BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Konservatisme Akuntansi
2.1.1.1 Pengertian Konservatisme Akuntansi Konservatisme
timbul
karena
adanya
kecenderungan
dari
pihak
manajemen untuk melaporkan aktiva bersih pada nilai terendah. Konservatisme saat ini lebih dikaitkan dengan kehati-hatian. Pengertian konservatisma akuntansi menurut Suwardjono (2014:245) adalah : “Sikap atau aliran (mazhab) dalam menghadapi ketidakpastian untuk mengambil tindakan atau keputusan atas dasar munculan (outcome) yang terjelek dari ketidak pastian tersebut. Sikap konservatif juga mengandung makna sikap berhati-hati dalam menghadapi resiko dengan cara bersedia mengorbankan sesuatu untuk mengurangi atau menghilangkan resiko.” Sedangkan pengertian konservatisme akuntansi menurut Bealkoui (2007:226) sebagai berikut : “The conservatism principle is an exception or modifying principle in the sense that it acts as a constraint to the presentation of relevant an reliable accounting data. The conservatism principles holds that when choosing among two or more acceptable accounting techniques, some preferences is shown for the option that has the least favorable impact on the stock holder’s equity.”
16
17
Bliss dalam Watts (2003) mendefinisikan konservatisme : “Conservatism by the adage “anticipate no profit, but anticipate all loses”. It means recognizing profits before there is legal claim to revenues generating them and the revenue verifiable.” Kemudian, Widayati (2011) menyatakan bahwa : “Konservatisme akuntansi merupakan pandangan yang pesimistik dalam akuntansi. Akuntansi yang konservatif berarti bahwa akuntan bersikap pesimis dalam menghadapi ketidakpastian laba atau rugi dengan menggunakan prinsip memperlambat pengakuan pendapatan, mempercepat pengakuan biaya, merendahkan penilaian asset dan meninggikan penilaian utang.” Konservatisme saat ini dipandang lebih sebagai pedoman untuk diikuti dalam situasi luar biasa, dan bukan sebagai aturan umum untuk diterapkan secara kaku dalam semua situasi. Konservatisme masih digunakan dalam beberapa situasi yang memerlukan penilaian akuntan, seperti memilih estimasi umur manfaat dan nilai sisa dari aktiva untuk akuntansi depresiasi dan konsekuensi aturan dari penerapan konsep “mana yang lebih rendah antara biaya atau harga pasar” (lower-of-cost-market) dalam penilaian persedian dan efek-efek ekuitas yang dapat dijual. Karena hal tersebut pada dasarnya adalah manifestasi dari intervensi akuntan yang dapat menimbulkan bias, kesalahan, distorsi yang mungkin, dan laporan yang menyesatkan, pandangan saat ini mengenai konservatisme sebagai prinsip akuntansi cenderung untuk menghilang. Berdasarkan beberapa pengertian konservatisme di atas, maka sampai pada pemahaman penulis bahwa konservatisme merupakan tindakan berhati-hati dalam
18
menghadapi ketidakpastian dengan cara melaporkan yang terendah dari aktiva dan pendapatan dan yang tertinggi dari kewajiban dan beban. 2.1.1.2 Jenis –jenis Konservatisme Menurut Subramanyam (2010:92), konservatisme dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Konservatisme Tak Bersyarat (Unconditional Conservatism), yaitu bentuk akuntansi konservatisme yang di aplikasikan secara konsisten dalam dewan direksi. Hal ini mengarah kepada nilai aset yang lebih rendah secara prepetual. Contoh dari konservatisme tak bersyarat adalah akuntansi untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Beban R&D dihapuskan ketika sudah terjadi, meskipun ia mempunyai potensi ekonomis. Oleh karena itu, aset bersih dari perusahaan yang melakukan R&D secara insentif akan selalu lebih rendah (understated). 2. Konservatisme Bersyarat (Conditional Conservatism), yaitu mengacu kepada pepatah lama “semua kerugian diakui secepatnya, tetapi keuntungan hanya diakui saat benar-benar terjadi”. Contoh konservatisme bersayarat adalah menurunkan nilai aset seperti PP&E atau goodwill apabila nilainya mengalami penurunan secara ekonomis, yaitu pengurangan potensi arus kasnya meningkat dikemudian hari, maka kita tidak dapat serta merta menaikkan nilainya karena laporan keuangan hanya mencerminkan kenaikan potensi arus kas selama periode secara perlahan, dan hal itu dilakukan apabila arus kas benar-benar terjadi”. Dari kedua macam akuntansi konservatisme, jenis konservatisme tak bersyaratlah yang lebih berharga bagi analis, terutama analis kredit karena ia mengkomunikasikan informasi tepat pada waktunya mengenai perubahan yang merugikan dalam situasi ekonomi perusahaan yang mendasarinya. 2.1.1.3 Konservatisme Akuntansi dalam PSAK Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 2015 menyebutkan ada beberapa metoda yang menerapkan prinsip konservatisma. Oleh karena itu konservatif merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan perusahaan dalam
19
melaporkan laporan keuangannya. Hal tersebut akan mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Beberapa metoda dalam Penyataan Standar Akuntansi
Keuangan
(PSAK)
tahun
2015
terhadap
penerapan
prinsip
konservatisma: 1) PSAK No. 14 yang mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan. Perhitungan biaya persediaan dengan menggunakan metode FIFO (First In First Out) adalah perhitungan yang dapat menghasilkan laba lebih besar daripada merode LIFO (Last In First Out) dan rata-rata tertimbang. Hal ini disebabkanbiaya persediaan yangbesar menyebabkan harga pokok penjualan yang kecil, sehingga laba yang dihasilkan besar. Oleh karena itu, metode FIFO merupakan metode yang optimis jika dibandingkan dengan metode LIFO yang menghasilkan angka lebih rendah. Karena laporan laba rugi fiscal hanya mengakui dua metode penyusutan yaitu metode FIFO dan rata-rata tertimbang maka metode rata-rata tertimbang merupakan metode yang paling konservatif. Hal iyu dikarenakan biaya persediaan akhir lebih kecil yang mengakibatkan harga pokok penjualan menjadi besar sehingga laba yang dihasilkan menjadi kecil. 2) PSAK No. 16mengenai aset tetap dan pilihan dalam menghitung biaya penyusutannya. Apabila metode penyusutan yang digunakan untuk menilai asset tetap perusahaan memiliki periode yang semakin pendek, maka prinsip akuntansi yang diterapkan akan semakin konservatif.
20
Metode penyusutan saldo menurun berganda (double declining balance method) merupakan metode yang lebih konservatif jika dibandingkan dengan metode garis lurus (straight line method). Hal ini karena metode saldo menurun berganda memiliki kos yang lebih besar, sehingga angka laba yang tersaji menjadi rendah. 3) PSAK No. 19 untuk menetukan perlakukan akuntansi bagi aset tidak berwujud yang tidak diatur secara khusus pada standar lainnya. Pernyataan ini juga mengatur cara mengukur jumlah tercatat dari asset tidak berwujud dan menentukan pengungkapan yang harus dilakukan bagi asset tidak berwujud. Metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah aste tidak berwujud yang serupa dengan penyusutan pada aset tetap meliputi : a. Metode garis lurus b. Metode saldo menurun berganda c. Metode jumlah unit produksi Jika periode amortisasi asset tidak berwujud semakinpendek maka akuntansi yang diterapkan juga semakin konservatif, sebaliknya bila periode amortisasi semakin panjang maka semakin tidak konservatif. Periode amortisasi yang semakin pendek menyebabkan biaya amortisasi yang semakin besar pada tiap periodenya sehingga berakibat pula pada laba yang menjadi kecil. Dari ketiga metode amortisasi tersebut, metode saldo menurun berganda merupakan metode yang paling konservatif. Lebih lanjut, apabila amortisasi aset tidak berwujud diakui sebagai bagian dari harga pokok asset lainnya maka membuat laba yang dihasilkan menjadi besar yang berarti tidak konservatif. Namun
21
apabila amortisasi tersebut diakui sebagai beban, maka laba yang dihasilkan menjadi lebih kecil atau dapat dikatakan konservatif. 4) PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan. Apabila biaya riset dan pengembangan diakui sebagai beban daripada sebagai asset maka akuntansi yang diterapkan cenderung konservatif. Karena jika biaya yang terjadi diakui sebagai beban, maka laba yang dihasilkan didalam laporan keuangan menjadi kecil. Sebaliknya, bila biaya yang terjadi diakui sebagai aset, maka laba yang dihasilkan besar dan akuntansi menjadi tidak konservatif. Seperti halnya yang telah disebutkan bahwa ada beberapa metoda dalam PSAK yang terkait dalam penerapan prinsip konservatisme. Widayati (2011) menyatakan bahwa : “Metoda yang paling konservatif dalam penilaian persediaan adalah metoda LIFO (asumsi perekonoman dalam keadaan iinflasi), sedangkan yang paling optimis atau liberal adalah metoda FIFO. Kedua metoda itu akan menghasilkan laba yang berbeda. Penerapan metoda LIFO akan menghasilkan laba yang lebih kecil dibandingkan dengan metoda FIFO (dalam keadaan inflasi).” Standar akuntansi mengenai pengakuan biaya riset dan pengembangan memungkinkan perusahaan utnuk memilih metoda yang lebih sesuai dengan keadaan perusahaan. Jika kos diakui dalam perioda berjalan, maka perusahaan menghasilkan laporan yang cenderung konservatif. Biaya riset yang dicatat sebagai kos pada perioda berjalan menyebutkan kos menjadi semakin tinggi sehingga laba yang dihasilkan kecil.
22
2.1.1.4 Metode Pengukuran Konservatisme Akuntansi Watts dalam Pujiati (2013) menjelaskan bahwa pengukuran konservatisme dengan tiga pendekatan, yaitu : a) Net asset measures Tingkat konservatisme dalam laporan keuangan tercermin dalam aset yang understatement dan kewajiban yang overstatement. Proksi pengukuran yang dapat digunakan adalah market to book ratio yang mencerminkan nilai pasar relatif terhadap nilai buku perusahaan. Rasio yang bernilai lebih dari satu mengindikasikan bahwa terdapat penerapan prinsip konservatisme karena perusahaan mencatat nilai buku perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya. b) Earning/accruals measure Pada tipe ini, konservatisme diukur dengan menggunakan akrual, yaitu selisih antara laba bersih dari kegiatan operasional dengan arus kas. Givoly membagi akrual menjadi dua, yaitu operating accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul dalam laporan keuangan sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan dan non-operating accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul diluar hasil kegiatan operasional perusahaan. Adapun rumus accruals measuresebagai berikut : CONACCit =𝑁𝑖𝑡 – 𝐶𝐹𝑂𝑖𝑡 Keterangan: CONACCit : Konservatisme Akuntansi NIit
: Laba bersih ditambah depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t
CFOit
: Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada tahun t
(Givoly dan Hayn, dalam Pujiati, 2013) mengukur konservatisme dengan melihat kecederungan dari akumulasi akrual selama beberapa tahun. Akrual yang dimaksud adalah perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi atau amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Jika selisih antara laba bersih dan arus kas dari aktifitas operasi bernilai negatif, maka perusahaan tersebut dikategorikan konservatif dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena laba lebih rendah dari cash flow yang diperoleh oleh perusahaan pada periode tertentu. c) Earning/stock return relation measures Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai aset pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai
23
asset stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya. Basu melakukan regresi laba tahunan pada return saham tahunan yang sama: NI= βo+β1NEG+β2RET+β3RET*NEG+ε Keterangan : NI
: Laba bersih sebelum extraordinary item dibagi dengan nilai pasa ekuitas pada awal tahun
RET
: Return saham
NEG
: Variabel indikator, bernilai satu jika RET negatif dan bernilai nol jika RET positif
β2
: Mengukur ketepatan waktu dari laba dengan respon terhadap return positif (goodnews)
β3
: Mengukur ketepatan waktu dari laba incremental dengan respon terhadap return negative (badnews). Dari ketiga pendekatan diatas, penulis memilih pengukuran akuntansi
konservatif
dengan
menggunakan
rumus
earnings/accruals
measureyang
dikembangkan Givolyn dan Hayn (2002) dalam Pujiati (2013) dengan rumus sebagai berikut : CONACCit =𝑁𝑖𝑡 – 𝐶𝐹𝑂𝑖𝑡
Keterangan: CONACCit : Konservatisme Akuntansi NIit
: Laba bersih ditambah depresiasi dan amortisasi
CFOit
: Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada tahun t
Apabila selisih antara laba bersih dan arus kas bernilai negatif, maka laba digolongkan konservatif yang berarti menunjukkan bahwa perusahaan melaporkan
24
laba lebih kecil dari arus kas operasi, dan apabila selisish antara laba bersih dan arus kas bernilai positif, maka tidak konservatif yang berarti menunjukkan bahwa perusahaan melaporkan labanya lebih besar dari arus kas operasi. Pendekatan ini dipilih karena Givoly dan Hayn (2002) dalam Pujiati (2013) mengungkapkan bahwa “accruals is consisten with timing a large increase in conservatism observed in the time series evidence on the earnings/accrual measure”. Selain itu Febi (2015) mengungkapkan bahwa hal ini dilandasi oleh teori bahwa konservatisme menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya, sehingga laporan laba rugi yang konservatif akan menunda pengakuan pendapatan yang belum terealisasi dan biaya yang terjadi pada periode tersebut akan segera dibebankan pada periode tersebut dibandingkan menjadi cadangan (biaya yang ditangguhkan) pada neraca. 2.1.2
Voluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela)
2.1.2.1 PengertianVoluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela) Kata disclosure memiliki arti tidak menutupi atau menyembunyikan. Bila dikaitkan dengan pengungkapan informasi, disclosure mengandung pengertian bahwa pengungkapan informasi tersebut harus memberikan penjelasan yang cukup dan bisa mewakili keadaan yang sebenarnya dalam perusahaan. Dengan demikian, informasi harus lengkap, jelas, akurat dan dapat dipercaya dengan mencitrakan kondisi yang sedang dialami perusahaan, baik informasi keuangan maupun non-keuangan, sehingga tidak ada pihak yang akan dirugikan.
25
Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai laporan tahunannya. Hasil studi yang telah ada, menganjurkan para manajer untuk mengungkapkan informasi yang berhubungan dengan perusahaan secara sukarela untuk mengurangi biaya agensi, mengurangi asimetri informasi, memperbaiki likuiditas saham, meningkatkan informasi yang berguna, mengurangi biaya modal dan meningkatkan nilai perusahaan serta menggerakkan pasar. Pengertian pengungkapan sukarela menurut Suwardjono (2014:583) adalah : “Pengungkapan yang dilakukan perusahaan diluar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi dan peraturan badan pengawas.” Sedangkan, Hardiningsih (2008) menyatakan bahwa : “Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi melebihi yang diwajibkan karena dipandang relevan dengan kebutuhan pemakai laporan keuangan.” Pengertian lain diungkapkan oleh Sitepu (2015), yang menyatakan bahwa : “Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai laporan tahunannya”.
26
Hasil studi yang telah ada, menganjurkan para manajer untuk mengungkapkan informasi yang berhubungan dengan perusahaan secara sukarela untuk mengurangi biaya agensi, mengurangi asimetri informasi, memperbaiki likuiditas saham, meningkatkan informasi yang berguna, mengurangi biaya modal dan meningkatkan nilai perusahaan serta menggerakkan pasar. Dari penjelasan diatas maka sampai kepada pemahaman penulis bahwa voluntary disclosure sejatinya sangat bermanfaat bagi perusahaan. Karena dengan adanaya voluntary disclosure, maka nilai perusahaan di mata investor akan meningkat yang tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Harga saham bagi perusahaan mengindikasikan kemudahaan perusahaan dalam memperoleh dana di pasar modal. 2.1.2.2 Jenis Pengungkapan Sitepu (2015), menjelaskan bahwa ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu : 1. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure), adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh lembaga yang berwenang. Pengungkapan wajib di Indonesia telah diatur oleh BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) yang sekarang berganti menjadi OJK (Otoritas Jasa Keuangan), yaitu mengatur bentuk dan isi laporan tahunan yang wajib diungkapkan melalui peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/Pojk.04/2016 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik. Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memuat 10 poin yang terdiri dari 91 item pengungkapan informasi laporan tahunan, 10 poin tersebut adalah : 1) Laporan tahunan wajib di ungkapkan dalam bahasa Indonesia. Dalam hal laporan tahunan juga dibuat selain dalam bahasa Indonesia, maka laporan tahunan dimaksud harus memuat informasi yang sama. Apabila terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa,
27
maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan tahunan dalam bahasa Indonesia. (1 item) 2) Informasi data keuangan penting (24 item) 3) Laporan Dewan Komisaris (4 item) 4) Laporan Direksi (4 item) 5) Profil Perusahaan (16 item) 6) Analisis dan Pembahasan Manajemen (16 item) 7) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) (23 item) 8) Tanggung jawab Direksi atas Laporan Keuangan (1 item) 9) Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit (1 item) 10) Tanda tangan anggota direksi dan anggota dewan komisaris (1 item) 2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure), adalah pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh lembaga yang berwenang. Pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan yang satu dengan yang lain akan berbeda. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan mengenai luas pengungkapan sukarela. Sehingga perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan, yang dipandang manajemen relevan dalam membantu pengambilan keputusan. Daftar item pengungkapan sukarela didasarkan pada daftar pengungkapan sukarela pada penelitian yang dilakukan oleh Retnoningsih (2013) yang terdiri dari 33 item. Berikut adalah item-item pengungkapan sukarela : Tabel 2.1 Daftar Item Pengungkapan Sukarela No 1 2 3 4 5 6 7 8
Daftar Item Pengungkapan Sukarela Statemen atau uraian mengenai strategi dan tujuan perusahaan; dapat meliputi strategi dan tujuan umum, keuangan, pemasaran dan sosial. Uraian mengenai dampak strategi terhadap hasil-hasil pada masa sekarangdan/atau masa yang akan datang. Bagan atau uraian yang menjelaskan pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi. Informasi mengenai proyeksi jumlah penjualan tahun berikutnya, dapat secarakualitatif atau kuantitatif. Informasi mengenai proyeksi jumlah laba tahun berikutnya, dapat secarakualitatif atau kuantitatif. Informasi mengenai proyeksi jumlah aliran kas tahun berikutnya, dapat secarakualitatif atau kuantitatif. Uraian mengenai kegiatan investasi atau pengeluaran modal yang telahdan/atau akan dilaksanakan. Uraian mengenai program riset dan pengembangan; yang dapat meliputikebijakan, lokasi aktivitas, jumlah karyawan, dan hasil yang dicapai.
28
No 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24 25 26
Daftar Item Pengungkapan Sukarela Informasi mengenai produk atau jasa utama yang dihasilkan perusahaan. Informasi mengenai pesanan-pesanan dari pembeli yang belum dipenuhi dan kontrak-kontrak penjualan yang akan direalisasi di masa yang akan datang Informasi mengenai analisis pangsa pasar, dapat secara kulitatif atau kuantitatif. Informasi mengenai analisis pesaing, dapat secara kulitatif atau kuntitatif. Uraian mengenai jaringan pemasaran barang dan jasa perusahaan. Statemen perusahaan atau uraian mengenai pemberian kesempatan kerja yang sama; tanpa memandang suku, agama, dan ras. Informasi mengenai jumlah karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Uraian mengenai kondisi kesehatan dan keselamatan dalam lingkungan kerja. Uraian mengenai masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dalam recruitment tenaga kerja dan kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Informasi mengenai level fisik output atau pemakaian kapasitas yang dicapaioleh perusahaan pada masa sekarang. Uraian mengenai dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan hidup dan kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk memelihara lingkungan Informasi mengenai manajemen senior; yang dapat meliputi nama, pengalaman dan tanggung jawabnya. Uraian mengenai kebijakan-kebijakan yang ditempuh perusahaan untuk menjamin kesinambungan manajemen. Uraian mengenai pembagian tanggung jawab fungsional di antara dewan komisaris dan direksi. Ringkasan statistik keuangan yang meliputi ratio-ratio rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas untuk 6 tahun atau lebih. Laporan yang memuat elemen-elemen rugi-laba yang diperbandingkan untuk 3 tahun atau lebih. Laporan yang memuat elemen-elemen neraca yang diperbandingkan untuk 3 tahun atau lebih. Informasi yang memerinci jumlah yang dibelanjakan untuk karyawan; yangmeliputi gaji dan upah, tunjangan, dan pemotongan.
27
Informasi mengenai nilai tambah; dapat secara kualitatif atau kuantitatif.
28
Informasi mengenai jumlah kompensasi tahunan yang dibayarkan kepada dewan komisaris dan direksi. Informasi mengenai biaya yang dipisahkan kedalam komponen tetap dan variabel. Uraian mengenai dampak inflasi terhadap aktiva perusahaan pada masa sekarang dan/atau masa yang akan datang. Informasi mengenai tingkat imbal hasil (return) yang diharapkan terhadap sebuah proyek yang akan dilaksanakan oleh perusahaan.
29 30 31
29
No 32 33
Daftar Item Pengungkapan Sukarela Informasi mengenai kemungkinan litigasi oleh pihak lain terhadap perusahaan di masa yang akan datang. Informasi mengenai pihak-pihak yang mencoba memperoleh pemilikan substansial terhadap saham perusahaan
2.1.2.3 Metode Pengukuran Voluntary Disclosure (Pengungkapan Sukarela) Untuk dapat mengukur luas pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) digunakan indeks pengungkapan sukarela. Indeks pengungkapan ini didapat dengan mengindentifikasi item pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan. Semakin banyak item pengungkapan sukarela yang disertakan dalam laporan tahunan, maka akan semakin besar indeks pengungkapan sukarela perusahaan. Daftar item pengungkapan sukarela pada penelitian ini di dasarkan pada item pengungkapan sukarela yang digunakan dalam penelitian Retnoningsih (2013) yang terdiri dari 33 item. Voluntary Disclosure dapat diukur dengan Disclosure Indeks yang mengacu pada penelitian Sudarma (2015) yaitu dengan rumus sebagai berikut :
𝐷𝐼 =
𝑁 𝐾
Keterangan : DI N
= Disclosure Indeks = Jumlah item yang diungkapkan (1 jika diungkapkan, 0 jika tidak diungkapkan).
K = Jumlah item pengungkapan sukarela.
30
indeks pengungkapan sukarela tiap perusahaan diperoleh dengan menggunakan cara sebagai berikut : a. Pemberian skor untuk setiap pengungkapan dilakukan secara dikotomis. Item yang diungkapkan diberi nilai 1 (satu) dan apabila tidak diungkapkan maka diberi nilai 0 (nol). Pemberian skor ini tidak ada pembobotan atas item pengungkapan. b. Skor yang diperoleh tiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total. c. Pengukuran indeks pengungkapan tiap perusahaan dilakukan dengan membagi total skor yang diperoleh dengan total skor yang diharapkan dapat diperoleh perusahaan. 2.1.3
Ukuran Perusahaan
2.1.3.1 Pengertian Ukuran Perusahaan Jogiyanto (2013:282) menyatakan ukuran perusahaan adalah sebagai berikut: “Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara (total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain)”. Sedangkan Diantimala (2008) mengemukakan bahwa : “Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar perusahaan (market capitalization).
31
Semakin besar total aktiva atau penjualan bersih perusahaan maka akan semakin besar ukuran perusahaan begitu juga sebaliknya, semakin rendah total aktiva atau penjualan bersih perusahaan maka semakin kecil pula ukuran perusahaan. Kapitalisasi pasar diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga penutupan saham tersebut. Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang kurang dari 1 triliun menunjukkan bahwa perusahaan itu perusahaan kecil. Perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasarnya antara 1 triliun sampai 5 triliun menunjukkan perusahaan tersebut berukuran sedang. Sedangkan perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar di atas 5 triliun, menunjukkan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan besar. Diantimala (2008) menyatakan bahwa : “Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama”. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur besar atau kecilnya perusahaan dapat dilihat dari jumlah karyawan, total penjualan dalam satu periode, jumlah saham yang beredar dan total aktivanya. Dalam Nurbaety (2013) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda: 1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi
32
maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan. 2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang. 3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan system akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen. Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat dipahami oleh penulis bahwa ukuran perusahaan merupakan nilai penjualan bersih suatu perusahaan pada suatu tahun tertentu. 2.1.3.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan Menurut Masud Machfoeds (1994) dalam Fitria Ingga (2015) kategori ukuran perusahaan terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Perusahaan Besar Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan lebih dari Rp. 50 Milyar per tahun. 2. Perusahaan Menengah Perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp. 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih besar dari Rp. 1 Milyar dan kurang dari Rp. 50 Milyar per tahun. 3. Perusahaan Kecil Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan minimal Rp. 1 Milyar per tahun.
33
Sedangkan klasifikasi ukuran perusahaan menurut UU No. 20 Tahun 2008 dibagi kedalam 4 (empat) kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 (satu) adalah sebagai berikut: 1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasi, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia”. 2.1.3.3 Faktor-faktor Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan sangat berpengaruh pada tiga faktor utama, yaitu :
Besarnya total aktiva
Besarnya hasil penjualan
Besarnya kapitalisasi pasar
34
Namun disamping faktor utama diatas, ukuran perusahaan pun dapat ditentukan oleh faktor tenaga kerja, nilai pasar saham, log size, dan lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. 2.1.3.4 Metode Pengukuran Ukuran Perusahaan Variabel ukuran perusahaan diukur dengan Logaritma Natural (Ln) dari totalaktiva. Hal ini dikarenakan besarnya total aktiva masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Indikator yang digunakan untuk mengukur ukuran perusahaan menurut Jogiyanto (2013:282) adalah diukur dengan perhitungan logaritma dari total aktiva: Size = Ln Total Asset
2.1.4
Earnings Response Coefficient(Koefisien Respon Laba)
2.1.4.1 Pengertian Laba Pengertian laba menurut Suwardjono (2014:464) : “Laba adalah kenaikan aset dalam suatu perioda akibat kegiatan produktif yang dapat dibagi atau didistribusikan kepada kreditor, pemerintah, pemegang saham (dalam bentuk bunga, pajak dan deviden) tanpa mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham semula”. Laba dapat diartikan sebagai suatu peningkatan dalam ekuitas pemilik yang dihasilkan dari operasi perusahaan yang menguntungkan sedangkan penurunan dalam ekuitas pemilik yang dihasilkan dari operasi perusahaan yang
35
tidak menguntungkan disebut rugi. Banyak orang mengaitkan laba dengan kelebihan pendapatan atas beban yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Suwardjono (2014:455) berpendapat : “Pendefinisian laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian secara struktural atau sintatik karena laba tidak didefinisikan secara terpisah dari pengertian pendapatan dan biaya. Pendapatan dan biaya masuk dalam definisi laba sehingga orang harus mendefinisikan pendapatan dan biaya untuk memakai laba. Jadi, laba merupakan hasil penerapan prosedur bukan sesuatu yang bermakna semantik”. Sedangkan menurut FASB (Financial Accounting Standars Board) statement dalam Indra dkk (2011) mengartikan laba (rugi) sebagai kelebihan (defisit) penghasilan atas biaya selama satu periode akuntansi 2.1.4.2 Konsep Laba Konsep laba menurut Suwardjono (2014:458) dapat dijelaskan dalam tiga tingkatan, yaitu sintatik, semantik dan pragmantik. Berikut penjelasan secara rinci konsep laba pada tingkatan tersebut : 1. Konsep Laba pada Tingkat Semantik Pada tingkatan semantik digunakan tiga konsep ekonomi sebagai berikut : a) Laba sebagai pengukur efesiensi Laba sebagai pengukur efisiensi mengandung makna bahwa laba merupakan kemampuan relatif untuk mendapatkan keluaran maksimum dengan jumlah sumber daya tertentu, atau suatu kombinasi sumber daya yang optimum bersama dengan permintaan tertentu akan produk guna memungkinkan imbalan semaksimum mungkin bagi pemilik. b) Laba akuntansi dan laba ekonomi Laba akuntansi digunakan bukan sebagai pengganti laba ekonomi, tetapi sebagai penyedia informasi kepada pasar agar memungkinkan investor menghitung laba ekonomi. c) Laba banyak orang Laba akuntansi digunakan sebagai upaya untuk meminimalkan masalah yang berkaitan dengan ketidak pastian asumsu antara pihakpihak yang berkepentingan.
36
2. Konsep Laba pada Tingkat Sintatik Pada tingkatan sintatik digunakan dua pendekatan sebagai berikut : a) Pendekatan transaksi dalam pengukuran laba Dalam pendekatana ini, pencatatn laba melibatkan pencatatan perubahan dalam penilaian kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi internal dan eksternal. b) Pendekatan kegiatan atau aktivitas dalam pengukuran laba Dalam pendekatan aktivitas, laba diasumsikan timbul bila aktivitasaktivitas atau kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi spesifik. 3. Konsep laba pada tingkat pragmantik Konsep pragmantik laba berkaitan dengan proses keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga sekuritas dalam pasar yang teratur terhadap pelaporan laba, keputusan pengeluaran modal dan manajemen, dan reaksi umpan balik dari manajemen dan akuntan. a) Laba sebagai alat peramal Laba sering digunakan untuk membantu mengevaluasi kemampuan menghasilkan laba, meramalkan laba masa depan atau menetapkan risiko investasi dan memberikan pinjaman kepada perusahaan. Laba akuntansi juga digunakan untuk mengambil keputusan manajerial. b) Pendekatan pasar modal Pengamatan langsung dan tak langsung menyatakan bahwa laba per saham yang dilaporkan mempunyai dampak langsung pada harga pasar saham biasa dan dalam permintaan oleh masing-masing investor, meskipun hipotesis pasar yang efisen menyiratkan bahwa perorangan tidak dapat memperoleh pengethauan dari informasi ini. Akan tetapi, dalam bentuk Efficiency Market Hypotesis semi kuat, penggunaan kandungan informasi dari laba merupakan dasar reaksi pasar terhadap informasi ini. Konsep laba yang digunakan oleh akuntan adalah laba akuntansi (accountancy income). 2.1.4.3 Tujuan dan Manfaat Pelaporan Laba Laba merupakan pos dalam laporan keuangan yang selalu dianggap paling penting terutama oleh para investor. Karena laba mencerminkan hasil dari kinerja perusahaan selama periode tertentu. Laba atau rugi yang dialami suatu perusahaan menjadi salah satu pertimbangan bagi investor dalam berinvestasi. Suwardjono (2014:456) berpendapat bahwa laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai :
37
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested capital) b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan i. Dasar pembagian deviden. 2.1.4.4 Pengertian Earnings Response Coefficient Laba memiliki kualitas yang berbeda-beda. Laba yang berkualitas dapat ditunjukkan dari tingginya ketika pasar merespon informasi laba. Respon pasar dalam menanggapi laba yang dihasilkan suatu perusahaan berpengaruh terhadap keputusan pasar dalam mengambil keputusan terutama dalam berinvestasi. Umumnya dalam mengetahui kualitas laba yang baik dapat diukur dengan menggunakkan Earnings Response Coefficient (Koefisien Respon Laba) yang merupakan bentuk pengukuran kandungan informasi dalam laba. Menurut Suwardjono (2014:493) : “Koefisien Respon Laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau laba kejutan”. Sedangkan Earnings Response Coefficient menurut Scott (2009:154) adalah sebagai berikut : “An earnings response coefficient measures the extent of a security’s abnormal return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm issuing that security”.
38
Dalam Utami (2014) menjelaskan bahwa koefisien respon laba adalah : “Sebagai efek setiap dolar unexpected earnings terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earnings.” Earnings response coefficient dapat diperoleh dari regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi. Proksi harga saham yang digunakan adalah cummulative abnormal return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi adalah unexpected earnings (UE). Laba kejutan (unexpected earnings) adalah selisih antara laba harapan dan laba yang dilaporkan atau laba aktual. Scott (2009: 148) menyatakan bahwa: “If unexpected earnings is good news that happened (happens a positive unexpected earnings), there will be the efficiency of the securities market, and occurred abnormal stock return that is evidence that the average investors reacted positively to the earnings is good news” Hal tersebut menunjukkan bahwa ERC adalah reaksi atas laba yang diumumkan perusahaan. Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Tinggi dan rendahnya ERC tergantung dari “good news” dan “bad news” yang terkandung dalam laba. Rendahnya earnings response coefficient menunjukkan bahwa laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi. Semakin tinggi earnings response coefficient akan semakin bagus karena menunjukkan informasi laba yang berkualitas dengan tingginya respon investor terhadap pengumuman laba. Pengumuman informasi laba saat diterbitkan atau dipublikasikan respon pasar terhadap informasi tersebut berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, pasar merespon
39
lebih kuat terhadap berita baik atau buruk pada suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga sekuritas yang dapat diukur dengan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan abnormal return. Jika pengujian melibatkan kecepatan reaksi dari pasar untuk menyerap pengumuman informasi, maka pengujian ini merupakan pengujian efesiensi pasar bentuk setengah kuat. Riyanto (2007:579) menyatakan bahwa : “Informasi laba akan mempengaruhi penilaian analis atau investor terhadap harga saham, yang lebih lanjut akan mempengaruhi return yang diterima oleh investor selaku pemegang saham, maka informasi laba tersebut merupakan salah satu informasi yang dipergunakan dalam strategi jual, beli, atau menahan saham yang dilakukan oleh investor”. Investor yang ingin melakukan investasi harus melihat informasi apa yang terkandung dalam laba sehingga dapat membuat keputusan yang terbaik. Dengan diterbitkannya informasi keuangan berupa informasi laba yang diperoleh dalam suatu periode akan mempengaruhi ekspektasi investor mengenai kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa depan, dan akan tercerminkan dalam perubahan harga saham perusahaan yang bersangkutan di pasar modal. Ketika laba tahunan diumumkan, investor akan segera bereaksi terhadap informasi laba yang dilaporkan.
40
Berdasarkan uraian di atas, sampai pada pemahaman penulis bahwa Earnings Response Coefficient (ERC) adalah ukuran besaran return saham terhadap setiap rupiah laba. 2.1.4.5 Metode Pengukuran Earnings Response Coefficient Menurut Jogiyanto (2013:584) : “Earnings Response Coefficient digunakan untuk mengindikasikan atau menjelaskan perbedaan reaksi pasar terhadap informasi laba yang diumukan oleh perusahaan”. Earnings Response Coefficient merupakan koefisien yang diperoleh dari regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi.Proksi harga saham yang digunakan adalah Cummulative Abnormal Return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi adalah Unexpected Earnings (UE). Regresi model tersebut akan menghasilkan Earnings Response Coefficient masing-masing populasi sasaran yang akan digunakan untuk analisis berikutnya. ”. Indikator yang digunakan untuk mengukur ERC adalah indikator yang digunakan juga dalam penelitian Made Dewi Ayu dkk (2014). ERC diperoleh dengan melakukan beberapa tahap perhitungan. Tahap pertama menghitung cummulative abnormal return (CAR) masing-masing sampel, tahap ke dua menghitung Unexpected Earnings (UE) masing-masing sampel, dan yang ke tiga menghitung earnings response coefficient (ERC). a. Menghitung Cummulative Abnormal Return (CAR)
41
1) Menghitung return sesungguhnya dan return pasar Untuk mendapatkan nilai abnormal return (ARit), maka terlebih dahulu dicari actual return (return sesungguhnya), dengan rumus sebagai berikut: Pit - Pit-1 Rit = Pit -1 Keterangan : Rit
: Return sesungguhnya perusahan i pada hari ke-t
Pit
: Harga penutupan saham perusahaan i pada hari t
Pit-1
: Harga penutupan saham perusahaan i pada hari sebelum t Untuk return pasar, dapat diwakili dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia. IHSG dihitung dengan rumus sebagai berikut : IHSGt – IHSGt-1 RMit = IHSGt -1
Keterangan : RMit
: Return indeks pasar pada hari ke-t
IHSGt
: Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t
IHSGt-1
: Indeks Harga Saham Gabungan pada hari sebelum t
42
2) Menghitung abnormal return Untuk menghitung Abnormal return (ARit) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : ARit = Rit – Rmt Keterangan : ARit
: Abnormal Return perusahaan i pada hari ke-t
Rit
: Return sesungguhnya perusahaan i pada hari ke-t
Rmt
: Return indeks pasar pada hari ke-t
3) Menghitung CAR CAR pada saat laba akuntansi dipublikasikan dihitung dalam jendela selama 7 hari peristiwa tanggal publikasi laporan keuangan (3 hari sebelum peristiwa tanggal publikasi laporan keuangan, 1 hari peristiwa tanggal publikasi laporan keuangan, dan 3 hari setelah peristiwa tanggal publikasi laporan keuangan). CAR dirumuskan sebagai berikut : +3
CARit = CARit(-3,+3) = ∑ 𝐴𝑅𝑖𝑡 𝑡=−3
Keterangan : CARit
: Cummulative Abnormal Return perusahaan i pada tahun t
43
CARit(-3,+3) : Abnormal return kumulatif perusahaan I selama periode jendela ± 3 hari dari tanggal publikasi laporan keuangan ARit
: Abnormal Return untuk saham Perusahaan i pada hari t
b. Menghitung nilai Unexpected Earnings (UE) masing-masing sampel. Unexpected Earnings (UE) atau laba kejutan adalah selisih antara laba perusahaan sesungguhnya dengan laba perusahaan ekspektasian. UE dapat dirumuskan sebagai berikut : Eit – Eit-1 UEit = Eit-1 Keterangan : UEit
: Unexpected Earning perusahaan i pada tahun t
Eit
: Laba akuntansi aktual (laba setelah pajak)perusahaan i pada tahun t
Eit-1
: Laba akuntansi aktual (laba setelah pajak)pada perusahaan i pada tahun sebelum t
c. Menghitung earnings response coefficient (ERC) masing-masing sampel. Setelah nilai CAR dan UE diperoleh maka tahap selanjutnya menghitung ERC, ERC diperoleh dari regresi antara CAR dan UE, yang pengukurannya menggunakan rumus sebagai berikut :
44
CARit = α + βUEit Atau
β=
CARit– α UEit
Keterangan
:
CARit
: Akumulasi abnormal return dari perusahaan i
UEit
: Laba kejutan untuk perusahaan i pada tahun t
α
: Konstanta
β
: Koefisien respon laba
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Pengaruh Konservatisme Akuntansi Terhadap Earnings Response Coefficient Beberapa penelitian yang telah dilakukan menghasilkan simpulan yang
berbeda atas reaksi pasar terhadap konservatisme akuntansi. Penelitian pengaruh antara konservatisme terhadap ERC telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu yang dilakukan oleh Suaryana (2008), dalam penelitian tersebut Suaryana (2008) menyatakan bahwa : “Pada perusahaan yang menerapkan akuntansi konservatif, laba yang dihasilkan cenderung berfluktuatif sehingga memiliki daya prediksi laba yang rendah. Daya prediksi laba yang rendah mengakibatkan informasi laba tahun berjalan kurang bermanfaat dalam memprediksi laba masa depan sehingga koefisien respon laba yang dihasilkan akan rendah.”
45
Namun penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Setyaningtyas (2009) membuktikan hubungan positif antara konservatisme dan earnings response coefficient : “Respon yang positif saat laporan keuangan cenderung konservatif disebabkan oleh perilaku investor yang high risk averse (berisiko tinggi menolak) pada saat inflasi. Sehingga, semakin tinggi penerapan konservatisme pada perusahaan maka reaksi pasar yang dicerminkan dalam earnings response coefficient akan semakin baik”. Sejalan dengan penelitian Setyaningtyas (2009) , Penman dan Zhang (2010) menyatakan bahwa praktik konservatisme dalam akuntansi menghasilkan laba dengan mutu lebih tinggi: “Conservatism yields lower earnings, it is said, and so prima facie these “conservatis” earnings are higher quality” Temuan lain yang sejalan dengan penelitian Penman dan Zhang (2010), yaitu penelitian yang dilakukan Siti Rahayu (2012) yang menemukan bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh positif terhadap ERC : “Praktek konservatisme dalam akuntansi menghasilkan laba dengan mutu yang lebih tinggi. Dengan laba yang bermutu tinggi diharapkan reaksi pasar terhadap laba yang dihasilkan perusahaan akan tinggi. Dengan kata lain, laba yang dihasilkan memiliki kekuatan respon. Kekuatan reaksi pasar terhadap informasi laba tercermin dari tingginya ERC”. Sedangkan penelitian mengenai hubungan konservatisme dan ERC ini juga dilakukan oleh Pujiati (2013), Pujiati (2013) menunjukkan bahwa : “Apabila akrual bernilai negatif, maka laba digolongkan konservatif. Kejadian yang diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan harus segera diakui oleh perusahaan megakibatkan kabar buruk lebih cepat terefleksi dalam harga saham dibandingkan kabar baik.Sehingga
46
konservatisme yang indentik dengan bad news memiliki dampak yang lebih besar atas harga sekuritas dibandingkan good news. Reaksi pasar atas bad news semakin besar ketika terdapat informasi berkaitan kapitalisasi yang rendah”. Dari penelitian-penelitian terdahulu diatas, dalam pemahaman penulis maka terdapat pengaruh konservatisme akuntansi terhadap earnings response coefficient karena prinsip konservatisme dapat mengakibatkan laba bermutu lebih tinggi sehingga laba yang dihasilkan memiliki kekuatan respon. 2.2.2
Pengaruh
Voluntary
Disclosure
Terhadap
Earnings
Response
Coefficient Penelitian tentang hubungan luas pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure) sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan beberapa hasil yang berbeda. Murwaningsari (2008) menemukan bahwa luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap ERC. Murwaningsari (2008) menyatakan bahwa : “ERC untuk perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang tinggi secara signifikan lebih besar daripada ERC pada perusahaan yang luas pengungkaan sukarela yang rendah. Karena biasanya perusahaan yang banyak mengungkapkan informasi (high disclosure firms) adalah perusahaan yang memiliki kabar baik (good news). Basu (1997) menemukan bahwa good news firms memiliki laba yang lebih persisten dan ERC yang lebih tinggi dibandingkan bad news firms”. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwaningsari (2008), penelitian yang dilakukan oleh Made Dewi Ayu Untari dan I Gusti Ayu (2014), Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa : “Voluntary disclosure berpengaruh positif terhadap ERC. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena perusahaan yang transparan dalam pengungkapan informasi perusahaanya akan banyak membantu investor dalam membuat keputusan, sehingga perusahaan dengan tingkat
47
pengungkapan sukarela akan berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkapkan ke pasar modal”. Kemudian, penelitian Paramita (2012) menunjukkan bahwa : “Tingkat keluasan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan berhubungan positif dengan current ERC. Jadi keinformatifan laba dan pengungkapan sukarela bersifat komplementer (saling melengkapi) dalam mempengaruhi imbal hasil saham. Sifat komplementer dari keinformatifan laba dan pengungkapan sukarela memiliki makna bahwa investor akan menggunakan informasi pada pengungkapan sukarela bersama-sama dengan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan dan memprediksi kinerjanya di masa yang akan datang. Makin tinggi tingkat pengungkapan sukarela, makin tinggi tingkat kepercayaan investor atas laba yang dilaporkan perusahaan”. Sedangkan I putu Sudarma (2015) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh voluntary disclosure terhadap ERC menyatakanbahwa : “Voluntary disclosure berpengaruh negatif pada earnings response coefficient. Rata-rata pengungkapan sukarela yang relatif kecil menyebabkan pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan kurang direspon atau memberikan sinyal negatif bagi pemakai laporan keuangan. Kebanyakan hal yang diungkapkan oleh perusahaan adalah kabar buruk, hal ini menyebabkan perusahaan akan memberikan sinyal yang negatif kepada pemakai laporan keuangan, sehingga semakin banyak pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan maka akan menurunkan nilai ERC”. Pada penjelasan diatas sampai pada pemahaman penulis, maka terdapat pengaruh antara pengungkapan sukarela terhadap earnings response coefficient. 2.2.3
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Earnings
Response
Coefficient Variabel ukuran perusahaan merupakan variabel yang telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti yang meneliti pengaruhnya terhadap ERC.
48
Scott (2009:153) mengemukakan bahwa : " Informativeness market prices proxied by the size of the company, stated that the bigger the company, the publicly available information is relatively more than small enterprises. we have suggested on several previous occasions that the market price itself is the most informative about the future value of the company. consequently, the more informative the price, the less will be the information content of accounting earnings, the lower the ERC.” Penelitian tentang ukuran perusahaan terhadap ERC yang dilakukan Murwaningsari (2008) menemukan bahwa : “Ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap ERC. Semakin besar ukuran perusahaan akan mempunyai informasi yang lebih dari perusahaan yang kecil. Sehingga banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan, saat pengumuman laba pasar kurang bereaksi.” Sejalan dengan penelitian Murwaningsari (2008), Purwaningsih (2011) menemukan bahwa : “Semakin besar ukuran perusahaan maka sumber informasi perusahaan yang tersedia semakin luas dan mudah diakses oleh publik. Dengan demikian investor dapat menggunakan berbagai informasi yang diungkapkan perusahaan untuk pengambilan keputusan investasi, selain menggunakan informasi laba. Respon laba perusahaan menjadi rendah ketika banyak tersedia informasi yang diungkapkan perusahaan.” Penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap ERC juga dilakukan oleh Paramita (2012), Paramita (2012) menyatakan bahwa: “Ukuran perusahaan bepengaruh positif terhadap ERC, bahwa semakin luas informasi yang tersedia mengenai perusahaan besar memberikan bentuk konsesus yang lebih baik mengenai laba ekonomis. Semakin banyak informasi tersedia mengenai aktivitas perusahaan besar, semakin mudah bagi pasar untuk menginterpretasikan informasi dalam laporan keuangan”.
49
Kemudian pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Erma dkk (2014) menunjukkan bahwa : “Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ERC, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil, yang konsekuensinya semakin informatif harga saham maka semakin kecil muatan informasi current earning, semakin banyak ketersediaan sumber informasi pada perusahaan besar, akan meningkatkan koefisien respon laba (ERC) dalam jangka panjang”. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami oleh penulis bahwa ukuran perusahaan merupakan skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara. Perusahaan yang besar akan lebih menarik para investor untuk berinvestasi, karena dari laba perusahaan yang berkembang akan mempengaruhi besarnya respon pasar kaitannya dengan return saham. Semakin luas informasi yang tersedia mengenai perusahaan besar memberikan bentuk yang konsesus yang lebih baik mengenai laba ekonomis, sehingga besarnya ukuran berpengaruh positif terhadap earnings response coefficient. 2.2.4
Penelitian Terdahulu Beberapa
penelitian
terdahulu
yang pernah
dilakukan
mengenai
keterkaitan konservatisme akuntansi, voluntary disclosure dan ukuran perusahaan terhadap earnings response coefficient, penulis ungkapkan dalam tabel berikut ini:
50
Table 2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu
No 1
2
Judul Penelitian Pengaruh Konservatisme Laba Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) Pengujian Simultan : Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (ERC)
3
Pengaruh Akuntansi Konservatif, Ukuran Perusahaan, Dan Default Risk Terhadap Koefisien Respon Laba (ERC)
4
Pengaruh Konservatisme Laporan Keuangan, dan Siklus Hidup Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba
5
Accounting Conservatism, the Quality of Earnings, and Stock Returns
Penulis Agung Suaryana (2008) Etty Murwaning sari (2008)
Hasil Penelitian Variabel Konservatisme Laba berpengaruh negatif terhadap ERC.
Terdapat pengaruh negatif antara leverage terhadap earnings response coefficient (ERC), terdapat pengaruh positif antara leverage dengan pengungkapan sukarela, luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap ERC, ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC, tidak ada pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, dan ketepatan waktu pelaporan keuangan berpengaruh terhadap ERC. Yossi Variable Akuntansi Diantimala konservatif, Ukuran (2008) Perusahaan dan Default Risk berpengaruh negatif signifikan terhadap Koefisien Respon Laba (ERC). Tara Konservatisme laporan Setyaningty keuangan dan koefisien as (2009) respon laba berhubungan positif tidak signifikan, Siklus hidup perusahaan berhubungan positif dan tidak signifikan terhadap koefisien respon laba, Penman and Praktik konservatisme dalam Zhang akuntansi menghasilkan laba (2010) dengan mutu yang lebih tinggi
51
6
Pengaruh Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient (Erc), Dengan Ukuran Perusahaan Dan Leverage Sebagai Variabel Kontrol Pengaruh Leverage, Firm Size dan Voluntary Disclosure Terhadap Earnings Response Coefficient
Purwaningsi variabel ukuran perusahaan h (2011) (size) dan leverage, sebagai variabel control, berpengaruh terhadap ERC. Variabel size maupun leverage berpengaruh negatif terhadap ERC.
Pengaruh Konservatisma Laba Terhadap Koefisien Respon Laba Pengaruh Konservatisme dalam Laporan Keuangan Terhadap Earnings Response Coefficient Pengaruh Konservatisme Laba dan Voluntary Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient
Siti Rahayu Konservatisme laba (2012) berpengaruh positif terhadap Koefisien Respon Laba Lilik Pujiati Konservatisme, GCG, dan (2013) ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan parsial terhadap ERC
11
Analisis Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan Dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba
12
Pengaruh Beta, Maria Konservatisme Utami Akuntansi , CSR (2014) Terhadap Koefisien Respon Laba
Variabel ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap ERC sedangkan variabel Pertubuhan berpengaruh negatif terhadap ERC. Sri Variabel Beta berpengaruh signifikan terhadap koefisien respon laba, variabel konservatisme akuntansi tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba dan variabel CSR berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba.
7
8
9
10
Ratna Wijayanti Daniar Paramita (2012)
Made Dewi Ayu Untari dan I gusti Ayu Nyoman Budiasih (2014) Erma Setiawati dan Nursiam (2014)
Variabel Leverage, Firm Size dan Voluntary Disclosure berpengaruh positif signifikan terhadap ERC
Variabel Konservatisme Laba tidak berpengaruh terhadap ERC sedangkan variabel Voluntary Disclosure berpengaruh postif terhadap ERC
52
13
Pengaruh Voluntary Disclosure Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC)
I Putu Sudarma dan Ni Made Dwi Ratnadi (2015) Pengaruh Konservatisme Dewi Febi Akuntansi,Risiko Yanti Sistematik, dan (2015) Ketepatwaktuan Informasi Terhadap Keresponan Laba Pada
Variable Voluntary Disclosure berpengaruh negative terhadap ERC
Konservatisme akuntansi ber pengaruh signifikan negatif terhadap keresponan laba, Risiko sistematik tidak ber pengaruh terhadap keresponan laba, dan Ketepatwaktuan informasi tidak berpengaruh terhadap keresponan laba
Berdasarkan dari uraian diatas, sampai pada pemahaman penulis bahwa konservatisme
akuntansi,
voluntary
disclosure
dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh terhadap earnings response coefficient. Untuk menggambarkan pengaruh konservatisme akuntansi, voluntary disclosure dan ukuran perusahaan terhadap earnings response coefficient, maka dibuat suatu kerangka pemikiran sebagai berikut :
53
Konservatisme Akuntansi
Earning Response Coefficient
Voluntary Disclosure
Ukuran Perusahaan
Keterangan : = Pengaruh Parsial = Pengaruh Simultan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : Hipotesis 1 : Terdapat pengaruh konservatisme akuntansi terhadap earnings response coefficient Hipotesis 2 : Terdapat pengaruh voluntary disclosure terhadap earnings response coefficient
54
Hipotesis 3 : Terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap earningsresponse coefficient Hipotesis 4 : Terdapat pengaruh konservatisme akuntansi, voluntary disclosure, dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap earningsresponse coefficient
.