah. Menurut Barnawi dan Arifin (2012), guru merupakan pendidik dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pembelajaran siswa. Menurut Djamarah dan Zain (2006) guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah sebagai pengelola kegiatan proses belajar mengajar dimana dalam hal ini guru bertugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa agar bisa mencapai tujuan pembelajaran. 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, unjuk kerja atau kemampuan kerja. Menurut Mangkunegara (2009) istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (pretasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh sesorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Senada dengan pendapat diatas, Rusman (2012) menyatakan bahwa kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja juga dapat diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Rivai (2008) menyatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kemudian senada dengan pendapat di atas, Suwatno (dalam Barnawi & Arifin, 2012) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja nyata yang ditampilkan seseorang setelah menjalankan tugas dan perannya dalam organisasi. Selanjutnya, menurut Suntoro (dalam Pabundu Tika, 2010) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Menurut Byars dan Rue (dalam Djama’an Satori, 2012) “ Performance refers to degree of accomplishment of the tasks that make up an individual’s job. It reflects how well an invidual is fulfilling the requiements of a job”. Pendapat tersebut diartikan bahwa kinerja atau performance mengacu pada derajat tingkat penyelesaian tugas yang melengkapi pekerjaan seseorang. Hal ini
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mencerminkan seberapa baik seseorang dalam melaksanakan tuntutan suatu pekerjaan. Menurut Arifin (2004), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keinginan individu untuk menunjukkan perilaku dan kesediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik. Menurut Tabrani (2000) Kinerja guru adalah melaksanakan proses pembelajaran baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas di samping mengerjakan kegiatan–kegiatan lainnya, seperti mengerjakan administrasi pembelajaran, melaksanakan bimbingan dan layanan pada para siswa, serta melaksanakan penilaian. Rusman (2012) menambahkan bahwa wujud perilaku guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Dari ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru. Artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung dengan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motivasi untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
motivasi untuk menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru merupakan prestasi kerja atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seorang guru atau sekelompok guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar kinerja yang telah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan dan cita–cita pendidikan, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar.
2.1.2 Karakteristik Kinerja Guru Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002): 1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi 2. Berani mengambil dan menanggung jawab resiko yang dihadapi. 3. Memiliki tujuan yang realistis 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya 5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebagai profesi guru, ada karakteristik yang melekat pada guru, diantaranya : 1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. 2. Menurut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu. 4. Memiliki kode etik yang dijadikan sebagai suatu pedoman perilaku anggota. 5. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material.
2.1.3 Standar Kinerja Guru Standar
kinerja
merupakan
patokan
dalam
mengadakan
pertanggungjawaban terhadap segala hal yang telah dikerjakan. Menurut Ivancevich dalam Rusman (2012) patokan tersebut meliputi: (a) Hasil, mengacu pada ukuran output utama organisasi; (b) Efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka oleh organisasi; (c) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya; (d) Keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggapan organisasi terhadap perubahan. Selanjutnya, piet A. Sahertian dalam Rusman (2012) menjelaskan bahwa standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas kinerja guru dalam menjalankan tugasnya seperti: (a) Bekerja dengan siswa secara individu; (b) 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Persiapan
dan
perencanaan
pembelajaran;
(c)
Pendayagunaan
media
pembelajaran; (d) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (e) kepemimpinan yang aktif dari guru. Selanjutnya Rusman (2012) mengatakan ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (a) Menguasai bahan/materi pelajaran; (b) Mengelola program pembelajaran; (c) Mengelola kelas; (d) Menggunakan media dan sumber; (e) Menguasai landasan pendidikan; (f) Mengelola interaksi pembelajaran; (g) Menilai prestasi belajar siswa; (h) Mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan; (i) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (j) Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pembelajaran. Dari sepuluh kompetensi dasar itu, maka diguguskan menjadi tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, diantaranya: (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan pembelajaran; (3) Evaluasi/ menilai pembelajaran.
2.1.4 Penilaian Kinerja Dalam upaya mewujudkan kinerja yang baik diperlukan proses penilaian kinerja. Menurut Rivai (2008) penilaian kinerja merupakan sistem formal yang terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan memengaruhi sifat– sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
itu sudah sesuai atau belum dengan standar kinerja yang telah disusun sebelumnya. Menurut Hasibuan (dalam Barnawi &Arifin, 2012) penilaian kinerja adalah evaluasi terhadap perilkau, prestasi kerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan. Menurut Uhar (2012) penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna menilai perilaku karyawan dalam pekerjaannya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian kinerja guru pada dasarnya merupakan proses menilai hasil kerja guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas–tugas keguruannya dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Rivai (2008) tujuan penilaian kinerja yaitu: a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini. b. Menolong pertanggungjawaban dari karyawan c. Pemberian imbalan, berupa kenaikan gaji berkala d. Untuk pembeda antara karyawan satu dengan yang lain e. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan kedalam: 1) Penguasaan kembali, seperti mutasi atau rotasi pekerjaan 2) Promosi kenaikan jabatan 3) Training atau latihan f. Meningkatkan motivasi kerja dan etos kerja Menurut Ditjen PMPTK (peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan) dalam bukunya Barnawi dan Arifin yang berjudul Kinerja Guru Profesional (2012) secara umum penilaian kinerja guru memiliki dua fungsi utama yaitu:
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan
keterampilan
yang
diperlukan
dalam
proses
pembelaajran,
pembimbingan atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan penilaian kinerja guru. 2. Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah yang dilakukan pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebgai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
2.1.5 Indikator Kinerja Guru Georgia Department of education telah mengembangkan teacher performance assesment yang kemudian dimodifikasi oleh depdiknas menjadi alat penilaian kemampuan guru (APKG) (dalam Rusman, 2012). APKG menyoroti tiga aspek utama kemampuan guru yaitu: (1) Rencana pembelajaran, (2 ) prosedur pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Secara rinci indikator kinerja guru dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perencanaan guru dalam program kegiatan pembelajaran. Tahap perencanaan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
guru dalam hal ini dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. 2. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Semua hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanannya menuntut kemampuan guru dalam : a. Pengelolaan kelas. Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. b. Penggunaan media dan sumber belajar. Kemampuan kedua dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasai guru adalah menggunakan media dan sumber belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan materi pembelajaran. c. Penggunaan metode pembelajaran. Diharapkan seorang guru mampu menguasai berbagai metode pengajaran dan dapat memilih metode yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran yang ingin disampaikan. Menurut Ibrahim dan Sukmadinata (dalam Rusman 2012) setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut. Namun yang penting bagi guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai.
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Evaluasi kegiatan. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditunjukkan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara–cara evaluasi, penyusunan alat–alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil evaluasi.
2.1.6 Faktor – faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut
Mangkunegara
(2009)
faktor–faktor
yang
memengaruhi
pencapaian kinerja atau prestasi kerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Lebih lanjut Mangkunegara (2009) menjelaskan secara rinci kedua faktor tersebut. a. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan seseorang terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +skill). Artinya, seseorang yang memiliki IQ di atas rata–rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk pekerjaannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, guru perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Dengan kata lain, seseorang akan lebih mudah untuk menunjukkan kinerja yang terbaik jika ia memiliki kemampuan. Salain IQ, ada kecerdasan lain yang dimiliki manusia yaitu, EQ dan AQ. Menurut Stoltz (2000) faktor paling penting dalam meraih sukses 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
adalah adversity quotient /AQ. Tanpa adversity quotient yang baik, IQ dan EQ akan menjadi sia-sia dan tidak berarti karena untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan keuletan, tahan banting dan daya juang yang tinggi. Tentu dalam mewujudkan kinerja yang terbaik, banyak tantangan yang dihadapi, maka dalam hal ini peran adversity quotient
sangat
menentukan kesuksesan seseorang. adversity quotient yaitu kemampuan atau kecerdasan seseorang dalam mengatasi masalah dan mampu mengubah hambatan menjadi sebuah peluang meraih kesuksesan (Stoltz, 2000) b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) menghadapi
situasi
kerja.
Motivasi
merupakan
seseorang dalam kondisi
yang
menggerakkan diri seseorang agar terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Selain faktor kemampuan, faktor motivasi juga akan memengaruhi kinerja seseorang, karena faktor inilah yang dapat menggerakkan diri seseorang untuk dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Barnawi dan Arifin (2012) kinerja guru tidak terwujud dengan begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor–faktor tertentu yaitu, faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari guru itu sendiri, contohnya kemampuan, keterampilan, kepribadian, persepsi, motivasi menjadi guru, pengalaman lapangan dan latar belakang keluarga. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
guru seperti sarana dan prasarana,
lingkungan kerja fisik dan
kepemimpinan. Selanjutnya menurut Mangkuprawira dan Aida (dalam Yamin & Maisah, 2010) faktor–faktor yang memengaruhi kinerja guru terdiri dari faktor intrinsik guru (personal/individu) meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki guru. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kinerja guru tidak akan terwujud
dengan
sendiri,
tetapi
terdapat
beberapa
faktor
yang
memengaruhinya. Salah satu faktor yang penting adalah faktor yang berasal dari dalam diri guru itu sendiri, yaitu meliputi kemampuan menjadi guru, (IQ, ESQ dan AQ ), motivasi menjadi guru, keterampilan mengajar dan kepribadian yang menyenangkan.
2.2
Adversity Quotient
2.2.1 Definisi Adversity Quotient Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan atau kemalangan. Jadi dapat diartikan adversity sebagai kesulitan, masalah, atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa Inggris adalah derajat atau jumlah dari kualitas spesifik/karakteristik atau dengan kata lain mengukur kemampuan seseorang. Istilah adversity quotient (AQ) diambil dari konsep yang dikembangkan oleh Paul G Stoltz, ph.D, presiden PEAK Learning ,inc. Seorang konsultan di dunia kerja dan pendidikan berbasis skill, untuk menjembatani kecerdasan 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
intelektual (IQ) dengan kecerdasan emosional (EQ). Karena menurut Stoltz (2000) kedua hal itu saja tidak cukup untuk menjadi tolok ukur yang akan memprediksi
keberhasilan
seseorang.
Menurutnya,
meskipun
seseorang
mempunyai IQ , EQ dan SQ yang baik namun apabila tidak mempunyai daya juang yang tinggi dan merespon kesulitan yang baik dalam dirinya, maka kedua hal tersebut akan menjadi sia–sia saja. Menurut Stoltz (2003) Adversity quotient adalah kemampuan seseorang dalam mengubah persoalan menjadi sebuah kesempatan. Stoltz juga mengatakan bahwa adversity quotient adalah seperangkat ukuran untuk mengetahui respon terhadap tantangan kerja yang dihadapi menjadi sebuah peluang mencapai keberhasilan. Adversity quotient mempunyai tiga bentuk, yaitu: a. Adversity quotient /AQ adalah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. b. Adversity quotient /AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap tantangan kerja. c. Adversity quotient/ AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan, yang akan berakibat memperbaiki efektivitas dan profesional secara keseluruhan. Gabungan dari tiga unsur di atas merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar meraih sukses (Stoltz, 2003) Dari penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menghadapi kesulitan atau masalah hidup, serta dapat mengubah hambatan menjadi sebuah peluang mencapai kesuksesan.
2.2.2 Dimensi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2003) adversity quotient
terdiri dari empat dimensi
penyusun yang disingkat CO2RE yaitu dimensi Control, Origin-Ownership, Reach dan Endurance. Ini merupakan gambaran karakteristik individu yang mendasari kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan tantangan dalam hidup. Berikut ini penjelasan dari keempat dimensi tersebut: a.
Control ( Pengendalian) Control mengukur sejauh mana seseorang mampu memengaruhi dan
mengendalikan respon individu secara positif terhadap situasi apapun. Kendali yang sebenarnya dalam situasi hampir tidak mungkin diukur, kendali yang dirasakan jauh lebih penting. Dimensi control merupakan salah satu yang penting karena berhubungan langsung dengan pemberdayaan serta memengaruhi dimensi CO2RE lainnya. b.
Origin-Ownership ( asal–usul dan pengakuan ) O2 merupakan kependekan dari origin (asal-usul) dan ownership
(pengakuan), O2 mempertanyakan dua hal berikut : 1. Siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mengakui akibat – akibat kesulitan. 2. Sampai sejauh mana seseorang bersedia mengakui akibat kesulitan itu. rasa bersalah tidak sama dengan memikul tanggung jawab. Mengakui
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan mencerminkan tanggung jawab dan inilah paro kedua dimensi O2. c.
Reach ( Jangkauan ) Reach merupakan kemampuan dan potensi suatu masalah memengaruhi
bagian-bagian lain dalam kehidupan seseorang. respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memengaruhi kesegi-segi lain dari kehidupan. d.
Endurance ( daya tahan ) Endurance merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk tetap
bertahan dalam situasi yang sulit dan berusaha memperbaikinya. Seberapa besar tingkat ketahanan dan ketekunan seseorang dalam menghadapi masalah. Empat dimensi di atas adalah yang mendasari seseorang dalam menentukan tingkat adversity quotient, karena AQ adalah variabel yang menentukan seseorang dalam menaruh harapan dan terus memegang kendali dalam situasi yang sulit. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecerdasan dalam menghadapi rintangan tidak hanya cukup mengetahui apa yang meningkatnya, tetapi apa yang perlu diperhatikan adalah dimensi-dimensinya agar dapat memahami kecerdasan dalam menghadapi rintangan sepenuhnya.
2.2.3 Tingkatan dalam Adversity Quotient Stoltz (2003) mengelompokkan individu berdasarkan daya juang menjadi tiga: quitter, camper, dan climber. Penggunaan ini dari kisah pendaki Everest, ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian, merasa puas sampai pada ketinggian tertentu dan mendaki terus hingga puncak tertinggi. Kemudian Stoltz menyatakan bahwa orang yang menyerah disebut quitter, orang yang merasa puas pada 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pencapaian tertentu sebagai camper dan orang yang terus ingin meraih kesuksesan disebut climber. Adapun penjelasan dari ketiga tingkatan adversity quotient /AQ tersebut yaitu : a. Quitter atau orang yang mudah menyerah, yaitu orang yang mundur dari pendakian mereka atau pencapaian tujuan mereka. Orang yang seperti ini mudah putus asa dan cepat meyerah. b. Campers atau orang yang berkemah, yaitu orang yang bekerja keras, menggunakan potensinya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dan kemudian merasa puas dengan zona aman yang mereka jumpai. Mereka jadi termotivasi oleh hal-hal yang dapat diperkirakan, keamanan dan perubahan terbatas, sehingga mereka dan kemampuan mereka akan mengalami kemunduran. Dengan kata lain orang yang tipe seperti ini tidak mencapai puncak namun sudah puas dengan apa yang dicapainya. c. Climber atau pendaki, yaitu orang yang terus mendaki, terus berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengatasi kesulitannya dan mencapai potensi maksimalnya. Climber akan terus berusaha, terus belajar dan tidak pernah puas dengan apa yang diraihnya. Dengan kata lain, orang yang tipe seperti ini adalah orang yang selalu optimis, melihat peluang-peluang, melihat celah dan selalu bergairah untuk terus maju.
2.2.4 Karakteristik Quitter, Camper dan Climber a. Quitter 1) Menolak untuk mendaki lebih tinggi 2) Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak lengkap 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3) Bekerja sekedar cukup untuk hidup 4) Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesungguhnya 5) Jarang sekali memiliki persahabatab yang sejati. 6) Dalam menghadapi perubahan mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak. 7) Terampil dalam kata-kata yang sifatnya membatasi, seperti : tidak mau, mustahil, ini konyol dan sebagainya. 8) Kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali, mereka tidak mempunyai visi dan keyakinan akan masa depan, kontribusinya sangat kecil. b. Camper 1) Mereka mau untuk mendaki, meskipun akan berhenti di titik tertentu dan merasa cukup sapai disitu. 2) Mereka cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu. 3) Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat dan beberapa usaha. 4) Menahan diri terhadap perubahan, meskipun kadang tidak menyukai perubahan besar karena merasa nyaman dengan kondisi yang ada. 5) Menggunakan bahasa dan kata-kata yang kompromistis, seperti: sudah cukup bagus, cukup sampai di sini saja. 6) Prestasi tidak tinggi dan kontribusinya tidak besar juga.
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7) Meskipun telah melalui berbagai rintangan, namun mereka akan berhenti juga pada suatu tempat dan berkemah di tempat tersebut. c. Clamber 1) Membaktikan diri untuk terus mendaki. Mereka adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan. 2) Menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui langkah-langkah kecil yang sedang dilewatinya. 3) Menyambut baik tantangan, motivasi diri, memiliki semangat tinggi dan berjuang mendapatkan yang terbaik dalam hidup, cenderung membuat segala sesuatu terwujud. 4) Tidak takut menjelajahi potensi-potensi tanpa batas yang ada di antara dua manusia, memahami dan menyambut baik resiko menyakitkan yang ditimbulkan karena bersedia menerima kritik. 5) Menyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong setiap perubahan tersebut kearah yang positif. 6) Bahasa yang digunakan adalah bahasa dengan kata-kata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan, mereka berbicara tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya, tentang tindakan dan tidak sabar dengan kata-kata yang tidak didukung dengan perbuatan. 7) Memberikan kontribusi yang cukup besar karena bisa mewujudkan potensi yang ada pada dirinya.
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8) Tidak asing dengan situasi yang sulit karena kesulitan merupakan bagian dari hidup. 2.2.5 Faktor – faktor yang memengaruhi Adversity Quotient Dalam pengembangannya, Stolz (2003) merumuskan faktor – faktor pembentuk Adversity Quotient (AQ) seseorang diantaranya: a. Daya saing Orang yang merespon kesulitan secara lebih optimis, bisa diramalkan akan bisa bersikap lebih agresif dan mengambil lebih banyak risiko, sedangkan
reaksi
yang
lebih
pesimistis
terhadap
kesulitan
menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan berhati-hati. b. Produktivitas Menurut Stolz (2003), orang yang merespon kesulitan secara destruktif terlihat kurang produktif dibandingkan dengan orang yang tidak destruktif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh seligman di metropolitan Life insurance company, ia menemukan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik. c. Kreativitas Menurut Stoltz (2003), orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan dengan baik juga tidak mampu bertindak kreatif, begitu pula sebaliknya.
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Joel Barker, kreativitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. d. Motivasi Dalam penelitian Stoltz (2003), orang yang memiliki adversity Quotient yang tinggi adalah orang yang memiliki motivasi tinggi. e. Mengambil Risik Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2003) menemukan bahwa orang-orang yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif bersedia mengalami lebih banyak resiko sehingga dapat mengatasi hambatanhambatan dengan lebih baik. f. Perbaikan Perbaikan sangat diperlukan dalam upaya mempertahankan hidup. Diperlukan perbaikan untuk mencegah supaya tidak ketinggalan zaman dalam karir dan hubungan-hubungan dengan orang lain. Perbaikan secara terus-menerus akan membantu seseorang bertahan mengalami kegagalan-kegagalan yang dihadapi. g. Ketekunan Ketekunan adalah inti dari adversity quotient /AQ, yaitu sebuah kemampuan seseorang untuk terus menerus berusaha bahkan ketika dihadapkan pada kemunduran-kemunduran atau kegagalan. Jadi adversity quotient /AQ menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk bertekun.
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
h. Belajar Menurut Carol Dweck (dalam Stolz, 2003) membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan berprestasi dibandingkan anak-anak yang pesimis. i.
Merangkul perubahan Agar dapat menjadi sukses, seseorang harus mampu mengatasi perubahan. Perubahan jangan dijadikan alasan untuk berhenti, tetapi perubahan harus dijadikan kekuatan.
j.
Keuletan, Tekanan dan kemunduran Orang yang merespon kesulitan dengan buruk sekali dihancurkan oleh kemunduran-kemunduran. Ada yang perlahan-lahan bangkit kembali, namun ada juga yang tidak bangkit lagi.
2.2.6 Manfaat Adversity Quotient Menurut Aslichati (2012), beberapa manfaat yang diperoleh dari adversity quotient antara lain: 1. Mampu membuat sebuah paradigma baru yang akan bergeser pertemuan negatif atau kerugian dalam kesempatan belajar. 2. Meningkatkan manajemen diri, berhenti menyalahkan dan mengurangi sabotase emosional 3. Mengatasi kemunduran yang membuat stres dan mis komunikasi. 4. Meningkatkan kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. 5. Meningkatkan pemahaman dan komunikasi dalam tim. 6. Meningkatkan daya saing, kreativitas dan kemampuan belajar. 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3 Kerangka berpikir Dari uraian diatas kinerja guru adalah wujud perilaku guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (Rusman, 2012).Untuk mencapai tujuan dan cita-cita pendidikan yang berkualitas tinggi diperlukan kinerja guru yang berkualitas. Kinerja guru dikatakan berkualitas apabila guru telah menguasai bahan atau materi pelajaran, mampu mengelola program pembelajaran, mampu mengelola kelas, dapat menggunakan media dan sumber belajar sesuai dengan materi pelajaran dan sebagainya. Artinya, kinerja
yang baik didukung oleh
kompetensi yang baik pula. Adversity
quotient
adalah
kecerdasan
individu
dalam
berfikir,
mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan dalam menghadapi kesulitan, hambatan atau tantangan hidup, serta mengubah kesulitan maupun hambatan tersebut menjadi sebuah peluang untuk meraih kesuksesan Tuntutan akan kinerja guru yang tinggi memang sudah menjadi bagian dari harapan pendidikan. Dalam hal ini guru Sekolah Islam Terpadu, dengan berbagai tantangan yang terjadi, baik dari diri sendiri atau
lingkungan
diharapkan guru mampu mengatasinya dan menjadikannya sebuah peluang mecapai kesuksesan dalam kinerjanya tersebut. adversity quotient (Stoltz, 2003).
Adversity Quotient
Kinerja
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4 Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : adanya hubungan antara adversity quotient dengan kinerja guru Sekolah Islam Terpadu Jakarta Barat. Dengan asumsi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel diatas adalah jika nilai prpbabilitas < 0.005 maka Ha diterima sedangkan jika nilai propabilitas > 0.005 maka Ho ditolak.
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/