BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat.bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorfose dalam berbagai aspeknya.Dampak pariwisata merupakan wilayah kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur ,terutama dampak terhadap masyarakat lokal.(i Gde Pitana 2005:109) Menurut Damanik (2006:1), pariwisata dalam arti luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya. Lebih lanjut Pendit (2002: 33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai berikut: Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap
11 Universitas Sumatera Utara
kemajuan-kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan-pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat, program-program kebersihan atau kesehatan, proyek sarana budaya dan kelestarian lingkungan, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi wisatawan dalam lingkungan wilayah yang bersangkutan, maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju ekonominya, di mana pada gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan di tengah-tengah industri lainnya. Adapun yang menjadi manfaat Pariwisata adalah: 1) Meningkatkan hubungan yang baik antar bangsa dan negara; 2) Membuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan bagi masyarakat; 3) Merangsang dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat; 4) Meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, pendapatan daerah, dan devisa negara; 5) Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan; 6) Membantu dan menunjang gerak pembangunan, seperti penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan; 7) Menjaga kelestarian flora, fauna, dan lingkungan. Sedangkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan adalah: 1) Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata;
12 Universitas Sumatera Utara
2) Memupuk rasa cinta tanah air; 3) Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; 4) Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; 5) Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
2.2 Pelaku Pariwisata Pelaku pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat dalam kegiatan pariwisata. Adapun yang menjadi pelaku pariwisata menurut Damanik (2006:19-24) adalah: 1) Wisatawan; adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan.Wisatawan memiliki beragam motif dan latar belakang (minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan wisata. Dengan perbedaan tersebut, wisatawan menjadi pihak yang menciptakan permintaan produk dan jasa wisata 2) Industri Pariwisata / Penyedia Jasa; adalah semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata. Mereka dapat digolongkan ke dalam dua golongan utama, yaitu: a. Pelaku Langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatwan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dan lain-lain.
13 Universitas Sumatera Utara
b. Pelaku Tidak Langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembaran panduan wisata, dan sebagainya. 3) Pendukung Jasa Wisata; adalah usaha yang tidak secara khusus menawarkan produk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung pada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk itu. Termasuk di dalamnya adalah penyedia jasa fotografi, jasa kecantikan, olahraga, penjualan BBM, dan sebagainya. 4) Pemerintah; sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu, pemerintah juga bertanggungjawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan pariwisata. Kebijakan makro yang ditempuh pemerintah merupakan panduan bagi stakeholder yang lain dalam memainkan peran masing-masing. 5) Masyarakat Lokal; adalah masyarakat yang bermukim di kawasan wisata. Mereka merupakan salah satu aktor penting dalam pariwisata karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Selain itu, masyarakat local merupakan pemilik langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus dikonsumsi wisatwan. Air, tanah, hutan, dan lanskap yang merupakan sumberdaya pariwisata yang dikonsumsi oleh wisatawan dan pelaku wisata lainnya beraa di tangan mereka. Kesenian yang menjadi salah satu daya tarik wisata juga hampir sepenuhnya milik mereka. Oleh sebab itu, perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan wisata akan bersentuhan langsung dengan kepentingan mereka.
14 Universitas Sumatera Utara
6) Lembaga Swadaya Masyarakat; merupakan organisasi non-pemerintah yang sering melakukan aktivitas kemasyarakatan di berbagai bidang, termasuk di bidang pariwisata, seperti proyek WWF untuk perlindungan Orang Utan di Kawasan Bahorok Sumatera Utara atau di Tanjung Putting Kalimantan Selatan, Kelompok Pecinta Alam, Walhi, dan lain-lain.
2.3 Pengertian Wisata Religi Tentang mengapa semua orang melakukan perjalanan wisata, setiap orang akan mempunyai alasan-alasan tersendiri. Salah satu alasan adalah untuk berziarah atau untuk keperluan keagamaan lain. Hal ini disebut juga dengan wisata rohani. Wisata rohani adalah perjalanan wisata di mana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Jenis wisata ini sedikit banyaknya dikaitkan dengan agama, sejarah adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan maupun rombongan ke tempat-tempat suci, seperti kunjungan ke Istana Vatikan di Roma bagi orang yang beragama Katolik, ke Yerusalem dan ke Muntilan pusat pengembangan agama Kristen di Jawa Tengah bagi umat beragama Kristen Protestan, ke tanah suci bagi umat beragama Islam, upacara agama Hindu Bali di Sakenan, Bali, Umat beragama Budha ke tempattempat suci Agama Budha di India, Nepal, Tibet dan sebagainya. Yoeti (1983 : 116) Suwantoro berpendapat bahwa wisata rohani merupakan perjalanan wisata yang dimaksudkan guna melakukan ibadah keagamaan, misalnya umroh oleh sebuah konsorsium biro perjalanan, tour ke Lourdes di Perancis Selatan, tour
15 Universitas Sumatera Utara
mengikuti Waicak di Candi Borobudur-Pawon-Mendut dan lain-lain, ( Suwantoro 1997:16). Dari kedua pengertian wisata rohani di atas, maka diambil kesimpulan bahwa wisata rohani adalah perjalanan yang dilakukan dengan tujuan keagamaan baik dalam bentuk upacara keagamaan dan juga merupakan tempat ibadah. 2.4 Persepsi Persepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judment) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dalam diri setiap individu diperoleh dengan hal-hal yang diterima panca indera. Adapun faktorfaktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah umur dan jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektual (Wibowo 1988). Persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan proses merasa, menafsirkan pesan, mengorganisasi, menginterpretasi dan mengevaluasi informasi yang masuk (Lumintang dan Murni,1998). Selanjutnya, masalah persepsi ini diuraikan secara lebih dalam oleh Bruner (1957). Ia mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek-obyek di luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) obyek-obyek atau peristiwaperistiwa. Proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif di mana individu yang bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat
16 Universitas Sumatera Utara
mengenali atau memberi arti kepada masukan tersebut. Dengan demikian persepsi juga bersifat inferensial atau menarik kesimpulan (Sarwono, 2000). Persepsi adalah proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan, yang dapat diperoleh melalui penglihatan, penghayatan, pendengaran, perasaan, maupun pnciuman. Persepsi merupaan penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut (Thoha 1998)
Lumintang dan Murni (1998)
menyatakan bahwa persepsi individu dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, kelompok, nilai, kepercayaan dan sikap yang dimiliki. Kayam dalam Basyuni (2001) menambahkan bahwa faktor-faktor dalam diri individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, dan kapasitas alat indera. Sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi persepsi menurut Kayam adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan latar belakang sosial budaya. Menurut Wibowo (1988), banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor (individu yang memberikan persepsi) yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya dan persepsi orang lain. Faktor-faktor tersebut adalah meliputi beberapa hal berikut : 1. Faktor Pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan obyek. Semakin tinggi pula veridikalitasnya. Pengayaan pengalaman ini dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan obyek-obyek stimulus yang serupa. 2. Faktor Intelegensia. Semakin tinggi intelegensia seseorang atau semakin cerdas orang yang bersangkutan semakin besar kemungkinan ia akan bertindak obyektif dalam memberikan penilaian atau pembangunan kesan mengenai obyek stimulus.
17 Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli. Setiap orang dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini dinamakan emphati. 4. Faktor Ingatan. Daya ingat seseorang juga menentukan veridikalitas persepsinya. 5.Faktor Disposisi Kepribadian. Disposisi kepribadian di sini diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang. 6. Faktor Sikap Terhadap Stimulus. Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu obyek. 7. Faktor Kecemasan. Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan obyek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsi obyek tersebut. Kecemasan dapat menyebabkan seseorang melakukan macam-macam hal untuk mengatasi keadaan di dalam dirinya. 8. Faktor Pengharapan. Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya. Berbagai
faktor
tersebut
berfungsi
tumpang
tindih,
sulit
untuk
menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat rangsang, rangsang sosial. Selain itu persepsi dipengaruhi oleh minat, selera,
18 Universitas Sumatera Utara
kebutuhan
angan-angan
dan
lain-lain.
Selanjutnya
Wibowo
(1988)
mengungkapkan bahwa persepsi juga bergantung pada : 1. pendidikan seseorang 2. kedudukan dalam strata sosial 3. latar belakang sosial budaya 4. usia dan lain-lainnya. 2.4.1 Syarat Terjadinya Persepsi Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut: a. Adanya objek yang dipersepsi b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon. 2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut : a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik,gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. b.
Faktor
eksternal:
diperoleh,pengetahuan
latar dan
belakang kebutuhan
keluarga, sekitar,
informasi intensitas,
yang ukuran,
keberlawananpengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
19 Universitas Sumatera Utara
Menurut Bimo Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalampersepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu: a. Objek yang dipersepsi Objek
menimbulkan
stimulus
yang
mengenai
alat
indera
atau
reseptor.Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi jug adapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.
c. Perhatian Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek. Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaanperbedaan individu, perbedaanperbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam
20 Universitas Sumatera Utara
sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya. 2.4.3 Proses Persepsi Menurut Miftah Toha (2003: 145), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan, yaitu: a. Stimulus atau Rangsangan Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya. b. Registrasi Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut. 2.5 Kepercayaan (Trust) Dalam Termonologi sosiologi,konsep kepercayaan dikenal dengan trust.Definisi kepercayaan(trust)dalam oxford english dictionary dijelaskan sebagai confidence in yang berarti yakin pada dan Reliance on yang bermakna parcaya atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu. Torsvik(2000:458)menyebutkan kepercayaan merupakan kecenderungan perilaku
tertentu
yang
dapat
mengurangi
resiko
yang
muncul
dari
perilakunya.Menurut Giddens(2005) kepercayaan pada dasarnya terikat,bukan kepada resiko namun kepada berbagai kemungkinan.kepercayaan selalu mengandung konotasi keyakinan di tengah-tengah berbagai akibat yang serba
21 Universitas Sumatera Utara
mungkin,apakah dia berhubungan dengan tindakan individu atau dengan beroperasinya
sistem.Menurut
Lawang(2004:36)Kepercayaan
merupakan
“hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interkasi sosial. Ada
beberapa
situasi
menurut
giddens
dimana
pola
resiko
diinstitusionalkan di dalam kerangka kerja kepercayaaan disekitarnya,seperti di investasi pasar modal .disini skill dan kesempatan merupakan faktor pembatas resiko,namun secara normal resiko diperhitungkan secara sadar.Yang terlihat sebagai risiko yang “dapat diterima”minimalisasi bahaya-bervariasi pada konteks yang berlainan,namun biasanya ia menempati posisis sentral dalam menjalin kepercayaan. Dalam masyarakat pra-modern menurut giddens(2005:131-146)ditemukan 4 lingkungan yang menumbuh-kembangkan kepercayaan yaitu hubungan kekerabatan,komunitas masyarakat lokal,kosmologis religius,dan tradisi.Berbeda dengan masyarakat Pra-modern,masih berdasarkan pandangan giddens(2005:147200)dalam masyarakat modern terdapat 3 lingkungan yang dapat menimbulkan kepercayaan yaitu sistem abstrak,relasi personal,dan orientasi personal. Diskusi sosiologis tentang kepercayaan umumnya dikaitkan dengan keterbatasan perkiraan dan ketidakpastian yang berkenan dengan perilkau orang lain dan motif(gambetta,1988).setiap orang memiliki keterbatasan dalam memperkirakan sesuatu untuk mengatasi ketidakpastian tersebut maka dia harus menjalani hubungan kepercayaan dengan orang lain.Kepercayaan merupakan suatu harapan yang didasarkan atas inconclusive evidence(Hart,1988:187). Luhman (1973:30) memandang bahwa kepercayaan merupakan suatu cara yang terpenting dari orientasi manusia terhadap dunia.kepercayaan adalah suatu
22 Universitas Sumatera Utara
mekanisme yang mereduksi kompleksitas sosial.Ia memelihara keberlangsungan suatu
masyarakat.Kepercayaan
memperbesar
kemampuan
manusia
untuk
bekerjasama,bukan didasarkan atas kalkulasi rasional kognitif tetapi melalui pertimbangan dari suatu ukuran penyangga antara keinginan yang sangat dibutuhkan
dan
harapan
yang
mungkin
secara
parsial
mengecewakan.Kepercayaan meningkatkan toleransi terhadap ketidakpastian. Berbeda denagan Luhmann,Sako(1992) melihat kepercayaan dalam konteks
bisnis,Sako
menemukan
3
bentuk:yaitu
kepercayaan
kompetensi,kepercayaan kontraktual,dan kepercayaan niat baik. 2.6 Partisipasi Masyarakat Partisipasi merupakan suatu bagian paling penting dalam proses pemberdayaan masyarakat Pengertian tentang partisipasi oleh banyak ahli biasanya diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta masyarakat dalam pembangunan. Istilah lain partisipasi yang sering digunakan adalah peran serta, keterlibatan dan keikutsertaan yang terwujud di dalam sikap gotong-royong. Menurut Cohen dan Uphoff (Ndraha;1990) bahwa patisipasi dapat merupakan keluaran dan masukan pembangunan. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam program pembangunan terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, pemanfaatan, dan evaluasi pembangunan. Berkaitan dengan pengertian partisipasi dan kaitannya dengan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat maka partisipasi menjadi elemen yang sangat penting. Tanpa perhitungan partisipasi masyarakat, program pembangunan yang akan dilaksanakan merupakan perencanaan diatas kertas
23 Universitas Sumatera Utara
(Pusic dalam Adi;2001). Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari dua hal yaitu; partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Kedua hal tersebut mempunyai segi positif dan segi negatife, baik dalam bentuk partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Bintoro (1998) memberikan esensi partisipasi masyarakat sebagai berikut: 1. Keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terutama berlangsung dalam proses politik tetapi juga berlangsung dalam proses sosial, hubungan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. 2. Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat berupa sumbangan dalam memobilisasi sumbersumber pembiayaan dalam pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, dan pengawasan sosial atas jalannya pembangunan. 3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Bagian-bagian daerah ataupun golongan-golongan masyarakat tertentu dapat ditingkatkan keterlibatannya dalam bentuk kegiatan produktif mereka melalui perluasan kesempatan-kesempatan dan pembinaan tertentu.
24 Universitas Sumatera Utara