9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon yang meliputi reaksi, tanggapan, jawaban, dan balasan yang dilakukan oleh individu. Dalam pengertian paling luas tingkah laku ini mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Sedangkan pengertian sempitnya perilaku dapat dirumuskan hanya meliputi reaksi yang dapat diamati secara umum dan objektif. Skiner dalam Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar. Baron dan Byrne (2003) mendefinisikan prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Myers (dalam Sarwono, 2002) menyatakan bahwa prososial adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri. Prososial adalah segala tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif dari si penolong (Sears, 1991). Prososial menurut William (dalam Dayakisni, 2009) adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa, sehingga orang yang menolong akan merasa bahwa orang yang ditolong menjadi lebih sejahtera atau puas secara material
ataupun
psikologis.
Brigham
(dalam
Dayakisni,
2009)
menerangkan bahwa prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan
orang
lain.
Perilaku
tersebut
mengandung
unsur
kedermawan, persahabatan atau pertolongan yang diberikan orang lain. Prososial adalah perilaku yang menunjukkan keuntungan bagi orang lain daripada keuntungan bagi diri sendiri. Terkadang ketika perilaku ini ditujukan pada orang lain, ada resiko yang diterima pada diri sendiri (Twenge, 2007). Eisenberg, dalam Dayakisni sebagaimana dikutip oleh Zakiroh (2013) mendefinisikan prososial sebagai kesediaan secara sukarela peduli kepada orang lain untuk bekerjasama, menolong, berbagi, dermawan, jujur serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Afolabi (2014) mendefinisikan prososial sebagai perilaku sukarela dengan niat menguntungkan orang lain. Perilaku ini terdiri dari membantu orang atau masyarakat secara keseluruhan seperti menolong, berbagi, berderma, bekerjasama, dan sukarelawan. Secara lebih luas prososial termasuk semua kegiatan yang memberikan keuntungan bagi orang lain
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
seperti mengikuti aturan dalam sebuah permainan, berlaku jujur dan bekerjasama dengan orang lain pada situasi sosial. Prososial adalah sebagai tindakan sosial, rasa perhatian, penghargaan, kasih sayang, kesetiaan, serta bantuan yang diberikan pada orang lain yang dilakukan dengan suka rela tanpa pamrih. Prososial merupakan perilaku yang lebih memberi efek positif bagi orang lain daripada diri sendiri (Haryati, 2013). Tri Dayak sini dan Hudaniah (2009) mendefinisikan perilaku prososial sebagai segala bentuk perilaku yang memberikan dampak positif bagi penerima baik dalam bentuk materi fisik ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap suatu rangsangan dengan pemberian bantuan kepada orang lain terlepas dari motif yang melatar belakanginya. 2. Aspek-aspek Perilaku Prososial Mussen (dalam Asih, 2010) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial meliputi: a. Berbagi Kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. b. Kerjasama Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
c. Menolong Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan. d. Bertindak jujur Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang. e. Berderma Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan. Bringham (dalam Asih, 2010) menyatakan aspek-aspek dari prososial adalah: a. Persahabatan Kesediaan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang lain. b. Kerjasama Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapai suatu tujuan. c. Menolong Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan. d. Bertindak jujur Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
e. Berderma Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan. 3. Faktor-faktor Perilaku Prososial Beberapa penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa prososial dipengaruhi oleh beberapa faktor spesifik yaitu, karakteristik situasi, karakteristik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan (Sears, 1991). a. Situasi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan membuktikan beberapa faktor situasional meliputi, kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan waktu memiliki makna penting. Penjelasannya sebagai berikut. a) Kehadiran orang lain Kehadiran orang lain menyebabkan penyebaran tanggung jawab. Semakin banyak orang ada atau hadir dalam situasi yang membutuhkan pertolongan maka tanggung jawab setiap orang untuk menolong semakin sedikit. Terkadang penolong juga menjadi tidak yakin apakah saat itu pertolongannya dibutuhkan, dalam hal ini penolong merasakan ambiguitas. Efek kehadiran orang banyak juga menimbulkan rasa takut dinilai pada orang yang ingin menolong. Hal ini pernah diteliti oleh Latane dan Darley
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
(1968) yang kemudian dinamakannya dengan efek penonton (bystander effect). b) Kondisi lingkungan Efek cuaca mempengaruhi kesediaan untuk menolong atau tidak. Selain itu terdapat beberapa penelitan pula bahwa penduduk yang berada di kota besar lebih sedikit menolong daripada yang berada di kota kecil. Cunningham (1979) pernah meneliti tentang efek cuaca terhadap pemberian bantuan. Hasilnya orang lebih cenderung membantu bila hari sedang cerah, dan suhu udara menyenangkan. c) Tekanan waktu Ketika orang sedang dikejar-kejar waktu, atau deadline dia akan lebih sulit untuk mengambil tidakan menolong. Misalnya seorang pegawai yang jika terlambat ia mendapatkan hukuman potongan gaji. Suatu saat jika ia berangkat ke kantor dengan waktu yang cukup mepet dengan jam masuk, kemudian di jalan ia melihat orang lain yang butuh ditolong ia bisa jadi tidak menolongnya Eksperimen dari Darley dan Baston (1973) telah membuktikan bahwa tekanan waktu memberikan dampak yang kuat terhadap pemberian bantuan. b. Penolong Beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun kekuatan situasional menghambat pemberian pertolongan, dan yang lain tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
memberikan bantuan meskipun berada dalam kondisi yang baik. Terdapat perbedaan individual yang membuat beberapa orang lebih mudah menolong sedangkan orang yang lainnya susah, perbedaan individual tersebut yaitu: a) Faktor kepribadian Usaha mengidentifikasi kepribadian tunggal dari orang yang menolong tidak begitu berhasil. Tampaknya ciri kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Satow (1975) mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial lebih cenderung menyumbangkan uang bagi kepentingan amal daripada orang yang mempunyai kebutuhan rendah untuk diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang lain melihatnya. b) Suasana hati Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong untuk menolong bila mereka berada dalam suasana hati yang baik. Sedangkan efek suasana hati yang buruk seperti kesedihan, depresi dan lainnya, hasil penelitiannya sama sekali belum konsisten (Cialdini, Bauman, & Kenrick, 1981 dalam Sears 1991). Bila suasana hati yang buruk menyebabkan kita memusatkan perhatian pada diri sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan untuk memberikan bantuan. Dilain pihak jika kita berpikir menolong
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
orang lain bisa menjadikan diri kita lebih baik mungkin lebih cenderung memberikan pertolongan. c) Distres diri dan rasa empatik Distres diri yaitu reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain seperti perasaan terkejut, cemas, kasihan, prihatin, tak berdaya dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud rasa empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain khususnya untuk berbgai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Distres diri memotivasikita untuk mengurangi kegelisahan kita sendiri. Sebaliknya rasa empatik hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa empati meningkatkan prososial (Hoffmann dalam Sears, 1991). c. Orang yang membutuhkan Tindakan
prososial
sehari-hari
sering
dipengaruhi
oleh
karakteristik orang yang membutuhkan. a) Menolong orang yang kita sukai Dalam beberapa situasi, mereka yang memiliki daya tarik fisik mempunyai kemungkinan besar untuk ditolong. Penelitian tentang prososial menyimpulkan bahwa karakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian pertolongan (Emswiller, Deaux &
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Willits, 1971). Selain itu prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan antar orang. b) Menolong orang yang pantas ditolong Kita lebih cenderung menolong seseorang bila kita yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut. Dalam suatu penelitian yang dilakukan Weiner (1980) para mahasiswa mengatakan bahwa mereka lebih suka meminjamkan catatan kuliahnya kepada teman yang membutuhkan itu karena adanya suatu hal yang tak terkendali. Staub (1978) sebagaimana dikutip Tri Dayaksini (2009) menyebutkan beberapa faktor dari tindakan prososial yaitu: a. Self gain Harapan
seseorang
untuk
mendapatkan
ataupun
menghindari
kehilangan sesuatu misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. b. Personal value dan norms Adanya norma sosial yang diintenalisasikan ke dalam diri individu dalam proses sosialisasi dan sebagian nilai-nilai tersebut berkaitan dengan
tindakan
prososial,
seperti
berkewajiban
menegakkan
kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. c. Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan pengalamn orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.
B. Empati 1. Pengertian Empati Hurlock (1999) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Taylor dalam bukunya Psikologi Sosial (2009), menyebutkan bahwa empati berarti perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada orang yang menderita. Kesedihan personal menyebabkan kita cemas, prihatin ataupun kasihan, sedangkan empati menyebabkan kita merasa simpati dan sayang. Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain (Sears, 1991). Davis dalam Prot (2014) menyebutkan bahwa empati adalah perilaku untuk sadar dan bereaksi secara mental dan emosional pada orang lain. Leiden (1997) menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian dalam diri. Lebih lanjut dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005) yang menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk merasakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
keadaan
emosional
orang
lain,
merasa
simpatik
dan
mencoba
menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Decety & Jackson sebagaiman dikutip oleh Lamm (2007), menyebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk mengerti dan merespon apa yang dialami oleh orang lain. Empati juga diartikan sebagai proses untuk mengerti atau memahami pengalaman pribadi orang lain, seolah-olah ia yang mengalaminya sendiri (Zinn dalam Ioannidou F, 2008) Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa empati adalah kemampuan individu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. 2. Aspek-aspek Empati Aspek-aspek dari empati, sebagaimana pendapat Batson dan Coke (dalam Asih 2010) yaitu : a. Kehangatan Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap hangat terhadap orang lain. b. Kelembutan Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain. c. Peduli Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan
perhatian
terhadap
sesame
maupun
lingkungan
sekitarnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
d. Kasihan Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap iba atau belas asih terhadap orang lain. Lockwood (2014) dalam penelitiannya menyebutkan lima dimensi dari empati. Perspective taking dan online simulation termasuk empati kognitif sedangkan emotion contagion, peripheral responsivity dan proximal responsivity termasuk empati afektif. Penjelasannya sebagai berikut: a. Perspective taking Perspective taking atau pengambilan perspektif yaitu kemampuan individu memprediksi apa yang dirasaan oleh orang lain. b. Online simulation Memberikan simulasi atas apa yang dialami orang lain. Simulasi yang dimaksud yaitu menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut di posisi itu. c. Emotion contagion Emotion contagion yaitu perasaan bahwa emosi atau mood yang muncul pada diri sendiri sangat dipengaruhi oleh orang lain. d. Peripheral responsivity Kemampuan untuk merespon dan merasakan hal-hal yang ada di sekelilingya. Misalnya ikut menangis ketika menonton film dengan ending yang menyedihkan. e. Proximal responsivity
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Proximal responsivity yaitu kemampuan untuk memberikan respon atau merasakan emosi yang dirasakan orang terdekatnya. Davis (dalam Setyawan, 2009 dan Badriyah, 2013), menjabarkan komponen kognitif dari empati terdiri dari aspek perspective taking dan fantasy, sedangkan komponen afektifnya terdiri dari aspek emphatic concern dan personal distress. Penjabaran adalah sebagai berikut: a. Pengambilan perspektif (perspective taking) merupakan
perilaku
individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang lain. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu memandang kejadian sehari-hari dari perspektif orang lain b. Fantasi merupakan perilaku untuk mengubah pola diri secara imajinatif ke dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dari karakter-karakter khayalan pada buku, film dan permainan. Aspek ini melihat perilaku individu menempatkan diri dan hanyut dalam perasaan dan tindakan orang lain. c. Perhatian empatik (emphatic concern). Sears (1985) mengungkapkan empathic concern merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. d. Personal distress (distres pribadi) yang didefinisikan oleh Sears, (1991) sebagai pengendalian reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain, yang meliputi perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, dan tidak berdaya (lebih terfokus pada diri sendiri).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
3. Faktor-faktor Empati Milller, Kozu & Davis sebagaimana dikutip oleh Baron (2009) menyebutkan adanya 3 faktor pendorong empati, yaitu: a. Individu lebih mungkin berempati pada orang yang mirip dengan dirinya. b. Individu cenderung berempati pada orang yang penderitaannya berasal dari faktor yang tidak bisa dikontrol atau tak terduga, seperti sakit,atau kecelakaan ketimbang karena faktor malas. c. Empati dapat ditingkatkan dengan fokus pada perasaan seseorang yang membutuhkan bukan dari fakta objektif. Faktor yang mempengaruhi empati disampaikan oleh Hoffman sebagaimana yang dikutip Bilgis (2007) adalah : a. Sosialisasi Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui 5 cara: a) Melalui sosialisasi seseorang mendapat peluang untuk mengalami sejumlah emosi orang lain karena ia telah mengalami emosi tersebut. b) Sosialisasi dapat menempatkan seseorang pada pengalaman pengalaman yang mengarahkan pada perhitungan untuk melihat keadaan internal
orang lain
sehingga
ia
menjadai
lebih
memperhatikan orang lain dan menjadi lebih empati. c) Sosialisasi dapat membantu seseorang untuk lebih berpikir mengenai
orang
lain
dan
meningkatkan
kemungkinan-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
kemungkinan untuk memberikan perhatian pada orang lain sehingga hal itu akan mempengaruhi kemampuan empati dirinya. d) Membuat seseorang lebih terbuka untuk kebutuhan orang lain daripada kebutuha sendiri sehingga ia lebih empatik. e) Melalui model atau peragaan yang diberikan pada seseorang, tidak hanya dapat menimbulkan respon prososial tetapi juga dapat mengembangkan perasaan simpati pada dirinya. b. Perlakuan Orang tua
yang penuh perhatian, memberikan semangat,
menunjukakn kepekaan terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku anaknya, serta memperlihatkan empati pada mereka cenderung mempunyai anak-anak yang kemungkinan besar akan memberikan reaksi pada kesedihan orang lain dengan cara-cara empati pula. c. Perkembangan kognitif Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif seseorang semakin meningkatnya kemampuan seseorang ke tahap yang lebih tinggi, maka kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain semakin meningkat. Hal ini akan mendorong individu untuk lebih banyak membantu orang lain dengan cara-cara yang lebih tepat. d. Identifikasi dan modelling Empati individu dipengaruhi pula dengan melihat dari cara seseorang beraksi terhadap kesusahan yang menimpa orang lain.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
e. Mood dan feeling Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik maka dalam berinteraksi dan menghadapi orang lain akan lebih baik dan bisa menerima keadaan orang lain. f. Situasi dan tempat Pada situasi tertentu sesorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain g. Komunikasi dan bahasa Empati sangat dipengaruhi oleh bahasa karena pengungkapkan empati dapat dilakukan dengan bahasa lisan disamping bahasa nonlisan.
C. Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Prososial Menurut Myers (2010) empati adalah “the vicarious experience of another’s feelings; putting oneself in another’s shoes” artinya pengalaman ikut merasakana apa yang dirasakan oleh orang lain. Sears (1991) menyampaikan
adanya
faktor
dari
dalam
diri
seseorang
yang
menyebabkannya menjadi penolong yaitu, kepribadian, suasana hati distress diri dan rasa empatik. Selain itu Staub (1978) juga menyampaikan faktor dari perilaku prososial adalah, self gain, personal value dan Norms, serta yang terakhir adalah empathy. Dari sini dapat diketahui bahwa empati merupakan salah satu faktor yang menyebabkan munculnya perilaku prososial. Ini berarti ada hubungan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
antara empati dengan perilaku prososial. Beberapa penelitian juga telah membuktikan kebenarannya. Gusti Yuliasih dan Margaretha Maria pada Desember 2010 melakukan penelitian tentang prososial ditinjau dari empati dan kematangan emosi. Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara empati, kematangan emosi terhadap prososial. Koefisien korelasi antara empati terhadap prososial yaitu rxy = 0,884 dengan signifikansi p = 0,000. Maka semakin tinggi empati berhubungan dengan semakin tingginya prososial, demikian juga jika empati rendah, prososial juga akan rendah (Asih, 2010). Selanjutnya penelitian yang dilakukan Patricia L. Lockwood, Ana SearaCardoso, Essi Viding dari University College London pada Mei 2014. Judul yang diambil yaitu Emotion Regulation Moderates the Association between Empathy and Prosocial Behavior. Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial (Lockwood, 2014).
D. Landasan Teoritis Menurut Sears (1991) prososial adalah segala tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motifmotif dari si penolong. Maksudnya tindakan menolong itu disebabkan oleh adanya imbalan atau tidak, tetap disebut sebagai prososial. Orang mengambil keputusan untuk menolong orang lain bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Sears (1991) menyebutkan ada 3 faktor spesifik yaitu, karakteristik situasi, karakteristik penolong, dan karakteristik orang yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
membutuhkan pertolongan. Karakteristik situasi meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan dan tekanan waktu. Karakteristik penolong meliputi faktor kepribadian, suasana hati, distres diri dan rasa empatik. Karaketistik orang yang membutuhkan pertolongan meliputi menolong orang yang kita sukai dan menolong orang yang pantas ditolong. Berdasarkan beberapa faktor yang disampaikan oleh Sears diatas, empati merupakan bagian dari faktor karakeristik penolong atau pelaku prososial. Faktanya beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun situasinya tidak mendukung. Maka keputusan memberikan bantuan ini diambil karena ada faktor dari dalam individu itu sendiri yang salah satunya adalah empati. Menurut Sears (1991) empati adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Orang yang memiliki empati yang tinggi mampu merasakan apa yang diderita orang lain seakan-akan dialah yang mendapatkan penderitaan itu. Dari situlah kemudian muncul reaksi untuk memberikan pertolongan, dan tidak ada pilihan lain bagi orang yang memiliki empati tinggi, selain memberikan pertolongan. Berbeda pada orang dengan empati yang rendah mereka memiliki dua pilihan, yaitu mengurangi beban yang mereka miliki dengan membantu orang lain yang sedang membutuhkan atau melarikan diri dari keadaan yang membutuhkan pertolongan tersebut (Suryanto, 2012). Maka dari sini jelas empati berhubungan dengan prososial. Skemanya adalah sebagai berikut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Empati
Perilaku Prososial
Gambar 2.1 Skema Hubungan Empati dengan Perilaku Prososial
Beberapa studi pernah dilakukan di Amerika dan negara lain tentang hubungan antara empati dan prososial (Batson & Hoffman dalam Taylor 2009). Studi tersebut menunjukkan bahwa empati meningkatkan perilaku prososial. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Asih (2010) dan Lockwood (2014) juga menyatakan adanya hubungan yang positif antara keduanya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki empati yang tinggi, memiliki perilaku prososial yang tinggi pula. Sedangkan orang yang memiliki empati yang rendah, perilaku prososialnya juga rendah.
E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: Ha : Terdapat hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Ho : Tidak terdapat hubungan antara empati dengan perilaku prososial.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id